BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembelajarn suatu kegiatan yang dirancang oleh guru
agar siswa melakukan kegiatan belajar, untuk mencapai tujuan atau kompetensi
yang diharapkan. Dalam merancang kegiatan pembelajaran ini, seorang guru
semestinya memahami karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, yang ingin
dicapai atau kompetensi yang harus dikuasai siswa, materi ajar yang akan
disajikan, dan cara yang digunakan terus mengemas penyajian materi serta
penggunaan bentuk dan jenis penilaian yang akan dipilih untuk melakukan
pengukuran terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah
dimiliki siswa.
Berkaitan dengan cara atau metode apa yang akan
dipilih dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru harus terlebih
dahulu memahami berbagai pendekatan, strategi dan model pembelajaran. Pemahaman
tantang hal ini akan memberikan tuntutan
kepada guru untuk dapat memilah, memilih, dan menetapkan dengan tepat metode
pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran. Perlu dipahami bahwa
setiap pendekatan pembelajaran, pandangan tentang guru, dan pandangan tentang siswa, perbedaan inilah
kemudian mengakibatkan strategi dan model pembelajaran yang dikembangkan
berbeda pula, sehingga proses pembelajaran akan berbeda walaupun strategi pembelajarannya
sama. Dalam makalah ini kami menekankan model pembelajaran terpadu, macam-macam
model pembelajaran terpadu. Seperti, Pembelajaran Terpadu Model Connected,
Pembelajaran Terpadu Model Webbed, Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated,
Pembelajaran Terpadu Model Nested. Model pembelajaran sosial seperti model
pembelajaran bermain peran dan model pembelajaran cooperative learning.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Hakikat Model Pembelajaran. ?
2. Apa
Saja Macam-macam Model Pembelajaran. ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Hakikat Model Pembelajaran. !
2. Untuk
Mengetahui Macam-Macam Model Pembelajaran. !
BAB
II
PEMBAHASAN
TINJAUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN
TERPADU
A.
Hakikat
Model Pembelajaran
Model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan di gunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends, 1997:7).
Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (1992:4) bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve
various abjectives”. Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model
mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran.
Joyce dan Weil (1992:1)
menyatakan bahwa:”Models of teaching are
really models of learning. As we help student acquire information, ideas
skills, value, ways, of thinking and means of expressing themselves, we are
also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar
merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk
mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan
mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu juga, mereka mengajarkan bagaimana
mereka belajar.
Dalam penelitian ini,
yang di maksud model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Pemilihan model pembelajaran sangat di pengaruhi oleh sifat
dari materi yang akan di ajarkan, tujuan yang akan di capai dalam pembelajaran
tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik.
Model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain
pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan
untuk menentukan material/ perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media komputer, dan kurikulum
(sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk
mendesainpembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan.
Arends (1997),
menyatakan bahwa “The term teaching model refers to a particular approach to
instrutionn that includes its goals, syntax, enviroment, and management
system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran
tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem
pengelolaannya.
Berdasarkan uraian di
atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Arends (2001)
menyeleksi enam macam model pengajaran yang sering dan praktis di gunakan guru
dalam mengajar, masing-masing adalah: presentasi, pengajaran langsung (direct instruction), pengajaran konsep,
pembelajaran koperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem base
instructions) dan diskusi kelas. Dalam mengajarkan suatu konsep atau materi
tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik dari model
pembelajaran lainnya. Berarti untuk setiap model pembelajaran harus di
sesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat di padukan dengan model
pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu
, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan,
seperti materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kogitif siswa,
lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia, sehingga tujuan
pembelajaran yang telah di tetapkan dapat tercapai.
Model pembelajaran yang
di maksud dalam tulisan ini adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar.
Fungsi model
pembelajaran di sini adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para
guru dalam melaksanakan pembelajaran. Seperti yang di kemukakanoleh Joyce dan
Weil (1992:4) bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang di pergunakan sebagai dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
seperti buku-buku, film, komputer, kurikuler dll. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap model yang akan di gunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang
di pakai dalam pembelajaran tersebut.
Arend (1997), memilih
istilah model pembelajaran berdasarkan dua alasan penting, yaitu pertama
istilah model mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau
prosedur. Kedua model dapat berfungsi
sebagi sarana komunikasi yang sangat penting, apakah yang di bicarakan tentaang
mengajar di kelas, atau praktik mengawasi anak- anak. Model pembelajaran di
klasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaksisnya, dan sifat
lingkungan belajarnya.
Untuk pemilihan model
ini sangat di pengaruhi oleh sifat dari materi yang akan di ajarkan, juga di
pengaruhi oleh tujuan yang akan di capai dalam tujuan tersebut dan tingkat
kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran selalu
mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara
yang satu dengan sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai juga
mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbeadaan inilah, terutama yang berlansungnya
di antara pembukaan dan penutupan pembelajaran, yang harus di pahami oleh guru
penutup pembelajaran, agar model-model tersebut dapat di laksanakan dengan
berhasil. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai
keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka
ragamdan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.
Menurut Johnson (dalam
Samani, 2000), untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus di lihat dari
dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek Proses mengacu apakah pembelajaran
mengacu apakah pembelajaran mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan
situasi belajar yang menyenangkan (joyful lerning) serta mendorong siswa untuk
aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran
mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar
kemampuan atau kompetensi yang di tentukan. Dalam hal ini sebelum melihat
hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat di pastikan berlangsung
baik.
Akhirnya, setiap model
memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan
memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik dan pada sistem
sosial kelas. Sifat materi dari sistem saraf banyak konsep dan
informasi-informasi dari teks buku bacaan materi ajar siswa, di samping itu,
banyak kegiatan gambar-gambar. Tujuan yang akan di capai meliputi aspek
kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan
siswa (LKS).
