Friday 20 April 2018

MAKALAH MENAJMEN DAN SUPERVISI PENDIDIKAN WAWASAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI



BAB I
PENDAHULUAN
1)      Latar Belakang
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pegaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Sedangkam kompetensi merupakan panduan antara pengetahuan, kemampuan dan penerapanyang dapat diamati dan di ukur. Kirikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum pertama di era otonomi daerah, sebagai kewenangan pemerintah dalam mengembangkan kurikulum dilempahkan  kepada pemerintah daerah dan satuan pendidikan.
2)      Rumusan Masalah      
a.       Apa Pengertian kurikulum berbasis kompetensi?
b.      Kenapa kurikulum berbasis kompetensi?
c.       Bagaimana Karakteristik KBK?
d.      Apa Tujuan KBK?
e.       Bagaimana Pengembangan KBK?
f.       Apa perbedaan KBK dan KTSP?
g.      Apa prinsip KBK dan KTSP?
h.      Bagaimana penerapan kompetensi dalam pembelajaran?
i.        Apa kerangka dasar dan struktur kurikulum?
3)      Tujuan
a.       Untuk mengetahui pengertian kurikulum berbasis kompetensi
b.      Untuk mengetahui  kurikulum berbasis kompetensi
c.       Untuk mengetahui karakteristik KBK
d.      Untuk mengetahui tujuan KBK
e.       Untuk mengetahui pengembangan KBK
f.       Untuk mengetahui perbedaan KBK dan KTSP
g.      Untuk mengetahui prinsip KBK dan KTSP
h.      Untuk mengetahui penerapan kompetensi dalam pembelajaran
i.        Untuk mengetahui  kerangka dasar dan struktur kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
WAWASAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

A.    Pengertian kurikulum berbasis kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang disosialisasikan sejak pertengahan tahun 2001 oleh Depertemen Pendidikan Nasional (tahun yang diterapkan secara resmi pada tahun ajaran 2004\2005) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dilaksanakan mulai tahun 2006/2007 (melalui peraturan menteri Pendidksn Nasional Nomor 24 Tahun 2006 dan ingin mengantisipasi perubahan dan tututan masa depan yang akan dihadapi siswa sebagai generasi penerus bangsa.
KBK yang telah digunakan dibeberapa negara, seperti di singapura, australia dan inggris (Boediono dan Ella, 1999) di indonesia baru dilaksanakan secara bertahap disemua jenjang pendidikan mulai tahun ajaran 2002, dan dilaksanakan secara menyeluruh pada tahun ajaran 2004. Hanya saja, setelah sekian tahun berjalan, hasilnya belum signifikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1.      Konsep KBK belum difahami secara benar oleh guru sebagai ujung tombok dikelas.
2.      Kurikulum yang terus mengalami perubahan.
3.      Belum adanya panduan strategi bembelajaran yang tepat
Kegagalan KBK dibenahi dan disempurkan dengan munculnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dengan KTSP ini diharapkan celah kelemahan dan kekurangan KBK dopat diatasi atau ditanggulangi, baik pada tataran perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, pembelajaran berbasis kompetensi sebagaimana harapan KBK dan KTSP  harus dilaksanakan disemua kelas pada satuan pendidkan dasar dan menengah. Hal ini berarti guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang strategi dan mata pelajaran yang diajarkan, minimal guru harus mempunyai panduan dalam bentuk pegangan ketika akan melaksanakan pembelajaran dikelas.
Upaya pemerintah menanggulangi hal tersebut pemerintah mengeluarkan peraturan menteri pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dan peraturan menteri pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dan menengah. Dan untuk menjawab ketidak berhasilan tersebut, bahkan melalu peraturan menteri pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan peraturan menteri pendidikan Nasional tentang standar isi dan standar kompetensi pada pasal 1 dan pasal 2 .
B.      Mengapa Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Kompetensi (competence), menurut Hall dan Jones (1976), adalah perrnyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur,
Spencer dan spencer ( dalam ylaelawlawati, 2004) mengatakan bahwa kompetensi merupakan karaktristik mendasar seseorang yang berhubungan timbal balik dengan suatu kriteria efektif atau kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan. Ini berarti bahwa kompetensi tersebut cukup mendalam dan bertahan lama sebagai bagian dari kepribadian seseorang sehingga dapat digunakan untuk memprediksi tingkah laku seseorang ketika berhadapan dengan berbagai situasi dan masalah. Kompetensi dapat menentukan dan memprediksi apakah seseoarang dapat bekerja deng spesifik, tertentu atau standar.
