BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagian
besar orang-orang dalam melakukan komunikasi dengan yang lainnya, mereka
melakukannya dengan bertatap muka langsung dengan bahasa lisan. Dalam kegiatan
tersebut, mereka saling bergantian. Ada saat dimana seseorang menjadi pembicara
dan pada saat yang lain seseorang tersebut menjadi pendengar atau penyimak.
Dalam kegiatan tersebut, khusus seperti seminar atau sejenisnya, kesempatan
untuk menjadi pembicara lebih sedikit bila dibandingkan dengan kesempatan untuk
mendengarkan.
Hal
tersebut menunjukkan kepada kita betapa pentingnya keterampilan mendengarkan
dalam kehidupan manusia sehari-hari. Terlepas dari kenyataan bahwa kita setiap
hari tidak terlepas dari kegiatan mendengarkan. Namun kegiatan mendengarkan
yang efektif, yaitu menjadi pendengar yang baik perlu diperhatikan.
Terdapat
masalah yang mendasar tentang bagaimana kita menjadi pendengar yang baik.
Pendengar dalam kegiatan mendengarkan kritis biasanya berusaha dengan teliti,
cermat, objektif, apresiatif, mencari dan menemukan butir-butir kesalahan atau
kekeliruan juga butir-butir yang benar dari apa yang telah disampaikan oleh
pembicara. Untuk itu jalan yang terbaik adalah dengan berlatih secara teratur,
terarah, dan berlatih menghormati orang lain yang sedang berbicara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalanya adalah :
1.
Bagaimana hakikat dari keterampilan mendengarkan?
2.
Apa saja jenis-jenis mendengarkan?
3.
Bagaimana proses pembelajaran keterampilan
mendengarkan?
4.
Apakah mendengarkan itu penting?
5.
Bagaimana menjadi pendengar yang terampil?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini
adalah kita diharapkan mampu :
1.
Memahami hakikat dari keterampilan mendengarkan.
2.
Mengetahui jenis-jenis mendengarkan.
3.
Memahami bagaimana proses pembelajaran keterampilan
mendengarkan..
4.
Memahami pentingnya mendengarkan.
5.
Memahami bagaimana menjadi pendengar yang terampil.
BAB II
KETERAMPILAN MENDENGARKAN
A. Hakikat Mendengarkan
Mendengarkan (ai-inshat) adalah mengesampingkan
mengesampingkan semua hal di dekitar
kita yang bisa menganggu konsentarsi kita untuk memerhatikan secara serius apa
yang dikatakan lawan bbicara. Dalam mukhtar as-Shahhab, al-Razi menyatakan
bahwa mendengarkan adalah diam dan mendengar.[1]
Perbedaannya dengan mendengar bahwa
mendengar (al-istima’) adalah bentuk umum, sementara mendengarkan (al-inshat)
adalah bentuk khusus.
Ada istilah lain yang juga maknanya hampir
sama dengan mendengarkan yaitu menyimak. Mengenai pengertian menyimak ada beberapa
pendapat para ahli diantaranya :
Menurut
Rusl dan Ander Son, menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan
lambing-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta
interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta
memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran
atau bahasa lisan.
Menurut
Akhadiah (1988) yang dikutip oleh Kundharu Suddhono dkk, Istilah kata
“Menyimak” dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan dengan mendengar dan
mendengarkan. Oleh sebab itu, ketiga istilah itu sering menimbulkan kekacauan
pemahaman, bahkan sering dianggap sama sehingga digunakan secara bergantian.
Ketiga
istilah tersebut memang agak berkaitan dengan makna. Namun, tetap berbeda dalam
penerapan atau penggunaannya.[2]
Mendengar diartikan sebagai menangkap bumyi (suara) dengan telinga.
Mendengarkan berarti menangkap sesuatu bunyi (suara) dengan sungguh-sungguh.
Berbeda halnya dengan menyimak. Menyimak berarti memperhatikan baik-baik apa
yang diucapkan atau dibaca orang.
Adapun dalam proses menyimak yang juga terdapat
kketerampilan mendengarkan. Menurut M . Logan (1972), yang
dikutip oleh Kundharu Saddhono dkk, membagi proses menyimak ke dalam tahapan
pemahaman, penginterpretasian, dan penilaian, sedangkan Henry Guntur Tarigan
(1983) menjelaskan tahapan menyimak sebagai berikut :
a. Tahap
mendengarkan segala sesuatu yang dikemukakan pembicara.
b. Tahap
memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara.
c. Tahap
menginterpretasi dengan cermat dan teliti isi ujaran pembicara. Penyimak yang
baik belum puas kalau hanya mendengar, dia ingin menafsirkan butir-butir
pendapat yang terdapat dan tersirat dalam simakan.
d. Tahap
mengevaluasi isi simakan. Pada tahap ini penyimak menilai pendapat serta gagasan
pembicara, keunggulan dan kelemahan, kebaikan dan kekurangannya.
e. Tahap
menanggapi maksud bahan simakan. Setelah penyimak menyambut, mencamkan,
menyerap, serta menerima gagasan atau ide yang dikemukakan pembicara, penyimak
akhirnya memberikan tanggapan atas pembicaraan si pembicara.
