Wednesday 28 February 2018

MAKALAH PERENCANAAN PEMBELAJARAN IMPLEMENTASI RANCANGAN MODEL PEMBELAJARAN


BAB I
PENDAHULUAN

   A.    Latar Belakang
Pembelajarn suatu kegiatan yang dirancang oleh guru agar siswa melakukan kegiatan belajar, untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Dalam merancang kegiatan pembelajaran ini, seorang guru semestinya memahami karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, yang ingin dicapai atau kompetensi yang harus dikuasai siswa, materi ajar yang akan disajikan, dan cara yang digunakan terus mengemas penyajian materi serta penggunaan bentuk dan jenis penilaian yang akan dipilih untuk melakukan pengukuran terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah dimiliki siswa.
Berkaitan dengan cara atau metode apa yang akan dipilih dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru harus terlebih dahulu memahami berbagai pendekatan, strategi dan model pembelajaran. Pemahaman tantang hal ini akan  memberikan tuntutan kepada guru untuk dapat memilah, memilih, dan menetapkan dengan tepat metode pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran. Perlu dipahami bahwa setiap pendekatan pembelajaran, pandangan tentang guru,  dan pandangan tentang siswa, perbedaan inilah kemudian mengakibatkan strategi dan model pembelajaran yang dikembangkan berbeda pula, sehingga proses pembelajaran akan berbeda walaupun strategi pembelajarannya sama. Dalam makalah ini kami menekankan model pembelajaran terpadu, macam-macam model pembelajaran terpadu. Seperti, Pembelajaran Terpadu Model Connected, Pembelajaran Terpadu Model Webbed, Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated, Pembelajaran Terpadu Model Nested. Model pembelajaran sosial seperti model pembelajaran bermain peran dan model pembelajaran cooperative learning.

   B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Hakikat Model Pembelajaran. ?
2.      Apa Saja Macam-macam Model Pembelajaran. ?


   C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Hakikat Model Pembelajaran. !
2.      Untuk Mengetahui Macam-Macam Model Pembelajaran. !





