Thursday 1 February 2018

MAKALAH TAFSIR TARBIYAH POTENSI MANUSIA YANG DIKEMBANGKAN LEWAT PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal. Manusia menurut agama islam adalah makhluk Allah yang berpotensi.  Dalam al-Qur’an, ada tiga kata yang menunjuk pada manusia,  yang  di gunakan adalah basyar insan atau nas dan bani Adam.
Kata basyar  diambil dari  akar  kata yang  berarti ‘penampakan sesuatu  dengan baik dan  indah’. Dari  kata  itu juga, muncul kata basyarah yang  artinya ‘kulit’. Jadi, manusia disebut basyar karena kulitnya tampak jelas  dan berbeda  dengan kulit binatang. Manusia dipilih oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi. Alasan mengapa dipilih sebagai khalifah karena manusia memiliki berbagai potensi.
Beberapa potensi manusia menurut agama islam yang diberikan oleh Allah SWT.: Potensi Akal, Potensi Ruh, Potensi Qalbu, Potensi Fitrah, Potensi Nafs.
Manusia memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini, manusia dapat melaksanakan  tugas-tugasnya sebagai pemimpin di muka bumi. Namun, factor subyektifitas manusia dapat mengarahkan manusia pada kesalahan dan kebenaran.
Manusia memiliki ruh. Banyak mendapat para ahli tentang ruh. Ada yang mengatakan bahwa ruh pada manusia adalah nyawa. Sementara sebagian yang lain mengalami ruh pada manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin. Soal ruh ini memang bukan urusan manusia karena manusia memiliki sedikit ilmu pengetahuan. Bukankah urusan ruh menjadi urusan Tuhan. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘ruh adalah urusan Tuhan-Ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit” (QS. Al-Isra’: 85)
Qalbu disini tidak dimaknai sebagai hati yang ada pada manusia.  Qalbu lebih mengarah pada aktifitas rasa yang bolak-balik. Sesekali senang, sesekali susah, kadang setuju kadang menolak.Qalbu berhubungan dengan keimanan. Qalbu merupakan wadah dari rasa takut, cinta, kasih sayang, dan keimanan. Karena qalbu ibarat sebuah wadah, ia berpotensi menjadi kotor atau tetap bersih.
Manusia pada saat lahir memiliki potensi fitrah. Fitrah disini tidak dimaknai melulu sebagai sesuatu yang suci. Fitrah disini adalah bahwa sejak lahir fitrah manusia adalah membawa agama yang benar. Namun, kondisi fitrah ini berpotensi tercampur dengan yang lain dalam proses pembentukannya.
Dalam bahasa Indonesia, nafs diserap menjadi nafsu berarti ‘dorongan kuat berbuat kurang baik’. Sementara nafs yang ada pada manusia tidak hanya dorongan berbuat buruk, tetapi berpotensi berbuat baik. Dengan kata lain, nafs ini berpotensi positif dan negative. Melekatnya nafs pada diri manusia cenderung berpotensi positif. Namun, potensi negative daya  tariknya lebih kuat dari pada potensi positif. Oleh karena itu manusia diminta menjaga  kesucian nafsnya agar tidak kotor. Sebagai manusia, fitrah kita cenderung mengarah kepada hal-hal baik dan terpuji.   Namun, karena manusia diberi akal, nafsu dan syahwat. Bisa jadi kedua tipe akhlak tersebut ada pada diri kita. Tetapi karena manusia memiliki hawa nafsu,  maka  dari  itulah  derajat  manusia lebih  tinggi  daripada  malaikat,  syetan,  bahkan  semua  makhluk  ciptaan  Allah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari potensi manusia ?
2.      Bagaimana potensi manusia yang dikembangkan lewat pendidikan ?
3.      Bagaimana penjelasan tentang potensi manusia yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Bakarah ayat 30-39, surat Al-Isra’ ayat 70, dan surat Ar-Ra’d ayat 11 ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui definisi dari potensi manusia !
2.      Mengetahui potensi manusia yang dikembangkan lewat pendidikan !
3.      Mengetahui penjelasan tentang potensi manusia yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Bakarah ayat 30-39, surat Al-Isra’ ayat 70, dan surat Ar-Ra’d ayat 11!