1.
Konsep
Dasar Model Pembelajaran Terpadu
Sekitar empat puluh tahun yang
lalu, pembelajaran terpadu mulai mendapat perhatian yang luas dari para penulis
maupun para penyusun kurikulum, khususnya dalam pembelajaran IPA (baca: Sains).
Pada tahun 1968, di adakan Konferensi Internasional tentang Pembelajaran
Terpadu untuk Sains yang pertama di Varna (Bulgaria). Hingga tahun 1968, di
adakan konperensi serupa sebanyak lima kali. Berbagai kurikulum pembelajaran
terpadu di kembangkan di seluruh dunia, tetapi tampaknya pengertian
pembelajaran terpadu masih banyak variasi (Prihantoro, L., dkk., 1986: 1.20).
Model pembelajaran terpadu kembali
memperoleh proporsinya ketika di berlakukannya kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) dengan kemasan lain yang juga di kenal dengan nama model pembelajaran
tematik.
Menurut Joni, T.R (1996: 3),
pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa,
baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan
konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.
Pembelajaran tepadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau
eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan
berpartisi di dalam eksplorasi tema/peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus
proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak.
Senada dengan pendapat di atas
menurut Hadisubroto (2000:9), pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang di
awali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang di kaitkan dengan
pokok bahasan lain, konsep tertentu di kaitkan dengan konsep lain, yang di
lakukan secara spontan atau di rencanakan, baik dalam satu bidang studi atau
lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi
lebih bermakna.
Apabila di kaitkan dengan tingkat
perkembangan anak, pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang
memerhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat
perkembangan anak. Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran yang menolak
drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual
anak (Depdikbud, 1996 dalam Prabowo, 2000).
Adapun menurut Ujang Sukandi, dkk.
(2001: 3), pengajaran terpadu pada dasarnya di maksudkan sebagai kegiatan
mengajar dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema.
Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan cara ini dapat di
lakukan dengan mengajarkan beberapa materi pelajaran di sajika tiap pertemuan.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu
konsep dapat di katakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar yang
melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada
anak didik. Di katakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu, anak akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsungdan
menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.
Pembelajaran terpadu akan terjadi
jika atau eksplorasi suatu topik merupakan inti dalam pengembangan kurikulum.
Dengan berperan secara aktif di dalam eksplorasi tersebut, siswa akan
mempelajari materi ajar dan proses belajar beberapa bidang studi dalam wakktu
yang bersamaan.
Dalam pernyataan tersebut jelas
sebagai pemacu dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu adalah melalui eksplorasi
topik. Dalam eksplorasi topik di angkatlah suatu tema tertentu. Kegiatan
pembelajaran berlangsung di seputar tema kemudian baru membahas masalah
konsep-konsep pokok yang terkait dengan tema.
2.
Karakteristik
Pembelajaran Terpadu
Menurut Depdikbud (1996: 3), pembelajaran terpadu
sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu:
a.
Holistik
Suatu gejala atau fenomena yang
menjadi puast perhatian dalam pembelajaran terpadu di amati dan di kaji dari
beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
Pembelajaran terpadu memungkinkan
siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti,
hal ini akan membuat siswa menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau
menghadapi kejadian yang ada di depan mereka.
b.
Bermakna
Pengkajian suatu fenomena dari
berbagai macam aspek seperti yang di jelaskan di atas, memungkinkan
terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang di sebut
skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang di pelajari.
Rujukan yang nyata dari segala konsep
yang di peroleh, dan keterkaitannya dengan konsep-kosep lainnya akan menambah
kebermaknaan konsep yang di pelajari. Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan
pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerpakan perolehan belajarnya untuk
memecahkan masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupannya.
c.
Otentik
Pembelajaran terpadu memungkinkan
siswa memahami secara secara langsung prinsip dan konsep yang ingin di
pelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari
hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan
pengetahuan yang di peroleh sifatnya menjadi lebih otentik. Misalnya, hukum
pemantulan cahaya di peroleh siswa melalui kegiatan eksperimen. Guru lebih
banyak bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang siswa bertindak
sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan. Guru memberikan bimbingan ke
arah mana yang di lalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk
mencapai tujuan tersebut.
d.
Aktif
Pembelajaran terpadu menekankan
keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual,
maupun eosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan
mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi
untuk terus menerus belajar. Dengan demikian pembelajaran terpadu bukan
semata-mata merancang aktivitas-aktivitas dari masing-masing mata pelajaran
yang saling terkait. Pembelajaran terpadu bisa saja di kembangkan dari suatu
tema yang di sepakati bersama dengan melirik aspek-aspek kurikulum yang bisa di
pelajari secara bersama-sama melalui pengembangan tema tersebut
3.
Langkah-Langkah
(Sintaks) Pembelajaran Terpadu
Pada dasarnya langkah-langkah (sintak) pembelajaran
terpadu mengikuti tahap-tahap yang di lalui dalam setiap model pembelajaran
yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
evaluasi (Prabowo, 2000: 6). Berkaitan dengan itu maka sintaks model
pembelajaran terpadu dapat di reduksi dari berbagi model pembelajaran seperti
model pembelajaran langsung (direct intructions).
Dengan demikian, sintaks pembelajaran terpadu dapat
bersifat luwes dan fleksibel. Artinya, bahwa sintaks dalam pembelajaran terpadu
dapat di akomodasi dari berbagai model pembelajaran yang di kenal dengan
istilah setting atau merekonstruksi.
Sedangkan menurut Hadisubroto (2000: 21), dalam
merancang pembelajaran terpadu sedikitnya ada empat hal yang perlu di
perhatikan sebagai berikut: (1) menetukan tujuan, (2) menentukan materi/media,
(3) menyusun skenario KBM, (4) menentukan evaluasi.