BAB II
PEMBAHASAN
TINJAUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
   A.    Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan di gunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends, 1997:7). Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (1992:4) bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve various abjectives”. Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Joyce dan Weil (1992:1) menyatakan bahwa:”Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas skills, value, ways, of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu juga, mereka mengajarkan bagaimana mereka belajar.
Dalam penelitian ini, yang di maksud model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pemilihan model pembelajaran sangat di pengaruhi oleh sifat dari materi yang akan di ajarkan, tujuan yang akan di capai dalam pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material/ perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesainpembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan.
Arends (1997), menyatakan bahwa “The term teaching model refers to a particular approach to instrutionn that includes its goals, syntax, enviroment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Arends (2001) menyeleksi enam macam model pengajaran yang sering dan praktis di gunakan guru dalam mengajar, masing-masing adalah: presentasi, pengajaran langsung (direct instruction), pengajaran konsep, pembelajaran koperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem base instructions) dan diskusi kelas. Dalam mengajarkan suatu konsep atau materi tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran lainnya. Berarti untuk setiap model pembelajaran harus di sesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat di padukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu , dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan, seperti materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kogitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan dapat tercapai.
Model pembelajaran yang di maksud dalam tulisan ini adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Fungsi model pembelajaran di sini adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Seperti yang di kemukakanoleh Joyce dan Weil (1992:4) bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di pergunakan sebagai dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran seperti buku-buku, film, komputer, kurikuler dll. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan di gunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang di pakai dalam pembelajaran tersebut.
Arend (1997), memilih istilah model pembelajaran berdasarkan dua alasan penting, yaitu pertama istilah model mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Kedua  model dapat berfungsi sebagi sarana komunikasi yang sangat penting, apakah yang di bicarakan tentaang mengajar di kelas, atau praktik mengawasi anak- anak. Model pembelajaran di klasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaksisnya, dan sifat lingkungan belajarnya.
Untuk pemilihan model ini sangat di pengaruhi oleh sifat dari materi yang akan di ajarkan, juga di pengaruhi oleh tujuan yang akan di capai dalam tujuan tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara yang satu dengan sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbeadaan inilah, terutama yang berlansungnya di antara pembukaan dan penutupan pembelajaran, yang harus di pahami oleh guru penutup pembelajaran, agar model-model tersebut dapat di laksanakan dengan berhasil. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragamdan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.
Menurut Johnson (dalam Samani, 2000), untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus di lihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek Proses mengacu apakah pembelajaran mengacu apakah pembelajaran mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful lerning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang di tentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat di pastikan berlangsung baik.
Akhirnya, setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem saraf banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan materi ajar siswa, di samping itu, banyak kegiatan gambar-gambar. Tujuan yang akan di capai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan siswa (LKS).
1.      Konsep Dasar Model Pembelajaran Terpadu
Sekitar empat puluh tahun yang lalu, pembelajaran terpadu mulai mendapat perhatian yang luas dari para penulis maupun para penyusun kurikulum, khususnya dalam pembelajaran IPA (baca: Sains). Pada tahun 1968, di adakan Konferensi Internasional tentang Pembelajaran Terpadu untuk Sains yang pertama di Varna (Bulgaria). Hingga tahun 1968, di adakan konperensi serupa sebanyak lima kali. Berbagai kurikulum pembelajaran terpadu di kembangkan di seluruh dunia, tetapi tampaknya pengertian pembelajaran terpadu masih banyak variasi (Prihantoro, L., dkk., 1986: 1.20).
Model pembelajaran terpadu kembali memperoleh proporsinya ketika di berlakukannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kemasan lain yang juga di kenal dengan nama model pembelajaran tematik.
Menurut Joni, T.R (1996: 3), pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran tepadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisi di dalam eksplorasi tema/peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak.
Senada dengan pendapat di atas menurut Hadisubroto (2000:9), pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang di awali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang di kaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu di kaitkan dengan konsep lain, yang di lakukan secara spontan atau di rencanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Apabila di kaitkan dengan tingkat perkembangan anak, pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memerhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Depdikbud, 1996 dalam Prabowo, 2000).
Adapun menurut Ujang Sukandi, dkk. (2001: 3), pengajaran terpadu pada dasarnya di maksudkan sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan cara ini dapat di lakukan dengan mengajarkan beberapa materi pelajaran di sajika tiap pertemuan.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat di katakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Di katakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsungdan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.
Pembelajaran terpadu akan terjadi jika atau eksplorasi suatu topik merupakan inti dalam pengembangan kurikulum. Dengan berperan secara aktif di dalam eksplorasi tersebut, siswa akan mempelajari materi ajar dan proses belajar beberapa bidang studi dalam wakktu yang bersamaan.
Dalam pernyataan tersebut jelas sebagai pemacu dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu adalah melalui eksplorasi topik. Dalam eksplorasi topik di angkatlah suatu tema tertentu. Kegiatan pembelajaran berlangsung di seputar tema kemudian baru membahas masalah konsep-konsep pokok yang terkait dengan tema.
2.      Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Menurut Depdikbud (1996: 3), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu:
a.       Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang menjadi puast perhatian dalam pembelajaran terpadu di amati dan di kaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka.
b.      Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang di jelaskan di atas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang di sebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan  dari materi yang di pelajari.
Rujukan yang nyata dari segala konsep yang di peroleh, dan keterkaitannya dengan konsep-kosep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang di pelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerpakan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupannya.
c.       Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara secara langsung prinsip dan konsep yang ingin di pelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang di peroleh sifatnya menjadi lebih otentik. Misalnya, hukum pemantulan cahaya di peroleh siswa melalui kegiatan eksperimen. Guru lebih banyak bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang siswa bertindak sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan. Guru memberikan bimbingan ke arah mana yang di lalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
d.      Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun eosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar. Dengan demikian pembelajaran terpadu bukan semata-mata merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajaran yang saling terkait. Pembelajaran terpadu bisa saja di kembangkan dari suatu tema yang di sepakati bersama dengan melirik aspek-aspek kurikulum yang bisa di pelajari secara bersama-sama melalui pengembangan tema tersebut

