Monday, 19 February 2018

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN TENTANG Teknik Mendapatkan Umpan Balik


BAB I
PENDAHULUAN
  A.   Latar Belakang
            Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapaitujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar melakukan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.

            Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai anak didik secaratuntas. Ini merupakan masalah yang cukupsulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengansegala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk social dengan latar belakang yang berbeda. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis, dan biologis.

            Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkahlaku anak didik disekolah. Halitu pula yang menjadikan berat tugas guru dalam menglola kelas dengan baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas,tujan pengajaran pun sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perllu terjadi, karena usaha yang dapat dilakukanmasih terbuka lebar. Salah satu caranya adalah dengan meminimalkan jumlah anak didik di kelas. Meaplakasikan beberapa prinsip pengelolaan kelas. Kelasadalah upaya lain yang tidak bisa diabaikkan begitu saja. Pendekatan terpilih mutlak dilakukan guna mendukung pengelolaan kelas.
  B.   Rumusan Masalah.
1.      Pengertian dari belajar mengajar
2.      Tehnik yang digunakan
3.      Segala potensi yang dimiliki oleh seorang anak
  C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui maksud dari belajar mengajar
2.      Untuk mengetahui tehnik yang digunakan
3.      Untuk mengetahui segala potensi yang dimiliki oleh seorang anak


