BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Potensi
diri
merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah
terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau
dipergunakan secara maksimal. Manusia
menurut agama islam adalah makhluk Allah yang berpotensi. Dalam al-Qur’an, ada tiga kata yang menunjuk
pada manusia, yang di gunakan adalah basyar insan atau nas dan bani Adam.
Kata basyar
diambil dari akar kata yang
berarti ‘penampakan sesuatu dengan
baik dan indah’. Dari kata
itu juga, muncul kata basyarah
yang artinya ‘kulit’. Jadi, manusia
disebut basyar karena kulitnya tampak
jelas dan berbeda dengan kulit binatang. Manusia dipilih oleh
Allah sebagai khalifah di muka bumi. Alasan mengapa dipilih sebagai khalifah
karena manusia memiliki berbagai potensi.
Beberapa
potensi manusia menurut agama islam yang diberikan oleh Allah SWT.: Potensi
Akal, Potensi Ruh, Potensi Qalbu, Potensi Fitrah, Potensi Nafs.
Manusia
memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mencipta,
mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini, manusia dapat
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
pemimpin di muka bumi. Namun, factor subyektifitas manusia dapat mengarahkan
manusia pada kesalahan dan kebenaran.
Manusia
memiliki ruh. Banyak mendapat para ahli tentang ruh. Ada yang mengatakan bahwa
ruh pada manusia adalah nyawa. Sementara sebagian yang lain mengalami ruh pada
manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin. Soal ruh ini memang
bukan urusan manusia karena manusia memiliki sedikit ilmu pengetahuan. Bukankah
urusan ruh menjadi urusan Tuhan. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘ruh adalah urusan
Tuhan-Ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit” (QS. Al-Isra’: 85)
Qalbu disini tidak dimaknai sebagai hati
yang ada pada manusia. Qalbu lebih mengarah pada aktifitas rasa
yang bolak-balik. Sesekali senang, sesekali susah, kadang setuju kadang
menolak.Qalbu berhubungan dengan
keimanan. Qalbu merupakan wadah dari
rasa takut, cinta, kasih sayang, dan keimanan. Karena qalbu ibarat sebuah wadah, ia berpotensi menjadi kotor atau tetap
bersih.
Manusia
pada saat lahir memiliki potensi fitrah. Fitrah disini tidak dimaknai melulu
sebagai sesuatu yang suci. Fitrah disini adalah bahwa sejak lahir fitrah
manusia adalah membawa agama yang benar. Namun, kondisi fitrah ini berpotensi
tercampur dengan yang lain dalam proses pembentukannya.
Dalam
bahasa Indonesia, nafs diserap
menjadi nafsu berarti ‘dorongan kuat berbuat kurang baik’. Sementara nafs yang ada pada manusia tidak hanya
dorongan berbuat buruk, tetapi berpotensi berbuat baik. Dengan kata lain, nafs ini berpotensi positif dan
negative. Melekatnya nafs pada diri
manusia cenderung berpotensi positif. Namun, potensi negative daya tariknya lebih kuat dari pada potensi
positif. Oleh karena itu manusia diminta menjaga kesucian nafsnya
agar tidak kotor. Sebagai manusia, fitrah kita cenderung mengarah kepada
hal-hal baik dan terpuji. Namun, karena
manusia diberi akal, nafsu dan syahwat. Bisa jadi kedua tipe akhlak tersebut
ada pada diri kita. Tetapi karena manusia memiliki hawa nafsu, maka
dari itulah derajat
manusia lebih tinggi daripada
malaikat, syetan, bahkan
semua makhluk ciptaan
Allah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi dari potensi manusia ?
2. Bagaimana
potensi manusia yang dikembangkan lewat pendidikan ?
3. Bagaimana
penjelasan tentang potensi manusia yang terkandung dalam Al-Qur’an surat
Al-Bakarah ayat 30-39, surat Al-Isra’ ayat 70, dan surat Ar-Ra’d ayat 11 ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
definisi dari potensi manusia !
2. Mengetahui
potensi manusia yang dikembangkan lewat pendidikan !
3. Mengetahui
penjelasan tentang potensi manusia yang terkandung dalam Al-Qur’an surat
Al-Bakarah ayat 30-39, surat Al-Isra’ ayat 70, dan surat Ar-Ra’d ayat 11!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Potensi Manusia
Kata potensi berasal dari serapan
bahasa inggris, yaitu potencial. Artinya ada dua kata yaitu, (1) kesanggupan,
tenaga, (2) dan kekuatan. Sedangkan menurut KBBI, potensi adalah kemampuan yang
mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan kekuatan, kesanggupan, daya intinya
secara sederhan. Potensi adalah sesuatu yang bisa kita kembangkan (Majdi,
2007:86). Potensi diri manusia adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia
yang masih terpendam di dalam diriya yang menunggu untuk diwujudkan menjadi
suatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia.
Manusia memiliki beragam potensi
diantaranya adalah (Nashori, 2003:89) potensi berpikir (menghasilkan pemikiran
baru), potensi emosi (memiliki sikap menghargai, mencintai), potensi fisik, dan
potensi sosial
B. Potensi
Manusia Yang Dikembangkan Lewat Pendidikan
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh
Allah SWT tidak lain hanya untuk mengabdi dan beribadah. Dan juga bertugas
untuk mengemban amanah untuk mengelola dan memamfaatkan kekayaan yang terdapat
di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin. Begitu
spesialnya manusia diciptakan oleh allah SWT. Dengan diberinya potensi, maka
manusia dapat berpikir dan memgembangkan potensi yang terdapat pada dirinya.
Mengembangkan potensi tersebut salah satunya melalui dunia pendidikan.
Muhammad Bin Asyur sebagamana
disitir M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrah manusia ada beberpa
potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:
- Potensi jasadiah, yaitu
contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki.
- Potensi akliyahnya, yaitu
contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu kesimpulan dari sejumlah
premis.
- Potensi rohaniyah, yaitu
contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih,
bahagia, tenteram, dan sebagainya.
Dari
beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat
diambil kesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
- Potensi agama : mengabdikan
diri kepada sesuatu yang memiliki kekuasaan tertinggi (Allah).
- Potensi akal yang mencangkup
spiritual : menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya melebihi
makhluk-makhluk lainnya.
- Potensi fisik atau jasadiah
- Potensi rohaniah mencangkup
hati nurani dan nafsu
Dalam
perspektif pendidikan Islam, fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi
yang menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan
hidup, upaya mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan rasional
(akal), dan kekutan spiritual (agama). Ketiga kekuatan ini bersifat dinamis dan
terkait secara integral. Potensialitas manusia inilah yang kemudian
dikembangkan, diperkaya, dan diaktualisasikan secara nyata dalam perbuatan
amaliah manusia sehari-hari.
Dalam
pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki
peserta didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada
pada aspek jasmani maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis
religius dalam diri peserta didiknya. Dengan ini, pendidikan Islam akan mampu
membantu peserta didiknya untuk mewujudkan sosok insan paripurna yang mampu
melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimiliknya. Mampu
teraktualisasikannya potensi yang dimiliki manusia sesuai dengan nilai-nilai
Ilahiyah, pada dasarnya pedidikan berfungsi sebagai media yang menstimuli bagi
perkembangan dan pertumbuhan potensi manusia seoptimal mungkin ke arah
penyempurnaan dirinya, baik sebagai ‘abdillah maupun khalifah.
Dengan
demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidunya memerlukan pendidikan. Namun
pendidikan yang bagaimanakah yang dapat mengembangkan potensi yang ada pada
diri manusia yang telah ia bawa semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada
umumnya sama, hanya saja yang membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka
dapatkan, sehingga terjadilah beragam agama dan kecerdasan setiap individu.
C. Al-Qur’an
surat Al-Bakarah ayat 30-39, surat Al-Isra’ ayat 70, dan surat Ar-Ra’d ayat 11
1. Surat
Al-Bakarah ayat 30-39
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ
فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠ وَعَلَّمَ
ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ
أَنۢبُِٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١ قَالُواْ
سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ
ٱلۡحَكِيمُ ٣٢ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ فَلَمَّآ
أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ٣٣
وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ
إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٤ وَقُلۡنَا
يَٰٓـَٔادَمُ ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ وَكُلَا مِنۡهَا رَغَدًا حَيۡثُ
شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٣٥ فَأَزَلَّهُمَا
ٱلشَّيۡطَٰنُ عَنۡهَا فَأَخۡرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِۖ وَقُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ
بَعۡضُكُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوّٞۖ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُسۡتَقَرّٞ وَمَتَٰعٌ
إِلَىٰ حِينٖ ٣٦ فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٖ فَتَابَ عَلَيۡهِۚ
إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ ٣٧ قُلۡنَا ٱهۡبِطُواْ مِنۡهَا جَمِيعٗاۖ
فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ
عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٣٨ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَآ
أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٣٩
30.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!
32. Mereka menjawab: "Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana"
33. Allah berfirman: "Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?
34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman
kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir
35. Dan Kami berfirman: "Hai Adam,
diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim
36. Lalu keduanya digelincirkan oleh
syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman:
"Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu
ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan"
37. Kemudian Adam menerima beberapa
kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang
38. Kami berfirman: "Turunlah kamu
semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang
siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati"
39. Adapun orang-orang yang kafir dan
mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.
Ø Mufradat
خَلِيفَةٗۖ : khalifah,
pemimpi.
وَعَلَّمَ : mengajarkan,
yakni nama-nama benda, jenis-jenisnya yang diajarkan kepada nabi Adam
بِأَسۡمَآءِ
هَٰٓؤُلَآءِ : nama-nama
semua benda.
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ :
malaikat sujud kepada Adam, yakni sujud sebagai
pemuliaan dan bukan unsur penuhanan.
Ø Penjelasan ayat
Dalam
ayat 30-33 menjelaskan tentang
1.
Ayat-ayat
ini menunjukkan pemuliaan manusia yang dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi
ini dalam menjalankan perintah-perintah-Nya di antara sesama manusia.
Hikmah dibalik penunjukan Adam sebagai khalifah adalah rahmat kepada umat manusia. Alasannya, manusia tidak sanggup menerima perintah dan larangan Allah tanpa perantara. Maka sebagai bentuk rahmat-Nya, Dia mengutus para rasul dari jenis manusia sendiri. Ayat ini menjadi dasar dalam masalah pengangkatan seorang kepala Negara, seorang khalifah yang dipatuhi dan ditaati, disetujui seluruh rakyat, dan dilaksanakan keputusan-keputusan hukumnya. Cara pemilihan kepala Negara ada tiga :
Hikmah dibalik penunjukan Adam sebagai khalifah adalah rahmat kepada umat manusia. Alasannya, manusia tidak sanggup menerima perintah dan larangan Allah tanpa perantara. Maka sebagai bentuk rahmat-Nya, Dia mengutus para rasul dari jenis manusia sendiri. Ayat ini menjadi dasar dalam masalah pengangkatan seorang kepala Negara, seorang khalifah yang dipatuhi dan ditaati, disetujui seluruh rakyat, dan dilaksanakan keputusan-keputusan hukumnya. Cara pemilihan kepala Negara ada tiga :
a.
Penunjukan
oleh kepala negara sebelumnya, sebagaimana Nabi saw. menunjuk Abu Bakar secara
isyarat dan Abu Bakar menunjuk Umar.
b.
Pemilihan
yang dilakukan oleh sekelompok orang, sebagaimana dilakukan oleh Umar:
Pemilihan terserah kepada mereka. Merekalah yang akan menentukan salah satu
dari mereka untuk menjadi khalifah.
c.
Ijmak
ahlul halli wal ‘aqdi, yang secara bahasa artinya “orang yang berwenang
melepaskan dan mengikat.” Disebut “mengikat” karena keputusannya mengikat
orang-orang yang mengangkat ahlul halli; dan disebut “melepaskan” karena mereka
yang duduk disitu bisa melepaskan dan tidak memilih orang-orang tertentu yang
tidak disepakati.
2.
Bahwa
Allah memberi tahu para malaikat tentang penciptaan Adam dan penunjukannya
menjadi khalifah di bumi, mengajar hamba-hamba-Nya tentang musyawarah dalam
segala urusan mereka.
3.
Pada ayat:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”,
mengandung makna bahwa bahasa bersifat tauqiifiy. Artinya, Allah
Ta’ala telah menciptakan ‘ilmun dharuuriy (pengetahuan dasar) mengenai
kata-kata dan makna-makna itu serta menciptakan pengetahuan bahwa kata-kata
tersebut dipakai untuk mengungkapkan makna-makna.
4.
Menjelaskan
pengajaran Adam tentang berbagai jenis makhluk yang diciptakan Allah serta Adam
diberi-Nya ilham untuk mengetahui bendanya, karakteristik dan sifat-sifatnya,
serta nama-namanya, menunjukkan keutamaan ilmu pengetahuan. Hikmah penciptaan
Adam a.s. yang ditampilkan Allah SWT tidak lain adalah pengetahuannya.
Sekiranya ada sesuatu yang lebih mulia daripada pengetahuan, tentu yang mesti ditampilkan adalah sesuatu
tersebut bukan pengetahuan.
5.
Ayat “Jika
kalian memang orang-orang yang benar” menunjukkan bahwa suatu
dakwah/tuntutan tidak perlu dipertimbangkan kecuali jika dikuatkan dengan
bukti, dan bahwa penuntut diharuskan membeberkan bukti untuk menguatkan
tuntutannya.
6.
Ayat-ayat
yang menceritakan bagaimana Adam diberi tahu tentang nama benda-benda
menunjukkan dengan jelas betapa mulianya manusia dibanding makhluk-makhluk
lain, juga betapa besar keutamaan ilmu dibanding ibadah. Para malaikat lebih
banyak ibadahnya daripada Adam. Namun meski demikian, mereka tak mendapat
kelayakan untuk menjadi khalifah. Ayat-ayat tersebut juga menunjukkan bahwa
syarat untuk menjadi khalifah adalah punya ilmu pengetahuan, dan bahwa Adam
lebih utama daripada malaikat.
7.
Menjadikan
malaikat, yang tidak membutuhkan apa-apa dari bumi sebagai khalifah, tidak
merealisasikan hikmah penunjukan manusia sebagai khalifah, yaitu: mengungkap
rahasia-rahasia alam, mendiami bumi, dan menggali berbagai rezeki, tanaman dan
barang tambang bumi; juga tidak akan mendatangkan kemajuan bagi ilmu dan seni
yang telah kita saksikan berkembangannya hingga saat ini.
Dalam
ayat 34-39 menjelaskan tentang kisah sujud malaikat kepada Nabi Adam dan sikap
iblis terhadapnya.
Ceritakan
pula kepada kaummu, wahai Muhammad, Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada
Adam!” sebagai bentuk ketundukan, salam dan pemuliaan, bukan sujud
ibadah dan penuhanan seperti yang dilakukan orang-orang kafir terhadap
berhala-berhala mereka. Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia
menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir. Iblis
enggan untuk sujud karena merasa dirinya lebih tinggi daripada Adam, seraya
berkata, “Mengapa aku bersujud kepadanya padahal aku lebih baik daripada
dirinya? Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah
liat.” Lantaran keengganannya, takabburnya, dan kebanggaannya atas dirinya maka
dia termasuk orang-orang kafir sehingga ia mendapat laknat sampai hari Kiamat
karena mendurhakai perintah Tuhannya dan menolak bersujud kepada Adam. Sujud
ada dua macam. Pertama, sujud ibadah dan penuhanan. Ini dilakukan hanya kepada
Allah semata, tidak boleh dilakukan kepada selain Allah. Sujud ini ada dua
bentuk: meletakkan dahi di atas tanah (inilah yang biasa dilakukan dalam
sholat) dan tunduk kepada kehendak-Nya. Kedua: sujud salam dan pemuliaan tanpa
unsur penuhanan. Misalnya, sujudnya para malaikat kepada Adam dan sujudnya
Ya’qub dan putra-putranya kepada Yusuf.
Pohon
yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan namanya, sebab Al Quran
dan As Sunnah tidak menerangkannya. Mendekati pohon itu bagi Adam dan Hawa
merupakan kemaksiatan sehingga mereka akan tergolong orang-orang yang melanggar
perintah Allah. Allah Ta’ala melarang memakan pohon itu sebagai ujian atau
karena hikmah yang kita tidak mengetahuinya. Adam dan Hawa dengan tipu daya dan
bisikan setan akhirnya memakan buah pohon yang dilarang itu, yang mengakibatkan
keduanya keluar dari surga. Kemudian beberapa kalimat (ajaran-ajaran) dari
Allah yang diterima oleh Adam sebagian ahli tafsir mengartikannya dengan
kata-kata untuk bertobat, yaitu ucapan “Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa…dst (lih.
Surat Al A’raaf: 23)] dari Tuhannya,
lalu Allah menerima taubatnya.
Dalam ayat
38-39 dijelaskan bahwa Allah Ta’ala
menghilangkan kekhawatiran dan kesedihan tersebut menunjukkan bahwa mereka akan
memperoleh keamanan yang sempurna. Di dalam ayat lain, yaitu surat Thaahaa ayat
23 diterangkan bahwa orang yang mau mengikuti petunjuk Allah, maka ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka, yakni menunjukkan ia akan memperoleh petunjuk
(lawan sesat) dan akan memperoleh kebahagiaan (lawan celaka). Dengan demikian,
orang yang mau mengikuti petunjuk Allah akan memperoleh kemananan, petunjuk dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat –nas’alullah an yaj’alanaa minhum.
Ayat
38 dan 39 menunjukkan bahwa manusia dan jin terbagi dua ada yang berbahagia dan
ada yang celaka, di masing-masing ayat tersebut disebutkan sifat golongan yang
berbahagia dan golongan yang celaka serta amalan yang menjadi sebabnya,
demikian juga menunjukkan bahwa jin dan manusia sama dalam hal pahala dan siksa
serta dalam hal kewajiban menjalankan perintah dan menjauhi larangan]
2. Surat al-Isra’ ayat 70 :
۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ
وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ
مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan”. (QS. Al-Isra’ 15: 7).
Ø Mufradat
بَنِيٓ
ءَادَمَ : bani Adam, yaitu
manusia
وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ : Kami angkut mereka
di daratan. Yakni dengan memakai hewan kendaraan seperti unta, kuda, dan
begal; sedangkan di lautan dengan perahu dan kapal laut.
وَرَزَقْنَاهُمْ
مِنَ الطَّيِّبَاتِ : Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. (Al-Isra:
70)
Yaitu
berupa hasil tanam-tanaman, buah-buahan, juga daging dan susu serta berbagai
jenis makanan lainnya yang beraneka ragam serta lezat dan bergizi.
Ø Penjelasan Ayat
Allah
Swt. menyebutkan tentang penghormatan-Nya kepada Bani Adam dan kemuliaan yang
diberikan-Nya kepada mereka, bahwa Dia telah menciptakan mereka dalam bentuk
yang paling baik dan paling sempurna di antara makhluk lainnya.
Dalam
ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ
فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤
“Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS.
At-Tin ayat 4).
Yakni
manusia berjalan pada dua kakinya dengan tegak dan makan dengan tangannya,
sedangkan makhluk lainnya ada yang berjalan dengan keempat kakinya dan makan
dengan mulutnya. Dan Allah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi
manusia, yang dengan kesemuanya itu manusia dapat mengerti dan memperoleh
banyak manfaat. Berkat hal itu manusia dapat membedakan di antara segala
sesuatu dan dapat mengenal kegunaan, manfaat, serta bahayanya bagi urusan agama
dan duniawinya.
Kami
berikan pula kepada mereka penampilan yang baik serta pakaian-pakaian yang
beraneka ragam jenis dan warna serta modelnya yang mereka buat sendiri untuk
diri mereka, juga yang didatangkan oleh orang lain kepada mereka dari berbagai
penjuru dunia.
وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan. (Al-Isra: 70)
Manusia
lebih utama daripada makhluk hidup lainnya, juga lebih utama daripada semua
jenis makhluk. Ayat ini dapat dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan
keutamaan jenis manusia di atas jenis malaikat.
Abdur
Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam
yang mengatakan bahwa para malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau
telah memberikan kepada Nabi Adam dunia. Mereka dapat makan dari sebagian hasilnya
dan bersenang-senang dengannya, sedangkan Engkau tidak memberikannya kepada
kami. Maka berikanlah kepada kami Akhirat." Allah Swt. menjawab melalui
firman-Nya, "Demi kebesaran dan keagungan-Ku, Aku tidak akan menjadikan
kebaikan keturunan orang yang Aku ciptakan dengan kedua tangan (kekusaan)-Ku
sendiri seperti kebaikan makhluk yang Aku ciptakan dengan Kun (jadilah
kamu!), maka jadilah dia.