3.      Langkah-Langkah (Sintaks) Pembelajaran Terpadu
Pada dasarnya langkah-langkah (sintak) pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang di lalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi (Prabowo, 2000: 6). Berkaitan dengan itu maka sintaks model pembelajaran terpadu dapat di reduksi dari berbagi model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung (direct intructions).
Dengan demikian, sintaks pembelajaran terpadu dapat bersifat luwes dan fleksibel. Artinya, bahwa sintaks dalam pembelajaran terpadu dapat di akomodasi dari berbagai model pembelajaran yang di kenal dengan istilah setting atau merekonstruksi.
Sedangkan menurut Hadisubroto (2000: 21), dalam merancang pembelajaran terpadu sedikitnya ada empat hal yang perlu di perhatikan sebagai berikut: (1) menetukan tujuan, (2) menentukan materi/media, (3) menyusun skenario KBM, (4) menentukan evaluasi.
1)      Tahap Perencanaan
a.       Menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang di padukan
Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Seperti contoh di berikan oleh Fogarty (1991: 28), untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat di padukan keterampilan berpikir (thinking skill) dengan keterampilan sosial (social skill). Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).
b.      Memilih kajian materi, standar kmpetensi, kompetensi dasar, dan indikator
Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran.
c.       Menetukan sub keterampilan yng di padukan
Secara umum keterampilan-keterampilan yang harus di kuasai meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan sosial (social skill), dan keterampilan mengorganisasi (organizer skill), yang masing-masing terdiri atas sub-sub keterampilan.
d.      Merumuskan indikator hasil belajar
Berdasarkan kompetensi dasar dan subketerampilan yang telah di pilih dirumuskan indikator. Setiap indikator di rumuskan berdasarkan kaidah penulisan yang meliputi: audience, behavior, condition, dan degree.
e.       Menentukan langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini di perlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap subketerampilan yang telah di pilih pada setiap langkah pembelajaran.
4.      Tahap Pelaksanaan
Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu, meliputi: pertama, guru hendaknya tidak menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru segbagai fasilitaor dalam pembelajaran memungkinkan siswa menjadi pebelajar mandiri; kedua, pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok; dan ketiga, guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan. Depdiknas (1996: 6)
Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah pembelajaran. Menurut Muchlas (2002: 7), tidak ada model pembelajaran tunggal yang cocok untuk suatu topik dalam pembelajaran terpadu. Artinya, dalam satu tatap muka di padukan beberapa model pembelajaran.
5.      Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupaevaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.tahap evaluasi menurut Departemen Pendidikan Nasional (1996:6), hendaknya memperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu.
(1)   Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya.
(2)   Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah di capai berdasarkan kriteriakeberhasilan pencapaian tujuan yang akan di capai.
Sementara itu menurut Prabowo (2000), langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu secara khususdapat di buat tersendiri berupa langkah baru dengan ada sedikit perbedaan yakni sebagai berikut.
a.       Tahap Perncanaan
(1)   Menentukan Kompetensi Dasar
(2)   Menentukan Indikator dan Hasil Belajar
b.      Langkah yang di tempuh guru
(1)   Menyampaikan konsep pendukung yang harus di kuasai siswa
(2)   Menyampaikan konsep-konsep pokok yang akan di kuasa ioleh siswa
(3)   Menyampaikan keterampilan proses yang akan dikembangkan
(4)   Menyampaikan alat dan bahan yang di butuhkan
(5)   Menyampaikan pertanyaan kunci
c.       Tahap Pelaksanaan
(1)   Pengelolaan kelas, di mana kelas di bagi dalam beberapa kelompok
(2)   Kegiatan proses
(3)   Kegiatan pencatat data
(4)   diskusi
d.      Evaluasi
(1)   Evaluasi Proses
(a)    Ketepatan hasil pengamatan
(b)   Ketepatan penyusunan alat dan bahan
(c)    Ketepatan menganalisis data
(2)   Evaluasi hasil
-          Penguasaan konsep-konsep sesuai indikator yang telah di tetapkan
(3)   Evaluasi Psikomotorik
-          Penguasaan penggunaan alat ukur
-           
  B.     Model-Model Pembelajaran Terpadu
1.      Pembelajaran Terpadu Model Connected
a.       Pengertian
Fogarty (dalam Prabowo, 2000), mengemukakan bahwa model terhubung (connected) merupakan model integrasi interbidang studi. Model ini secara nyata mengorganisasi atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang di tumbuh kembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Kaitan dapat di adakan secara spontan atau di rencanakan terlebih dahulu. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif. Dengan kata lain, bahwa pembelajaran terpadu tipe connected adalah pembelajaran yang di lakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu bidang studi (Hadisubroto, 2000)
Pengintegrasian ide-ide yang di pelajari tersebut terdapat dalam satu semester atau satu caturwulan dengan semester atau caturwulan berikutnya menjadi satu kesatuan yang utuh.
b.      Keunggulan dan Kelemahan
Beberapa keunggulan pembelajaran terpadu tipe connected antaralain sebagai berikut: (a) dengan pengintegrasian ide-ide interbidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi, (c) mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta menagsismilasi ide-ide dalam memecahkan masalah. (Fogarty, 1991: 15)
Kelemahan pembelajaran terpadu tipe connected antara lain: (a) masih kelihatan terpisahnya interbidang studi, (b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antarbidang studi, (c) dalam memdukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan. (Fogarty,1991: 16).