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Potensi Manusia
Kata potensi berasal dari serapan bahasa inggris, yaitu potencial. Artinya ada dua kata yaitu, (1) kesanggupan, tenaga, (2) dan kekuatan. Sedangkan menurut KBBI, potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan kekuatan, kesanggupan, daya intinya secara sederhan. Potensi adalah sesuatu yang bisa kita kembangkan (Majdi, 2007:86). Potensi diri manusia adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang masih terpendam di dalam diriya yang menunggu untuk diwujudkan menjadi suatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia.
Manusia memiliki beragam potensi diantaranya adalah (Nashori, 2003:89) potensi berpikir (menghasilkan pemikiran baru), potensi emosi (memiliki sikap menghargai, mencintai), potensi fisik, dan potensi sosial

B.     Potensi Manusia Yang Dikembangkan Lewat Pendidikan
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain hanya untuk mengabdi dan beribadah. Dan juga bertugas untuk mengemban amanah untuk mengelola dan memamfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin. Begitu spesialnya manusia diciptakan oleh allah SWT. Dengan diberinya potensi, maka manusia dapat berpikir dan memgembangkan potensi yang terdapat pada dirinya. Mengembangkan potensi tersebut salah satunya melalui dunia pendidikan.
Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrah manusia ada beberpa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:
  1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki.
  2. Potensi akliyahnya, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu kesimpulan dari sejumlah premis.
  3. Potensi rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih, bahagia, tenteram, dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil kesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
  1. Potensi agama : mengabdikan diri kepada sesuatu yang memiliki kekuasaan tertinggi (Allah).
  2. Potensi akal yang mencangkup spiritual : menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi makhluk-makhluk lainnya.
  3. Potensi fisik atau jasadiah
  4. Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu
Dalam perspektif pendidikan Islam, fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan hidup, upaya mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan rasional (akal), dan kekutan spiritual (agama). Ketiga kekuatan ini bersifat dinamis dan terkait secara integral. Potensialitas manusia inilah yang kemudian dikembangkan, diperkaya, dan diaktualisasikan secara nyata dalam perbuatan amaliah manusia sehari-hari.
Dalam pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki peserta didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada pada aspek jasmani maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis religius dalam diri peserta didiknya. Dengan ini, pendidikan Islam akan mampu membantu peserta didiknya untuk mewujudkan sosok insan paripurna yang mampu melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimiliknya. Mampu teraktualisasikannya potensi yang dimiliki manusia sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah, pada dasarnya pedidikan berfungsi sebagai media yang menstimuli bagi perkembangan dan pertumbuhan potensi manusia seoptimal mungkin ke arah penyempurnaan dirinya, baik sebagai ‘abdillah maupun khalifah.
Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidunya memerlukan pendidikan. Namun pendidikan yang bagaimanakah yang dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia yang telah ia bawa semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada umumnya sama, hanya saja yang membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka dapatkan, sehingga terjadilah beragam agama dan kecerdasan setiap individu.





C.    Al-Qur’an surat Al-Bakarah ayat 30-39, surat Al-Isra’ ayat 70, dan surat Ar-Ra’d ayat 11
1.      Surat Al-Bakarah ayat 30-39
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠ وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ٣٢ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ٣٣ وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤ وَقُلۡنَا يَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ وَكُلَا مِنۡهَا رَغَدًا حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٣٥ فَأَزَلَّهُمَا ٱلشَّيۡطَٰنُ عَنۡهَا فَأَخۡرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِۖ وَقُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ بَعۡضُكُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوّٞۖ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُسۡتَقَرّٞ وَمَتَٰعٌ إِلَىٰ حِينٖ ٣٦ فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٖ فَتَابَ عَلَيۡهِۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ ٣٧ قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٣٨ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَآ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٣٩
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"
33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?
34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir
35. Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim
36. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan"
37. Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang
38. Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati"
39. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Ø  Mufradat
خَلِيفَةٗۖ  : khalifah, pemimpi.
وَعَلَّمَ  : mengajarkan, yakni nama-nama benda, jenis-jenisnya yang diajarkan kepada nabi Adam
بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ : nama-nama semua benda.
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ  : malaikat sujud kepada Adam, yakni sujud sebagai pemuliaan dan bukan unsur penuhanan.