1)
Tahap
Perencanaan
a.
Menentukan
jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang di padukan
Karakteristik mata pelajaran
menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Seperti contoh di berikan oleh Fogarty
(1991: 28), untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat di padukan
keterampilan berpikir (thinking skill) dengan keterampilan sosial (social
skill). Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan
keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir
(organizing skill).
b.
Memilih
kajian materi, standar kmpetensi, kompetensi dasar, dan indikator
Langkah ini akan mengarahkan guru
untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat
diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran.
c.
Menetukan
sub keterampilan yng di padukan
Secara umum
keterampilan-keterampilan yang harus di kuasai meliputi keterampilan berpikir
(thinking skill), keterampilan sosial (social skill), dan keterampilan
mengorganisasi (organizer skill), yang masing-masing terdiri atas sub-sub
keterampilan.
d.
Merumuskan
indikator hasil belajar
Berdasarkan kompetensi dasar dan
subketerampilan yang telah di pilih dirumuskan indikator. Setiap indikator di
rumuskan berdasarkan kaidah penulisan yang meliputi: audience, behavior,
condition, dan degree.
e.
Menentukan
langkah-langkah pembelajaran
Langkah ini di perlukan sebagai
strategi guru untuk mengintegrasikan setiap subketerampilan yang telah di pilih
pada setiap langkah pembelajaran.
4.
Tahap
Pelaksanaan
Prinsip-prinsip utama dalam
pelaksanaan pembelajaran terpadu, meliputi: pertama, guru hendaknya tidak
menjadi single actor yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru segbagai
fasilitaor dalam pembelajaran memungkinkan siswa menjadi pebelajar mandiri;
kedua, pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap
tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok; dan ketiga, guru perlu
akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam
proses perencanaan. Depdiknas (1996: 6)
Tahap pelaksanaan pembelajaran
mengikuti skenario langkah-langkah pembelajaran. Menurut Muchlas (2002: 7),
tidak ada model pembelajaran tunggal yang cocok untuk suatu topik dalam
pembelajaran terpadu. Artinya, dalam satu tatap muka di padukan beberapa model
pembelajaran.
5.
Tahap
Evaluasi
Tahap evaluasi dapat berupaevaluasi
proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.tahap evaluasi menurut
Departemen Pendidikan Nasional (1996:6), hendaknya memperhatikan prinsip
evaluasi pembelajaran terpadu.
(1)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk
evaluasi lainnya.
(2)
Guru
perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah di
capai berdasarkan kriteriakeberhasilan pencapaian tujuan yang akan di capai.
Sementara itu menurut Prabowo
(2000), langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu secara khususdapat di
buat tersendiri berupa langkah baru dengan ada sedikit perbedaan yakni sebagai
berikut.
a.
Tahap
Perncanaan
(1)
Menentukan
Kompetensi Dasar
(2)
Menentukan
Indikator dan Hasil Belajar
b.
Langkah
yang di tempuh guru
(1)
Menyampaikan
konsep pendukung yang harus di kuasai siswa
(2)
Menyampaikan
konsep-konsep pokok yang akan di kuasa ioleh siswa
(3)
Menyampaikan
keterampilan proses yang akan dikembangkan
(4)
Menyampaikan
alat dan bahan yang di butuhkan
(5)
Menyampaikan
pertanyaan kunci
c.
Tahap
Pelaksanaan
(1)
Pengelolaan
kelas, di mana kelas di bagi dalam beberapa kelompok
(2)
Kegiatan
proses
(3)
Kegiatan
pencatat data
(4)
diskusi
d.
Evaluasi
(1)
Evaluasi
Proses
(a)
Ketepatan
hasil pengamatan
(b)
Ketepatan
penyusunan alat dan bahan
(c)
Ketepatan
menganalisis data
(2)
Evaluasi
hasil
-
Penguasaan
konsep-konsep sesuai indikator yang telah di tetapkan
(3)
Evaluasi
Psikomotorik
-
Penguasaan
penggunaan alat ukur
-
B. Model-Model
Pembelajaran Terpadu
1.
Pembelajaran
Terpadu Model Connected
a.
Pengertian
Fogarty (dalam Prabowo, 2000),
mengemukakan bahwa model terhubung (connected) merupakan model integrasi
interbidang studi. Model ini secara nyata mengorganisasi atau mengintegrasikan
satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang di tumbuh kembangkan dalam suatu
pokok bahasan atau sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Kaitan dapat
di adakan secara spontan atau di rencanakan terlebih dahulu. Dengan demikian, pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan efektif. Dengan kata lain, bahwa pembelajaran
terpadu tipe connected adalah pembelajaran yang di lakukan dengan mengaitkan
satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep
dengan konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang
lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau
hari berikutnya dalam suatu bidang studi (Hadisubroto, 2000)
Pengintegrasian ide-ide yang di
pelajari tersebut terdapat dalam satu semester atau satu caturwulan dengan
semester atau caturwulan berikutnya menjadi satu kesatuan yang utuh.
b.
Keunggulan
dan Kelemahan
Beberapa keunggulan pembelajaran
terpadu tipe connected antaralain sebagai berikut: (a) dengan pengintegrasian
ide-ide interbidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana
suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu, (b) siswa dapat
mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah
proses internalisasi, (c) mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi
memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta
menagsismilasi ide-ide dalam memecahkan masalah. (Fogarty, 1991: 15)
Kelemahan pembelajaran terpadu tipe
connected antara lain: (a) masih kelihatan terpisahnya interbidang studi, (b)
tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim sehingga isi pelajaran tetap
terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antarbidang studi, (c)
dalam memdukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan
keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan. (Fogarty,1991: 16).