Hadisbroto (2000), juga engemukakan keunggulan dan kelemahan model connected. Keunggulannya adalah: (a) dengan adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam satu bidang studi, siswa-siswa mempunyai gambaran yang lebih komprehensif dari beberapa aspek tertentu mereka pelajari secara lebih mendalam; (b) konsep-konsep kunci di kembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih dapat di cerna oleh siswa; (c) kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang studi memungkinkan siswa untuk dapat mengkonseptualisasi kembali dan mengasimilasi gagasan secara bertahap; (d) pembelajaran terpadu model terhubung tidak mengganngu kurikulum yang sedang berlaku.
Kelemahan model ini adalah berbagai bidang studi masih terpisah dan nampak tidak ada hubungan meskipun hubungan-hubungan itu telah di susun secara eksplisit di dalam satu bidang studi.
2.      Pembelajaran Terpadu Model Webbed
a.       Pengertian
Pembelajaran terpadu model webbed adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendektan tematik. Pendekatan ini pengembangannya di mulai dengan menetukan tema tertentu. Tema bisa di tetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi dapat pila dengan cara diskusi sesama guru. Sestelah tema tersebut di sepakati, di kembangkan sub-sub temanya dengan memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini di kembangkan aktivitas belajar yang harus di lakukan siswa.
b.      Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan dari model jaring laba-laba (webbed), meliputi: (1) penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar; (2) lebih mudah di lakukan oleh guru yang belum berpengalaman; (3) memudahkan perencanaan; (4) pendekatan tematik dapat memotivasi siswa; (5) memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide yang berbeda yang terkait.
Selain kelebihan yang dimiliki, model webbed juga memilikibeberapa kekurangan antara lain: (1) sulit dalam menyeleksi tema; (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal; (3) dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep.
3.      Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated
a.       Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini di usahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Pada model ini tema yang berkaitan dan tumpang tindih merupakan hal terakhir yang ingin di cari dan di pilih oleh guru dalam tahap perencanaan program. Pertama kali guru menyeleksi konsep-konsep, keterampilan dan sikap yang di ajarkan dalam satu semester dari beberapa bidang studi, selanjutnya di pilih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara berbagai bidang studi.
Pembelajaran terpadu tipe integrated ini (keterpaduan) adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antarbidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan  menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang studi (Fogarty, 1991: 76). Pada tipe ini tema yang berkaitan dan saling tumpang tindih merupakan hal terakhir yang ingin di cari dan di pilih oleh guru dalam tahap perencanaan program.
Pada tahap awal guru hendaknya membentuk tim antar bidang studi untuk menyeleksi konsep-konsep, keterampialn-keterampilan, dan sikap-sikap yang akan di belajarkan dalam satu semester tertentu untuk beberapa bidang studi. Langkah berikutnya di pilih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang mempunyai keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara beberapa bidang studi. Bidang studi yang diintegrasikan misal matematika, sains (fisika), seni dan bahasa, dan pelajaran sosial.
Fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin di latihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content). Ketrampilan-keterampilan belajar itu menurut Fogarty (1991: 77), meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), ketrampilan sosial (social skill), keterampilan mengorganisir (organizing skill).
b.      Kelebihan dan kelemahan
Tipe integrated (keterpaduan) memiliki kelebihan, yaitu (1) adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran , strategi berfikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banayak dimensi, sehingga siswa, pembelajaran menjadi semakin di perkaya dan berkembang, (2) memotivasi siswa dalam belajar, (3)tipe terintegrasi juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak memerlukan penamabhan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrated antara lain; (1) terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang di perioritaskan, (2) penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh, (3) tipe ini memerlukan tim antar bidang studi , baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaanya, (4) pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.
4.      Pembelajaran Terpadu Model Nested
a.       Pengertian
Pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang) merupakan pengintegrasian kurikulum di dalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin di latihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam satu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content). Keterampilan-keterampilan belajar itu meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill) (Fogarty, 1991: 23)
Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang) mengikuti tahap-tahap yang di lalui dalam setiap pembelajaran terpadu yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
Karakteristik mata pelajaran yang menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Seperti contoh di berikan oleh Fogarty (1991: 28) untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat di padukan keterampilan berpikir (thinking skill) dengan keterampilan sosial (social skill). Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat di padukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).