Merdapi dan dkK merumuskan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan kedual hal tersebut dalam melaksanakan tugas dilapangan kerja.
Ricards (2001) mengatakan bahwa istilah kompetensi mengacu kepada prilaku yang dapat diamati, yang diperlukan untuk menuntaskan kegiatan sehari-hari agar berhasil. Jika dilihatdari sudut pandang ricard, maka hasil pembelajaran seharunya juga dirumuskan sesuai dengan harapan pihak-pihak yang akan menggunakan lulusan sekolah sehingga rumusannya berhubngan dengan tugas dan pekerjaan yang akan dilakukan oleh siswa.
Puskur, Balitbang, Depdiknas (2002) memberikan rumusan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang direflleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar untuk melakukan sesuatuampilan, dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Namun yang jelas, berbagai rumusan tentaang kompetensi tersebut pada dasarnya adalah daya cakap, daya rasa, dan daya tindak seseoarang yang siap diaktualisasi ketika menghadapi tantangan kehidupannya, baik pada masa kini maupun masa yang akan datang.
Menurut Bloom, dkk.(1956) menganalisis kompetensi menjadi tiga aspek yang masing-masing mempunyai tingkatan yang berbeda yaitu:
1.      Kompetensi kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman dan perhatian.
2.      Kompetensi afektif yang meliputi nilai, sikap, minat dan apresiasi.
3.      Kompetensi psikomotorik.
Menurut Hall dan Jones membedakan kompetesi menjadi lima jenis yaitu:
1.      Kompetensi kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman dan perhatian.
2.      Kompetensi afektif yang meliputi nilai, sikap, minat dan apresiasi.
3.      Kompetensi penampilan yang meliputi kompetensi penampilan fisik atau psikomotorik.
4.      Kompetensi produk, yang meliputi keterampilan melakukan perubahan.
5.      Kompetensi eksploratif atau ekspresif, yang menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai kegunaan dalam prospek kehidupan.
Pembelajaran berbasis kompetensi menekankan pembelajaran kearah penciptaan dan peningkatan serangkaian kemempuan dan potensi siswa agar bisa mengantisipasi tantangan aneka kehidupannya. Berarti, apabila selama ini orientasi pembelajaran lebih ditekankan pada aspek oengetahuan dan target materi yang cenderung verbalistis dan kurang memiliki daya terap, saat ini lebih ditekankan pada aspek kompetensi dan target keterampilan , melalui pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan mutu lulusan lebih bermakna dalam kehidupannya.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagaai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SNP).
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Depdiknas, 2003). Kompetinsi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya dapat diukur dan diamati. Kompetinsi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual. Kompetensi adalah pengetahuan (kognitif) yang dimiliki oleh seseorang, harus diwujudkan dalam bertindak (psikomotor) dan bersikap (efektif). Jadi, ada kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dengan tindakan dan sikapnya dalam kehidupan sehari-hari (Widyastono, 2013).
C.     Karakteristik KBK
Dari uraian latar belakang munculnya KBK, kita dapat menagkap dua makna yang terirat. Pertama, KBK mengharapkan adanya hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna. Kedua, KBK memberikan peluang pada siswa sesuai dengan keberagaman yang dimiliki masing-masing. Makna pertama mengandung pengertian, dalam KBK siswa tidak sekedar dituntut untuk memahami sejumlah konsep, akan tetapi bagaimana pemahaman konsep tersebut berdampak terhadap perilaku dan pola pikir sehari-hari. Inilah hakikat pengalaman belajar yang bermakna yaitu bahwa pengembangan kompetensi diarahkan untuk memberi keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam masyarakat yang cepat berubah, penuh persaingan dan tantangan, penuh ketidakpastian dan ketidakmenetuan. Dalam konteks pembelajaran yang bermakna, proses pembelajaran di sekolah harus menjadi pengalaman bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan belajarnya di masyarakat. Siswa dituntut untuk terus belajar sesuai dengan tantangan masyarakat yang terus berubah.