Hadisbroto (2000), juga engemukakan
keunggulan dan kelemahan model connected. Keunggulannya adalah: (a) dengan
adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam satu bidang studi,
siswa-siswa mempunyai gambaran yang lebih komprehensif dari beberapa aspek
tertentu mereka pelajari secara lebih mendalam; (b) konsep-konsep kunci di
kembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih dapat di cerna oleh siswa;
(c) kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang studi
memungkinkan siswa untuk dapat mengkonseptualisasi kembali dan mengasimilasi
gagasan secara bertahap; (d) pembelajaran terpadu model terhubung tidak
mengganngu kurikulum yang sedang berlaku.
Kelemahan model ini adalah berbagai
bidang studi masih terpisah dan nampak tidak ada hubungan meskipun
hubungan-hubungan itu telah di susun secara eksplisit di dalam satu bidang
studi.
2.
Pembelajaran
Terpadu Model Webbed
a.
Pengertian
Pembelajaran terpadu model webbed
adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendektan tematik. Pendekatan ini
pengembangannya di mulai dengan menetukan tema tertentu. Tema bisa di tetapkan
dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi dapat pila dengan cara diskusi
sesama guru. Sestelah tema tersebut di sepakati, di kembangkan sub-sub temanya
dengan memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini
di kembangkan aktivitas belajar yang harus di lakukan siswa.
b.
Kelebihan
dan kekurangan
Kelebihan dari model jaring laba-laba
(webbed), meliputi: (1) penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi
anak untuk belajar; (2) lebih mudah di lakukan oleh guru yang belum
berpengalaman; (3) memudahkan perencanaan; (4) pendekatan tematik dapat
memotivasi siswa; (5) memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat
kegiatan-kegiatan dan ide-ide yang berbeda yang terkait.
Selain kelebihan yang dimiliki,
model webbed juga memilikibeberapa kekurangan antara lain: (1) sulit dalam
menyeleksi tema; (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal; (3) dalam
pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada
pengembangan konsep.
3.
Pembelajaran
Terpadu Tipe Integrated
a.
Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran
terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini di usahakan
dengan cara menggabungkan bidang studi dengan bidang studi dengan cara
menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap
yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Pada model ini tema
yang berkaitan dan tumpang tindih merupakan hal terakhir yang ingin di cari dan
di pilih oleh guru dalam tahap perencanaan program. Pertama kali guru
menyeleksi konsep-konsep, keterampilan dan sikap yang di ajarkan dalam satu
semester dari beberapa bidang studi, selanjutnya di pilih beberapa konsep,
keterampilan, dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang
tindih di antara berbagai bidang studi.
Pembelajaran terpadu tipe
integrated ini (keterpaduan) adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan antarbidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan
prioritas kurikuler dan menemukan
keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang
studi (Fogarty, 1991: 76). Pada tipe ini tema yang berkaitan dan saling tumpang
tindih merupakan hal terakhir yang ingin di cari dan di pilih oleh guru dalam
tahap perencanaan program.
Pada tahap awal guru hendaknya
membentuk tim antar bidang studi untuk menyeleksi konsep-konsep,
keterampialn-keterampilan, dan sikap-sikap yang akan di belajarkan dalam satu
semester tertentu untuk beberapa bidang studi. Langkah berikutnya di pilih
beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang mempunyai keterhubungan yang erat
dan tumpang tindih di antara beberapa bidang studi. Bidang studi yang
diintegrasikan misal matematika, sains (fisika), seni dan bahasa, dan pelajaran
sosial.
Fokus pengintegrasian pada sejumlah
keterampilan belajar yang ingin di latihkan oleh seorang guru kepada siswanya
dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content).
Ketrampilan-keterampilan belajar itu menurut Fogarty (1991: 77), meliputi
keterampilan berpikir (thinking skill), ketrampilan sosial (social skill),
keterampilan mengorganisir (organizing skill).
b.
Kelebihan
dan kelemahan
Tipe integrated (keterpaduan)
memiliki kelebihan, yaitu (1) adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi,
karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran , strategi berfikir, keterampilan
sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banayak
dimensi, sehingga siswa, pembelajaran menjadi semakin di perkaya dan
berkembang, (2) memotivasi siswa dalam belajar, (3)tipe terintegrasi juga
memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe
ini tidak memerlukan penamabhan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam
tipe ini, guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih,
sehingga tercapailah efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrated antara
lain; (1) terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap, dan
keterampilan yang di perioritaskan, (2) penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan
tipe ini secara penuh, (3) tipe ini memerlukan tim antar bidang studi , baik
dalam perencanaannya maupun pelaksanaanya, (4) pengintegrasian kurikulum dengan
konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar
yang beraneka ragam.
4.
Pembelajaran
Terpadu Model Nested
a.
Pengertian
Pembelajaran terpadu tipe nested
(tersarang) merupakan pengintegrasian kurikulum di dalam satu disiplin ilmu
secara khusus meletakkan fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan
belajar yang ingin di latihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam satu
unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content).
Keterampilan-keterampilan belajar itu meliputi keterampilan berpikir (thinking
skill), keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan mengorganisir
(organizing skill) (Fogarty, 1991: 23)
Pada dasarnya langkah-langkah
pembelajaran terpadu tipe nested (tersarang) mengikuti tahap-tahap yang di
lalui dalam setiap pembelajaran terpadu yang meliputi tiga tahap yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
Karakteristik mata pelajaran yang
menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Seperti contoh di berikan oleh Fogarty
(1991: 28) untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat di padukan
keterampilan berpikir (thinking skill) dengan keterampilan sosial (social
skill). Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat di padukan
keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir
(organizing skill).
b.