b.      Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan tipe nested (tersarang) adalah guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam suatu pembelajaran dalam satu mata pelajaran. Dengan menjaring dan mengumpulkan sejumlah tujuan dalam pengalaman belajar siswa, pembelajaran menjadi semakin di perkaya dan berkembang. Dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berfikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakp banyak dimensi. Tipe tersarang juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang pentingdalam satu saat, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, satu guru dapat memadukan kurikulum secara meluas.
Kekurangan tipe nested terletak pada guru ketika tanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan yang menjadi target dalam suatu pembelajaran. Hal ini berdampak pada siswa, di mana prioritas pelajaran akan menjadi kabur karena siswa di arahkan untuk melakukan beberapa tugas belajar sekaligus.
Ø  Urgensi Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu pada Pendidikan Dasar dan Menengah sekitar
Satu prinsip utama dalam KTSP adalah pemberian atribusi secara penuh kepada instansi sekolah untuk merancang dan merencanakan sendiri pembelajaran sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan sekolah. Prinsip ini di mungkinkan untuk memandirikan sekolah sebagai institusi yang di anggap tahu betul tentang kondisi dan karakteristik peserta didik, manjemen sekolah, serta sarana prasarana pembelajaran. Engan demikian analisis kebutuhan dan daya dukung serta kemampuan sekolah dengan sendirinya menjadi acuan dan pertimbangan dalam penyusunan, perancangan, dan perencanaan pembelajaran.
Secara umum pemerintah hanya menetapkan rambu-rambu, untuk selanjutnya instasi sekolah menjabarkan dan mengembangkan sendiri dalam pembelajarannya. Rambu-rambu tersebut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan kurikulum hasil refleksi, pemikiran, dan pengkajian ulang dari kurikulum yang telah berlaku sebelumnya. Kurikulum baru ini di harapkan dapat membantu mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di arahkan untuk memberikan keterampilandan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum ini di susun untuk menciptakan tamatan yang kompeten, cerdas dalam membangun integritas sosial, serta mewujudkan karakter nasional.
Dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, telah di lakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu inovasi pendidikan. Sebagai salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas implementasi kurikulum di kembangkan beberapa model implementasi kurikulum.
Sesuai dengan amanat KTSP, bahwa model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implemenntasi kurikulum yang di anjurkan untuk di aplikasikan pada semua jenjang pendidikan, di aplikasikan terutama pada jenjang Pendidikan Dasar, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk di kembangkan pada tingkat Pendidikan Menengah ( SMA/MA). Hal ini bergantung pada kecendrungan materi-materi yang memiliki potensi untuk di padukan dalam suatu tema tertentu. Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupunkelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistis dan autentik (Depdikbud, 1996: 3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan (Beane, 1995, dalam puskur, 2007: 1).
Melalui pembelajaran terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah di pelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang di pelajari secara menyeluruh (holistis), bermakna, autentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang di rancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual yang di pelajari dengan sisi bidang kajian ilmu-ilmu yang relevan akan membentuk skema kognitif sehingga anak memperoleh kebutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena kehidupan hanya dapat di refleksikan melalui pembelajaran trpadu.
Pembelajaran terpadu dapat di kemas dengan TEMA atau TOPIK dengan suatu wacana yang di bahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah di pahami dan di kenal peserta didik. Dalam pembelajaran terpadu,suatu konsep atau tema di bahas dari berbagai aspek bidang kajian. Misalnya dalam bidang kajian IPA tentang tema lingkungan dapat di bahas dari sudut makhluk hidup dan proses kehidupan (biologi), energi dan perubahannya (fisika), dan materi dan sifatnya (kimia). Pembahasan tema juga di mugkinkan hanya dari aspek makhluk hidup dan proses kehidupan, atau energi dan prubahannya, atau materi dan sifatnya saja. Dengan demikian, melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk di jadikan tema tidak perlu di bahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga di harapkan akan lebih efektif.
Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah pembelajaran sebagaian besar masih di laksanakan secara terpisah. Pecapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran masih di lakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Misalnya pada pembelajaran IPS masih terpecah-pecah dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, tanpa ada keterpaduan di dalamnya.hal ini tetu saja menghambat ketercapaian tujuan itu sendiri yang di rumuskan atas dasar realitas dan fenomena-fenomena kehidupanyang mewujudkan satu pendekatan interdisiplinerdari aspek-aspek dan cabang-cabang ilmu.
  C.    Model Pembelajaran Sosial
1.      Model Pembelajaran Bermain Peran
Menurut Ahmad Sudrajat (2008) model bermain peran merupakan satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan  antarmanusia (iinterpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Menurut Moedjiono & Dimyati (1992:80) bermain peran yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan0kemungkinan kejadian masa yang akan dating, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu tempat dan/atau waktu tertentu.
Model ini, pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otontik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengeks-presikan perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisi. Model ini dipelopori oleh George Shaftel.