"Ditinjau
dari jalur ini, hadis ini berpredikat mursal, tetapi hadis ini telah
diriwayatkan pula dari jalur yang lain secara muttasil.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ محمد بن صَدَقَة البغدادي، حدثنا إبراهيم بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَالِدٍ المِصِّيصِيّ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ،
حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّان مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُليم،
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالَتْ:
يَا رَبَّنَا، أَعْطَيْتَ بَنِي آدَمَ الدُّنْيَا، يَأْكُلُونَ فِيهَا
وَيَشْرَبُونَ وَيَلْبَسُونَ، وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَلَا نَأْكُلُ وَلَا
نَشْرَبُ وَلَا نَلْهُو، فَكَمَا جَعَلْتَ لَهُمُ الدُّنْيَا فَاجْعَلْ لَنَا
الْآخِرَةَ. قَالَ: لَا أَجْعَلُ صَالِحَ ذُرِّيَّةِ مَنْ خَلَقْتُ بِيَدِي،
كَمَنْ قُلْتُ لَهُ: كُنْ، فَكَانَ"
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sadaqah
Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Kharijah
Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Muhammad, telah
menceritakan kepada kami Muhammad Abu Gassan Muhammad ibnu Mutarrif, dari
Safwan ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr dari Nabi Saw.
yang telah bersabda: Sesungguhnya malaikat berkata, "Wahai Tuhan kami,
Engkau telah memberikan dunia kepada anak Adam; mereka dapat makan, minum dan
berpakaian di dalamnya. Sedangkan kami hanya bertasbih dengan memuji-Mu, tanpa
makan, minum, dan bersenang-senang. Maka sebagaimana Engkau berikan dunia
kepada mereka, maka berikanlah akhirat bagi kami.” Allah berfirman, "Aku
tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang yang Aku ciptakan dengan kedua
Tangan-Ku seperti kebaikan makhluk yang Aku ciptakan dengan Kun (jadilah
kamu!), lalu terjadilah ia.”
قَدْ رَوَى ابْنُ عَسَاكِرَ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ
أَيُّوبَ الرَّازِيِّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ خَلَفٍ
الصَّيْدَلَانِيُّ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنِي
عُثْمَانُ بْنُ حِصْنِ بْنِ عُبَيْدَةَ بْنِ عَلاق، سَمِعْتُ عُرْوَةَ بْنَ
رُوَيْم اللَّخْمِيَّ، حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْمَلَائِكَةَ قَالُوا:
رَبَّنَا، خَلَقْتَنَا وَخَلَقْتَ بَنِي آدَمَ، فَجَعَلْتَهُمْ يَأْكُلُونَ
الطَّعَامَ، وَيَشْرَبُونَ الشَّرَابَ، وَيَلْبَسُونَ الثِّيَابَ،
وَيَتَزَوَّجُونَ النِّسَاءَ، وَيَرْكَبُونَ الدَّوَابَّ، يَنَامُونَ
وَيَسْتَرِيحُونَ، وَلَمْ تَجْعَلْ لَنَا مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا، فَاجْعَلْ لَهُمُ
الدُّنْيَا وَلَنَا الْآخِرَةَ. فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: لَا أَجْعَلُ مَنْ
خَلَقْتُهُ بِيَدِي، وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي، كَمَنْ قُلْتُ لَهُ: كُنْ،
فَكَانَ"
Ibnu Asakir telah meriwayatkan
melalui jalur Muhammad ibnu Ayyub Ar-Razi, bahwa telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Ali ibnu Khalaf As-Saidalani, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Usman ibnu Hisn ibnu
Ubaidah ibnu Allaq; ia pernah mendengar Urwah ibnu Ruwayyim Al-Lakhami
mengatakan bahwa ia pernah mendapat hadis ini dari Anas ibnu Malik, dari
Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya malaikat berkata,
"Wahai Tuhan kami, Engkau telah menciptakan kami dan juga Bani Adam.
tetapi Engkau jadikan mereka dapat makan, minum, berpakaian, dan mengawini
wanita serta menaiki kendaraan. Mereka dapat tidur dan beristirahat, sedangkan
Engkau tidak menjadikan sesuatu pun dari itu bagi kami. Maka berikanlah dunia
kepada mereka dan berikanlah akhirat hanya untuk kami.” Maka Allah Swt.
berfirman, "Aku tidak akan menjadikan orang yang telah Aku ciptakan dengan
tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya sebagian dari roh (ciptaan)-Ku,
seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan mengatakan kepadanya, 'Jadilah
kamu!' Maka terjadilah dia.”
قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدَانُ بْنُ أَحْمَدَ،
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ تَمَّامٍ، عَنْ
خَالِدٍ الْحَذَاءِ، عَنْ بِشْرِ بْنِ شِغَاف عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"مَا شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ ابْنِ
آدَمَ". قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ؟ قَالَ: "وَلَا
الْمَلَائِكَةُ، الْمَلَائِكَةُ مَجْبُورُونَ بِمَنْزِلَةِ الشَّمْسِ
وَالْقَمَرِ"
Imam Tabrani mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abdan ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Umar
ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Tamam, dari Khalid
Al-Hazza, dari Bisyr ibnu Syaggaf, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang
mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada sesuatu pun yang
lebih dimuliakan oleh Allah pada hari kiamat selain dari anak Adam (manusia).
Ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, para malaikat juga tidak
dimuliakan-Nya?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Malaikat
pun tidak, mereka adalah makhluk yang dipaksa, kedudukannya sama dengan
matahari dan bulan.
Hadis ini garib sekali.
3. Surat Ar-Ra’d ayat 11
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ
بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ
أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ
مِن وَالٍ ١١
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS.
Ar-Ra’d 13 : 11).
Ø Mufradat
مُعَقِّبَٰتٞ :
malaikat-malaikat, yakni ada yang menjaga dimalam hari dan ada yang menjaga di
siang hari yang berjumlah 4 malaikat.
بَيۡنِ
يَدَيۡهِ :
di depan dan di belakang, yakni depan,belakang,
samping kiri, samping kanan.
يَحۡفَظُونَهُۥ : menjaganya,
yakni atas perintah Allah swt.
Ø Penjelasan
لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ
بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu menjaga hamba Allah secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada pula
yang di siang hari untuk menjaganya dari dari hal-hal yang buruk dan
kecelakaan-kecelakaan. Sebagaimana bergiliran pula kepadanya malaikat-malaikat
lainnya yang yang bertugas mencatat semua amal baik dan buruknya, mereka
menjaganya secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada yang di siang hari,
yaitu di sebelah kanan dan sebelah kirinya yang bertugas mencatat semua amal
perbuatan hamba yang bersangkutan. Malaikat yang ada di sebelah kanannya
mencatat amal-amal baiknya, sedangkan yang ada di sebelah kirinya mencatat
amal-amal buruknya.
Selain itu ada dua malaikat lain lagi
yang bertugas dan memeliharanya, yang satu ada di belakangnya, yang satunya
lagi ada di depan. Dengan demikian, seorang hamba dijaga oleh empat malaikat di
siang dan malam harinya secara bergantian. Yaitu malaikat yang yang menjaga dan
mencatat. seperti
yang disebutkan di dalam hadis sahih:
"يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ
مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ
الصُّبْحِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ، فَيَصْعَدُ إِلَيْهِ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ
فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بكم: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟
فَيَقُولُونَ: أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ
يُصَلُّونَ"
“Malaikat-malaikat di malam hari dan
malaikat-malaikat di siang hari silih berganti menjaga kalian, dan mereka
berkumpul di waktu salat Subuh dan salat Asar. Maka naiklah para malaikat yang
menjaga kalian di malam hari, lalu Tuhan Yang Maha Mengetahui keadaan kalian
menanyai mereka, "Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?”
Mereka (para
malaikat malam hari) menjawab, "Kami datangi mereka sedang mereka dalam
keadaan salat dan kami tinggalkan mereka sedang mereka dalam keadaan
salat."
Di dalam hadis lain disebutkan:
"إِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لَا
يُفَارِقَكُمْ إِلَّا عِنْدَ الْخَلَاءِ وَعِنْدَ الْجِمَاعِ، فَاسْتَحْيُوهُمْ
وَأَكْرِمُوهُمْ"
“Sesungguhnya bersama kalian selalu
ada malaikat-malaikat yang tidak pernah berpisah dengan kalian, terkecuali di
saat kalian sedang berada di kakus dan ketika kalian sedang bersetubuh, maka
malulah kalian kepada mereka dan hormatilah mereka.”
Ali
ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah (Ar-Ra'd:
11) Yang bergiliran dari Allah adalah para malaikat-Nya.
Ikrimah
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: mereka
menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Para malaikat itu ditugaskan
untuk menjaganya di depan dan di belakangnya. Apabila takdir Allah telah
memutuskan sesuatu terhadap hamba yang bersangkutan, maka para malaikat itu
menjauh darinya.
Para malaikat itu ditugaskan untuk
menjaganya di depan dan di belakangnya. Apabila takdir Allah telah memutuskan
sesuatu terhadap hamba yang bersangkutan, maka para malaikat itu menjauh
darinya.
Mujahid mengatakan bahwa tiada
seorang hamba pun melainkan ada malaikat
yang ditugaskan untuk menjaganya di saat ia tidur dan di saat ia terbangun,
yakni menjaganya dari kejahatan jin,
manusia, dan hewan buas. Tiada sesuatu pun makhluk itu yang datang kepada hamba
yang bersangkutan dengan tujuan untuk memudharatkannya, melainkan malaikat
penjaga itu berkata kepadanya, “pergilah ke belakngmu!” kecuali apabila ada
sesuatu yanag ditakdirkan oleh Allah, maka barulah dapat mengenainya.
Firman Allah Swt.:
يَحۡفَظُونَهُۥ
مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ
“mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11)
Menurut
suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mereka menjaganya atas perintah dari
Allah Swt. Demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dan lain-lainnya,
dari Ibnu Abbas. Pendapat ini dipegang oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim
An-Nakha'i, dan lain-lainnya.
Abu
Mijlaz mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani Murad datang kepada Ali r.a.
yang sedang salat, lalu lelaki itu berkata, "Hati-hatilah engkau, karena
sesungguhnya ada sejumlah orang dari Bani Murad yang ingin membunuhmu."
Maka Ali r.a. menjawab, "Sesungguhnya setiap orang lelaki selalu ditemani
oleh dua malaikat yang menjaganya dari hal-hal yang tidak ditakdirkan untuknya.
Apabila takdir telah datang untuknya, maka kedua malaikat itu menjauh darinya.
Sesungguhnya ajal itu adalah benteng yang sangat kuat."
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Potensi adalah sesuatu yang bisa
kita kembangkan (Majdi, 2007:86). Potensi diri manusia adalah kemampuan dasar
yang dimiliki manusia yang masih terpendam di dalam diriya yang menunggu untuk
diwujudkan menjadi suatu manfaat nyata dalam kehidupan diri manusia.
Manusia memiliki beragam potensi
diantaranya adalah (Nashori, 2003:89) potensi berpikir (menghasilkan pemikiran
baru), potensi emosi (memiliki sikap menghargai, mencintai), potensi fisik, dan
potensi sosial.
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh
Allah SWT tidak lain hanya untuk mengabdi dan beribadah. Dan juga bertugas
untuk mengemban amanah untuk mengelola dan memamfaatkan kekayaan yang terdapat
di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin.
Ada tiga alasan penyebab awal kenapa
manusia emerlukan pendidikan, yaitu: pertama, dalam tatanan kehidupan
masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada
generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan
terpelihara. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai intelektual, seni, politik,
ekonomi, dan sebagainya. Kedua, alam kehidupan manusia sebagai individu,
memiliki kecendrungan untuk dapat mengembnagkan potensi-potensi yang ada
dalamdirinyaseoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut, manusia perlu suatu
sarana. Saran itu adalah pendidikan. Ketiga, konvergensi dari kedua tuntutan di
atas yang pengaplikasiannya adalah lewat pendidikan.
Dari
beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat
diambil kesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
1. Potensi
agama : mengabdikan diri kepada sesuatu yang memiliki kekuasaan tertinggi
(Allah).
2. Potensi
akal yang mencangkup spiritual : menyebabkan manusia dapat meningkatkan dirinya
melebihi makhluk-makhluk lainnya.
3. Potensi
fisik atau jasadiah
4. Potensi
rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu
DAFTAR RUJUKAN
Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir
Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 13, Bandung, Sinar Baru Algensindo,
2003
Al-Imam Abu Fida Isma’il Ibnu Kasir
Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 15, Bandung, Sinar Baru Algensindo,
2003
Samsul
Nizar, 1999, Peseta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam: Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, IAIN Imam Bonjol Press: Padang
No comments:
Post a Comment