BAB II
PEMBAHASAN
  A.    Pengertian belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi yang terjadi antar guru dan murid untuk mencapai tujuan. Suatu tujuan belajar mengajar yang terjadi karena usaha guru, sering di namakan instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan  tujuan yang merupakan pengiring karena usaha atau potensi murid, seperti faktor kecerdasan, berfikir kritis dan kreatif, disebut nurturant effect.[1] Kegiatan dua pihak tersebut memberikan umpan balik, baik bagi guru maupun murid. Umpan balik yang di berikan oleh anak didik selama pelajaran berlangsung ternyata sangat beragam, baik kualitas maupun kuantitasnya, tergantung dari rangsangan yang di berikan oleh guru.
Segala potensi yang dimiliki anak, baik secara individual maupun kelompok, perbedaan latar belakang sosio-kultural, cara belajar anak dan pengetahuan awal yang di miliki anak, merupakan informasi yang dapat memberikan umpan balik bagi guru.[2]
Pada bagian terdahulu telah di singgung bahwa pola umum terjadinya interaksi antara tiga unsur yaitu, guru, bahan dan anak didik. Bahan sebagai isi dari proses belajar mengajar di sampaikan guru untuk di terima oleh anak didik. Bahan di sini sebagai perantara untuk terjadinya interaksi belajar mengajar antara guru dan anak didik. Itu berarti tanpa bahan tidak  akan terjadi interaksi belajar mengajar. Apa yang harus guru ajarkan kepada anak didik bila guru tidak mempunyai bahan yang harus di sampaikan kepada anak didik. Apa yang harus diterima oleh anak didik bila guru tidak memberikan bahan dalam pengajarannya. Karena itu, bahan merupakan unsur yang penting dalam kegiatan pengajaran.
Bahan pelajaran yang perlu di kuasai oleh guru bukan hanya bahan pokok yang sesuai dengan keahlian, melainkan juga bahan penunjang di luar keahlian. Guru yang hanya menguasai bahan pokok akan melahirkan kegiatan belajar mengajar yang kaku. Situasi pengajaran kurang menggairahkan bagi anak didik. Sebab bahan pelajaran yang di sampaikan oleh guru kurang dapat menyentuh apersepsi anak didik. Kondisi pengajaran yang demikian kurang mendapatkan tanggapan dari nak didik. Guru percuma saja menyampaikan bahan, sementara anak didik asyik dengan kegiatannya sendiri di kelas.
Dalam kegiatan pengajaran tidak lain yang harus guru capai, kecuali bagaimana agar anak didik dapat menguasai bahan pelajaran secara tuntas (mastery). Masalah ini tetap aktual untuk di bicarakan dari dulu hingga sekarang. Sebab bagaimana pun juga kenerhasilan pengajaran di tentukan sampai sejauh mana penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang di sampaikan oleh guru. Untuk sampai kesana, yaitu anak didik dapat menguasai semua bahan yang di berikan, tidak gampang; karena hal ini akan terpulang pada masalah bagaimana umpan balik yang di berikan oleh anak didik selama pengajaran berlangsung.[3]
Umpan balik yang di berikan oleh anak didik selama pelajaran berlangsung ternyata bermacam-macam, tergantung dari rangsangan yang di berikan oleh guru. Rangsangan yang di berikan guru bermacam-macam pula dari anak didik. Rangsangan guru dalam bentuk tanya, maka tanggapan anak didik dalam bentuk jawab. Lahirlah interaksi melalui tanya jawab antara guru dengan anak didik. Sebaliknya, rangsangan anak didik dalam bentuk jawab. Maka jadilah interaksi dalam bentuk tanya jawab juga. Tetapi interaksi yang terakhir ini, anak didik yang bertanya dan guru yang menjawab atas masalah yang di ajukan oleh anak didik setelah di berikan bahan pelajaran.
Interaksi dalam bentuk tanya jawab di lakukan, di karenakan asumsi guru bahwa kemungkinan besar sebagian anak didik belum mengerti dan belum menguasai bahan pelajaran yang baru di sampaikan. Bahan pelajaran yang terlalu verbal memang cukup sukar untuk di mengerti dan di kuasai oleh setiap anak didik. Penguasaan bahasa untuk memahami konsep-konsep dari sesuatu bahan yang di sampaikan itulah sebagai penyebabnya.
Menyadari akan kelemahan bahasa untuk menggambarakan suatu konsep secara tepat, guru berusaha memilih alternatif lain, yaitu memanfaatkan alat bantu pengajaran. Penggunaan alat bantu dapat membantu guru untuk mengurangi verbalisme pada anak didik. Penggunaan alat bantu dapat mengembangkan dan meningkatkan umpan balik dari anak didik. Sehingga memudahkan pengertian anak didk terhadap bahan pelajaran yang di berikan oleh guru. Penguasaan bahan dengan pengertian oleh setiap anak didik dapat bertahan lama dalam diri anak didik. Kecocokan penggunaan alat bantu pengajaran mempunyai arti penting untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik.
Setiap anak didik mempunyai motivasi belajar yang berlainan. Oleh karena itu, setiap guru di tuntut untuk memahami hal ini agar kegiatan pengajaran yang di lakukan itu tidak asal-asalan. Guru yang mengabaikan masalah perbedaan motivasi yang tepat guna membangkitkan gairah belajar anak didik. Penggunaan metode yang bervariasi adalah salah satu strategis untuk membangkitkan motivasi belajar anak didik sehingga umpan balik yang di harapkan dari anak didik terjadi dengan tepat. Strategi penggunaan metode itu guru lakukan untuk mempengaruhi gaya belajar anak didik agar sejalan dengan gaya mengajar guru. Kesesuian gaya mengajar guru dengan gaya belajar anak didik dapat menciptakan interaksi dua arah. Umpan balik pun berlangsung selama guru memberikan pelajaran kepada anak didik di kelas.
Sebagai orang yang menginginkan keberhasilan dalam mengajar, guru selalu mempertahankan agar umpan balik selalu berlangsung dalam diri anak didik. Umpan balik itu tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk mental yang selalu berproses untuk menyerap bahan pelajaran yang di berikan oleh guru.[4]
  B.     Teknik-teknik untuk mendapatkan umpan-balik
Untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik di perlukan beberapa teknikyang sesuai dan tepat dengan diri setiap anak didik sebagai makhluk individual. Berikut ini akan di uraikan beberapa teknik untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik[5]
1.      Memancing Apersepsi Anak Didik
Anak didik adalah makhluk individual. Anak didik adalah orang yang mempunyai kepribdian dengan ciri-ciri yang khas sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhannya. Perkembangan dan pertumbuhan anak didik mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya. Perkembangan dan pertumbuhan anak itu sendiri di pengaruhi lingkungan di mana anak hidup berdampingan dengan orang lain di sekitarnya dan dengan alam lingkungan hidup lainnya. Itulah sebabnya, anak sebagai makhluk individual suatu waktu harus hidup berdampingan dengan semua orang dalam lingkup kehidupan sosial di masyarakat.
Kehidupan sosial di masyarakat tidak selalu sama, tapi ada juga perbedaannya. Perbedaan itu dapat dilihat dari aspek tingkat usia, pekerjaan, jabatan, tingkat kenyataan, pendidikan, sosiologis, goegrafis, profesi, dan sebagainya. Dalam strtifikasi sosial yang demikian itulah anak didik hidup dan berinterksi dengan lingkungannya. Sikap, perilaku, membentuknya. Pengetahuan yang anak miliki sesuai dengan apa yang dia dapatkan dari lingkungan kehidupannya sebelum masuk sekolah. Anak didik yang terbiasa hidup di kota tentu lebih maju dan lebih luas pengetahuannya dari pada anak yang tinggal di desa.
Latar belakang kehidupan sosial anak penting untuk di ketahui oleh guru. Sebab dengan mengetahui dari anak berasal, dapat membantu guru untuk memahami jiwa anak. Pengalaman apa yang telah di punyai anak adalah hal yang sangat membantu untuk memancing perhatian anak. Anak biasanya senang membicarakan hal-hal yang menjadi kesenangannya.
Bahan apersepsi sangat membantu anak didik dalam usaha mengolah kesan-kesan dari bahan pelajaran yang di berikan oleh guru. Penjelasan demi penjelasan dapat anak didik cerna secara bertahap hingga jalan pelajaran berakhir. Dengan begitu, guru jangan khawatir bahwa anak didik tidak menguasai bahan pelajaran yang telah di berikan. Tapi yakinlah bahwa anak didik dapat menguasai sebagian atau seluruh bahan pelajaran yang di berikan dalam suatu pertemuan.[6]
Akhirnya pengetahuan guru mengenai apersepsi dapat memancing aktivitas belajar anak didik secara optimal.
2.      Memanfaatkan Taktik Alat Bantu yang Akseptabel
Bahan pelajaran adalah isi yang di sampaikan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Bahan yang akan di sampaikan oleh guru itu bermacam-macam sifatnya, mulai dari yang mudah, sedang, sampai ke yang sukar. Tinjauan mengenai bahan sifat ini di karenakan dalam setiap kali prosses belajar mengajar berlangsung ada di antara anak didik yang kurang mampu memproses (mengolah) bahan dengan baik, sehingga pengertian pun sukar di dapatkan. Inteligensi adalah faktor lain yang menyebabkannya. Sukar di pahaminya penjelasan guru juga menjadi faktor penyebabnya.
Untuk seorang guru yang kurang terbiasa berbicara dan kurang pandai memilih kata serta kalimat yang dapat mewakili isi pesan yang disampaikan dari setiap bahan pelajaran akan mmengalami kesulitan untuk mengantarkan anak didik menjadi orang yang paham atas bahan yang di ajarkan itu. Di paksakan juga adalah perbuatan sia-sia. Waktu terbuang dengan percuma. Anak didik bingung dan mungkin setumpuk pertanyaan berkecamuk di dalam benaknya. Hasilnya tidak lain adalah kegagalan seorang guru mengajar, dan merupakan kegagalanpula dalam usahanya mengantarkan anak didik mencapai tujuan.
Sungguh pun begitu, seorang guru yang pandai bermain kata dan kalimat pun terkadang menemukan kesulitan untuk menanamkan pengertian atas bahan pelajaran yang akan di berikan kepada anak didik. Bahan pelajaran yang rumit dan kompleks cukup sukar untuk di gambarkan melalui kata-kata dan kalimat. Daya serap anak didik terhadap kalimat yang guru sampaikan relatif kecil, karena anak didik hanya dapat menngunakan indra pendengarannya (audio), bukan penglihatannya (visual). Selain itu, juga karena penguasaan bahasa anak yang relatif belum banyak.
Anak didik yang menyadari bahwa dirinya sukar menerima bahan pelajaran yang di sampaikan oleh guru, biasanya kurang atau tidak memperhatikan pelajaran itu. Anak didik cenderung menunjukkan sikap acuh tak acuh atas apa yang di sampaikan guru. Sementara guru memberikan pelajaran, anak didik juga melakukan kegiatan lain yang terlepas dari masalah pelajaran. Guru mengajar sendiri, anak didik juga belajar sendiri dengan topik bahasan masing-masing. Inilah gambaran kekacauan pengelolaan kelas.
Jalan pengajaran yang kondusif adalah kondisi belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak didik. Kegairahan belajar anak didik terkuak sebagai implementasi dari luapan motivasinya. Anak didik giat belajar, tidak ada yang diam, sesuai dengan harapan guru. Apa yang guru perintahkan tidak dapat bantahan dari anak didik, namun mereka menuntut aturan pengajaran yang guru buat. Anak didik belajar dengan konsentrasi tanpa mendapatkan gangguan yang berarti dari lingkungan ssekitarnya. Kondisi belajar mengajar yang demikian itulah yang di inginkan, bukan seperti yang di gambarkan di atas, yaitu anak didik bingung karena kurang mengerti penjelasan guru.
Guru yang hanya mengajar dan memperhatikan mengerti tidaknya anak didik terhadap bahan pelajaran yang di sampaikan, akan mendapatkan reaksi negative dari anak didik. Anak didik kurang senang, umpan balik dari anak didik pun tidak terjadi.
Guru yang menyadari kelemahan dirinya untuk menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang di sampaikan sebaiknya memanfaatkan alat bantu untuk membantu memperjelas isi dari bahan. Fakta, konsep, atau prinsif yang kurang dapat di jelaskan lewat kata-kata atau kalimat dapat di wakilkan kepada alat bantu untuk menjelaskannya. Menurut mereka, belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan alat bantu yang mendekati realisasi. Lebih banyak sifat alat bantu yang menyerupai realitas, makin mudah terjadi belajar pada anak didik. (Syaiful Bahri Djamarah, 1994: 94).[7]
Alat ini berfungsi untuk melengkapi kekurangan guru yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam menjelaskan bahan ajar yang di sebabkan karakteristik materi, kebiasaan guru dan cara belajar anak didik. Guru yang menyadari kelemahan dirinya dalam menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang disampaikan sebaiknya memanfaatkan alat bantu untuk memperjelas isi dari bahan yang menyangkut fakta, konsep, atau prinsif yang kurang dapat di jelaskan lewat kata-kata atau kalimat dalam metode ceramah. Dengan begitu kelemahan metode ceramah dapat teratasi oleh penggunaan alat bantu yang cocok untuk mengkongkritkan masalah rumit dan kompleks menjadi seolah-olah sederhana.
3.      Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat
Motivasi merupakan kekuatan yang maha dahsyat dalm diri manusia. Jadi, persoalan prestasi belajar pun seringkali merupakan persoalan motivasi. Menurut Bobbi dePotter dkk. (2000), terdapat beberapa cara untuk menumbuhkan budaya belajar berprestasi, dalam rumus TANDUR, yakni :
§  Tumbuhkan. Tumbuhkan minat dengan memuaskan. Apa manfaatnya bagiku dan manfaatkan kehidupan siswa;
§  Alami. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat di mengerti semua siswa;
§  Namai. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi dalam setiap kegiatan pembelajaran;
§  Demonstrasikan. Sediakan kesempatan bagi anak didik untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, jangan biarkan anak menjadi pendengar pasif;
§  Ulangi. Tunjukkan pada anak didik cara-cara mengulang materi dan tugaskan bahwa mereka adalah murid-murid yang cerdas, jangan di kecam. Sebab  kecaman guru merupakan proses pembodohan yang terjadi secara di sengaja;
§  Rayakan. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Guru jangan kikir dengan pujian anak.[8]

Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang dengan sengaja diciptakan untuk kepentingan anak didik. Agar anak didik senang dan bergairah belajar, guru berusaha menyediakan lingkungan yang kondusif dengan memanfaatkan semua potensi kelas yang ada. Masalah motivasi adalah salah satu dari sederetan faktor yang menyebabkan itu.
Motivasi memang merupakan faktor yang mempunyai arti penting bagi seorang anak didik. Apalah artinya anak didik pergi ke sekolah tanpa motivasi untuk belajar. Untuk bermain-main berlama-lama di sekolah adalah bukan waktunya yang tepat. Untuk menggangu teman atau membuat keributan adalah suatu perbuatan yang kurang terpuji bagi orang terpelajar seperti anak didik. Maka anak didik datang ke sekolah bukn untuk itu semua, tetapi untuk belajar demi masa depannya kelak di kemudian hari.[9]
Hanya dengan motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain. Bila tidak, maka sia-sialah bahan pelajaran yang guru sampaikan ketika itu. Dalam usaha untuk membangkitkan gairah belajar anak didik, ada enam hal yang dapat di kerjakan oleh guru, yaitu :
  1.      Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar.
  2.      Menjelaskan secara konkret kepada anak didik apa yang dapat di lakukan pada akhir pengajaran.
  3.      Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang di capai anak didik sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.
  4.      Membentuk kebiasaan belajar yang baik
  5.      Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
  6.      Menggunakan metode yang bervariasi.
(Syaiful Bahri Djamarah, 1994:38)[10]
Kemudian ada beberapa bentuk motivasi yang dapat guru gunakan guna mempertahankan minat anak didik terhadap bahan pelajaran yng di berikan. Betuk-bentuk motivasi yang di maksud adalah:
   a.      Memberi Angka
Angka merupakan simbol prestasi yang diperoleh siswa. Beri penjelasan pada anak bahwa prestasi belajar dapat terpresentasikan dalam symbol angka.[11]
Angka atau nilai yang baik memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar. Apabila angka yang di peroleh anak didik lebih tinggi dari anak didik lainnya, maka anak didik cenderung untuk mempertahankannya. Namun guru sebaiknya berhati-hati dalam memberikan angka. Berbagai pertimbangan tentu lebih dahulu di perhatikan, betulkah hasil yang di capai anak didik itu atas usahanya sendiri. Siapa tahu bukan hasil usahnya, tetapi hasil menyontek pekerjaan temannya. Disini kearifan guru di tuntut agar memberikan penilaian tidak sembarangan, sehingga tidak merugikan anak didik yang betul-betul belajar. Bila tidak, maka anak didik merasa kecewa atas sikap guru dan kemungkinan besar akan di benci oleh anak didik yang merasa di rugikan. Akhirnya umpan balik yang di harapkan dari anak didik yang merasa di rugikan itu tidak terjadi.[12]
   b.      Hadiah
Hadiah merupakan pengakuan atas prestasi anak didik yang dapat diberikan dalam bentuk fisik (cindramata, piagam) atau non fisik seperti isyarat positif, pujian , dan lain-lain.[13]
Hadiah adalah salah satu yang di berikan kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan/cenderamata. Hadiah yang di berikan kepada orang lain bisa berupa apa saja, tergantung dari keinginan pemberi. Atau bisa juga di sesuaikan dengan prestasi yang di capai oleh seseorang. Penerima hadiah tidak tergantung dari jabatan, profesi dan usia seseorang.
            Pemberian hadiah bisa di lakukan kepada semua anak didik, kepada sebagian anak didik, maupun kepada anak didik perseorangan. Namun yang perlu di ingat kapan guru harus memberikan hadiah kepada semua anak didik, kepada sebagian anak didik atau kepada anak didik perseorangan. Dalam bentuk apa hadiah itu ? Hadiah yang harus di berikan kepada anak didik tidak mesti yang mahal; yang murah juga bisa selama tujuannya untuk menggairahkan belajar anak didik.[14]
 Pujian
Pujian adalah motivasi yang positif. Setiap orang senang di puji. Tidak peduli tua atau muda, bahkan anak-anak pun senang di puji atas sesuatu pekerjaan yang telah selesai di kerjakannya dengan baik. Orang yang di puji merasa bangga karena hasil kerjanya mendapat pujian dari orang lain. Kata-kata seperti “kerjamu bagus”, “kerjamu rapi”, “ selamat sang juara baru”, dan sebagainya adalah sejumlah kata-kata yang biasanya di gunakan orang lain untuk memuji orang-orang tertentu yang di anggap berprestasi.[15]
Pujian tidak hanya dapat di berikan kepada seorang anak didik, tetapi dapat juga di berikan kepada semua anak didik. Tetapi pujian tidak di berikan kepada anak didik sebelum mereka menyelesaikan pekerjaannya. Misalnya, guru memberikan pujian kepada si A, setelah si A memberikan jawaban yang benar atas persoalan yang guru ajukan kepadanya. Pujian yang di berikan kepada si A berupa “jawabanmu tepat dan benar, kamu memang anak ibu yang cerdas.” Sungguh pun begitu, guru dapat pula  memberikan jawaban atas pertanyaan yang di ajukan. “Jawabanmu bgus…” Lalu pertanyaan yang kurang tepat di jawab oleh anak itu di ajukan lagi kepada teman-temannya yang lain. “siapa lagi yang dapat menyempurnakannya ?”
Demikianlah, pujian dapat di gunakan untuk mendapatkan umpan balik dari setiap anak didik dalam proses belajar mengajar.[16]
   c.       Gerakan Tubuh
Gerakan tubuh dalam bentuk mimik yang cerah, dengan senyum, mengangguk, acungan jempol, tepuk tangan, memberi salam, menaikkan bahu, geleng-geleng kepala, menaikkan tangan tangan dan lain-lain[17] adalah sejumlah gerakan fisik yang dapat memberikan umpan balik dari anak didik.
Gerakan tubuh merupakan pengetahuan yang dapat membangkitkan gairah belajar anak didik, sehingga proses belajar mengajar lebih menyenangkan. Hal ini terjadi karena interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik seiring untuk mencapai tujuan pengajaran. Anak didik memberikan tanggapan atas stimulus yang guru berikan. Gerakan tubuh dapat meluruskan perilaku anak didik yang menyimpang dari tujuan pembelajarannya. Misalnya, suatu ketika guru dapat bersikap diam untuk memberhentikan kelas yang gaduh. Diamnya guru dapat di artikan oleh anak didik sebagai menyuruh mereka untuk mengakhiri kegaduhan di kelas, karena keadaan kelas yang gaduh pelajaran tak dapat di berikan/dimulai.
Gerakan guru berjalan ke belakang dalam waktu yang tepat, ke samping di waktu yang lain, dan kemudian kembali ke depan kelas, dapat menciptakan suasana belajar mengajar yang jauh dari kegaduhan. Perhatian anak didik dapat di pertahankan. Bahan pelajaranpun dapat di sampaikan dalam suasana kelas yang tenang. Dengan suasana kelas begitu interaksi guru dengan anak didik mudah terjadi secara harmonis. Jadi, gerakan tubuh yang bagaimana pun bentuknya dapat melahirkan umpan balik dari anak didik, jika di lakukan dengan tepat.
   d.      Memberi Tugas
Tugas yang diberikan tugas tambahan, tetapi tugas pengakuan atas prestasi agar anak didik merasa percaya diri dan merasa diakui.[18]
Tugas adalah suatu pekerjaan yang menuntut pelaksanaan untuk di selesaikan. Guru dapat memberikan tugas kepada anak didik sebagai bagian yang tak dapat terpisahkan dari tugas belajar anak didik. Tugas dapat di berikan dalam berbagai bentuk. Tidak hanya dalam bentuk tugas kelompok, tetapi dapat juga dalam bentuk tugas perorangan.
Tugas dapat di berikan oleh guru setelah selesai menyampikan bahan pelajaran. Caranya, sebelum bahan di berikan, guru dapat memberitahukan kepada anak didik bahwa setelah penyampaian bahan pelajaran semua anak didik akan mendapat tugas yang di berikan oleh guru. Tugas yang di berikan dapat berupa membuat rangkuman dari bahan pelajaran yang baru di jelaskan, membuat kesimpulan, menjawab masalah tertentu yang telah di persiapkan, dan sebagainya.
Anak didik yang menyadari akan mendapat tugas dari guru setelah mereka menerima bahan pelajaran, akan memperhatikan penyamapaian bahan pelajaran. Mereka berusaha meningkatkan perhatian dengan konsentrasi terhadap penjelasan demi penjelasan yang di sampaikan oleh guru. Sebab bila tidak, tentu mereka khawatir tidak akan mampu menyelessaikan tugas yang di berikan itu dengan baik.[19]
   e.       Memberi Ulangan
Ulangan merupakan alat untuk menunjukkan prestasi belajar anak didik dari sebaiknya hasil ulangan diumumkan kepada teman-temannya.[20]
Ulangan adalah salah satu strategi yang penting dalam pengajaran. Dalam rentangan waktu tertentu guru tidak pernah melupakan masalah ulangan ini. Sebab dengan ulangan yang di berikan kepada anak didik, guru ingin mengetahui sampai di mana dan sejauh mana hasil pengajaran yang telah di lakukannya (evaluasi proses) dan sampai sejauh mana tingkat penguasaan anak didik terhadap bahan yang telah di berikan dalam rentangan waktu tertentu (evaluasi produk).
Dalam kegiatan belajar mengajar, ulangan dapat guru manfaatkan untuk membangkitkan perhatian anak didik terhadap bahan yang di berikan di kelas. Ulangan dapat di berikan pada setiap akhir dari kegiatan pengajaran. Agar perhatian anak didik terhadap bahan yang akan di berikan dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama, guru sebaiknya memberitahukan kepada anak didik bahwa di akhir pelajaran akan di adakan ulangan.[21]
   f.       Mengetahui Hasil
Ingin mengetahui adalah suatu sifat yang sudah melekat di dalam diri setiap orang. Jadi, setiap orang selalu ingin mengetahui sesuatu yang belum di ketahuinya. Dorongan ingin mengetahui membuat seseorang berusaha dengan cara apapun  agar keinginannya itu menjadi kenyataan atau terwujud. Jarak dan waktu, tenaga maupun materi tidak menjadi soal, yang penting hal-hal yang belum di ketahuinya dapat di lihat secara langsung.
Karena anak didik adalah manusia, maka di dalam dirinya ada keinginan untuk mengetahui sesuatu. Guru tidak harus mematikan keinginan anak didik untuk mengetahui, tetapi memanfaatkannya untuk kepentingan pengajaran. Setiap tugas yang di selesaikan oleh anak didik dan telah di beri angka (nilai) sebaiknya, guru bagikan kepada setiap anak didik agar mereka dapat mengetahui prestasi kerjanya. Kebenaran kerja yang di lakukan oleh anak didik dapat di perbaiki di masa mendatang. Tentu saja kesalahan kerja anak didik itu di perbaikannya dengan bantuan atau bimbingan menyelesaikan suatu tugas dengan baik dan benar.
Tetapi dengan mengetahui hasil bisa juga berdampak negatif bagi si anak. Anak didik yang mengetahui hasil kerjanya dengan nilai yang rendah akan merasa kecewa. Kekecewaan itu di lampiaskannnya dengan menyobek kertas hasil kerjanya. Pemandangan ini sering terjadi sebagai sublimasi dari rasa ketidakpuasan anak didik. Untuk hal ini hanya kearifan gurulah yang di tuntut, bagaimana menanamkan pengertian kepada anak didik dan apa yang harus di lakukan untuk menanamkan sikap positif pada diri anak didik agar tidak  kecewa dengan prestasi belajar yang rendah. Tetapi dia sadar akan kesalahannya dan mau mengakuinya, kemudian meminta bimbingan guru untuk membetulkannya agar kesalahan itu tidak terulang kembali. [22]
Hukuman bukan alat untuk menakut-nakuti anak, tetapi untuk merubah cara berfikir anak. Bahwa setiap pekerjaan (baik atau buruk) memiliki konsekuensi.[23]
Hukuman adalah reinforcement yang negative, tetapi di perlukan dalam pendidikan. Hukuman di maksudkan di sini tidak seperti hukuman penjara atau hukuman potongan tangan. Tetapi adalah hukuman yang bersifat mendidik. Hukuman yang mendidik inilah di perlukan dalam pendidikan. Kesalahan anak didik karena melanggar disiplin dapat di berikan hukuman berupa sanksi menyapu lantai, mencatat bahan pelajaran yang ketinggian, atau apa saja yang sifatnya mendidik.
Dalam proses belajar mengajar, anak didik yang membuat keributan dapat di berikan sanksi untuk menjelaskan kembali bahan pelajaran yang baru saja di jelaskan oleh guru. Sanksi segera di lakukan dan jangan di tunda, karena tujuannya untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik terhadap bahan pelajaran yang baru saja di jelaskan oleh guru tersebut. Anak didik yang merasa mendapat sanksi itu sadar atas kesalahan yang ia lakukan dan tentu saja dia tidak akan mengulangi kembali perbuatannya itu, karena khawatir akan mendapatkan sanksi untuk kedua kalinya dan tentu akan mendapat malu, karena tidak dapat menjelaaskan kembali apa yang baru saja guru jelaskan ketika dia membuat keributan.
Dengan upaya itu anak didik berusaha untuk bersikap tenang dengan memfokuskan perhatiannya kepada bahan pelajaran yang di jelaskan kembali oleh guru.

4.      Menggunakan Metode yang Bervariasi.[24]
Metode adalah strategi yang tidak bisa di tinggalkan dalam proses belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan metode. Metode yang di gunakan itu tidak sembarangan, melainkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Setiap tujuan yang di rumuskan menghendaki penggunaan metode yang sesuai. Untuk mencapai satu tujuan tidak mesti menggunakan satu metode, tetapi bisa juga menggunakan lebih dari satu metode. Apalagi bila rumusan tujuan itu lebih dari dua rumusan tujuan. Dalam hal ini di perlukan penggabungan penggunaan metode mengajar. Dengan begitu kekurangan metode yang satu dapat di tutupi oleh kelebihan metode yang lain. Strategi metode mengajar yang saling melengkapi ini akan menghasilkan hasil pengajaran yang lebih baik dari pada penggunaan satu metode.
Penggunaa metode mengajar yang bervariasi dapat menggairahkan belajar anak didik. Pada suatu kondisi tertentu anak  didik merasa bosan dengan metode ceramah, di sebabkan mereka harus dengan setia dan tenang mendengarkan penjelasan guru tentang suatu masalah. Kegiatan pengajaran seperti itu perlu guru alih dengan suasana yang lain, yaitu barangkali menggunakan metode tanya jawab, diskusi atau metode penugasan, baik kelompok atau individual, sehingga kebosanan itu dapat terobati dan berubah menjadi suasana kegiatan pengajaran yang jauh dari kelesuan.
Setelah ceramah kemudian di selilingi dengan tanya jawab seperlunya untuk mengetahui tingkat pemahaman anak didik terhadap apa yang baru saja di jelaskan, merupakan cara yang dapat di pergunakan untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik. Tanya jawab bisa terjadi dari guru kepada anak didik atau anak didik kepada guru. Guru bertanya anak didik menjawab atau guru menjawab anak didik bertanya. Sebaliknya, anak didik bertanya guru menjawab atau anak didik menjawab guru bertanya. Bila tanya jawab di rasa cukup dapat di teruskan dengan pemberian penugasan kepada anak didik untuk di kerjakan oleh anak didik dan selesai sesuai dengan waktu yang di tentukan oleh guru sebelum jam pelajaran berakhir.
Penggunaan metode yang bervariasi sebagaimana di sebutkan di atas dapat menjembatani gaya-gaya belajar anak didik dalam menyerap bahan pelajaran. Umpan balik dari anak didik akan bangkit sejalan dengan pengguaaan metode mengajar yang sesuai dengan kondisi psikologis anak didik. Maka adalah penting memahami kondisi psikologis anak didik sebelum menggunakan metode mengajar guna mendapatkan umpan balik optimal dari setiap anak didik.[25]

5.      Umpan Balik dan Penguatan Belajar
Prinsif belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan, terutama di tekankan oleh teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Kalua pada teori conditioning yang di beri kondisi adalah stimulusnya, pada operant conditioning, yang di perkuat adalah responnya. Kunci teori belajar ini adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Apalagi hasil yang baik, merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Akan tetapi, dorongan belajar itu menurut B.E. Skinner tidak saja di sebabkan oleh penguatan  yang menyenngkan, tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Berliner, 1984: 272).
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik mendorongnya untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai jelek pada waktu ulangan, ia merasa takut tidak naik kelas. Karena takut tidak naik kelas, ia terdorong untuk belajar lebih giat. Di sini, nilai buruk dan rasa takut tidak naik kelas juga bisa  mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang di sebut penguatan negatif. Karena siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, penguatan negatif juga bisa di sebut escape conditioning.
Format sajian berupa tanya jawab, diskusi eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera di peroleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.[26]



BAB III
PENUTUP
  1.    Kesimpulan
Kegiatan belajar mengajar merupakan intraksi yang terjadi antar guru dan murid untuk mencapai tujuan. Suatu tujuan belajar mengajar yang terjadi karena usaha guru, sering dinamakan instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan yang merupakan pengiring atau usaha atau potensi murid, seperti factor kecerdasan, berfikir kritis dan kreatif, disebut nurturant effect.
Teknik yang digunakan.
  A.    Memancing Apersepsi Anak Didik
Anak didik adalah makhluk individual. Perkembangan dan pertumbuhan anak itu sendiri di pengaruhi lingkungan di mana anak hidup berdampingan dengan orang lain di sekitarnya dan dengan alam lingkungan hidup lainnya. Latar belakang kehidupan sosial anak penting untuk di ketahui oleh guru. Sebab dengan mengetahui dari anak berasal, dapat membantu guru untuk memahami jiwa anak
  B.     Memanfaatkan Taktik Alat Bantu yang Akseptabel
Guru yang menyadari kelemahan dirinya untuk menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang di sampaikan sebaiknya memanfaatkan alat bantu untuk membantu memperjelas isi dari bahan. Fakta, konsep, atau prinsif yang kurang dapat di jelaskan lewat kata-kata atau kalimat dapat di wakilkan kepada alat bantu untuk menjelaskannya. Dengan begitu, kelemahan metode ceramah tertutupi.
  C.    Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat
Motivasi merupakan kekuatan yang maha dahsyat dalm diri manusia. Jadi, persoalan prestasi belajar pun seringkali merupakan persoalan.
  D.    Menggunakan Metode yang Bervariasi
Metode adalah strategi yang tidak bisa di tinggalkan dalam proses belajar mengajar.
  E.     Umpan Balik dan Penguatan Belajar
Nilai yang baik mendorongnya untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik merupakan operant conditioning atau penguatan positif.
Potensi yang dimiliki anak, baik secara individu maupun kelompok, perbedaan latar belakang sosio-kultural, cara belajar anak dan pengetahuan awal yang dimiliki anak, merupakan informasi yang dapat memberikan umpan balik bagi guru.

Kritik dan saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membantu kita dalam membelajarkan siswa dan siswi.



DAFTAR PUSTAKA
Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung.
Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta.
Hamdani, 2010, Strategi Belajar Mengajar, Pustaka Setia, Bandung.
Wina Sanjaya, 2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta.
Sobri sutikno, 2013, belajar dan pembelajaran “upaya kreati dalam mewujudkan pembelajaran yang berhasil”, holistica, Lombok




[1] Sobri sutikno, 2013, belajar dan pembelajaran “upaya kreati dalam mewujudkan pembelajaran yang berhasil”, holistica, Lombok. Hal 155
[2] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 99
[3] Wina Sanjaya, 2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta. Hal 52
[4] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal. 141-142
[5] Hamdani, 2010, Strategi Belajar Mengajar, Pustaka Setia, Bandung. Hal
[6] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal. 143-144
[7] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal. 145-147
[8] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 100
[9] Wina Sanjaya, 2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta. Hal 28
[10] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 148-149
[11] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 100
[12] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 149-150
[13] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 100
[14] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 150- 151
[15] Wina Sanjaya, 2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta. Hal 30
[16] Ibid. Hal 151-152
[17] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 100
[18] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 101
[19] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 153- 154
[20] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 101
[21] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 154- 155
[22] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 155-156
[23] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 101
[24] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 101.

[25] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 158- 159
[26] Hamdani, 2010, Strategi Belajar Mengajar, Pustaka Setia, Bandung. Hal

No comments:

Post a Comment

Entri Populer