Di dalam setiap tahapan menyimak
diperlukan kemampuan tetentu agar proses menyimak berlangsung dengan baik.
Misalnya kemampuan menangkap bunyi, kemampuan menangkap dan mengingat bunyi
yang harus didasari dengan kemampuan memusatkan perhatian. Dan semua itu juga termasuk ke dalam tahapan
mendengarkan.
B. Jenis-jenis Mendengarkan
Stephen R. Covey, dalam the 7 Habits of
Highly Effective People, membagi empat macam kategori mendengarkan.
1. Mendengarkan yang negatif, yaitu mengabaikan semua yang dikatakan lawan
bicara tanpa kecuali.
2. Mendengarkan yang dibuat-buat, yaitu berpura-pura mendengarkan atau
mengikuti pembicaraan.
3. Mendengarkan yang selektif, yaitu mendengarkan apa yang ingin didengar
saja.
4. Mendengarkan yang efektif (jujur), yaitu mendengarkan dengan niat yang
tulus dan jujur untuk mendapatkan pemahaman tanpa bermaksud untuk membantah
perkataan yang didengarkan. Artinya, mendengarkan dengan tujuan memahami tpik
pembicaraan dari sudut pandang pengucap atau pembicara, bukan sudut pandang
pendengar. Jadi mendengarkan yang efektif adalah upaya menyelami apa yang ada
dalam benak dan hati pembicara.
Ada banyak jenis menyimak yang
dikemukakan para ahli. Salah satunya jenis menyimak menurut Logan et al. (1992)
yang dikutip oleh Kundharu Saddhono dkk membedakan jenis menyimak yang juga
tidak jauh berbeda dengan jenis mendengarkan, karena meskipun menyimak dan
mendengarkan memiliki perbedaan akan tetapi mendengarkan tidak memiliki
perbedaan yang sangat signifikan melainkan diantara keduanya juga memiliki
kesamaan. Jenis yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Menyimak
untuk belajar. Penyimak mempelajari berbagai hal yang diperlukan. Seperti
pelajaran sesuatu lewat televise, radio, video, dan sebagaainya.
2. Menyimak
untuk mendapatkan hiburan dari kepenatannya. Misalnya menyimak lawakan, cerita,
drama, dan sebagainya.
3. Menyimak
untuk menilai. Penyimak memperhatikan dan memahami isi simakan, kemudian
menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan pengetahuan dan
pengalamannya.
4. Menyimak
apresiatif. Penyimak memahami, menghayati, mengapresiasi simakan, misalnya
puisi, cerita, sandiwara, dan sebagainya.
5. Menyimak
untuk mengomunikasikan ide dan perasaan. Penyimak memahami, merasakan ide,
gagasan, perasaan, pembicara sehingga terjadi sambung rasa pembicara-penyimak.
6. Menyimak
deskriminatif. Penyimak ingin membedakan bunyi suara, misalnya dalam belajar
bahasa asing.
7. Menyimak
pemecahan masalah. Penyimak mengikuti uraian pemecahan masalah yang disampaikan
pembicara. Dari sini penyimak mendapat sesuatu yang bermanfaat untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
Berbagai
macam bentuk wacana seperti berita, petunjuk, dan iklan dan disajikan secara
lisan atau tertulis. Berita, petunjuk, dan iklan secara lisan dapat kita temui
dalam radio, tv, film dan media lainnya. Sedangkan berita, petunjuk, dan iklan
tertulis dapat kita temukan dalam surat kabar, majalah, plakat-plakat yang
ditempelkan di baliho atau di dinding-dinding bangunan atau pajangan di pinggir
jalan besar.
Berita,
petunjuk, dan iklan tersebut hanya merupakan beberapa contoh dari bahan simak
yang berupa wacana, sehingga dimungkinkan kita bisa memersiapkan bahan simak
yang lain, misalnya dialog pidato, atau pengumuman secara lisan. Bahan simak
yang tersedia bisa diucapkan oleh orang lain atau kita sendiri.
C. Tahap-tahap
Menyimak (Mendengarkan)
Menurut
Ruth. Strickland menyimpulkan adanya 9 tahap menyimak, mulai dari yang tidak
berketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh, yang juga dapat
dijadikan rujukan dalam tahap mendengakan, 9 tahap itu, dapat dilukiskan
senbagai berikut :
1. Menyimak
berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung
dalam pembicaraan mengenai dirinya.