Kelebihan
dan kekurangan
Kelebihan tipe nested (tersarang)
adalah guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam suatu
pembelajaran dalam satu mata pelajaran. Dengan menjaring dan mengumpulkan
sejumlah tujuan dalam pengalaman belajar siswa, pembelajaran menjadi semakin di
perkaya dan berkembang. Dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi
berfikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat
mencakp banyak dimensi. Tipe tersarang juga memberikan perhatian pada berbagai
bidang yang pentingdalam satu saat, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu
untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, satu guru dapat memadukan
kurikulum secara meluas.
Kekurangan tipe nested terletak
pada guru ketika tanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan
yang menjadi target dalam suatu pembelajaran. Hal ini berdampak pada siswa, di
mana prioritas pelajaran akan menjadi kabur karena siswa di arahkan untuk
melakukan beberapa tugas belajar sekaligus.
Ø Urgensi Pengembangan
Model Pembelajaran Terpadu pada Pendidikan Dasar dan Menengah sekitar
Satu prinsip utama dalam KTSP
adalah pemberian atribusi secara penuh kepada instansi sekolah untuk merancang
dan merencanakan sendiri pembelajaran sesuai dengan kondisi dan tingkat
kemampuan sekolah. Prinsip ini di mungkinkan untuk memandirikan sekolah sebagai
institusi yang di anggap tahu betul tentang kondisi dan karakteristik peserta
didik, manjemen sekolah, serta sarana prasarana pembelajaran. Engan demikian
analisis kebutuhan dan daya dukung serta kemampuan sekolah dengan sendirinya
menjadi acuan dan pertimbangan dalam penyusunan, perancangan, dan perencanaan
pembelajaran.
Secara umum pemerintah hanya
menetapkan rambu-rambu, untuk selanjutnya instasi sekolah menjabarkan dan
mengembangkan sendiri dalam pembelajarannya. Rambu-rambu tersebut Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
merupakan kurikulum hasil refleksi, pemikiran, dan pengkajian ulang dari
kurikulum yang telah berlaku sebelumnya. Kurikulum baru ini di harapkan dapat
membantu mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di arahkan untuk memberikan
keterampilandan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan
berbagai perubahan, persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan.
Kurikulum ini di susun untuk menciptakan tamatan yang kompeten, cerdas dalam
membangun integritas sosial, serta mewujudkan karakter nasional.
Dalam implementasi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, telah di lakukan berbagai studi yang mengarah
pada peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan dan pengembangan sebagai
konsekuensi dari suatu inovasi pendidikan. Sebagai salah satu bentuk efisiensi
dan efektivitas implementasi kurikulum di kembangkan beberapa model
implementasi kurikulum.
Sesuai dengan amanat KTSP, bahwa
model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implemenntasi kurikulum
yang di anjurkan untuk di aplikasikan pada semua jenjang pendidikan, di
aplikasikan terutama pada jenjang Pendidikan Dasar, mulai dari tingkat Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs)
tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk di kembangkan pada tingkat
Pendidikan Menengah ( SMA/MA). Hal ini bergantung pada kecendrungan
materi-materi yang memiliki potensi untuk di padukan dalam suatu tema tertentu.
Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupunkelompok aktif
mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistis dan
autentik (Depdikbud, 1996: 3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba
memadukan beberapa pokok bahasan (Beane, 1995, dalam puskur, 2007: 1).
Melalui pembelajaran terpadu,
peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah
kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah di
pelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai konsep yang di pelajari secara menyeluruh (holistis),
bermakna, autentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang di
rancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para
peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur
konseptual yang di pelajari dengan sisi bidang kajian ilmu-ilmu yang relevan
akan membentuk skema kognitif sehingga anak memperoleh kebutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, serta kebulatan pandangan tentang
kehidupan, dunia nyata dan fenomena kehidupan hanya dapat di refleksikan
melalui pembelajaran trpadu.
Pembelajaran terpadu dapat di kemas
dengan TEMA atau TOPIK dengan suatu wacana yang di bahas dari berbagai sudut
pandang atau disiplin keilmuan yang mudah di pahami dan di kenal peserta didik.
Dalam pembelajaran terpadu,suatu konsep atau tema di bahas dari berbagai aspek
bidang kajian. Misalnya dalam bidang kajian IPA tentang tema lingkungan dapat
di bahas dari sudut makhluk hidup dan proses kehidupan (biologi), energi dan
perubahannya (fisika), dan materi dan sifatnya (kimia). Pembahasan tema juga di
mugkinkan hanya dari aspek makhluk hidup dan proses kehidupan, atau energi dan
prubahannya, atau materi dan sifatnya saja. Dengan demikian, melalui
pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk di jadikan tema
tidak perlu di bahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga
penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan
pembelajaran juga di harapkan akan lebih efektif.
Namun demikian, pelaksanaannya di
sekolah pembelajaran sebagaian besar masih di laksanakan secara terpisah.
Pecapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran masih di
lakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Misalnya pada pembelajaran
IPS masih terpecah-pecah dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, tanpa ada keterpaduan di dalamnya.hal
ini tetu saja menghambat ketercapaian tujuan itu sendiri yang di rumuskan atas
dasar realitas dan fenomena-fenomena kehidupanyang mewujudkan satu pendekatan
interdisiplinerdari aspek-aspek dan cabang-cabang ilmu.
C.
Model
Pembelajaran Sosial
1.
Model
Pembelajaran Bermain Peran
Menurut Ahmad Sudrajat (2008) model
bermain peran merupakan satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya
pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (iinterpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan
peserta didik.
Menurut Moedjiono & Dimyati
(1992:80) bermain peran yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah
pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan
kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan
kemungkinan0kemungkinan kejadian masa yang akan dating, menciptakan peristiwa
mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu tempat
dan/atau waktu tertentu.
Model ini, pertama, dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin
menciptakan analogi otontik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata.
Kedua, bahwa bermain peran dapat
mendorong siswa mengeks-presikan perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis
melibatkan sikap, nilai, dan keyakinan (belief)
kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang
disertai analisi. Model ini dipelopori oleh George Shaftel.
Dalam kehidupan nyata, setiap orang
mempunyai cara yang unik dalam berhubungan dengan orang lain. Masing-masing
dalam kehidupan memainkan suatu yang dimainkan peran. Oleh karena itu, untuk
dapat memahami diri sendiri dan orang lain (masyarakat) sangatlah penting bagi
kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan. Untuk
kebutuhan ini, kita mampu menempatkan diri dalam posisi atau situasi orang lain
dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang lain
tersebut. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap individu untuk dapat memahami
dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat berhubungan dengan orang lain
(masyarakat).
Bermain peran sebagai suatu model
pembelajaran bertujuan untuk membantu
siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilemma
dengan bantuan kelompok. Artinya melalui bermain peran siswa belajar
menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan
perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapt
memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana siswa
untuk : (1) menggali perasaannya, (2) memperoleh insprirasi dan pemahaman yang
berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata
pelajaran dengan berbagai macam cara.
Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak karena
ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi dimana begitu banyak peran
terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja, dan
lain-lain.
a.
Prosedur
Pembelajaran
Menurut
Shaftel dalam Uno (2008:26) mengemukakan Sembilan tahap bermain peran yang dapat
dijadikan pedoman dalam pembelajaran.
Keberhasilan
model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan
peran (enactment) yang diikuti dengan
analisis terhadapnya. Di samping itu,
tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap
situasi yang nyata (real life situation).
Prosedur
bermain peran terdiri atas Sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan (warming up), (2) memilih partisipan, (3)
menyiapkan pengamat (observer) , (4)
menata panggung, (5) memainkan peran (manggung), (6) diskusi dan evaluasi, (7)
memainkan peran ulang (manggung ulang), (8) diskusi dan evaluasi kedua, dan (9)
berbagai pengalaman dan kesimpulan.
Langkah pertama, pemanasan.
Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai
suatu hal yang bagi semua orang perlu memelajarai dan menguasainya. Bagian
berikynya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permaslahan dengan jelas
disertai contoh. Hal ini bisa muncul dari imajinasi siswa atau sengaja
disiapkan oleh guru. Sebagai contoh guru menyediakan suatu cerita untuk di baca
di depan kelas. Pembacaan berita terhenti jika dilemma dalam cerita menjadi
jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat
siswa berpikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita.
Langkah kedua, memilih
pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan
menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat
memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa sendiri yang
mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya. Langkah
kedu ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika siswa pasif dan enggan
untuk berperan apapun. Sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai
seorang ayah. Dia ingin memerankan seorang Ayah yang galak dengan kumis tebal. Guru menunjuk salah
seorang siswa untuk memerankan anak seperti ilustrasi di atas.
Langkah ketiga, menata
panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana
peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung
ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah banyak membahas
scenario (tanpa dialog yang lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran.
Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa, dan seterusnya.
Sementara penataan panggung yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain kostum
dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya
bukan kemewahan panggung, tetapi proes bermain peran itu sendiri.
Langkah keempat, guru
menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Namun demikian, penting untuk dicatat
bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam perminan peran. Untuk
itu, walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas
peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
Langkah kelima, permainan
peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan
banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau tidak sesuai dengan
peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mungkin ada yang memainkan peran yang
bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru
dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah berikutnya.
Langkah keenam, guru
bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap
peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan uncul. Mungkin ada siswa yang
meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
Apa pun hasil diskusi dan hasil diskusi tidak jadi masalah.
Setelah
diskusi dan evaluasi selesai, dilanjutkan ke langkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya, pada
permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan
perannya lebih sesuai dengan scenario.
Dalam
diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian ? karena pada saat permainan peran dilakukan.
Banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan
peran sebagai pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal
ini dapat menjadi bahan diskusi. Contoh lain, seorang siswa memerankan peran
orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua ini dapat dijdikan
bahan diskusi.
Pada langkah kesembilan,
siswa diajak untuk berbagai pengalaman tentang tema permainan peran yang telah
dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan
berbagai pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya.
Kemudian guru membahas bagaimana siswa menghadapi situasi tersebut. Seandainya
jadi ayah dari siswa tersebut, sikap seperi apa yang sebaiknya dilakukan.
Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang kehidupan.
b.
Aplikasi
Melalui permainan peran, siswa dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang
lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti
dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan
masalah.
A. Model
Pembelajaran Problem Basid Laerning (PBL)
Problem Based Laerning (PBL) adalah
kurikulum dan proses pembelajarn. Dalam kurikulumnya, dirancang maslah-masalah
yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka
mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta
memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan
pendekatan yang sistematik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajarn
yang berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan maslah
dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu metode pembelajaran yang menatnag peserta didik untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik
pada rasa ingin tahu pada penbelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada
peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang
berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Model pemebalajarn berbasis masalah
dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa maslah-masalah yang
kemudian dilakukan pemecahan maslah oleh peserta didik yang diharapkan dapat
menambah keterampilan peserta didik dalam pemcapaian materi pembelajaran.
Berikut ini 5 strategi dalam menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah (PBL)
1. Permasalahan
sebagai kajian.
2. Permaslahan
sebagai penjajakan pemahaman.
3. Permasalahan
sebagai contoh.
4. Permasalahan
sebagai bagian yang tak terpisah dari proses.