Ø  Penjelasan ayat
Dalam ayat 30-33 menjelaskan tentang
1.      Ayat-ayat ini menunjukkan pemuliaan manusia yang dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi ini dalam menjalankan perintah-perintah-Nya di antara sesama manusia.
Hikmah dibalik penunjukan Adam sebagai khalifah adalah rahmat kepada umat manusia. Alasannya, manusia tidak sanggup menerima perintah dan larangan Allah tanpa perantara. Maka sebagai bentuk rahmat-Nya, Dia mengutus para rasul dari jenis manusia sendiri. Ayat ini menjadi dasar dalam masalah pengangkatan seorang kepala Negara, seorang khalifah yang dipatuhi dan ditaati, disetujui seluruh rakyat, dan dilaksanakan keputusan-keputusan hukumnya. Cara  pemilihan kepala Negara ada tiga :
a.       Penunjukan oleh kepala negara sebelumnya, sebagaimana Nabi saw. menunjuk Abu Bakar secara isyarat dan Abu Bakar menunjuk Umar.
b.      Pemilihan yang dilakukan oleh sekelompok orang, sebagaimana dilakukan oleh Umar: Pemilihan terserah kepada mereka. Merekalah yang akan menentukan salah satu dari mereka untuk menjadi khalifah.
c.       Ijmak ahlul halli wal ‘aqdi, yang secara bahasa artinya “orang yang berwenang melepaskan dan mengikat.” Disebut “mengikat” karena keputusannya mengikat orang-orang yang mengangkat ahlul halli; dan disebut “melepaskan” karena mereka yang duduk disitu bisa melepaskan dan tidak memilih orang-orang tertentu yang tidak disepakati.
2.      Bahwa Allah memberi tahu para malaikat tentang penciptaan Adam dan penunjukannya menjadi khalifah di bumi, mengajar hamba-hamba-Nya tentang musyawarah dalam segala urusan mereka.
3.      Pada ayat: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”, mengandung makna bahwa bahasa bersifat tauqiifiy. Artinya, Allah Ta’ala telah menciptakan ‘ilmun dharuuriy (pengetahuan dasar) mengenai kata-kata dan makna-makna itu serta menciptakan pengetahuan bahwa kata-kata tersebut dipakai untuk mengungkapkan makna-makna.
4.      Menjelaskan pengajaran Adam tentang berbagai jenis makhluk yang diciptakan Allah serta Adam diberi-Nya ilham untuk mengetahui bendanya, karakteristik dan sifat-sifatnya, serta nama-namanya, menunjukkan keutamaan ilmu pengetahuan. Hikmah penciptaan Adam a.s. yang ditampilkan Allah SWT tidak lain adalah pengetahuannya. Sekiranya ada sesuatu yang lebih mulia daripada pengetahuan,  tentu yang mesti ditampilkan adalah sesuatu tersebut bukan pengetahuan.
5.      Ayat “Jika kalian memang orang-orang yang benar” menunjukkan bahwa suatu dakwah/tuntutan tidak perlu dipertimbangkan kecuali jika dikuatkan dengan bukti, dan bahwa penuntut diharuskan membeberkan bukti untuk menguatkan tuntutannya.
6.      Ayat-ayat yang menceritakan bagaimana Adam diberi tahu tentang nama benda-benda menunjukkan dengan jelas betapa mulianya manusia dibanding makhluk-makhluk lain, juga betapa besar keutamaan ilmu dibanding ibadah. Para malaikat lebih banyak ibadahnya daripada Adam. Namun meski demikian, mereka tak mendapat kelayakan untuk menjadi khalifah. Ayat-ayat tersebut juga menunjukkan bahwa syarat untuk menjadi khalifah adalah punya ilmu pengetahuan, dan bahwa Adam lebih utama daripada malaikat.
7.      Menjadikan malaikat, yang tidak membutuhkan apa-apa dari bumi sebagai khalifah, tidak merealisasikan hikmah penunjukan manusia sebagai khalifah, yaitu: mengungkap rahasia-rahasia alam, mendiami bumi, dan menggali berbagai rezeki, tanaman dan barang tambang bumi; juga tidak akan mendatangkan kemajuan bagi ilmu dan seni yang telah kita saksikan berkembangannya hingga saat ini.
Dalam ayat 34-39 menjelaskan tentang kisah sujud malaikat kepada Nabi Adam dan sikap iblis terhadapnya.
Ceritakan pula kepada kaummu, wahai Muhammad, Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” sebagai bentuk ketundukan, salam dan pemuliaan, bukan sujud ibadah dan penuhanan seperti yang dilakukan orang-orang kafir terhadap berhala-berhala mereka. Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir. Iblis enggan untuk sujud karena merasa dirinya lebih tinggi daripada Adam, seraya berkata, “Mengapa aku bersujud kepadanya padahal aku lebih baik daripada dirinya? Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah liat.” Lantaran keengganannya, takabburnya, dan kebanggaannya atas dirinya maka dia termasuk orang-orang kafir sehingga ia mendapat laknat sampai hari Kiamat karena mendurhakai perintah Tuhannya dan menolak bersujud kepada Adam. Sujud ada dua macam. Pertama, sujud ibadah dan penuhanan. Ini dilakukan hanya kepada Allah semata, tidak boleh dilakukan kepada selain Allah. Sujud ini ada dua bentuk: meletakkan dahi di atas tanah (inilah yang biasa dilakukan dalam sholat) dan tunduk kepada kehendak-Nya. Kedua: sujud salam dan pemuliaan tanpa unsur penuhanan. Misalnya, sujudnya para malaikat kepada Adam dan sujudnya Ya’qub dan putra-putranya kepada Yusuf.
Pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan namanya, sebab Al Quran dan As Sunnah tidak menerangkannya. Mendekati pohon itu bagi Adam dan Hawa merupakan kemaksiatan sehingga mereka akan tergolong orang-orang yang melanggar perintah Allah. Allah Ta’ala melarang memakan pohon itu sebagai ujian atau karena hikmah yang kita tidak mengetahuinya. Adam dan Hawa dengan tipu daya dan bisikan setan akhirnya memakan buah pohon yang dilarang itu, yang mengakibatkan keduanya keluar dari surga. Kemudian beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari Allah yang diterima oleh Adam sebagian ahli tafsir mengartikannya dengan kata-kata untuk bertobat, yaitu ucapan “Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa…dst (lih. Surat Al A’raaf: 23)] dari Tuhannya, lalu Allah menerima taubatnya.
Dalam ayat 38-39 dijelaskan bahwa Allah Ta’ala menghilangkan kekhawatiran dan kesedihan tersebut menunjukkan bahwa mereka akan memperoleh keamanan yang sempurna. Di dalam ayat lain, yaitu surat Thaahaa ayat 23 diterangkan bahwa orang yang mau mengikuti petunjuk Allah, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka, yakni menunjukkan ia akan memperoleh petunjuk (lawan sesat) dan akan memperoleh kebahagiaan (lawan celaka). Dengan demikian, orang yang mau mengikuti petunjuk Allah akan memperoleh kemananan, petunjuk dan kebahagiaan di dunia dan akhirat –nas’alullah an yaj’alanaa minhum.
Ayat 38 dan 39 menunjukkan bahwa manusia dan jin terbagi dua ada yang berbahagia dan ada yang celaka, di masing-masing ayat tersebut disebutkan sifat golongan yang berbahagia dan golongan yang celaka serta amalan yang menjadi sebabnya, demikian juga menunjukkan bahwa jin dan manusia sama dalam hal pahala dan siksa serta dalam hal kewajiban menjalankan perintah dan menjauhi larangan]

2.      Surat al-Isra’ ayat 70 :
۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al-Isra’ 15: 7). 


Ø  Mufradat
بَنِيٓ ءَادَمَ  : bani Adam, yaitu manusia
 وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ  : Kami angkut mereka di daratan. Yakni dengan memakai hewan kendaraan seperti unta, kuda, dan begal; sedangkan di lautan dengan perahu dan kapal laut.
وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ  : Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. (Al-Isra: 70)
Yaitu berupa hasil tanam-tanaman, buah-buahan, juga daging dan susu serta berbagai jenis makanan lainnya yang beraneka ragam serta lezat dan bergizi.
Ø  Penjelasan Ayat
Allah Swt. menyebutkan tentang penghormatan-Nya kepada Bani Adam dan kemuliaan yang diberikan-Nya kepada mereka, bahwa Dia telah menciptakan mereka dalam bentuk yang paling baik dan paling sempurna di antara makhluk lainnya.
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
 لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tin ayat 4).
Yakni manusia berjalan pada dua kakinya dengan tegak dan makan dengan tangannya, sedangkan makhluk lainnya ada yang berjalan dengan keempat kakinya dan makan dengan mulutnya. Dan Allah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi manusia, yang dengan kesemua­nya itu manusia dapat mengerti dan memperoleh banyak manfaat. Berkat hal itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu dan dapat mengenal kegunaan, manfaat, serta bahayanya bagi urusan agama dan duniawinya.
Kami berikan pula kepada mereka penampilan yang baik serta pakaian-pakaian yang beraneka ragam jenis dan warna serta model­nya yang mereka buat sendiri untuk diri mereka, juga yang didatangkan oleh orang lain kepada mereka dari berbagai penjuru dunia.
وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Al-Isra: 70)
Manusia lebih utama daripada makhluk hidup lainnya, juga lebih utama daripada semua jenis makhluk. Ayat ini dapat dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan jenis manusia di atas jenis malaikat.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa para malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Nabi Adam dunia. Mereka dapat makan dari sebagian hasilnya dan bersenang-senang dengannya, sedangkan Engkau tidak memberikannya kepada kami. Maka berikanlah kepada kami Akhirat." Allah Swt. menjawab melalui firman-Nya, "Demi kebesaran dan keagungan-Ku, Aku tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang yang Aku ciptakan dengan kedua tangan (kekusaan)-Ku sendiri seperti kebaikan makhluk yang Aku ciptakan dengan Kun (jadilah kamu!), maka jadilah dia.
"Ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat mursal, tetapi hadis ini te­lah diriwayatkan pula dari jalur yang lain secara muttasil.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ محمد بن صَدَقَة البغدادي، حدثنا إبراهيم بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَالِدٍ المِصِّيصِيّ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّان مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُليم، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالَتْ: يَا رَبَّنَا، أَعْطَيْتَ بَنِي آدَمَ الدُّنْيَا، يَأْكُلُونَ فِيهَا وَيَشْرَبُونَ وَيَلْبَسُونَ، وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَلَا نَأْكُلُ وَلَا نَشْرَبُ وَلَا نَلْهُو، فَكَمَا جَعَلْتَ لَهُمُ الدُّنْيَا فَاجْعَلْ لَنَا الْآخِرَةَ. قَالَ: لَا أَجْعَلُ صَالِحَ ذُرِّيَّةِ مَنْ خَلَقْتُ بِيَدِي، كَمَنْ قُلْتُ لَهُ: كُنْ، فَكَانَ"
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sadaqah Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Kharijah Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad Abu Gassan Muhammad ibnu Mutarrif, dari Safwan ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah memberikan dunia kepada anak Adam; mereka dapat makan, minum dan berpakaian di dalamnya. Sedangkan kami hanya bertasbih dengan memuji-Mu, tanpa makan, minum, dan bersenang-senang. Maka sebagaimana Engkau berikan dunia kepada mereka, maka berikanlah akhirat bagi kami.” Allah berfirman, "Aku tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang yang Aku ciptakan dengan kedua Tangan-Ku seperti kebaikan makhluk yang Aku ciptakan dengan Kun (jadilah kamu!), lalu terjadilah ia.”

قَدْ رَوَى ابْنُ عَسَاكِرَ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ أَيُّوبَ الرَّازِيِّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ خَلَفٍ الصَّيْدَلَانِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بْنُ حِصْنِ بْنِ عُبَيْدَةَ بْنِ عَلاق، سَمِعْتُ عُرْوَةَ بْنَ رُوَيْم اللَّخْمِيَّ، حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالُوا: رَبَّنَا، خَلَقْتَنَا وَخَلَقْتَ بَنِي آدَمَ، فَجَعَلْتَهُمْ يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ، وَيَشْرَبُونَ الشَّرَابَ، وَيَلْبَسُونَ الثِّيَابَ، وَيَتَزَوَّجُونَ النِّسَاءَ، وَيَرْكَبُونَ الدَّوَابَّ، يَنَامُونَ وَيَسْتَرِيحُونَ، وَلَمْ تَجْعَلْ لَنَا مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا، فَاجْعَلْ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا الْآخِرَةَ. فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: لَا أَجْعَلُ مَنْ خَلَقْتُهُ بِيَدِي، وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي، كَمَنْ قُلْتُ لَهُ: كُنْ، فَكَانَ"
Ibnu Asakir telah meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Ayyub Ar-Razi, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Khalaf As-Saidalani, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Usman ibnu Hisn ibnu Ubaidah ibnu Allaq; ia pernah mendengar Urwah ibnu Ruwayyim Al-Lakhami mengatakan bahwa ia pernah mendapat hadis ini dari Anas ibnu Malik, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah menciptakan kami dan juga Bani Adam. tetapi Engkau jadikan mereka dapat makan, minum, berpakaian, dan menga­wini wanita serta menaiki kendaraan. Mereka dapat tidur dan beristirahat, sedangkan Engkau tidak menjadikan sesuatu pun dari itu bagi kami. Maka berikanlah dunia kepada mereka dan berikanlah akhirat hanya untuk kami.” Maka Allah Swt. berfirman, "Aku tidak akan menjadikan orang yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya sebagian dari roh (ciptaan)-Ku, seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan mengatakan kepadanya, 'Jadilah kamu!' Maka terjadilah dia.”
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ تَمَّامٍ، عَنْ خَالِدٍ الْحَذَاءِ، عَنْ بِشْرِ بْنِ شِغَاف عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ ابْنِ آدَمَ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ؟ قَالَ: "وَلَا الْمَلَائِكَةُ، الْمَلَائِكَةُ مَجْبُورُونَ بِمَنْزِلَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ"
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Sahl, telah menceri­takan kepada kami Abdullah ibnu Tamam, dari Khalid Al-Hazza, dari Bisyr ibnu Syaggaf, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengata­kan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada sesuatu pun yang lebih dimuliakan oleh Allah pada hari kiamat selain dari anak Adam (manusia). Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, para malaikat juga tidak dimuliakan-Nya?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Malaikat pun tidak, mereka adalah makhluk yang dipaksa, ke­dudukannya sama dengan matahari dan bulan.
Hadis ini garib sekali.

3.      Surat Ar-Ra’d ayat 11
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Ra’d 13 : 11).
Ø  Mufradat
مُعَقِّبَٰتٞ  : malaikat-malaikat, yakni ada yang menjaga dimalam hari dan ada yang menjaga di siang hari yang berjumlah 4 malaikat.
بَيۡنِ يَدَيۡهِ  : di depan dan di belakang, yakni depan,belakang, samping kiri, samping kanan.
يَحۡفَظُونَهُۥ  : menjaganya, yakni atas perintah Allah swt.

Ø  Penjelasan
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu menjaga hamba Allah secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada pula yang di siang hari untuk menjaganya dari dari hal-hal yang buruk dan kecelakaan-kecelakaan. Sebagaimana bergiliran pula kepadanya malaikat-malaikat lainnya yang yang bertugas mencatat semua amal baik dan buruknya, mereka menjaganya secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada yang di siang hari, yaitu di sebelah kanan dan sebelah kirinya yang bertugas mencatat semua amal perbuatan hamba yang bersangkutan. Malaikat yang ada di sebelah kanannya mencatat amal-amal baiknya, sedangkan yang ada di sebelah kirinya mencatat amal-amal buruknya.
Selain itu ada dua malaikat lain lagi yang bertugas dan memeliharanya, yang satu ada di belakangnya, yang satunya lagi ada di depan. Dengan demikian, seorang hamba dijaga oleh empat malaikat di siang dan malam harinya secara bergantian. Yaitu malaikat yang yang menjaga dan mencatat. seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih:
"يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ، فَيَصْعَدُ إِلَيْهِ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بكم: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ"
“Malaikat-malaikat di malam hari dan malaikat-malaikat di siang hari silih berganti menjaga kalian, dan mereka berkumpul di waktu salat Subuh dan salat Asar. Maka naiklah para malaikat yang menjaga kalian di malam hari, lalu Tuhan Yang Maha Mengetahui keadaan kalian menanyai mereka, "Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka (para malaikat malam hari) menjawab, "Kami datangi mereka sedang mereka dalam keadaan salat dan kami tinggalkan mereka sedang mereka dalam keadaan salat."
Di dalam hadis lain disebutkan:

"إِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لَا يُفَارِقَكُمْ إِلَّا عِنْدَ الْخَلَاءِ وَعِنْدَ الْجِمَاعِ، فَاسْتَحْيُوهُمْ وَأَكْرِمُوهُمْ"
“Sesungguhnya bersama kalian selalu ada malaikat-malaikat yang tidak pernah berpisah dengan kalian, terkecuali di saat kalian sedang berada di kakus dan ketika kalian sedang bersetubuh, maka malulah kalian kepada mereka dan hormatilah mereka.”
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah (Ar-Ra'd: 11) Yang bergiliran dari Allah adalah para malaikat-Nya.
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Para malaikat itu ditugaskan untuk menjaganya di depan dan di belakangnya. Apabila takdir Allah telah memutuskan sesuatu terhadap hamba yang bersangkutan, maka para malaikat itu menjauh darinya.
Para malaikat itu ditugaskan untuk menjaganya di depan dan di belakangnya. Apabila takdir Allah telah memutuskan sesuatu terhadap hamba yang bersangkutan, maka para malaikat itu menjauh darinya.
Mujahid mengatakan bahwa tiada seorang  hamba pun melainkan ada malaikat yang ditugaskan untuk menjaganya di saat ia tidur dan di saat ia terbangun, yakni menjaganya dari kejahatan  jin, manusia, dan hewan buas. Tiada sesuatu pun makhluk itu yang datang kepada hamba yang bersangkutan dengan tujuan untuk memudharatkannya, melainkan malaikat penjaga itu berkata kepadanya, “pergilah ke belakngmu!” kecuali apabila ada sesuatu yanag ditakdirkan oleh Allah, maka barulah dapat mengenainya.


Firman Allah Swt.:
يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ
“mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11)

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mereka menjaganya atas perintah dari Allah Swt. Demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dan lain-lainnya, dari Ibnu Abbas. Pendapat ini dipegang oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, dan lain-lainnya.
Abu Mijlaz mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani Murad datang kepada Ali r.a. yang sedang salat, lalu lelaki itu berkata, "Hati-hatilah engkau, karena sesungguhnya ada sejumlah orang dari Bani Murad yang ingin membunuhmu." Maka Ali r.a. menjawab, "Sesungguhnya setiap orang lelaki selalu ditemani oleh dua malaikat yang menjaganya dari hal-hal yang tidak ditakdirkan untuknya. Apabila takdir telah datang untuknya, maka kedua malaikat itu menjauh darinya. Sesungguhnya ajal itu adalah benteng yang sangat kuat."




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Potensi adalah sesuatu yang bisa kita kembangkan (Majdi, 2007:86). Potensi diri manusia adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang masih terpendam di dalam diriya yang menunggu untuk diwujudkan menjadi suatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia.
Manusia memiliki beragam potensi diantaranya adalah (Nashori, 2003:89) potensi berpikir (menghasilkan pemikiran baru), potensi emosi (memiliki sikap menghargai, mencintai), potensi fisik, dan potensi sosial.
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain hanya untuk mengabdi dan beribadah. Dan juga bertugas untuk mengemban amanah untuk mengelola dan memamfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin.
Ada tiga alasan penyebab awal kenapa manusia emerlukan pendidikan, yaitu: pertama, dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai intelektual, seni, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kedua, alam kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecendrungan untuk dapat mengembnagkan potensi-potensi yang ada dalamdirinyaseoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut, manusia perlu suatu sarana. Saran itu adalah pendidikan. Ketiga, konvergensi dari kedua tuntutan di atas yang pengaplikasiannya adalah lewat pendidikan.  
Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil kesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
1.      Potensi agama : mengabdikan diri kepada sesuatu yang memiliki kekuasaan tertinggi (Allah).
2.      Potensi akal yang mencangkup spiritual : menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi makhluk-makhluk lainnya.
3.      Potensi fisik atau jasadiah
4.      Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu



DAFTAR RUJUKAN

Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 13, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2003
Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 15, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2003
Samsul Nizar, 1999, Peseta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, IAIN Imam Bonjol Press: Padang








No comments:

Post a Comment

Entri Populer