2. Menyimak
dengan perhatian dangkal karena sering mendapat gangguan dengan adanya
selingan-selingan perhatian kepada hal-hal diluar pembicaraan.
3. Setengah
menyimak karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk
mengekspresikan isi hati serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang
anak.
4. Menyimak
terapan karena sang anak keasikan menyerap atau megarbsopsi hal-hal yang kurang
penting, hal ini merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya.
5. Menyimak
sekali-sekali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak, perhatian secara
seksama berganti dengan keasikan lain.
6. Menyimak
asosiatif, hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan yang
mengakibatkan sang penyimak benar- benar tidak memberikan reaksi terhadap pesan
yang disampaikan sang pembicara.
7. Menyimak
dengan reaksi-reaksi berkala terhadap pembicara dengan membuat komentar ataupun
mengajukan pertanyaan.
8. Menyimak
secara seksama, dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara.
9. Menyimak
secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan
sang pembicara.
D. Pembelajaran
Keterampilan Menyimak
Dalam pembelajaran keterampilan menyimak, tidak jauh
berbeda dengan keterampilan mendengarkan, kedua istilah tersebut sama-sama
mempelajari tentang bagaiman seorang penyimak atau pendengar dapat menangkap
apa yang disampaikan oleh pembicara.
Pembelajaran keterampilan ini perlu dilakukan karena dapat
dikatakan mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur, manusia termasuk
siswa itu berhubungan dengan menyimak. Segala informasi baik berupa ilmu maupun
ide yang diterima pembaca pada umumnya melalui proses menyimak ini. Seperti
yang dikatakan Wilt ( dalam Trigan, 1990 yang dikutip oleh Kundharu Saddhono
dkk) bahwa 42 % waktu penggunaan bahasa tertuju pada menyimak.
Menyimak
sebagai proses kegiatan mendengar lambing-lambang lisan dengan penuh
pengertian, pemahaman, dan apresiasi serta informasi, menangkap isi dan
memahami makna komunikasi yang diampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau
bahasa lisan. Berdasarkan hal tersebut, menyimak berarti adanya keterlibatan
proses mental, mulai dari proses mengidentifikasi bunyi, pemahaman dan
penafsiran, serta penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi yang
diterima dari luar.
Oleh
sebab itu, dalam menyimak dibutuhkan suatu kemampuan khusus. Kemampuan ini
berarti kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan.
Pembelajaran
kontekstual (Contectual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru dan dosen mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya pada kehidupan mereka. Adapun kata kunci CTL
ini adalah real word learning, mengutamakan pengalaman nyata, siswa aktif,
kritis dan kreatif, pengetahuan berpusat pada siswa.
Untuk
meningkatkan kemampuan menyimak
dan mendengarkan dapat dilaksanakan pembelajaran
kontekstual dengan menghendaki proses pramenyimak, rekonstruksi, analisis, dan
koreksi dengan tidak mengabaikan tahapan proses menyimak yaitu tahap
mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, memahami, menilai, dan
menanggapi.
E. Pentingnya mendengarkan
Mendengarkan adalah kemampuan berbahasa
paling penting dan utama. Berbicara, membaca dan menulis berada pada tingan
selanjutnya. Kemampuan mendengarkan menjadi suatu yang sangat penting karena
menjadi tumpuan utama bagi kemampuan berbicara, membaca, dan menulis.[3]
Ada tujuh alasan utama yang membuat kita
ingin mendengarkan secara serius, yaitu :
1. Ingin mengetahui informasi terbaru.
2. Ingin memastikan pengetahuan tertentu.
3. Adanya minat dan perhatian.
4. Membangun hubungan antarsesama.
5. Keutamaan manusia.
6. Takut terkena akibat buruk.
7. Saat menjadi lawan bicara.
Semakin penting alasan seseorang mendengarkan, semakin serius dan
sungguh-sungguh pula ia akan mendenagrkan
F. Menjadi Pendengar yang Terampil
Mendengarkan secara terampil adalah
perilaku keseharian dan bukan salah satu bab dalam buku.
Segi enam Pengembangan Keterampilan Mendengarkan
Keterangan :
1. Menyiapkan sanggahan.
2. Kemampuan menguasai kata dan kalimat.
3. Menganalisis poin-poin penting pembicaraan.
4. Menyimpulkan.
5. Mengaitkan materi lawan bicara dengan pengetahuan lain..
6. Memaksimalkan semua indra.
Adapun cara Mudah Menjadi Pendengar yang Terampil
1. Menangkap Intii Pembicaraan
Pendengar
yang terampil adalah pendengar yang dapat
menangkap inti pembicaraan. Memperhatikan kata-kata awal atau kalimat
pembuka yang disampaikan lawan bicara merupakan kunci utama untuk mengetahui
inti pembicaraan. Contohnya, ketika lawan bicara mengatakan beberapa kalimat
berikut ini.
a) “Pada pertemuan ini, saya hanya ingin menyampaikan satu hal, yaitu….”
b) “Hari ini, kita akan membicarakan tema berikut ini….”
c) “Inti pembicaraan kita kali ini adalah….”
d) “Terakhir, saya ingin mengatakan kembali kepada kalian beberapa poin
utama pembicaraan kita, yakni….”
e) “Ada tiga pon utama yang ingin saya sampaikan dalam pertemuan ini :….”
2. Mencatat Poin-poin Penting Saat Mendengarkan (Note taking)
Mencatat
poin-poin penting pembicaraan adalah cara ideal yang dapat membantu pendengar
menangkap pembicara atau teman dialog.
Kita
mencatat poin-poin penting ketika kita tidak mencatat, tidak bisa mengingat
poin-poin penting pembicara tanpa mencatat, dan tidak bisa menyimpulkan sesuatu
dengan cepat.
Kita
juga perlu membuat catatan. Adak beberapa cara membuat catatan, yaitu :
a) Mind Maping
Caranya dengan menulis
pikiran utama dalam sebuah lingkaran, lalu menulis poin-poin cabang dari
pikiran uatama tersebut di luar lingkaran yang ditunjukkan dengan anak panah
Kelebihan mind maping : cepat
ke poin yang dituju, mudah dilihat dan dirujuk kembali, cocok untuk pembicaraan
yang tak runtut dan panjang.
Kekurangan
mind maping : boros kertas, terkadang sulit mengingat poin-poin sekunder, tidak
cocok untuk obrolan singkat.
b) Outline
Dengan cara menulis poin-poin
utama dan cabang dengan model hierarki bernomor.
1) Manfaat kafein
Meningkatkan daya ingat.
Menambah kesuburan laki-laki.
2) Bahaya kafein
Menimbulkan ketergantungan..
Menambah rasa gugup.
Kelebihan
outline : jelas dan sistematis, mudah dilihat dan dirujuk kembali, cocok untuk
pembicaraan singkat.
Kekurangan
outline : tidak cocok untuk pembicaraan yang tidak sistematis, kadang sulit
mengingat poin-poinnya dengan cepat, memiliki banyak penjabaran dan perincian.
c) Meringkas (Resume)
Resume adalah mendengarkan
ide tertentu yang disampaikan pembicara selama beberapa saat, lalu menulis
catatan pendek sebanyak satu atau dua kalimat tentangnya dengan mengutip
kata-kata kunci untuk memudahkan pendengar jika sewaktu-waktu ingin melihatnya
kembali.
Kelebihan
resume : poin-poin pembicaraan menjadi lebih ringkas, tersusun rapi, mudah
melihatnya kembali di kemudian hari.
Kekurangan resume : butuh kecepatan menulis
dan meringkas, terkadan sulit menambahkan poin-poin baru, butuh penjelasan dan
perincian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
apa yang telah dijelaskan atau dipaparkan dalam makalah tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa keterampilan mendengarkan merupakan suatu keterampilan yang
paling utama dari beberapa keterampilan dalam bahasa Indonesia, seperti
keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Karena mendengarkan merupakan
salah satu keterampilan atau aktivitas yang paling sering dilakukan oleh
manusia dibandingkan dengan ketiga keterampilan tersebut, hampir setiap waktu
manusia melakukan aktivitas mendengarkan. Jadi hakikat dari mendengarkan adalah
bagaima seorang pendengar dapat menangkap apa yang disampaikan oleh pembicara
secara efektif. Sehingga perlunya dilakukan pembelajaran keterampilan
mendengarkan.
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan makalah tersebut masih
terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan
jritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan rujukan untuk
menyempurnakan makalah ini serta sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
makalah berikutnya. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya
untuk meningkatkan keterampilan mendengarkan peserta didik dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kundharu Saddhono dkk. Pembelajaran Keterampilam
Berbaghasa Indonesia. Graha Ilmu : yogyakarta, Cet. Ke I, 2014
Muhammad Ibrahim al-Nughaimish. Terampil Mendengarkan.
Dar Iqra’ al-Dawliyyah, kuwait, Cet. Ketiga, 2007
[1] Muhammad Ibrahim al-Nughaimis. Terampil Mendengarkan. 2007. Hal 13
[2] Kundharu Saddhono dkk. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia. 2014. Hal, 14
[3] Muhammad Ibrahim ai-Nughaimish. Terampil Mendengarkan. 2007. Hal. 17
No comments:
Post a Comment