5. Permaslahan
sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran
guru dan peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat
digambarkan berikut ini :
Guru
|
Peserta
didik
|
Masalah
|
Sebagai
pelatih
|
Problem
solver
|
Sebagai
awal tantangan dan motivasi
|
Asking
about thinking (bertanya tentang pikiran)
|
Peserta
yang aktif
|
Menarik
untuk dipecahkan
|
Motivator
pembelajaran
|
Terlibat
langsung dalam pembelajaran
|
Menyediakan
kebutuhan yang ada hubungannya dengan
pelajaran yang akan dipelajari
|
Probing
menantang peserta untuk berfikir
|
Membangun
pembelaaran
|
|
Menjaga
agar peserta didik terlibat
|
||
Mengatur
dinamika kelompok
|
||
Menjaga
berlangsungnya proses
|
Tujuan dan hasil dari pembelajarn berbasis masalah ini
adalah :
1. Keterampilan
berfikir dan keterampilan memecahkan maslah.
2. Pembelajaran
berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.
3. Pemodelan
peranan orang dewasa.
4. Bentuk
pembelajaran berbasis maslah penting menjembatani gap antara pembelajaran
sekolah formal dengan aktivitas yang dijumpai di luar sekolah.
5. PBL
mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas.
6. PBL
memiliki elemen-elemen mGng. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan
yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memilih peran yang
diamati terebut.
7. PBL
melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan
mereka menginterprestasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
8. Belajar
pengarahan sendiri (self directed learning).
9. Pembelajaran
berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat
menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan darimana informasi harus
diperoleh, dibawah bimbingan guru.
Berikut
ini langkah-langkah operasinal implementasi
Model PBL dalam proses pembelajaran
1. Pendefinisian
masalah (defining the problem)
Dalam
langkah ini fasilitator menyampaikan scenario atau permasalahan dan dalam
kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan.
Pertama, brainstorming
dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok menungkapkan pendapat, ide, dan
tanggapan terhadap scenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai
macam alternative pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama
dalam meberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan
secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Selain
itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam scenario
tersebut dan berusaha mendiskusikan
maksud dan artinya. Jika ada peserta didim yang mengetahui artinya, segera
menjelaskan kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan
dalam kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika
belum ada bagia yang belum dipecahkan dalam kelompok tersebut, dtulis sebagai
isu dalam permasalahan kelompok.
Kedua,
melakukan seleksi alternative untuk memilih pendapat yang lebih focus, ktiga,
menentukan permasalahan dan menentukan pembagian tugas dalam kelompok untuk
mencari refrensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator
memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika tujuan yang
diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik, fasilitator
mengusulkan dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah peserta didik
dihrapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui,
apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan
untuk menjemabataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah
ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
2. Pembelajarn
Mandiri (Self Laerning)
Setelah mengetahui tugasnya,
masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu
yang isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dlam bentuk
artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar
dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu :
(1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang
relevan dengan permaslahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi
dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi
tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
Diluar pertemuan dengan fasilitator,
peserta didik bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan.
Dalam pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang
telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik
juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota
kelompok lain dapat memahami relevansi tehadap permasalahan yang dihadapi.
3. Pertukaran
Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah
mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran
materi, selanjytnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi
capaiannya dan merumuskan solusi dari permaslahan kelompok. Pertukaran
pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik berkumpul sesuai
kelompok dan fasilitatornya. Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap
peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara
mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan
kelompok. Langkah selanjutnya presentasi
hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukn
kesimpulan akhir. Untuk memastikan setiap peserata didik mengikuti langkah ini
maka dilakukan dengan mengikutu kelompok.
4. Penilaian
(Assessment)
Penilaian
dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knpwledge), kecakapan
(skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang
mencakup seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan dengan ujian akhir semester
(UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis (PR), dokumen, dan laporan. Penilaian
terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik
software, hardware, maupun kemampuan perancanagan dan pengujian. Sedangkan
penilaian terhadap sikap dititikbertkan pada penguasaan soft skill, yaitu
keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerja sama dalam tim, dan
kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut
ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
D.
Model Cooperative Learning
1.
Landasan
pemikiran
Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan
individualities telah mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa biasanya
datang ke sekolah dengan harapan untuk berkompetisi dan tekanan dari orang tua
untuk menjadi yang terbaik. Dalam belajat kompotitif dan individualities, guru
menempatkan pada tempat duduk yang terpisah dari siswa yang lain. Kata-kata
yang “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “saya ingin agar kamu
bekerja sendiri”, dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan dirimu sendiri”
sering digunakan dalam belajar kompotitif dan individualistis (Johnson &
Johnson, 1994). Proses belajar seperti
itu masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini.
Jika
disusun dengan baik, belajar kompetitf dan individualistis akan efektif dan
merupakan cara memotivasi siswa untuk melakukan yang terbaik. Meskipun
demikian, terdapat beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan
individualistis, yaitu (a) kompetisi siswa kadang tidak sehat. Sehingga contoh
jika seorang menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban
yang diberikan slah, (b) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi, (c)
siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, dan
(d) dapat membuat frustasi siswa lainnya (Slavin, 1995). Untuk menghindari
hal-hal tersebut dan agar siswa dapat membantu siswa yang lain untuk mencapai
sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.
2.
Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Dari awal telah
disebutkan, bahwa ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama
untuk belajar bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai
tambahan, belajarkooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok,
yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau
penguasaan materi (Slavin, 1995). Jhonson & Johnson (1994) menyatakan bahwa
tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara
kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis
dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan
pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).
Zamroni (2000)
mengemukakan bahwa manfaat penerapan kooperatif adalah dapat mengurangi
kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di
samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas social di
kalangan siswa.
3.
Implikasi
Model Pembelajaran Kooperatif Learning
Menurut Ibrahim, dkk.
(2000), bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif
dan hubungan yang lebih baik antara siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan
akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar
kooperatif daripada dari guru. Ratumana (2002) menyatakan bahwa interaksi yang
terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Kardi & Nur (2000)
belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan antar susku dan
dalam kelas multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa
penyandang cacat.
Davidson (1991) membikan sejumlah implikasi posistif dalam
pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar kooperatif, yaitu sebagai
berikut.
1)
Kelompok
kecil memberikan dukungan social untuk belajar. Kelompok kecil membentuk suutu
forum di mana siswa menanyakan pertanyaan, mendiskusikan pendapat, belajar dari
pendapat orang lain, memberikan kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan
mereka dalam bentuk tulisan.
2)
Kelompok
kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa. Interaksi dalam
kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari konsep dan strategi
pemecahan masalah.
3)
Semua
masalah idelanya cocok untuk didiskusikan secara kelompok, sebab memiliki
solusi yang dapat didemostrasikan secara objektif. Seorang siswa dapat
mempengaruhi siswa lain dengan argumentasi yang logis.
4)
Siswa
dalam kelompok dapat membantu siswa yang lain untuk menguasai masalah-masalah
dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam konteks permainan, teka-teki,
atau pembahasan masalah-masalah yang bermanfaat.
5)
Ruang
lingkup materi dipenuihi ole hide-ide menarik dan menantang yang bermanfaat
bila didiskusikan.
4.
Beberapa
variasi dalam Model cooperative Learning
a.
Tim
Ahli (Jigsaw)
Jigsaw telah dikembangkan dan diujincoba oleh Elliot
Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas Hopkins.
b.
Langkah-langkah
Pembalajaran Jigsaw
Langakah Awal
-
Siswa
dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
-
Materi
pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi
beberapa sub bab.
-
Stiap
anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk
mempealajri. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenai system eksresi.
Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa yang
lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru, begitu pun siswa
lainnya mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati.
-
Anggota
dati kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
-
Setiap
anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar
teman-temannya.
-
Pada
pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis
individu.
Langkah
Kedua
Kelompok Ahli
-
Kumpulkan masing-masing siswa yang
memiliki wacana / tugas yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok
ahli sesuai dengan wacana / tugas yang telah dipersiapakan oleh guru.
-
Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar
siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana / tugas yang
menjadi tanggung awabnya.
-
Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli
untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana /
tugas yang telah dipahami kepada kelompok cooperative.
-
Apabila tugas sudah selesai dikerjakan
dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali kelompok cooperative (awal)
-
Beri kesempatan secara bergiliran
masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli.
Apabila kelompok
sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing-masing kelompok
melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi.
Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara
lain : (1) Bahan Kuis; (2) Lembar Kerja Siswa (LKS); (3) Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Sistem evaluasi pada jigsaw
sama dengan system evaluasi pada tipe STAD, yaitu member skor nilai baik
secara individual maupun kelompok.
Ilustrasi Yang
Menunjukkan Tim Jigsaw
(tiap kelompok ahli memiliki satu anggota dari
tim-tim asal)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Arends (1997), menyatakan bahwa “The term teaching
model refers to a particular approach to instrutionn that includes its goals,
syntax, enviroment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah
pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Menurut Joni, T.R
(1996: 3), pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok.
Adapun macam-macam model pembelajaran terpadu yaitu : (1) Pembelajaran Terpadu Model Connected. Yaitu, bahwa pembelajaran terpadu tipe connected adalah
pembelajaran yang di lakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok
bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan
satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan dapat juga mengaitkan
pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu
bidang studi. (2) Pembelajaran Terpadu
Model Webbed. Yaitu, Pembelajaran terpadu
model webbed adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendektan tematik.
Pendekatan ini pengembangannya di mulai dengan menetukan tema tertentu. Tema
bisa di tetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi dapat pila
dengan cara diskusi sesama guru. (3) Pembelajaran
Terpadu Tipe Integrated. Yaitu, Model
ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang
studi. Model ini di usahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan
bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan
keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa
bidang studi. (4) Pembelajaran Terpadu
Model Nested. Yaitu, Pembelajaran terpadu
tipe nested (tersarang) merupakan pengintegrasian kurikulum di dalam satu
disiplin ilmu secara khusus meletakkan fokus pengintegrasian pada sejumlah
keterampilan belajar yang ingin di latihkan oleh seorang guru kepada siswanya
dalam satu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content).
adapun juga model pembelajaran yang lain yaitu model pembelajaran
sosial. (1) Model Pembelajaran Bermain Peran. Yaitu, Menurut Ahmad Sudrajat
(2008) model bermain peran merupakan satu model pembelajaran yang diarahkan
pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (iinterpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan
peserta didik.
Model Cooperative
Learning. Dalam belajat
kompotitif dan individualities, guru menempatkan pada tempat duduk yang
terpisah dari siswa yang lain. Kata-kata yang “dilarang mencontoh”, “geser
tempat dudukmu”, “saya ingin agar kamu bekerja sendiri”, dan “jangan perhatikan
orang lain, perhatikan dirimu sendiri” sering digunakan dalam belajar
kompotitif dan individualistis.
B.
SARAN
Makalah yang ditulis ini
tentunya sangat jauh dari nilai kesempurnaan. meskipun demikian penulis tetap
menyarankan kepada para pembaca, agar dalam pembelajaran
lebih menekankan pembelajaran yang lebih baik lagi dan efektif. Dan sebagai
seorang guru yang professional tentunya lebih memperhatikan berbagai macam
model pembelajaran seperti apa yang tepat yang harus digunakan dalam proses
pembelajaran.Semoga
makalah yang sederhana ini memiliki manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh
pembaca pada umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Prabowo Sugeng Listyo,dkk. Perencanaan Pembelajaran.2010. UIN Mailiki-Press. UIN Maliki Pres
(Anggota IKAPI)
Trianto.
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Stuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta.2009. Kencana Prenada Media Group.
Trianto. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan dan Implementasinya pada
Kurikulum Tingkat Stuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. 2012. Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno. Model
Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.
Jakarta. 2014. Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment