BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembelajaran adalah
suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang
terjadi antara guru dan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif
dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapaitujuan
tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar
melakukan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala
sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai anak didik secaratuntas. Ini merupakan masalah yang cukupsulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengansegala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk social dengan latar belakang yang berbeda. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis, dan biologis.
Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkahlaku anak didik disekolah. Halitu pula yang menjadikan berat tugas guru dalam menglola kelas dengan baik. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas,tujan pengajaran pun sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perllu terjadi, karena usaha yang dapat dilakukanmasih terbuka lebar. Salah satu caranya adalah dengan meminimalkan jumlah anak didik di kelas. Meaplakasikan beberapa prinsip pengelolaan kelas. Kelasadalah upaya lain yang tidak bisa diabaikkan begitu saja. Pendekatan terpilih mutlak dilakukan guna mendukung pengelolaan kelas.
B.
Rumusan Masalah.
1. Pengertian dari belajar mengajar
2. Tehnik yang digunakan
3. Segala potensi yang dimiliki oleh seorang anak
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari belajar mengajar
2. Untuk mengetahui tehnik yang digunakan
3. Untuk mengetahui segala potensi yang dimiliki oleh seorang anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian belajar mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan
interaksi yang terjadi antar guru dan murid untuk mencapai tujuan. Suatu tujuan
belajar mengajar yang terjadi karena usaha guru, sering di namakan
instructional effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan yang merupakan pengiring karena usaha
atau potensi murid, seperti faktor kecerdasan, berfikir kritis dan kreatif,
disebut nurturant effect.[1]
Kegiatan dua pihak tersebut memberikan umpan balik, baik bagi guru maupun
murid. Umpan balik yang di berikan oleh anak didik selama pelajaran berlangsung
ternyata sangat beragam, baik kualitas maupun kuantitasnya, tergantung dari
rangsangan yang di berikan oleh guru.
Segala potensi yang dimiliki anak,
baik secara individual maupun kelompok, perbedaan latar belakang
sosio-kultural, cara belajar anak dan pengetahuan awal yang di miliki anak,
merupakan informasi yang dapat memberikan umpan balik bagi guru.[2]
Pada bagian terdahulu telah di
singgung bahwa pola umum terjadinya interaksi antara tiga unsur yaitu, guru,
bahan dan anak didik. Bahan sebagai isi dari proses belajar mengajar di
sampaikan guru untuk di terima oleh anak didik. Bahan di sini sebagai perantara
untuk terjadinya interaksi belajar mengajar antara guru dan anak didik. Itu
berarti tanpa bahan tidak akan terjadi
interaksi belajar mengajar. Apa yang harus guru ajarkan kepada anak didik bila
guru tidak mempunyai bahan yang harus di sampaikan kepada anak didik. Apa yang
harus diterima oleh anak didik bila guru tidak memberikan bahan dalam
pengajarannya. Karena itu, bahan merupakan unsur yang penting dalam kegiatan
pengajaran.
Bahan pelajaran yang perlu di kuasai
oleh guru bukan hanya bahan pokok yang sesuai dengan keahlian, melainkan juga
bahan penunjang di luar keahlian. Guru yang hanya menguasai bahan pokok akan
melahirkan kegiatan belajar mengajar yang kaku. Situasi pengajaran kurang
menggairahkan bagi anak didik. Sebab bahan pelajaran yang di sampaikan oleh
guru kurang dapat menyentuh apersepsi anak didik. Kondisi pengajaran yang
demikian kurang mendapatkan tanggapan dari nak didik. Guru percuma saja
menyampaikan bahan, sementara anak didik asyik dengan kegiatannya sendiri di
kelas.
Dalam kegiatan pengajaran tidak lain
yang harus guru capai, kecuali bagaimana agar anak didik dapat menguasai bahan
pelajaran secara tuntas (mastery). Masalah ini tetap aktual untuk di bicarakan
dari dulu hingga sekarang. Sebab bagaimana pun juga kenerhasilan pengajaran di
tentukan sampai sejauh mana penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang
di sampaikan oleh guru. Untuk sampai kesana, yaitu anak didik dapat menguasai
semua bahan yang di berikan, tidak gampang; karena hal ini akan terpulang pada
masalah bagaimana umpan balik yang di berikan oleh anak didik selama pengajaran
berlangsung.[3]
Umpan balik yang di berikan oleh
anak didik selama pelajaran berlangsung ternyata bermacam-macam, tergantung
dari rangsangan yang di berikan oleh guru. Rangsangan yang di berikan guru
bermacam-macam pula dari anak didik. Rangsangan guru dalam bentuk tanya, maka
tanggapan anak didik dalam bentuk jawab. Lahirlah interaksi melalui tanya jawab
antara guru dengan anak didik. Sebaliknya, rangsangan anak didik dalam bentuk
jawab. Maka jadilah interaksi dalam bentuk tanya jawab juga. Tetapi interaksi
yang terakhir ini, anak didik yang bertanya dan guru yang menjawab atas masalah
yang di ajukan oleh anak didik setelah di berikan bahan pelajaran.
Interaksi dalam bentuk tanya jawab
di lakukan, di karenakan asumsi guru bahwa kemungkinan besar sebagian anak
didik belum mengerti dan belum menguasai bahan pelajaran yang baru di
sampaikan. Bahan pelajaran yang terlalu verbal memang cukup sukar untuk di
mengerti dan di kuasai oleh setiap anak didik. Penguasaan bahasa untuk memahami
konsep-konsep dari sesuatu bahan yang di sampaikan itulah sebagai penyebabnya.
Menyadari akan kelemahan bahasa
untuk menggambarakan suatu konsep secara tepat, guru berusaha memilih alternatif
lain, yaitu memanfaatkan alat bantu pengajaran. Penggunaan alat bantu dapat
membantu guru untuk mengurangi verbalisme pada anak didik. Penggunaan alat
bantu dapat mengembangkan dan meningkatkan umpan balik dari anak didik.
Sehingga memudahkan pengertian anak didk terhadap bahan pelajaran yang di
berikan oleh guru. Penguasaan bahan dengan pengertian oleh setiap anak didik
dapat bertahan lama dalam diri anak didik. Kecocokan penggunaan alat bantu
pengajaran mempunyai arti penting untuk mendapatkan umpan balik dari anak
didik.
Setiap anak didik mempunyai motivasi
belajar yang berlainan. Oleh karena itu, setiap guru di tuntut untuk memahami
hal ini agar kegiatan pengajaran yang di lakukan itu tidak asal-asalan. Guru
yang mengabaikan masalah perbedaan motivasi yang tepat guna membangkitkan
gairah belajar anak didik. Penggunaan metode yang bervariasi adalah salah satu
strategis untuk membangkitkan motivasi belajar anak didik sehingga umpan balik
yang di harapkan dari anak didik terjadi dengan tepat. Strategi penggunaan
metode itu guru lakukan untuk mempengaruhi gaya belajar anak didik agar sejalan
dengan gaya mengajar guru. Kesesuian gaya mengajar guru dengan gaya belajar
anak didik dapat menciptakan interaksi dua arah. Umpan balik pun berlangsung
selama guru memberikan pelajaran kepada anak didik di kelas.
Sebagai orang yang menginginkan
keberhasilan dalam mengajar, guru selalu mempertahankan agar umpan balik selalu
berlangsung dalam diri anak didik. Umpan balik itu tidak hanya dalam bentuk
fisik, tetapi juga dalam bentuk mental yang selalu berproses untuk menyerap
bahan pelajaran yang di berikan oleh guru.[4]
B.
Teknik-teknik untuk mendapatkan umpan-balik
Untuk mendapatkan umpan balik dari
anak didik di perlukan beberapa teknikyang sesuai dan tepat dengan diri setiap
anak didik sebagai makhluk individual. Berikut ini akan di uraikan beberapa
teknik untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik[5]
1. Memancing Apersepsi Anak Didik
Anak didik
adalah makhluk individual. Anak didik adalah orang yang mempunyai kepribdian
dengan ciri-ciri yang khas sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhannya.
Perkembangan dan pertumbuhan anak didik mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya.
Perkembangan dan pertumbuhan anak itu sendiri di pengaruhi lingkungan di mana
anak hidup berdampingan dengan orang lain di sekitarnya dan dengan alam
lingkungan hidup lainnya. Itulah sebabnya, anak sebagai makhluk individual
suatu waktu harus hidup berdampingan dengan semua orang dalam lingkup kehidupan
sosial di masyarakat.
Kehidupan
sosial di masyarakat tidak selalu sama, tapi ada juga perbedaannya. Perbedaan
itu dapat dilihat dari aspek tingkat usia, pekerjaan, jabatan, tingkat
kenyataan, pendidikan, sosiologis, goegrafis, profesi, dan sebagainya. Dalam
strtifikasi sosial yang demikian itulah anak didik hidup dan berinterksi dengan
lingkungannya. Sikap, perilaku, membentuknya. Pengetahuan yang anak miliki
sesuai dengan apa yang dia dapatkan dari lingkungan kehidupannya sebelum masuk
sekolah. Anak didik yang terbiasa hidup di kota tentu lebih maju dan lebih luas
pengetahuannya dari pada anak yang tinggal di desa.
Latar belakang
kehidupan sosial anak penting untuk di ketahui oleh guru. Sebab dengan
mengetahui dari anak berasal, dapat membantu guru untuk memahami jiwa anak.
Pengalaman apa yang telah di punyai anak adalah hal yang sangat membantu untuk
memancing perhatian anak. Anak biasanya senang membicarakan hal-hal yang
menjadi kesenangannya.
Bahan apersepsi
sangat membantu anak didik dalam usaha mengolah kesan-kesan dari bahan
pelajaran yang di berikan oleh guru. Penjelasan demi penjelasan dapat anak
didik cerna secara bertahap hingga jalan pelajaran berakhir. Dengan begitu,
guru jangan khawatir bahwa anak didik tidak menguasai bahan pelajaran yang
telah di berikan. Tapi yakinlah bahwa anak didik dapat menguasai sebagian atau
seluruh bahan pelajaran yang di berikan dalam suatu pertemuan.[6]
Akhirnya
pengetahuan guru mengenai apersepsi dapat memancing aktivitas belajar anak
didik secara optimal.
2. Memanfaatkan Taktik Alat Bantu yang Akseptabel
Bahan pelajaran
adalah isi yang di sampaikan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Bahan
yang akan di sampaikan oleh guru itu bermacam-macam sifatnya, mulai dari yang
mudah, sedang, sampai ke yang sukar. Tinjauan mengenai bahan sifat ini di
karenakan dalam setiap kali prosses belajar mengajar berlangsung ada di antara
anak didik yang kurang mampu memproses (mengolah) bahan dengan baik, sehingga pengertian
pun sukar di dapatkan. Inteligensi adalah faktor lain yang menyebabkannya.
Sukar di pahaminya penjelasan guru juga menjadi faktor penyebabnya.
Untuk seorang
guru yang kurang terbiasa berbicara dan kurang pandai memilih kata serta
kalimat yang dapat mewakili isi pesan yang disampaikan dari setiap bahan
pelajaran akan mmengalami kesulitan untuk mengantarkan anak didik menjadi orang
yang paham atas bahan yang di ajarkan itu. Di paksakan juga adalah perbuatan
sia-sia. Waktu terbuang dengan percuma. Anak didik bingung dan mungkin setumpuk
pertanyaan berkecamuk di dalam benaknya. Hasilnya tidak lain adalah kegagalan
seorang guru mengajar, dan merupakan kegagalanpula dalam usahanya mengantarkan
anak didik mencapai tujuan.
Sungguh pun
begitu, seorang guru yang pandai bermain kata dan kalimat pun terkadang
menemukan kesulitan untuk menanamkan pengertian atas bahan pelajaran yang akan
di berikan kepada anak didik. Bahan pelajaran yang rumit dan kompleks cukup
sukar untuk di gambarkan melalui kata-kata dan kalimat. Daya serap anak didik
terhadap kalimat yang guru sampaikan relatif kecil, karena anak didik hanya
dapat menngunakan indra pendengarannya (audio), bukan penglihatannya (visual).
Selain itu, juga karena penguasaan bahasa anak yang relatif belum banyak.
Anak didik yang
menyadari bahwa dirinya sukar menerima bahan pelajaran yang di sampaikan oleh
guru, biasanya kurang atau tidak memperhatikan pelajaran itu. Anak didik
cenderung menunjukkan sikap acuh tak acuh atas apa yang di sampaikan guru.
Sementara guru memberikan pelajaran, anak didik juga melakukan kegiatan lain
yang terlepas dari masalah pelajaran. Guru mengajar sendiri, anak didik juga
belajar sendiri dengan topik bahasan masing-masing. Inilah gambaran kekacauan
pengelolaan kelas.
Jalan
pengajaran yang kondusif adalah kondisi belajar mengajar yang menyenangkan bagi
anak didik. Kegairahan belajar anak didik terkuak sebagai implementasi dari
luapan motivasinya. Anak didik giat belajar, tidak ada yang diam, sesuai dengan
harapan guru. Apa yang guru perintahkan tidak dapat bantahan dari anak didik,
namun mereka menuntut aturan pengajaran yang guru buat. Anak didik belajar
dengan konsentrasi tanpa mendapatkan gangguan yang berarti dari lingkungan
ssekitarnya. Kondisi belajar mengajar yang demikian itulah yang di inginkan,
bukan seperti yang di gambarkan di atas, yaitu anak didik bingung karena kurang
mengerti penjelasan guru.
Guru yang hanya
mengajar dan memperhatikan mengerti tidaknya anak didik terhadap bahan
pelajaran yang di sampaikan, akan mendapatkan reaksi negative dari anak didik.
Anak didik kurang senang, umpan balik dari anak didik pun tidak terjadi.
Guru yang
menyadari kelemahan dirinya untuk menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang di
sampaikan sebaiknya memanfaatkan alat bantu untuk membantu memperjelas isi dari
bahan. Fakta, konsep, atau prinsif yang kurang dapat di jelaskan lewat
kata-kata atau kalimat dapat di wakilkan kepada alat bantu untuk
menjelaskannya. Menurut mereka, belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika
menggunakan alat bantu yang mendekati realisasi. Lebih banyak sifat alat bantu
yang menyerupai realitas, makin mudah terjadi belajar pada anak didik. (Syaiful
Bahri Djamarah, 1994: 94).[7]
Alat ini
berfungsi untuk melengkapi kekurangan guru yang memiliki keterbatasan kemampuan
dalam menjelaskan bahan ajar yang di sebabkan karakteristik materi, kebiasaan
guru dan cara belajar anak didik. Guru yang menyadari kelemahan dirinya dalam
menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang disampaikan sebaiknya memanfaatkan
alat bantu untuk memperjelas isi dari bahan yang menyangkut fakta, konsep, atau
prinsif yang kurang dapat di jelaskan lewat kata-kata atau kalimat dalam metode
ceramah. Dengan begitu kelemahan metode ceramah dapat teratasi oleh penggunaan
alat bantu yang cocok untuk mengkongkritkan masalah rumit dan kompleks menjadi
seolah-olah sederhana.
3. Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat
Motivasi
merupakan kekuatan yang maha dahsyat dalm diri manusia. Jadi, persoalan
prestasi belajar pun seringkali merupakan persoalan motivasi. Menurut Bobbi
dePotter dkk. (2000), terdapat beberapa cara untuk menumbuhkan budaya belajar
berprestasi, dalam rumus TANDUR, yakni :
§ Tumbuhkan.
Tumbuhkan minat dengan memuaskan. Apa manfaatnya bagiku dan manfaatkan
kehidupan siswa;
§ Alami. Ciptakan
atau datangkan pengalaman umum yang dapat di mengerti semua siswa;
§ Namai. Sediakan
kata kunci, konsep, model, rumus, strategi dalam setiap kegiatan pembelajaran;
§ Demonstrasikan.
Sediakan kesempatan bagi anak didik untuk menunjukkan bahwa mereka tahu, jangan
biarkan anak menjadi pendengar pasif;
§ Ulangi.
Tunjukkan pada anak didik cara-cara mengulang materi dan tugaskan bahwa mereka
adalah murid-murid yang cerdas, jangan di kecam. Sebab kecaman guru merupakan proses pembodohan yang
terjadi secara di sengaja;
§ Rayakan.
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi dan pemerolehan keterampilan dan ilmu
pengetahuan. Guru jangan kikir dengan pujian anak.[8]
Proses belajar
mengajar adalah suatu proses yang dengan sengaja diciptakan untuk kepentingan
anak didik. Agar anak didik senang dan bergairah belajar, guru berusaha
menyediakan lingkungan yang kondusif dengan memanfaatkan semua potensi kelas
yang ada. Masalah motivasi adalah salah satu dari sederetan faktor yang
menyebabkan itu.
Motivasi memang merupakan faktor
yang mempunyai arti penting bagi seorang anak didik. Apalah artinya anak didik
pergi ke sekolah tanpa motivasi untuk belajar. Untuk bermain-main berlama-lama
di sekolah adalah bukan waktunya yang tepat. Untuk menggangu teman atau membuat
keributan adalah suatu perbuatan yang kurang terpuji bagi orang terpelajar
seperti anak didik. Maka anak didik datang ke sekolah bukn untuk itu semua,
tetapi untuk belajar demi masa depannya kelak di kemudian hari.[9]
Hanya dengan motivasilah anak didik
dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain. Bila
tidak, maka sia-sialah bahan pelajaran yang guru sampaikan ketika itu. Dalam
usaha untuk membangkitkan gairah belajar anak didik, ada enam hal yang dapat di
kerjakan oleh guru, yaitu :
1.
Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar.
2.
Menjelaskan secara konkret kepada anak didik apa yang dapat di
lakukan pada akhir pengajaran.
3.
Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang di capai anak didik
sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian
hari.
4.
Membentuk kebiasaan belajar yang baik
5.
Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun
kelompok.
6.
Menggunakan metode yang bervariasi.
(Syaiful Bahri Djamarah, 1994:38)[10]
Kemudian ada beberapa bentuk
motivasi yang dapat guru gunakan guna mempertahankan minat anak didik terhadap
bahan pelajaran yng di berikan. Betuk-bentuk motivasi yang di maksud adalah:
a.
Memberi Angka
Angka merupakan
simbol prestasi yang diperoleh siswa. Beri penjelasan pada anak bahwa prestasi
belajar dapat terpresentasikan dalam symbol angka.[11]
Angka atau
nilai yang baik memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar. Apabila
angka yang di peroleh anak didik lebih tinggi dari anak didik lainnya, maka
anak didik cenderung untuk mempertahankannya. Namun guru sebaiknya berhati-hati
dalam memberikan angka. Berbagai pertimbangan tentu lebih dahulu di perhatikan,
betulkah hasil yang di capai anak didik itu atas usahanya sendiri. Siapa tahu
bukan hasil usahnya, tetapi hasil menyontek pekerjaan temannya. Disini kearifan
guru di tuntut agar memberikan penilaian tidak sembarangan, sehingga tidak
merugikan anak didik yang betul-betul belajar. Bila tidak, maka anak didik
merasa kecewa atas sikap guru dan kemungkinan besar akan di benci oleh anak
didik yang merasa di rugikan. Akhirnya umpan balik yang di harapkan dari anak
didik yang merasa di rugikan itu tidak terjadi.[12]
b.
Hadiah
Hadiah merupakan pengakuan atas prestasi anak
didik yang dapat diberikan dalam bentuk fisik (cindramata, piagam) atau non
fisik seperti isyarat positif, pujian , dan lain-lain.[13]
Hadiah adalah
salah satu yang di berikan kepada orang lain sebagai penghargaan atau
kenang-kenangan/cenderamata. Hadiah yang di berikan kepada orang lain bisa
berupa apa saja, tergantung dari keinginan pemberi. Atau bisa juga di sesuaikan
dengan prestasi yang di capai oleh seseorang. Penerima hadiah tidak tergantung
dari jabatan, profesi dan usia seseorang.
Pemberian hadiah
bisa di lakukan kepada semua anak didik, kepada sebagian anak didik, maupun
kepada anak didik perseorangan. Namun yang perlu di ingat kapan guru harus
memberikan hadiah kepada semua anak didik, kepada sebagian anak didik atau
kepada anak didik perseorangan. Dalam bentuk apa hadiah itu ? Hadiah yang harus
di berikan kepada anak didik tidak mesti yang mahal; yang murah juga bisa
selama tujuannya untuk menggairahkan belajar anak didik.[14]
Pujian
Pujian adalah
motivasi yang positif. Setiap orang senang di puji. Tidak peduli tua atau muda,
bahkan anak-anak pun senang di puji atas sesuatu pekerjaan yang telah selesai
di kerjakannya dengan baik. Orang yang di puji merasa bangga karena hasil
kerjanya mendapat pujian dari orang lain. Kata-kata seperti “kerjamu bagus”,
“kerjamu rapi”, “ selamat sang juara baru”, dan sebagainya adalah sejumlah
kata-kata yang biasanya di gunakan orang lain untuk memuji orang-orang tertentu
yang di anggap berprestasi.[15]
Pujian tidak
hanya dapat di berikan kepada seorang anak didik, tetapi dapat juga di berikan
kepada semua anak didik. Tetapi pujian tidak di berikan kepada anak didik
sebelum mereka menyelesaikan pekerjaannya. Misalnya, guru memberikan pujian
kepada si A, setelah si A memberikan jawaban yang benar atas persoalan yang
guru ajukan kepadanya. Pujian yang di berikan kepada si A berupa “jawabanmu
tepat dan benar, kamu memang anak ibu yang cerdas.” Sungguh pun begitu, guru
dapat pula memberikan jawaban atas
pertanyaan yang di ajukan. “Jawabanmu bgus…” Lalu pertanyaan yang kurang tepat
di jawab oleh anak itu di ajukan lagi kepada teman-temannya yang lain. “siapa
lagi yang dapat menyempurnakannya ?”
Demikianlah,
pujian dapat di gunakan untuk mendapatkan umpan balik dari setiap anak didik
dalam proses belajar mengajar.[16]
c.
Gerakan Tubuh
Gerakan tubuh
dalam bentuk mimik yang cerah, dengan senyum, mengangguk, acungan jempol, tepuk
tangan, memberi salam, menaikkan bahu, geleng-geleng kepala, menaikkan tangan
tangan dan lain-lain[17]
adalah sejumlah gerakan fisik yang dapat memberikan umpan balik dari anak
didik.
Gerakan tubuh
merupakan pengetahuan yang dapat membangkitkan gairah belajar anak didik,
sehingga proses belajar mengajar lebih menyenangkan. Hal ini terjadi karena
interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik seiring untuk mencapai
tujuan pengajaran. Anak didik memberikan tanggapan atas stimulus yang guru
berikan. Gerakan tubuh dapat meluruskan perilaku anak didik yang menyimpang
dari tujuan pembelajarannya. Misalnya, suatu ketika guru dapat bersikap diam
untuk memberhentikan kelas yang gaduh. Diamnya guru dapat di artikan oleh anak
didik sebagai menyuruh mereka untuk mengakhiri kegaduhan di kelas, karena
keadaan kelas yang gaduh pelajaran tak dapat di berikan/dimulai.
Gerakan guru
berjalan ke belakang dalam waktu yang tepat, ke samping di waktu yang lain, dan
kemudian kembali ke depan kelas, dapat menciptakan suasana belajar mengajar
yang jauh dari kegaduhan. Perhatian anak didik dapat di pertahankan. Bahan
pelajaranpun dapat di sampaikan dalam suasana kelas yang tenang. Dengan suasana
kelas begitu interaksi guru dengan anak didik mudah terjadi secara harmonis.
Jadi, gerakan tubuh yang bagaimana pun bentuknya dapat melahirkan umpan balik
dari anak didik, jika di lakukan dengan tepat.
d.
Memberi Tugas
Tugas yang diberikan tugas tambahan, tetapi tugas pengakuan atas prestasi
agar anak didik merasa percaya diri dan merasa diakui.[18]
Tugas adalah
suatu pekerjaan yang menuntut pelaksanaan untuk di selesaikan. Guru dapat
memberikan tugas kepada anak didik sebagai bagian yang tak dapat terpisahkan
dari tugas belajar anak didik. Tugas dapat di berikan dalam berbagai bentuk.
Tidak hanya dalam bentuk tugas kelompok, tetapi dapat juga dalam bentuk tugas
perorangan.
Tugas dapat di
berikan oleh guru setelah selesai menyampikan bahan pelajaran. Caranya, sebelum
bahan di berikan, guru dapat memberitahukan kepada anak didik bahwa setelah
penyampaian bahan pelajaran semua anak didik akan mendapat tugas yang di
berikan oleh guru. Tugas yang di berikan dapat berupa membuat rangkuman dari
bahan pelajaran yang baru di jelaskan, membuat kesimpulan, menjawab masalah
tertentu yang telah di persiapkan, dan sebagainya.
Anak didik yang
menyadari akan mendapat tugas dari guru setelah mereka menerima bahan
pelajaran, akan memperhatikan penyamapaian bahan pelajaran. Mereka berusaha
meningkatkan perhatian dengan konsentrasi terhadap penjelasan demi penjelasan
yang di sampaikan oleh guru. Sebab bila tidak, tentu mereka khawatir tidak akan
mampu menyelessaikan tugas yang di berikan itu dengan baik.[19]
e.
Memberi Ulangan
Ulangan
merupakan alat untuk menunjukkan prestasi belajar anak didik dari sebaiknya
hasil ulangan diumumkan kepada teman-temannya.[20]
Ulangan adalah
salah satu strategi yang penting dalam pengajaran. Dalam rentangan waktu
tertentu guru tidak pernah melupakan masalah ulangan ini. Sebab dengan ulangan
yang di berikan kepada anak didik, guru ingin mengetahui sampai di mana dan
sejauh mana hasil pengajaran yang telah di lakukannya (evaluasi proses) dan
sampai sejauh mana tingkat penguasaan anak didik terhadap bahan yang telah di
berikan dalam rentangan waktu tertentu (evaluasi produk).
Dalam kegiatan
belajar mengajar, ulangan dapat guru manfaatkan untuk membangkitkan perhatian
anak didik terhadap bahan yang di berikan di kelas. Ulangan dapat di berikan
pada setiap akhir dari kegiatan pengajaran. Agar perhatian anak didik terhadap
bahan yang akan di berikan dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama, guru
sebaiknya memberitahukan kepada anak didik bahwa di akhir pelajaran akan di
adakan ulangan.[21]
f.
Mengetahui Hasil
Ingin
mengetahui adalah suatu sifat yang sudah melekat di dalam diri setiap orang.
Jadi, setiap orang selalu ingin mengetahui sesuatu yang belum di ketahuinya.
Dorongan ingin mengetahui membuat seseorang berusaha dengan cara apapun agar keinginannya itu menjadi kenyataan atau
terwujud. Jarak dan waktu, tenaga maupun materi tidak menjadi soal, yang
penting hal-hal yang belum di ketahuinya dapat di lihat secara langsung.
Karena anak
didik adalah manusia, maka di dalam dirinya ada keinginan untuk mengetahui sesuatu.
Guru tidak harus mematikan keinginan anak didik untuk mengetahui, tetapi
memanfaatkannya untuk kepentingan pengajaran. Setiap tugas yang di selesaikan
oleh anak didik dan telah di beri angka (nilai) sebaiknya, guru bagikan kepada
setiap anak didik agar mereka dapat mengetahui prestasi kerjanya. Kebenaran
kerja yang di lakukan oleh anak didik dapat di perbaiki di masa mendatang.
Tentu saja kesalahan kerja anak didik itu di perbaikannya dengan bantuan atau
bimbingan menyelesaikan suatu tugas dengan baik dan benar.
Tetapi dengan
mengetahui hasil bisa juga berdampak negatif bagi si anak. Anak didik yang
mengetahui hasil kerjanya dengan nilai yang rendah akan merasa kecewa.
Kekecewaan itu di lampiaskannnya dengan menyobek kertas hasil kerjanya.
Pemandangan ini sering terjadi sebagai sublimasi dari rasa ketidakpuasan anak
didik. Untuk hal ini hanya kearifan gurulah yang di tuntut, bagaimana
menanamkan pengertian kepada anak didik dan apa yang harus di lakukan untuk
menanamkan sikap positif pada diri anak didik agar tidak kecewa dengan prestasi belajar yang rendah.
Tetapi dia sadar akan kesalahannya dan mau mengakuinya, kemudian meminta
bimbingan guru untuk membetulkannya agar kesalahan itu tidak terulang kembali. [22]
Hukuman bukan
alat untuk menakut-nakuti anak, tetapi untuk merubah cara berfikir anak. Bahwa
setiap pekerjaan (baik atau buruk) memiliki konsekuensi.[23]
Hukuman adalah
reinforcement yang negative, tetapi di perlukan dalam pendidikan. Hukuman di
maksudkan di sini tidak seperti hukuman penjara atau hukuman potongan tangan.
Tetapi adalah hukuman yang bersifat mendidik. Hukuman yang mendidik inilah di
perlukan dalam pendidikan. Kesalahan anak didik karena melanggar disiplin dapat
di berikan hukuman berupa sanksi menyapu lantai, mencatat bahan pelajaran yang
ketinggian, atau apa saja yang sifatnya mendidik.
Dalam proses
belajar mengajar, anak didik yang membuat keributan dapat di berikan sanksi
untuk menjelaskan kembali bahan pelajaran yang baru saja di jelaskan oleh guru.
Sanksi segera di lakukan dan jangan di tunda, karena tujuannya untuk
mendapatkan umpan balik dari anak didik terhadap bahan pelajaran yang baru saja
di jelaskan oleh guru tersebut. Anak didik yang merasa mendapat sanksi itu
sadar atas kesalahan yang ia lakukan dan tentu saja dia tidak akan mengulangi
kembali perbuatannya itu, karena khawatir akan mendapatkan sanksi untuk kedua
kalinya dan tentu akan mendapat malu, karena tidak dapat menjelaaskan kembali
apa yang baru saja guru jelaskan ketika dia membuat keributan.
Dengan upaya
itu anak didik berusaha untuk bersikap tenang dengan memfokuskan perhatiannya
kepada bahan pelajaran yang di jelaskan kembali oleh guru.
4.
Menggunakan Metode yang Bervariasi.[24]
Metode adalah
strategi yang tidak bisa di tinggalkan dalam proses belajar mengajar. Setiap
kali mengajar guru pasti menggunakan metode. Metode yang di gunakan itu tidak
sembarangan, melainkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Setiap tujuan
yang di rumuskan menghendaki penggunaan metode yang sesuai. Untuk mencapai satu
tujuan tidak mesti menggunakan satu metode, tetapi bisa juga menggunakan lebih
dari satu metode. Apalagi bila rumusan tujuan itu lebih dari dua rumusan
tujuan. Dalam hal ini di perlukan penggabungan penggunaan metode mengajar.
Dengan begitu kekurangan metode yang satu dapat di tutupi oleh kelebihan metode
yang lain. Strategi metode mengajar yang saling melengkapi ini akan
menghasilkan hasil pengajaran yang lebih baik dari pada penggunaan satu metode.
Penggunaa
metode mengajar yang bervariasi dapat menggairahkan belajar anak didik. Pada
suatu kondisi tertentu anak didik merasa
bosan dengan metode ceramah, di sebabkan mereka harus dengan setia dan tenang
mendengarkan penjelasan guru tentang suatu masalah. Kegiatan pengajaran seperti
itu perlu guru alih dengan suasana yang lain, yaitu barangkali menggunakan
metode tanya jawab, diskusi atau metode penugasan, baik kelompok atau
individual, sehingga kebosanan itu dapat terobati dan berubah menjadi suasana
kegiatan pengajaran yang jauh dari kelesuan.
Setelah ceramah
kemudian di selilingi dengan tanya jawab seperlunya untuk mengetahui tingkat
pemahaman anak didik terhadap apa yang baru saja di jelaskan, merupakan cara
yang dapat di pergunakan untuk mendapatkan umpan balik dari anak didik. Tanya
jawab bisa terjadi dari guru kepada anak didik atau anak didik kepada guru.
Guru bertanya anak didik menjawab atau guru menjawab anak didik bertanya.
Sebaliknya, anak didik bertanya guru menjawab atau anak didik menjawab guru
bertanya. Bila tanya jawab di rasa cukup dapat di teruskan dengan pemberian
penugasan kepada anak didik untuk di kerjakan oleh anak didik dan selesai
sesuai dengan waktu yang di tentukan oleh guru sebelum jam pelajaran berakhir.
Penggunaan
metode yang bervariasi sebagaimana di sebutkan di atas dapat menjembatani
gaya-gaya belajar anak didik dalam menyerap bahan pelajaran. Umpan balik dari
anak didik akan bangkit sejalan dengan pengguaaan metode mengajar yang sesuai dengan
kondisi psikologis anak didik. Maka adalah penting memahami kondisi psikologis
anak didik sebelum menggunakan metode mengajar guna mendapatkan umpan balik
optimal dari setiap anak didik.[25]
5.
Umpan Balik dan Penguatan Belajar
Prinsif belajar
yang berkaitan dengan balikan dan penguatan, terutama di tekankan oleh teori
belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Kalua pada teori conditioning
yang di beri kondisi adalah stimulusnya, pada operant conditioning, yang di
perkuat adalah responnya. Kunci teori belajar ini adalah law of effect-nya
Thorndike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang baik. Apalagi hasil yang baik, merupakan balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Akan tetapi,
dorongan belajar itu menurut B.E. Skinner tidak saja di sebabkan oleh
penguatan yang menyenngkan, tetapi juga
ada yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, penguatan positif maupun negatif
dapat memperkuat belajar (Gage dan Berliner, 1984: 272).
Siswa belajar
sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik
mendorongnya untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai
jelek pada waktu ulangan, ia merasa takut tidak naik kelas. Karena takut tidak
naik kelas, ia terdorong untuk belajar lebih giat. Di sini, nilai buruk dan
rasa takut tidak naik kelas juga bisa
mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang di sebut penguatan
negatif. Karena siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak
menyenangkan, penguatan negatif juga bisa di sebut escape conditioning.
Format sajian
berupa tanya jawab, diskusi eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya
merupakan cara belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan
penguatan. Balikan yang segera di peroleh siswa setelah belajar melalui
penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih
giat dan bersemangat.[26]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kegiatan belajar mengajar merupakan
intraksi yang terjadi antar guru dan murid untuk mencapai tujuan. Suatu tujuan
belajar mengajar yang terjadi karena usaha guru, sering dinamakan instructional
effect, biasanya berupa pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan yang
merupakan pengiring atau usaha atau potensi murid, seperti factor kecerdasan,
berfikir kritis dan kreatif, disebut nurturant effect.
Teknik yang digunakan.
A.
Memancing Apersepsi Anak Didik
Anak didik adalah makhluk
individual. Perkembangan dan pertumbuhan anak itu sendiri di pengaruhi
lingkungan di mana anak hidup berdampingan dengan orang lain di sekitarnya dan
dengan alam lingkungan hidup lainnya. Latar belakang kehidupan sosial anak
penting untuk di ketahui oleh guru. Sebab dengan mengetahui dari anak berasal,
dapat membantu guru untuk memahami jiwa anak
B.
Memanfaatkan Taktik Alat Bantu yang Akseptabel
Guru yang menyadari kelemahan
dirinya untuk menjelaskan isi dari bahan pelajaran yang di sampaikan sebaiknya
memanfaatkan alat bantu untuk membantu memperjelas isi dari bahan. Fakta,
konsep, atau prinsif yang kurang dapat di jelaskan lewat kata-kata atau kalimat
dapat di wakilkan kepada alat bantu untuk menjelaskannya. Dengan begitu,
kelemahan metode ceramah tertutupi.
C.
Memilih Bentuk Motivasi yang Akurat
Motivasi merupakan kekuatan yang
maha dahsyat dalm diri manusia. Jadi, persoalan prestasi belajar pun seringkali
merupakan persoalan.
D.
Menggunakan Metode yang Bervariasi
Metode adalah strategi yang tidak
bisa di tinggalkan dalam proses belajar mengajar.
E.
Umpan Balik dan Penguatan Belajar
Nilai yang baik mendorongnya untuk
belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik merupakan operant conditioning atau
penguatan positif.
Potensi yang dimiliki anak, baik
secara individu maupun kelompok, perbedaan latar belakang sosio-kultural, cara
belajar anak dan pengetahuan awal yang dimiliki anak, merupakan informasi yang
dapat memberikan umpan balik bagi guru.
Kritik dan saran
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan maupun penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat membantu kita dalam membelajarkan siswa dan siswi.
DAFTAR PUSTAKA
Pupuh
fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman
Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung.
Syaiful bahri
djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta,
Jakarta.
Hamdani, 2010, Strategi Belajar
Mengajar, Pustaka Setia, Bandung.
Wina Sanjaya,
2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,
Jakarta.
Sobri sutikno,
2013, belajar dan pembelajaran “upaya kreati dalam mewujudkan pembelajaran yang
berhasil”, holistica, Lombok
[1] Sobri sutikno, 2013, belajar dan pembelajaran “upaya kreati dalam
mewujudkan pembelajaran yang berhasil”, holistica, Lombok. Hal 155
[2] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 99
[3] Wina Sanjaya, 2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar
Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta. Hal 52
[4] Syaiful bahri
djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta,
Jakarta. Hal. 141-142
[6] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal. 143-144
[7] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal. 145-147
[8] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 100
[9] Wina Sanjaya,
2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,
Jakarta. Hal 28
[10] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 148-149
[11] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 100
[12] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 149-150
[13] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 100
[14] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 150- 151
[15] Wina Sanjaya, 2013, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar
Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta. Hal 30
[16] Ibid. Hal 151-152
[17] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 100
[18] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 101
[19] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 153- 154
[20] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 101
[21] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 154- 155
[22] Syaiful bahri
djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar Mengajar, PT. Renika Cipta,
Jakarta. Hal 155-156
[23] Pupuh fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Pedoman Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama,
Bandung. Hal 101
[24] Pupuh
fathurrahman dan sobry sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melalui Pedoman
Konsep Umum dan Konsep Islami, Refika Aditama, Bandung. Hal 101.
[25] Syaiful bahri djamarah dan aswan zain, 2014, Strategi Belajar
Mengajar, PT. Renika Cipta, Jakarta. Hal 158-
159
No comments:
Post a Comment