Makna yang kedua adalah dalam KBK menghargai bahwa setiap siswa memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda. KBK memberikan peluang kepada setiap siswa untuk belajar sesuai dengan keberagaman dan kecepatan masing-masing. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus didesain agar dapat melayani setiap keberagaman tersebut. Misalnya dalam pemanfaatan sumber belajar, KBK menuntut keragaman penggunaan sumber belajar secara optimal. Siswa dituntut untuk dapat menggunakan berbagai sumber informasi, yang tidak hanya mengandalkan dari mulut guru, akan tetap dari sumber lainnya termasuk dari media elektronik. Oleh karena itu kemajuan bidang teknologi khususnya teknologi informasi, memungkinkan siswa bisa belajar dari berbagai sumber belajar sesuai dengan minat, kemampuan, dan kecepatan masing-masing.
Berdasarkan makna tersebut, maka KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga karakteristik utama, yaitu;
1.      KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa. Artinya melalui KBK diharapkan siswa memiliki kemampuan standar minimal yang harus dikuasai.
2.      Implementasi pembelajaran dalam KBK mnekankan kepada proses pengalaman dengan memperhatikan keberagaman setiap individu. Pembelajaran tidak sekedar diarahlan untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana materi itu dapat menunjang dan mempengaruhi kemampuan berpikir dan kemampuan bertindak sehari-hari.
3.      Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil dan proses belajar. Kedua sisi evaluasi itu sama pentingnya sehingga pencapaian standar kompetensi dilakukan secara utuh yang tidak hanya mengukur aspek pengetahuan saja, akan tetapi sikap dan keterampilan.
Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik KBK secara lebih rinci sebagai berikut:
1.      Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Ini mengandung pengertian bahwa KBK menekankan pada ketercapaian kompetensi. Artinya isi KBK pada intinya adalah sejumlah kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, kmpetensi inilah yang selanjutnya dinamakan standar minimal atau kemampuan dasar.
2.      Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Ini artinya, keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikaor inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat tergantung pada kemampuan siswa. Sebab diyakini, siswa memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.
3.      Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya, sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode yang digunakan dalam proses pembelajaran harus bersifat multimetode. Hal ini dimaksudkan untyk merangsang kemampuan berpikir siswa. Bahwa  belajar sebagai proses menerima informasi dari guru, dalam KBK harus ditinggalkan. Belajar adalah proses mncari dan menemukan. Belajar adalah proses mengonstruksi pengetahuan oleh siswa. Oleh sebab itu proses pembelajaran harus bervariasi.
4.      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi, dewasa ini siswa bisa belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia. Guru, dalam pembelajaran KBK, guru bukan sebagai satu-satuya sumber belajar. Guru berperan hanya sebagai fasilitator untuk mempermudah siswa belajar dari berbagai macam sumber belajar.
5.      Penilian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan pembelajaan KBK tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat mengauasai isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara mereka menguasai pelajarn tersebut. Oleh sebab itu, KBK menempatan hasil dan proses belajar sebagai dua sisi yang sama pentingnya.
D.    Tujuan KBK
Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk menghadapi perannya di masa datang dengan mengembangkan sejumlah kecakapan hidup. Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berni menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Secara khusus kecakapan hidup itu bertujuan untuk:
a.       Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi.
b.      .Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidkan berbasis luas.
c.       Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah dengan memberikan peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan manajemen berbasis sekolah, (Wina, 2005:12)
E.     Pengembangan KBK
Pengembangan KBK sebagai pedoman dan alat pendidika bagi guru, didasarkan pada tiga asas pokok yaitu:
1.       Asas filosofis yang berkenaan dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Sistem nilai erat kaitannya dengan arah dan tujuan yang harus dicapai. Kurikulum pada hakikatnya berfungsi sebagai alat pendidikan untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat mempertahankan dan mengembangkan sistem nilai masyarakatnya sendiri. Itulah sebabnya, dalam pengembangan KBK, filsafat sebagai sistem nilai menjadi sumber utama dalam merumuskan tujuan dan arah pendidikan.
Di Indonesia, sistem nilai yang berlaku adalah Pancasila, oleh sebab itu membentuk manusia yang Pancasialis merupakan tujuan dan arah dari segala ikhtisar berbagai level dan jenis pendidikan. Dengan demikian, isi KBK yang disusun harus memuat dan mencerminkan nlai-nilai Pancasila.
Tujuan pendidikan sebagaimana termuat dalam undang-undang tersebut, harus dipahami dan disadari oleh setiap pengembang kurikulum. Sebab, apapun yang direncanakan dan dikembangkan serta dilaksanakan dalam setiap proses pendidikan pada akhirnya harus bermuara pada pengembangan potensi setiap anakagar mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, memiliki akhlak yang mulia manusia yang sehat, berilmu, cakap, dan lain sebagainya.
Pemahaman guru pada setiap jenjang dan jenis pendidikan terhadap tujuan akhir pendidikan sangat diperlukan. Oleh sebab keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh setiap guru yang langsung berhadapan dengan siswa sebagai subjek belajar. Denga pemahaman akan tujuan pendidikan itu, maka setiap guru tidak akan merasa bahwa mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, akan tetapi bagaimana materi peljaran itu dapat berkontribusi terhadap pembentukan manusia beriman dan bertakwa sesuai dengan sistem nilai yang berlaku.
2.      Asas psikologis yang berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perkembangan peserta didik. Mengapa KBK harus didasarkan pada asas psikologis? Alasannya (1) secara psikologis anak didik memiliki perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya. (2) anak adalah organisme yang sedang berkembang. Pada setiap tahapan perkembangannya mereka memiliki karakteristik dan ciri tertentu. Dengan demikian baik tujuan, isi, dan strategi pengembangan KBK harus memperhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak.Pemahaman tentang anak bagi seorang pngembang kurikulum termasuk guru sangatlah penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat menyebakan kesalahan arah dan kesalahn praktik pendidikan.
3.      Pengembangan KBK juga didasarkan kepada asas sosiologis dan teknologis. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Masyarakat tidak bersifat statis. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan hanya terjadi pad sistem nilai, akan tetapi juga pada pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil kemampuan berpikir manusia telah membawa umat manusia pada masa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Namun demikian, segala kemajuan yang telah mampu diraih oleh umat manusia itu, bukan tanpa masalah. Pada kenyataannya terdapat berbagai efek negatif yang justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri.
Munculnya permasalaha-permasalahan baru in menyebabkan kompleksitas tugas-ugas pendidikan yang diemban oleh sekolah. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Sesuai dengan perubahan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tugas sekolah, kini diserahkan kepala sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga harus memberi keterampilan terentu serta menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai. Sesuai dengan perubahan dan lompatan-lompatan yang sangat cepat itu, maka KBK yang berfungsi sebagai alat pendidikan, harus menyesuaikan degan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya. Penyesuaian kurikulum terhadap berbagai fenomena yang muncul, dapat dilihat dari struktur dan isi KBK itu sendiri, (Wina, 2005:17).
F.      perbedaan kurikulum berbasis kompetnsi (KPK) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan   KTSP.
Puskur (2001) menyatakan bahwa KBK merupakan seperangkat rencana atau pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta memberdayakan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut mengisyaratkan bahwa KBK dikembangkan bertujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mempuni dan membangun identitas budaya dan bangsa. Dalam arti, melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memilki kompetensi atau kemampuan akademik yang baik, keterampilan untuk menunjang hidup yang memadai, pengembanyan moral yang terpuji, membentuk karakter yang kuat, kebiasaan hidup yang sehat,semangat bekerjasama yang   kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar.
Sedangkan kurikulum satuan tingkat pendidikan (Kakan penyTSP) yang merupakan penyempurna dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan /sekolah.
Berdasarkan pengertian diatas jadi perbedaan esensial antara KBK dan KTSP tidak ada. Keduanya  sama-sama seperangkat  rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar pesert didik. Hanya saja perbedaannya nampak pada teknis pelaksanaannya, jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan.
G.     prinsip-prinsip KBK dan KTSP
1.      Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur.
2.      Penguatan integrasi nasional.
3.      Keseimbangan antara etika, logika, estetika, dan kinestika
4.      Kesamaan memperoleh kesempatan.
5.      Abad pengetahun dan tenologi informasi.
6.      Pengembangan kecakapan hidup.
7.      Belajar sepanjang hayat.
8.      Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif.
9.      Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Prinsip-prinsip tersebut dikembangkan dan diterapkan dalam rangka melayani dan membantu siswa mengembangkan dirinya secara optimal, baik kaitannya dengan tuntunan studi lanjut, memasauki dunia kerja, maupun belajar sepanjang hayat secara mandiri dalam masyarakat.
H.    Penerapan kompetensi dalam pembelajaran
Dalam rangka pencapaian standar kompetensi perlu upaya-upaya terencana dan konkret berupa kegiatan pembelajaran bagi siswa. Kegiatan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan kompetensi, baik ranah kognitif, efektif, maupun psikomotori, karena itu, keahlian guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan standar kompetensi yang akan dicapai , strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan penciptaan belajar yang menyenangkan, sangat diperlukan.
Pembahasan rasional pengembangan kurikulum 2014 memiliki konsep dasr kurikulum berbasis kompetensi, berbagai faktor yang mempengaruhi penyempurnaan kurikulum, landasan penyempurnaan kurikulum, dan acuan penyempurnaan kurikulum.
1.      Faktor-Faktor Pengembangan
Upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup penegembangan dimensi manusia indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olahraga, dan perilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut, bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life skills) yang diwujudkan melalui pencapaian kompetinsi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri dan berhasil di masa datang. Dengan demikian, peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan (Depdiknas, 2003)
2.      Landasan
Penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan peserta didik yang dimaksudkan di atas diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, yaitu:
a.       Perubahan keempat UUD 1945 Pasal 31 tentang Pendidikan.
b.      Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
c.       Undang-undang Nomer 22 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional.
d.      Undang-undang Nomer 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
e.       Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, dinyatakan bahwa kewenangan pemerintah dalam bidang pendidikan, diantaranya:
a.       penetapan standar kompetinsi peserta didik dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional, dn penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelakanaannya.
b.      Penetapan standar materi pelajaran pokok
c.       Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah (Depdiknas 2003).
3.      Acuan Pengembangan Kurikulum
Acuan pengembangan kurikulum 2004 adalah sistem pendidikan nasional, era globalisasi, wajib belajar 9 tahun, standar pelayanan minimal, dan teori kurikulum (Depdiknas, 2003)
a.       Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional dikembangkan berdasarkan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Pancasila merupakan landasan utama, yang berakar dari dua pandangan tentang maanusia Indonesia dan pandangan tentang pendidikan itu sendiri.
Secara filosofis, pendidikan nasionaal dipandang sebagai suatu pranata sosial yang berinteraksi dengan pranaata-pranaata sosial lainnya, seperti ekonomi, politik dan hukum.
Landasan sosiologis digunakan karena pendidikan merupakan pranata sosioal yang penting bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang demokratis.
Secara sosiologis, pendidikan nasional dirancang untuk: 1) mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan rekonstruksi dan segala persoalan kemasyarakatan yang muncul, seperti disentegrasi sosial, konflik antaresnis, dan kekerasan; (2) mengurangi disparitas sosial ekonomi yang semakin tajam akibat dari perbedaan akses terhadap sumber daya yang terjadi di masyarakat; (3) memperkuat jati diri dalam era komuniksi tanpa batas, tanpa mengisolasi diri dari peraturan informasi tersebut.
Landasan yuridis digunakan agar sistem pendidikan nasional memiliki legitimasi berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Dasar 1945, merupakan landasan yuridis yang menunjukkan bahwa pendidikan memiliki peran penting untuk menjamin terjadinya perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa indonesiaa yang maju dalam tatanan kehidupan nasional.
b.      Era globalisasi
Globalisasi membawa dampak trhadap dunia pendidikan, terutama sebagai suatu wahana untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu mengendalikan dan memanfaatkan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh proses globalisasi itu. Pendidikan menyiapkan peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan, seperti kompetensi keagamaan, akademik, ekonomi, dan sosial-pribadi (Deepdiknas, 2003).
Pendidikan pada era globalisasi seharusnya berkaitan dengan:
1.      Pemahaman mengenai budaya silang, yang mengakui keberdaan lebih dari satu sudut pandang dan belajar melihat dunia dari perspektif yang berbeda.
2.      Pembelajaran yang holistik, yang membawa berbagai disiplin ke suatu isu besar dan meliputi berbagai pendekatan dalam pembelajaran.
3.      Pelibatan potensi masyarakat, yang dapat menjalin hubungan yang akrab anatara lingkungan masyarakat dengan sekolah.
Dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      Pendekatan studi yang brorientasi dunia dengan cra integratif untuk memahami dunia.
2.      Fokus terhadp dunia dalam perspektif sejarah yang menyerap perspektif dunia secara komprehensif.
3.      Pendidikan sebagai landasan pengembangan ekonomi dalam arti komponen utama dari daya saing ekonomi adalah daya saing pendidikan.
4.      Fokus terhadap pendekatan interdisipliner untuk meningkatkan pemahaman terhadap isu utama dalam mengintegrasikan perspektif internasional.
5.      Pelaksanaan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) untuk memahami peningkatan pluralistik dalam masyarakat(Depdiknas, 2003).
c.       Wajib belajar 9 tahun
Dalam pelaksanaan wajib belajar 9 tahun ini dikandung maksud upaya peningkatan kualiatas sumber daya manusia, terutama ditinjau dari kualitas intelektualnnya. Meskipun demikian dalam pelaksanaanya program ini masih mengalami sejumlah kendala, diantaranya:
1.      Masih rendahnya kesadaran sebagian anggota masyarakat terhadap pentingya pendidikan.
2.      Tingginya angka putus sekolah pada SD dan SLTP, serta masih rendahnya angka melanjutkan ke SLTP.
3.      Masih rendahnya angka partisipasi baik kasar maupun murni pada tingkat SLTP (Balitbang Depdiknas, 2000).
d.      Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 053/U/2001 tentan pedoman Penyusunan Pelayanan Minimal, penyelenggaraan persekolahan bidang pendidikan dasar dan menengah diantaranya didasarkan atas pertimbangan bahwa berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi kewenangan bagi daerah kabupaten dan kota dalam penyelenggaraan pendidikan. Pedoman penyusunan Standar Pelayanan Minimal bertujuan untuk memberi acuan bagi provinsi berkenaan dengan pelayanan minimal yang wajib diberikan oleh daerah kabupaten/kota agar penyelenggaran pelayanan persekolahan masyarakat dengan indikator yang telah ditentukan.
Dalam menyusun standar pelayanan minimal diantara aspek-aspek yang hrus dimuat adalah standar kompetensi dan kurikulum/program kegiatan belajar. Hal ini berarti bahwa kemampuan minimal yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik dan kurikulum (yang melipiti susunan program, materi pelajaran, strategi belajr mengajar, bahasa pengantar, penilaian, dan bimbingan) harus ditetapkan oleh provinsi dan setiap kabupaten/kota di provinsi itu menerapkannya dalam penyelenggaran persekolahan, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah.
e.       Teori Kurikulum
Kurikulum merupakan perangkat pendidikan yang dinamis. Berdasrkan studi yang dilakukan oleh NIER (1999, dalam Depdiknas,2003b), model kurikulum yang digunakan diberbagai negara dapat dikelompokkan ke dalam tiga model yaitu:
1.      Kurikulum yang berbasis konten atau topik (content base curriculum).
2.      Kurikulum yang berbasis hasil atau kompetensi (outcome or competency base curriculum)
3.      Campuran kedua model tersebut.
Menurut Richard dan Tittle (1980) kompetensi antara lain memiliki unsur integrasi dan aplikasi yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah pengetahuan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni dalam tindakan dan sikap hidup sehari-hari (Widyastono, 2007).
I.       Kerangka dasar dan struktur kurikulum
1.      Landasan
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi berlandaskan pada pungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaiman yang tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 tentan SNP. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadinmanusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
2.      Prinsip-prinsip Pengembangan
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut (Depdiknas, 2003b).
a.       Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya
b.      Penguatan integritas nasional
c.       Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetik
d.      Kesamaan memperoleh kesempatan
e.       Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi
f.       Pengembangan kecakapan hidup
g.      Belajar sepanjang hayat
h.      Berpusat pada anak
i.        Pendekatan menyeluruh dan kemitraan
3.      Diverifikasi Kurikulum
Diverifiikasi kurikulum adalah kurikulum yang disesuaikan, diperluas, dan diperdalam atau dirancang untuk melayani keberagaman kemampuan dan minat peserta didik, serta kebutuhan dan kemampuan daerah dan sekolah ditinjau dari segi geografis dan budaya.
Diversifikasi kurikulum yang melayani keberagaman kemampuan peserta didik diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu,
a).  normal
b). sedang
c). tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wawasan dari kurikulum berbasis kompetensi diantaranya:
Pengertian kurikulum berbasis kompetensi, kurikulum berbasis kompetensi, karakteristik KBK, tujuan KBK, pengembangan KBK, perbedaan KBK dan KTSP, prinsip KBK dan KTSP, penerapan kompetensi dalam pembelajaran, kerangka dasar dan struktur kurikulum.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer