Wednesday, 17 January 2018

KONSEP DAN MAKNA PROFESI KEGURUAN


PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional. Seorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter, yang lain juga mengatakan profesinya sebagai orang  arsitek, guru dan sebagainya. Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang disebutkan tersebut belum jelas apa yang merupakan criteria bagi suatu pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya, kriterianya dapat bergerak dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai kepada kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan tugasnya. Guru harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan pemagangan yang juga memakan waktu yang tidak sedikit sebelum mereka diizinkan memangkau jabatannya. (Djam’an. 2005:3).
Istilah “profesi” sudah cukup dikenal oleh semua pihak, dan senantiasa melekat pada “guru” karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian “profesi” dan kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada beberapa istilah lain yang dikembangkan yang bersumber dari istilah “profesi” yaitu istilah professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi secara tepat, berikut ini akan diberikan pengkelasan singkat mengeni pengertian istilah-istilah tersebut.



PEMBAHASAN
KONSEP DAN MAKNA PROFESI KEGURUAN
A.    Pengertian Dan Makna Profesi Keguruan
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang konsep dan makna profesi keguruan/pendidikan, perlu dibatasi lebih dahulu pengertian dan konsep profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi secara umum, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam mengupas profesi kependidikan.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para anggotanya. Artinya tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Kedua penampilan orang dalam malakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya, artinya dalam kegiatan sehari-hari seorang profesional melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu yang telah milikinya. Jadi tidak asal tahu saja.
Profesionalisme menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-stategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
Profesionalitas, di pihak lain, mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Jadi seorang profesional tidak akan mau mengerjakan sesuatu yang memang bukan bidangnya.
Profesionalisasi, menunjukkan pada proses peningkatan kualitifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan rangkaian proses pengembangan profesional, baik dilakukan melalui pendidikan/ latihan”Prajabatan” maupun latihan dalam jabatan.
Sedangkan Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
1.      Pengertian profesi
a.    Melayani masyarakat, merupakan karier yang dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b.   Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c.    Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
d.   Mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
e.    Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
f.    Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
g.   Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi et.al (1991), mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a.    Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
b.   Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
c.    Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
d.   Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

2.       Makna Kemampuan dalam Profesi Keguruan
Kemampuan dalam arti yang umum dapat dibatasi sebagai “Kemampuan adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan” (Danim, 1994 : 12). Sedangkan dalam konteks keguruan, kemampuan tersebut diterjemahkan sebagai “gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru yang nampak sangat berarti” (Wijaya, 1992 : 7). Dengan demikian, suatu kemampuan dalam suatu profesi yang berbeda menuntut kemampuan yang berbeda-beda pula. Sedangkan kemampuan dalam profesi keguruan akan dicerminkan pada kemampuan pengalaman dari kompetensi keguruan itu sendiri.
Apabila disimak makna yang tertuang dalam kaidah kemampuan tersebut, maka setiap profesi yang diemban seseorang harus disertai dengan kemampuan, dimana profesi itu sendiri dibatasi sebagai “Suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat” (Sardiman, 1986 : 131.
Dalam profesi keguruan, kriteria yang dipergunakan untuk menjembataninya sebagai sebuah profesi secara umum adalah sebagai berikut:
a.    Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
Mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
b.   Jabatan yang memerlukan persiapan latihan yang lama
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan khusus sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK) atau pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi non – LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
c.     Jabatan yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan. Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru.
Gambaran (citra) guru yang ideal mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dalam hal ini J. Sudarminta sebagai seorang filsuf dan pengamat pendidikan di Indonesia memberikan rambu-rambu tentang citra guru sebagai berikut
a.       Guru yang sadar dan tanggap akan perubahan zaman, pola tindak keguruannya tidak rutin (tidak dibenarkan jika guru menerapkan pola kerja yang baku tanpa memperhatikan individualistis peserta didik), guru tersebut maju dalam penggunaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berpikir, membaca keilmuan, kecakapan problem-solving, seminar dan sejenisnya) yang diperlukannya untuk belajar lebih lanjut (berkesinambungan).
b.      Guru yang berkualifikasi profesional, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam mengajarkannya secara efektif serta efesien dan guru tersebut berkepribadian yang mantap.
c.       Guru hendaknya berwawasan dan berkemampuan menggalang partisipasi masyarakat di sekitarnya, tanpa menjadi otoriter dan dogmatik dalam pendekatan keguruannya.
d.      Guru hendaknya bermoral yang tinggi dan beriman yang mendalam, seluruh tingkah lakunya (baik yang berhubungan dengan tugas keguruannya maupun sosialitasnya sehari-hari) digerakkan oleh nilai-nilai luhur dan taqwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara nyata guru tersebut bertindak disiplin, jujur, adil, setia dan menghayati iman yang hidup (Samana, 1994 : 21).
Idealnya profesi keguruan bukan hanya sekedar untuk mengisi lowongan pekerjaan, tidak juga semata-mata untuk menentukan prestise, tetapi profesi keguruan harus dapat ditempatkan sebagai sebuah profesi kemanusiaan yang dilandasi oleh panggilan hati nurani dengan dasar-dasar kemampuan yang seharusnya dimiliki untuk melaksanakannya. Profesi keguruan merupakan sebuah profesi yang strategis untuk membawa angin kemajuan pada semua aspek nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, guru tidak hanya sekedar berfungsi menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi lebih-lebih ia adalah pendidik yang bertugas mentrasfer dan mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan, sehingga dengan demikian tugas-tugas  keguruan menuntut kemampuan yang majemuk dalam proses pendidikan, sehingga kemajuan ilmu pengetahuan, kecanggihan teknologi dan dinamika seni yang telah dicapai sekarang ini belum mampu menggantikan kehadiran seorang guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh (Sudjana, 1989 : 19), berikut ini.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran masih memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pembelajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder atau komputer yang paling modern  sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang merupakan hasil dari proses pembelajaran tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut
Mengingat peran pentingnya kehadiran seorang guru pada proses pendidikan itu, maka kemampuan-kemampuan yang seharusnya dimiliki sebagai pondasi profesinya adalah tonggak awal bagi keberhasilannya dalam menjalankan tugasnya.
Kemampuan mengajar guru, sebenarnya merupakan pencerminan penguasaan guru atas kompetensinya, sedangkan gugus kompetensi dasar keguruan itu adalah: (1) Kemampuan merencanakan pengajaran; (2) Kemampuan melaksanakan pengajaran; (3) Kemampuan mengevaluasi pengajaran.” (Imron, 1995 : 168).
Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutelak dimiliki guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pembelajaran di jalur sekolah. Kompetensi sebagai konsep dapat diartikan secara etimologis dan terminologis. Dalam pengertian etimologis kompetensi dapat dikemukakan bahwa  “Kompetensi tersebut berasal dari bahasa Inggris, yakni competency yang berarti kecakapan dan kemampuan. Oleh karena itu dapat pula dikatakan bahwa kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu” (Djamarah, 1994 : 33). Sedangkan secara definitif, kompetensi dapat dijelaskan sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang ahli bahwa “Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang” (Roestiyah, 1986 : Apabila pengertian ini dihubungkan dengan proses pendidikan, maka guru sebagai pemegang jabatan pendidik dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya. Untuk itu, seorang guru perlu menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar serta memiliki kepribadian yang kokoh sebagai dasar kompetensi. Jika guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran serta tidak pula mengetahui cara-cara mengajar, maka guru akan mengalami kegagalan dalam menunaikan tugasnya. Oleh karena itu, kompetensi mutlak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian, kompetensi guru berarti pemilikan pengetahuan keguruan dan pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

B.      Kode Etik Profesi Keguruan
1.   Pengertian Kode Etik
a.       Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di
luar kedinasan.
Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya kode etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
b.      Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merkupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
(1) sebagai landasan moral,
(2) sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat
2. Tujuan kode etik
a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tnaduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.
b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
c). Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d) Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggora profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi

3. Kode Etik Guru Indonesia
            Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
 5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
C. Organisasi Profesional Keguruan
v  Jenis-Jenis Organisasi Keguruan
Disamping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain:
a. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
b. Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN)
c. Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI) dan lain-lain.

PENUTUP
KESIMPULAN

Jabatan guru merupakan jabatan profesional dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga oleh kebijaksanaan pemerintah.



DAFTAR PUSTAKA

v  Dsantori, jam’an. 2005. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
v  http://www.contohmakalah.co.cc/2010/05/konsep-profesi-keguruan.html
v  Soetjipto & Raflis Kosasi. 1994. Profesi keguruan. Jakarta. Rineka Cipta.



No comments:

Post a Comment

Entri Populer