Wednesday, 3 January 2018

MAKALAH “ULUMUL QUR’AN ” (ASBAB AN– NUZUL)


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut. Asbabun nuzul  mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar Qur'an pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah SWT.
B.  Rumusan Masalah
·      Apa pengertian dan macam-macam dari Asbab Al- Nuzul itu ?
·      Bagaimana bentuk ungkapan-ungkapan Asbab Al-Nuzul ?
·      Apakah urgensi dan kegunaan Asbab Al-Nuzul ?
·      Bagaimanakah cara kita mengetahui Asbab Al-Nuzul ?
C.  Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar kita bisa lebih mengenal tentang silsilah Asbabun Nuzul dan lebih memudahkan kita untuk mempelajari lebih jauh lagi sehingga dalam proses mempelajarinya kita tidak menemukan kesulitan.

A.  Pengertian  dan macam-macam asbabun nuzul
1.    Pengertian Asbab Al-Nuzul
Menurut bahasa, asbabun nuzul berarti sebab turunnya ayat-ayat Al-Quran. Sedang menurut istilah, asbabun nuzul berarti sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat itu akan memberi jawaban terhadap sebab itu atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut atau sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Quran, sebab itu berbentuk peristiwa atau berbentuk pertanyaan.
Sebab-sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga (3) macam, yaitu :[1]
1) Berupa pertengkaran
Seperti perselisihan berkecamuk yang terjadi antara golongan suku Aush dan golongan dari suku Khajrat. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik atau hasil adu domba yang disulut oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka berteriak dengan mengatakan “senjata-senjata”. Peristiwa tersebut melatarbelakangi turunnya ayat surat Ali-Imron Q.S (2): 100
100.  Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al- Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.
Hal ini merupakan cara terbaik untuk menjauhkan orang dari perselisihan, dan merangsang orang-orang pada sikap lemah lembut dan kasih sayang.

2) Berupa kesalahan serius
Seperti peristiwa seorang sahabat  yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk, sehingga mengalami kekeliruan dalam membaca surat setelah Al-Fatihah. Surat yang dimaksud adalah surat Al-Kafirun yang dibacanya sebagai berikut:

Tanpa membaca atau mengucapkan huruf “la” pada ayat

Sehingga peristiwa itu menyebabkan turunnya firman Allah yang berbunyi

43.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun
3)    Berupa Cita-Cita dan Keinginan
Seperti kesesuaian-kesesuaian hasrat dan keinginan Umar bin Khatab dengan ketentuan-ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an.
Sebab-sebab turun ayat dalam bentuk pertanyaan ada tiga (3) macam, yaitu :[2]
·      Berhubungan dengan peristiwa masa lalu;
·      Berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu;
·      Berhubungan dengan masa yang akan datang.
Asbabun Nuzul juga dapat didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, asbabun nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat al-qur’an, macam-macamnya, sight (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah dalam mempelajarinya.
Untuk menafsirkan Qur’an ilmu asbabun nuzul sangat diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan dalam bidang ini, yaitu yang terkenal diantaranya ialah Ali bin Madani, guru Bukhari, Al-Wahidi , Al-Ja’bar , yang meringkaskan kitab Al-Wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu, syikhul Islam ibn Hajar yang mengarang satu kitab mengenai asbabun nuzul.
Pedoman dasar para ulama’ dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pembaritahuan seorang sahabat mengenai asbabun nuzul, al-wahidi mengatakan: “ tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab, kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya. Mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertian secara bersungguh-sungguh dalam mencarinya ”.[3]
Para ulama’ salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu mengenai asbabun nuzul mereka amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah diturunkan. Muhammad bin sirin mengatakan: ketika aku tanyakan kepada ‘ubaidah mengetahui satu ayat qur’an, dijawab: bertaqwalah kapada allah dan berkatalah yang benar. Orang-oarang yang mengetahui mengenai apa Qur’an itu diturunkan telah meninggal.
Maksudnya: para sahabat, apabila seorang ulama semacam ibn sirin, yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh sebab itu yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul.
Al-wahidi telah menentang ulama-ulama zamannya atas kecerobohan mereka terhadap riwayat asbabun nuzul, bahkan dia (Al-wahidi ) menuduh mereka pendusta dan mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan: “ sekarang, setiap orang suka mangada-ada dan berbuat dusta; ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan ancaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat ”.



2.    Macam-macam Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun dibagi dua, yaitu :[4]
1)   Ta’addud Al-Asbab wa Al-Nazil Wahid (sebab-sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu).
2)   Ta’addud Al-Nazil wa Al-Sabab Wahid (persoalan yang terkandung dalam ayat / sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu.
Jika ditemukan dua riwayat/lebih tentang sebab turunnya ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka kedua riwayat diteliti dan dianalisa.
Permasalahannya ada 4 bentuk :
1)   Satu sahih satu tidak, maka dipilih riwayat yang sahih dan menolak yang tidak sahih.
Contoh: QS. Ad-Dhuha ayat 1-3
2)   Keduanya sahih tapi salah satu punya penguat(murajjih), maka dipilih yang punya penguat.
Contoh:
QS. Al-Isra’ ayat 85 diriwayatkan oleh imam bukhari berdasarkan riwayat ibnu mas’ud
3)   Keduanya sahih dan tidak punya penguat, tapi keduanya dapat diambil sekaligus, maka penyelesaiannya dengan mengganggap banyaknya sebab turunnya ayat.
Contoh:
peristiwa turunnya QS. An-nur ayat 6-9 yang diriwayatkan oleh imam bukhari yang bersumber dari ibnu abbas
4)   Keduanya sahih, tidak punya penguat dan tidak diambil semuanya karena waktu peristiwanya jauh berrbeda, maka penyelesaiannya dengan mengganggap berulang-ulang ayat itu turun sebanyak asbabun nuzulnya.
Contoh: peristiwa turunnya QS. At-taubah ayat 113 berdasarkan hadits imam turmuzi yang bersumber dari ali ibnu abi thalib
B.  Ungkapan-ungkapan Asbabun Nuzul[5]
1.    Disebutkan dengan ungkapan jelas
2.    Tidak ditunjukkan dengan lafal sabab tapi mendatangkan lafal fa yang masuk kepada ayat di maksud secara langsung setelah pemaparan suatu peristiwa/kejadian.
3.    Dipahami secara pasti dari konteksnya.
4.    Tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas, tidak dengan mendatangkan fa yang menunjukkan sebab.
C.  Urgensi dan Kegunaan Asbabun Nuzul
Mempelajari dan mengetahui asbabun nuzul bagi turunnya Al-Quran sangat penting terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut hukum.
Kegunaan mengetahui asbabun Nuzul, yaitu :[6]
1.    Mengetahui rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan Agama-Nya melalui Al-Quran.
2.    Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitan.
3.    Dapat menolak dugaan adanya hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lainnya mengandung hasr (pembatasan).
4.    Dapat mengkhususkan (takhsis) hukum pada sebab.
5.    Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
6.    Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
7.    Mempermudah orang menghafal ayat-ayat Al-Quran serta memperkuat keberadaan wahyu dan ingatan orang-orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
D.  Pedoman mengetahui asbabun nuzul
Aisyah pernah mendengar ketika khaulah binti sa’labah mempertanyakan suatu hal kepada nabi bahwasannya dia dikenakan zihar. Oleh suaminya aus bin samit katanya: “ Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku”. Ya allah sesunguhnya aku mengadu kepadamu, aisyah berkata: tiba-tiba jibril turun membawa ayat-ayat ini; sesungguhnya allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni aus bin samit.
“Hal ini tidak berarti sebagai acuan bagi setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat”, karena tidak semua ayat qur’an diturunkan sebab timbul suatu peristiwa dalam kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat qur’an yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban islam dan syariat allah dalam kehidupan pribadi dan social.
Definisi asbabun nuzul yang dikemukakan pada pembagian ayat-ayat al-qur’an terhadap dua kelompok: Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan kedua, adalah kelompok yang turun dengan sebab tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut keimanan, kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbabun nuzul.[7]
Sahabat ali ibn mas’ud dan lainnya, tentu tidak satu ayatpun diturunkan kecuali salah seorang mereka mengetahui tentang apa ayat itu diturunkan seharusnya tidak dipahami melalui beberapa kemungkinan; Pertama, dengan pernyataan itu mereka bermaksud mengungkapkan betapa kuatnya perhatian mereka terhadap al-qur’an dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan dengannya. Kedua, mereka berbaik sangka dengan segala apa yang mereka dengar dan saksikan pada masa rasulullah dan mengizinkan agar orang mengambil apa yang mereka ketahui sehingga tidak akan lenyap dengan berakhirnya hidup mereka, bagaimanapun suatu hal yang logis bahwa tidak mungkin semua asbabun nuzul dari semua ayat yang mempunyai sebab al-nuzul bisa mereka saksikan. Ketiga, para periwayat menambah dalam periwatnya dan membangsakannya kepada sahabat.
Intensitas para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya wahyu, mereka bukan saja berupaya menghafal ayat-ayat al-qur’an dan hal-hal yang berhubungan serta mereka juga melestarikan sunah nabi, sejalan dengan itu al-hakim menjelaskan dalam ilmu hadist bahwa seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-qu’an diturunkan tentang suatu ( kejadian ) maka hadist itu dipandang hadist musnad, Ibnu al-shalah dan lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.
Asbabun Nuzul dengan hadist mursal, yaitu hadist yang gugur dari sanadnya seoarng sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada seorang tabi’in, maka riwayat ini tidak diterima kecuali sanadnya shahih dan mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti mujahid, hikmah dan said bin jubair. para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang shahih. Mereka tidak dapat menerima hasil nalar dan ijtihad dalam masalah ini, namun tampaknya pandangan mereka tidak selamanya berlaku secara mutlak, tidak jarang pandangan terhadap riwayat-riwayat asbabun nuzul bagi ayat tertentu berbeda-beda yang kadang-kadang memerlukan Tarjih ( mengambil riwayat yang lebih kuat ) untuk melakukan tarjih diperlukan analisis dan ijtihad.
E.  Pengetahuan tentang asbabun nuzul
Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi berkata:” tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat al-qur’an tanpa mangetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna al-qur’an”. Ibnu taimiyah berkata: mengetahui sebab turun ayat membantu untuk memahami ayat al-qur’an. Sebab pengetahuan tentang “sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).[8]
Namum sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua al-qur’an harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami, ahmad adil kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-qur’an melalui tiga cara:[9]
1.    Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
2.    Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
3.    Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok;
·       Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun nuzulnya.
·       Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut kisah dalam al-qur’an).
Kebanyakan ayat-ayat kisah turun tanpa sebab yang khusus, namun ini tidak benar bahwa semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya, bagaimanpun sebagian kisah al-qur’an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya.

Kesimpulan
Setelah mempelajari dan melihat pembahasan yang telah dijabarkan panjang lebar diatas, dapat kami simpulkan bahwasannya:
1.    Asbabun nuzul didefinisikan 
“ sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, serta memiliki faedah didalamnya.
2.    Cara turunnya Asbabun Nuzul itu:
·       Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
·       Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok;
  • Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
  • Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut kisah dalam al-qur’an).
3.    Faedah asbabun nuzul
·      Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
·      Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya
·      Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
·      Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
·      Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
·      Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
·      Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid, Ramli.1994.ulumul qur’an.Jakarta:Rajawali
Al-khattan, Manna’ khalil.2001.Studi ilmu-ilmu qur’an.Bogor:PT. Pustaka litera antar nusa
Syadali, Ahmad.1997.Ulumul qur’an I.Bandung:CV. Pustaka Setia
Thamrin, Husni.1982.Muhimmah ulumul qur’an.Semarang:Bumi Aksara
Zuhdi, Masfuk.1993.Pengantar ulumul qur’an.Surabaya:Bina Ilmu
Izzan, Ahmad.2005. Ulumul Qur’an. Bandung: Tafakkur
Usman, 2009. Ulumul Qur’an.. Yogyakarta: Teras.
Anwar, Rosihun. 2010. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.



[1] Mengutip Ramli Abdul Wahid, dalam  kutipan Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009),  h. 113
[2]  Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali), h.
[3] Husni Thamrin.Muhimmah ulumul qur’an.(Semarang:Bumi Aksara, 1982), h.
[4] Usman, Ulumul Qur’an. (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 112
[5] Manna’ Khalil Al-khattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001), h.
[6] Rosihun, Anwar. Ulum Al-Qur’an. (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 62
[7] Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an I,( Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), h.
[8] Masfuk zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h.
[9] Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an, (Bandung: Tafakkur, 2005), h. 99

No comments:

Post a Comment

Entri Populer