Dalam kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan dengan orang lain. Masing-masing dalam kehidupan memainkan suatu yang dimainkan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain (masyarakat) sangatlah penting bagi kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan. Untuk kebutuhan ini, kita mampu menempatkan diri dalam posisi atau situasi orang lain dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang lain tersebut. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap individu untuk dapat memahami dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat berhubungan dengan orang lain (masyarakat).
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk  membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilemma dengan bantuan kelompok. Artinya melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapt memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana siswa untuk : (1) menggali perasaannya, (2) memperoleh insprirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan  berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi dimana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain.
a.      Prosedur Pembelajaran
Menurut Shaftel dalam Uno (2008:26) mengemukakan Sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran.
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya.  Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation).
Prosedur bermain peran terdiri atas Sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan (warming up), (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer) , (4) menata panggung, (5) memainkan peran (manggung), (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang (manggung ulang), (8) diskusi dan evaluasi kedua, dan (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.
Langkah pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu memelajarai dan menguasainya. Bagian berikynya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permaslahan dengan jelas disertai contoh. Hal ini bisa muncul dari imajinasi siswa atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh guru menyediakan suatu cerita untuk di baca di depan kelas. Pembacaan berita terhenti jika dilemma dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berpikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita.
Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya. Langkah kedu ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika siswa pasif dan enggan untuk berperan apapun. Sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai seorang ayah. Dia ingin memerankan seorang Ayah yang galak  dengan kumis tebal. Guru menunjuk salah seorang siswa untuk memerankan anak seperti ilustrasi di atas.
Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah banyak membahas scenario (tanpa dialog yang lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa, dan seterusnya. Sementara penataan panggung yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain kostum dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proes bermain peran itu sendiri.
Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam perminan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
Langkah kelima, permainan peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mungkin ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan uncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah. Apa pun hasil diskusi dan hasil diskusi tidak jadi masalah.
Setelah diskusi dan evaluasi selesai, dilanjutkan ke langkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya, pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan scenario.
Dalam diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian ?  karena pada saat permainan peran dilakukan. Banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini dapat menjadi bahan diskusi. Contoh lain, seorang siswa memerankan peran orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua ini dapat dijdikan bahan diskusi.
Pada langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagai pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagai pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana siswa menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi ayah dari siswa tersebut, sikap seperi apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang kehidupan.
b.      Aplikasi
Melalui permainan peran, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.
   A.    Model Pembelajaran Problem Basid Laerning (PBL)
Problem Based Laerning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajarn. Dalam kurikulumnya, dirancang maslah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk  memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajarn yang berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan maslah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menatnag peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada penbelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Model pemebalajarn berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa maslah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan maslah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pemcapaian materi pembelajaran.
Berikut ini 5 strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL)
1.      Permasalahan sebagai kajian.
2.      Permaslahan sebagai penjajakan pemahaman.
3.      Permasalahan sebagai contoh.
4.      Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisah dari proses.
5.      Permaslahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran guru dan peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini :
Guru
Peserta didik
Masalah
Sebagai pelatih
Problem solver
Sebagai awal tantangan dan motivasi
Asking about thinking (bertanya tentang pikiran)
Peserta yang aktif
Menarik untuk dipecahkan
Motivator pembelajaran
Terlibat langsung dalam pembelajaran
Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan  pelajaran yang akan dipelajari
Probing menantang peserta untuk berfikir
Membangun pembelaaran

Menjaga agar peserta didik terlibat


Mengatur dinamika kelompok


Menjaga berlangsungnya proses



            Tujuan dan hasil dari pembelajarn berbasis masalah ini adalah :
1.      Keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan maslah.
2.      Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
3.      Pemodelan peranan orang dewasa.
4.      Bentuk pembelajaran berbasis maslah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas yang dijumpai di luar sekolah.
5.      PBL mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas.
6.      PBL memiliki elemen-elemen mGng. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memilih peran yang diamati terebut.
7.      PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterprestasikan dan menjelaskan  fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
8.      Belajar pengarahan sendiri (self directed learning).
9.      Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan darimana informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan guru.
Berikut ini langkah-langkah operasinal implementasi  Model PBL dalam proses pembelajaran
1.      Pendefinisian masalah (defining the problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan scenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan.
Pertama, brainstorming dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok menungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap scenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternative pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam meberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam scenario tersebut dan berusaha  mendiskusikan maksud dan artinya. Jika ada peserta didim yang mengetahui artinya, segera menjelaskan kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika belum ada bagia yang belum dipecahkan dalam kelompok tersebut, dtulis sebagai isu dalam permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternative untuk memilih pendapat yang lebih focus, ktiga, menentukan permasalahan dan menentukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari refrensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik, fasilitator mengusulkan dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah peserta didik dihrapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjemabataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
2.      Pembelajarn Mandiri (Self Laerning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dlam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu : (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permaslahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
Diluar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok lain dapat memahami relevansi tehadap permasalahan yang dihadapi.
3.      Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran materi, selanjytnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi  dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permaslahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya. Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok.  Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukn kesimpulan akhir. Untuk memastikan setiap peserata didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikutu kelompok.

4.      Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knpwledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis (PR), dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancanagan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikbertkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerja sama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

  D.    Model Cooperative Learning
1.      Landasan pemikiran
Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualities telah mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya datang ke sekolah dengan harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua untuk menjadi yang terbaik. Dalam belajat kompotitif dan individualities, guru menempatkan pada tempat duduk yang terpisah dari siswa yang lain. Kata-kata yang “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “saya ingin agar kamu bekerja sendiri”, dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri” sering digunakan dalam belajar kompotitif dan individualistis (Johnson & Johnson, 1994).  Proses belajar seperti itu masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini.
            Jika disusun dengan baik, belajar kompetitf dan individualistis akan efektif dan merupakan cara memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik. Meskipun demikian, terdapat beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan individualistis, yaitu (a) kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sehingga contoh jika seorang menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan slah, (b) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi, (c) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, dan (d) dapat membuat frustasi siswa lainnya (Slavin, 1995). Untuk menghindari hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.

2.      Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Dari awal telah disebutkan, bahwa ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan, belajarkooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1995). Jhonson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).
Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas social di kalangan siswa.
3.      Implikasi Model Pembelajaran Kooperatif Learning
Menurut Ibrahim, dkk. (2000), bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antara siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar kooperatif daripada dari guru. Ratumana (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar susku dan dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa penyandang cacat.
Davidson (1991)  membikan sejumlah implikasi posistif dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut.
1)      Kelompok kecil memberikan dukungan social untuk belajar. Kelompok kecil membentuk suutu forum di mana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan.
2)      Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa. Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi pemecahan masalah.
3)      Semua masalah idelanya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab memiliki solusi yang dapat didemostrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
4)      Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa yang lain untuk menguasai masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki, atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5)      Ruang lingkup materi dipenuihi ole hide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat bila didiskusikan.

4.      Beberapa variasi dalam Model cooperative Learning
a.       Tim Ahli (Jigsaw)
Jigsaw telah dikembangkan dan diujincoba oleh Elliot Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas Hopkins.
b.      Langkah-langkah Pembalajaran Jigsaw
Langakah Awal
-          Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
-          Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
-          Stiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempealajri. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenai system eksresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru, begitu pun siswa lainnya mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati.
-          Anggota dati kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
-          Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
-          Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

  
Langkah Kedua
Kelompok Ahli
-          Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana / tugas yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan wacana / tugas yang telah dipersiapakan oleh guru.
-          Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana / tugas yang menjadi tanggung awabnya.
-          Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana / tugas yang telah dipahami kepada kelompok cooperative.
-          Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali kelompok cooperative (awal)
-          Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli.
Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi.
Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain : (1) Bahan Kuis; (2) Lembar Kerja Siswa (LKS); (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sistem evaluasi pada jigsaw sama dengan system evaluasi pada tipe STAD, yaitu member skor nilai baik secara individual maupun kelompok.
Ilustrasi Yang Menunjukkan Tim Jigsaw
(tiap kelompok ahli memiliki satu anggota dari tim-tim asal)

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Arends (1997), menyatakan bahwa “The term teaching model refers to a particular approach to instrutionn that includes its goals, syntax, enviroment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Menurut Joni, T.R (1996: 3), pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Adapun macam-macam model pembelajaran terpadu yaitu : (1) Pembelajaran Terpadu Model Connected. Yaitu, bahwa pembelajaran terpadu tipe connected adalah pembelajaran yang di lakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu bidang studi. (2) Pembelajaran Terpadu Model Webbed. Yaitu, Pembelajaran terpadu model webbed adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendektan tematik. Pendekatan ini pengembangannya di mulai dengan menetukan tema tertentu. Tema bisa di tetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi dapat pila dengan cara diskusi sesama guru. (3) Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated. Yaitu, Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini di usahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. (4) Pembelajaran Terpadu Model Nested. Yaitu, Pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang) merupakan pengintegrasian kurikulum di dalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin di latihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam satu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content).
adapun juga model pembelajaran yang lain yaitu model pembelajaran sosial. (1) Model Pembelajaran Bermain Peran. Yaitu, Menurut Ahmad Sudrajat (2008) model bermain peran merupakan satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan  antarmanusia (iinterpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Model Cooperative Learning. Dalam belajat kompotitif dan individualities, guru menempatkan pada tempat duduk yang terpisah dari siswa yang lain. Kata-kata yang “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “saya ingin agar kamu bekerja sendiri”, dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri” sering digunakan dalam belajar kompotitif dan individualistis.

B.     SARAN
Makalah yang ditulis ini tentunya sangat jauh dari nilai kesempurnaan. meskipun demikian penulis tetap menyarankan kepada para pembaca, agar dalam pembelajaran lebih menekankan pembelajaran yang lebih baik lagi dan efektif. Dan sebagai seorang guru yang professional tentunya lebih memperhatikan berbagai macam model pembelajaran seperti apa yang tepat yang harus digunakan dalam proses pembelajaran.Semoga makalah yang sederhana ini memiliki manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA
Dr. Prabowo Sugeng Listyo,dkk. Perencanaan Pembelajaran.2010. UIN Mailiki-Press. UIN Maliki Pres (Anggota IKAPI)

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Stuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.2009. Kencana Prenada Media Group.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Stuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. 2012. Bumi Aksara.

Hamzah B. Uno. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta. 2014. Bumi Aksara.







No comments:

Post a Comment

Entri Populer