PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan perekonomian. Masing –
masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua
variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment
expenditure). Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor –
sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah
dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki
hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan
pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih
parah dari perkiraan semula dan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi.
Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian menurun tajam. Akibatnya,
gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke hari walaupun semua
bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang terendah. Tingkat
bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk melakukan
kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya pada
kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan,negara-negara yang tergabung dalam
G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini sepakat mendorong lebih cepat
ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk domestik bruto untuk
memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis kebijakan fiskal dapat
berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya sering kali
terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
BAB II
PEMBAHASA
A.
Kebijakan Fiskal
Sadono
Sukirno, 2003 Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk
membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya
dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.
Menurut
Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah
mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan
masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan
pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi
stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.
Sedangkaan
menurut Nopirin, Ph. D. 1987, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan
pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar
serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa dipakai adalah budget
defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran
transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.
Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan
dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah
dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian
menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi
pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.
Kebijakan
Fiskal juga adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk
membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau
dengan kata lain, Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan
moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih
menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak.
Pada sektor rumah tangga(RTK),
dimana rumah tangga melakukan pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan untuk konsumsi daan mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa,
dividen, bunga, dll dari perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah
rumah tangga menyetorkan sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan
berupa gaji, bunga, penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan Dunia
Internasional adalah rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan
ekonomi memiliki hubungan dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan
produk-produk barupa barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan
memberikan penghasilah dan keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden,
sewa, upah, bunga. Sedangkan hubungan dengan Pemerintah, perusahaan akan
membayar pajak kepada pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah.
Sedangkan hubungan dengan Dunia Internasional, perusahaan melakukan impor atas
produk barang maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan
ekonomi yang berhubungan dengan RumahTangga dimana pemerintah menerima setoran
pajak rumah tangga untuk kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan
dengan Perusahaan, pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha
Pemerintah membeli produk dari
perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor Dunia
Internasional / Luar Negeri, dimana Hubungan dengan RumahTangga adalah dunia
internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan
untuk Hubungan dengan Perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya
kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Negara Indonesia yang sedang dilanda
krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Dimana
Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju
inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan
tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa
dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu
kebijakan dalam mengatasinya. Kebijakan moneter dengan menerapkan target
inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar.
Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke
arah makin kecilnya peran pemerintah.
Kondisi ekonomi negara Indonesia
pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan
kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa.
Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos
yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini
berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini
diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar
keuangan internasional.
Pengaruh krisis ekonomi pada
kebijakan fiskal, dimana Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia,
sebagaimana yang dipublikasikan oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran
2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit anggaran yang disebabkan oleh
peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran bunga hutang. Meski
sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya peningkatan
penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran. Dominasi
kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil
menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.
Dari semua unsur APBN hanya pembelanjaan
Negara atau pengeluaran Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah
dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian
nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat
dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta
kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari
sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.
B.
Tujuan dari Kebijakan Fiskal
Adapun
kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud
mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan
fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan
sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk
mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah
harus menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor public, namun pada
kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem
yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan
terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara
tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik
swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi
yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju
investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh
pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi
volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya; (1) control fisik
langsung, (2) peningkatan tariff pajak yang ada, (3) penerapan pajak baru, (4)
surplus dari perusahaan Negara, (5) pinjaman pemerintah yang tidak bersifat
inflationer dan (6) keuangan deficit.
2.
Untuk
mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan
fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan
investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi
tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan
modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan
pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya
produksi.
3.
Untuk
meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk
merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan
pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan
perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi,
keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta
tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan
pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah
ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan
fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi
menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi
dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak
ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari
kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang
konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli
tambahan.
5. Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan
fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara
penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi,
karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan
uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6. Untuk
meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan
fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari
upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat
pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi
dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang
pada berbagai sektor perekonomian.
C.
Bentuk – Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1. Kebijakan yang menyangkut pembelian
pemerintah atas barang dan jasa.
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di
dalam pendapatan nasional yang dilambangkan dengan huruf “G”. Pembelian atas
barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat. Belanja
pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan tol, bangunan
sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.
2.
Kebijakan yang menyangkut perpajakan
Pajak merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan
yang berasal dari migas. Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai
kewajiban melakukan pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang
dilakukan. Pajak yang dibayarkan digunakan semata-mata untuk pembangunan negara
tersebut. Kebijakan pemerintah atas perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu
ke waktu, hal ini disebut tax reform (pembaharuan pajak). Tax reform yang
dilakukan pemerintah mengikuti adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti
meningkatnya pendapatan, meningkatnya
3. Kebijakan yang menyangkut pembayaran
transfer.
Pembayaran transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan
keamanan sosial, dan tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer
merupakan bagian belanja pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak
masuk dalam komponen G di dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya
yaitu karena transfer bukan merupakan pembelian sesuatu barang yang baru
diproduksi dan pembayaran tersebut bukan karena jual beli barang dan jasa.
Pembayaran transfer mempengaruhi pendapatan rumah tangga, namun tidak
mencerminkan produksi perekonomian. Karena PDB dimaksudkan untuk mengukur
pendapatan dari produksi barang dan jasa serta pengeluaran atas produksi barang
dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung sebagai bagian dari belanja
pemerintah.
Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah
kebijakan fiskal dapat dan hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat
keluaran dan peluang kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal
yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:
1. Kebijakan fiskal ekspansioner
yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan pengeluaran untuk mengeluarkan
perekonomian dari penurunan.
2. Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau
memangkas pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Kebijakan fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan dalam jangka pendek
mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan jasa.
D.
APBN dan Kebijaksanaan Fiskal
Pengaruh
kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu :
1. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
2. Bagaimana
APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN
mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran dan
penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya:
PENERIMAAN
|
PENGELUARAN
|
1.
Pajak (berbagai macam)
2.
Pinjaman dari Bank Sentral
3.
Pinajaman dari masyarakat dalam negeri
4.
Pinjaman dari luar negeri
|
1.
Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa
2.
Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
3.
Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment
|
Kebijakan
anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan anggaran berimbang.
Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran
sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini kebijakan anggran dapat
menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget), anggaran surplus (surplus
budget).
Kebijakan anggaran defisit adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna
memberi stimulus pada perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran
yaitu pembelian pemerintah atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau belanja
pemeritah berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional. Contohnya pemerintah
mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah membutuhkan
buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini
menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang
bekerja di situ bertambah. Anggaran defisit memiliki keunggulan maupun
kelemahan, salah satu keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka
defisit dan nilai tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa
diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus DW Martowardojo penerapan kebijakan
anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi fiskal dan menguatkan
pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level yang tinggi. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang
resesif. . Anggaran defisit salah satunya dengan melakukan
peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan
cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian
adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di
masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang
dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman
pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri.
Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran
defisit.
Sedangkan,
anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan
ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif
adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggara surplus adalah
kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat pemerintah dari pendapatan
pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, pemerintah memenfaatkan selisihnya
untuk melunasi beberapa hutang pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran akan
menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan investasi.
Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi.
E.
Pengaruh Risiko Kebijakan Fiskal.
Resiko
Fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan deficit APBN yang disebabkan oleh
sesuatu di luar kendali pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu
untuk empat tujuan strategis, yaitu :
1. Peningkatan
kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebijakan
fiskal.
2. Meningkatkan
keterbukaan fiskal
3. Meningkatkan
tangung jawab fiskal
4. Menciptakan
kesinambungan fiskal
Resiko
Fiskal dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1. Resiko
Ekonomi Makro
Dalam
penyusunan APBN indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar
penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga sertifikat
Bank Indonesia, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia dan lifting
minyak. Indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan
besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Secara umum
sumber resiko fiskal yang dihadapi oleh APBN 2012 terutama berasal dari dua
resiko utama, yakni inflasi dan harga minyak.
Ø Inflasi. Pemerintah memproyeksikan angka
inflasi tahun 2012 berkisar antara 3,5-5,5 persen. Sementara itu menurut IMF
dalam World Economic Outlook per April 2012, inflasi diperkirakan sebesar 5,85
persen. Angka ini lebih tinggi daripada realisasi inflasi tahun 2010 dan lebih
rendah dari proyeksi tahun 2011. Dengan demikian angka proyeksi pemerintah
masih sejalan dengan kecendrungan penurunan angka inflasi. Meskipun angka
inflasi telah menunjukkan angka penurunan, tetapi resiko tekanan inflasi ke
depan diperkirakan masih cukup tinggi.
Ø Harga
Minyak.
Pemerintah memerintahkan harga minyak berkisar antara US$ 75 per barel s/d
US$95 per barel, angka tersebut sejalan dengan penurunan harga minyak dipasaran
dunia.
2. Resiko
Utang Dinamika Ekonomi Makro
Pengelolaan
resiko utang diperlukan agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan
biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak
terkendali pada masa yang akan mendatang.pada dasarnya resiko utang terdiri
dari empat, diantaranya :
Ø Resiko pasar
ini terdiri dari resiko nilai tukar,
resiko tingkat bunga dan resiko likuiditas yang timbul sebagai akibat dari
ketidakpastian kondisi pasar keuangan yang dinamis. Resiko nilai tukar terutama berasal
dari utang melalui pinjaman luar negeri, sedangkan resiko tingkat bunga
bersumber dari pinjaman luar negeri berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3
bulan.
Ø Sedangkan
resiko pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang
pada tahun/ periode tertentu.
Ø Resiko
operasional
Resiko
operasional adalah resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses
bisnis dan sistem diunit terkait. Sert yang ditimbulkan oleh aspek legal.
Resiko ini antara lain dapat berupa gagal bayar akibat kelalaian manusia atau
kegagalan sistem yang berdampak pada penurunan sorvereign credit rating.
Ø Resiko
Reputasi
Resiko
Reputasi merupakan resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut
pandang investor dan lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepastian
dan konsistensi penerapan strategi pengelolaan utang.
3. Kewajiban
Kontlijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban
kontijensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu
dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali
pemerintah. Kewajiban kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko fiskal
bersumber dari pemberian dukungan dan/ atau pinjaman pemerintah atas
proyek-proyek infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pension dan
tabungan hari tua pegawai negeri
4. Desentralisasi
Fiskal
Kebijakan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah
dalam sistem Negara Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal pelaksanaanya,
penerapan kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang
diharapkan ternyata juga berpotensi menimbulkan resiko fiskal. Resiko
Fiskal dari desentarlisasi fiskal diantaranya, bersumber dari kebijakan
pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas pengembalian penerusan
pinjaman dari luar negeri dan rekening pinjaman daerah serta pengalihan pajak
pusat menjadi pajak daerah.
BAB III
KESIMPULAN
Sadono
Sukirno, 2003 Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat
perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud
untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.
Berdasarkan
dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah
dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian
menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi
pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.
Tujuan dari Kebijakan Fiskal
Adapun
kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud
mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
2.
Untuk
mendorong investasi optimal secara sosial.
3.
Untuk
meningkatkan kesempatan kerja
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah
ketidak stabilan internasional
5. Untuk menanggulangi inflasi
6. Untuk
meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Bentuk – Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1. Kebijakan yang menyangkut pembelian
pemerintah atas barang dan jasa.
2.
Kebijakan yang menyangkut perpajakan
3. Kebijakan yang menyangkut pembayaran
transfer.
APBN dan Kebijaksanaan Fiskal
Pengaruh
kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu :
1. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
2. Bagaimana
APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Pengaruh Risiko Kebijakan Fiskal.
1. Peningkatan
kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan
kebijakan fiskal.
2. Meningkatkan
keterbukaan fiskal
3. Meningkatkan
tangung jawab fiskal
4. Menciptakan
kesinambungan fiskal
DAFTAR PUSTAKA
Suparmoko.2000.Pengantar Ekonomika Makro.BPFE:YOGYAKARTA
Lipsy G Richard,Peter O,Steiner,Douglas D. Purvis.1992. Pengantar Makro Ekonomi.Erlangga:Jakarta
No comments:
Post a Comment