BAB
II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI PENGEMBANGAN UKM
Dalam pengembangan UKM, ada empat tahap
yang akan dilalui UKM, yaitu tahap memulai usaha (start-up), tahap
pertumbuhan (growth), tahap perluasan (expansion), dan sampai
akhirnya merambah ke luar negeri (going overseas). Pembinaan UKM empat tahap
ini merupakan model pengembangan UKM yang telah berhasil diterapkan di Singapura.
Namun, sampai sekarang Indonesia belum memiliki sebuah model yang komprehensif
yang dapat diterapkan sebagai model pembinaan untuk jangka menengah maupun
jangka panjang (Tiktik Sartika dan Soejoedono, 2002).
1.
Strategi
Pengembangan UKM
Menurut
Tiktik Sartika dan Soejoedono (2002) strategi pengembangan UKM antara lain
adalah:
a.
Kemitraan
Usaha
Kemitraan
adalah hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak TEG sinergis, bersifat
sukarela, dan berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling mendukung, dan
saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan UKM oleh usaha
besar. Salah satu bentuk kemitraan usaha yang melibatkan UKM dan usaha besar
adalah producton linkage. UKM sebagai pemasok bahan baku dan bahan penolong
dalam rangka mengurangi ketergantungan impor, di mana saat ini harga produk
impor cenderung sangat tinggi karena depresiasi rupiah.
b. Permodalan UKM
Pada
umumnya permodalan UKM sangat lemah, baik ditinjau dari mobilisasi modal awal (start-up
capital) dan akses ke modal kerja jangka panjang untuk investasi. Untuk
memobilisasi modal awal perlu dipadukan tiga aspek yaitu bantuan keuangan, bantuan
teknis, dan program penjaminan, sedangkan untuk meningkatkan akses permodalan
perlu pengoptimalan peranan bank dan lembaga keuangan mikro untuk UKM.
Sementara
itu daya serap UKM terhadap kredit perbankan juga masih sangat rendah Lebih
dari 80 persen kredit perbankan terkonsentrasi ke segmen korporat, sedangkan porsi
kredit untuk UKM hanya berkisar antara 15 — 21 persen dari total kredit perbankan
(Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Mei 2004). Untuk mengoptimalkan
jangkauan pemberian kredit kepada UKM telah dikembangkan skim kredit dengan
Program Kemitraan Terpadu, misalnya Program Kemitraan BUMN dan Bina Lingkungan
(PKBL), Program Kemitraan dengan BPR, Koperasi dan Asosiasi, serta kredit
program.
c.
Modal
Ventura
Pada
umumnya UKM kurang paham atau tidak menyukai prosedur atau persyaratan yang
diwajibkan oleh lembaga perbankan, sebaliknya lembaga perbakan terkadang-kadang
juga memberikan persepsi inferior mengenai potensi UKM. Hal ini menimbulkan
terjadinya distorsi dalam pembiayaan UKM. Oleh karena itu, modal ventura dapat
dijadikan sebagai alternatif sumber pembiayaan UKM. Menurut Keppres No. 61
Tahun 1998, perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha
pengembangan dalam . bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang
menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu. Pembiyaan dengan modal
ventura ini berbeda dengan bank yang memberikan pembiayaan dalam bentuk
pinjaman atau kredit. Usaha modal ventura memberikan pembiayaan dengan cara
ikut melakukan penyertaan modal langsung ke dalam perusahaan yang dibiayai.
Perusahaan yang dibiayai disebut perusahaan pasangan usaha (investee
company), sedangkan pemodal yang membiayai disebut perusahaan pemodal (invesment
company atau venture capitalist).
2.
Rekomendasi
strategi Pengembangan UKM
Dari berbagai konsep mengenai pemberdayaan
masyarakat di bidang ekonomi, berikut beberapa pilihan strategi yang dilakukan
dalampem pemberdayaan UKM, yaitu:
a.
Kemudahan dalam Akses Permodalan
Salah satu permasalahan yang dihadapi UKM
adalah aspek permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha
mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambannya laju
perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan
menengah. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya
usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif. Oleh sebab itu dalam pemberdayaan
UKM pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan. Yang
perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan UKM melalui aspek permodalan ini
adalah:
bagaimana
pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan ketergantungan;
bagaimana
pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan sistem yang kondusif
baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah untuk mendapatkan akses di
lembaga keuangan;
bagaimana skema penggunaan atau kebijakan
pengalokasian modal ini tidak terjebak pada perekonomian subsisten.
Tiga hal ini penting untuk dipecahkan
bersama. Inti pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal
kepada masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab
kepada dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu,
cara yang cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk
usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit
mereka di lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas
pinjaman mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk
bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi
mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta
membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif
dalam pemberian pinjaman. Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, kredit Perbankan
lebih banyak terkonsentrasi pada kredit korporasi dan juga konsumsi dan hanya
segelintir kredit yang disalurkan ke sektor Usaha Kecil dan Menengah.
b.
Bantuan Pembangunan Prasarana
Usaha mendorong produktivitas dan mendorong
tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil
produksinya tidak dapat dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan
harga yang amat rendah. Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha
pemberdayaan UKM adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran.
Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke
pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan
penerimaan petani dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah.
Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana
pendukung desa tertinggal, memang strategis.
c.
Pengembangan Skala Usaha
Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah,
pada mulanya dilakukan melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini
tidak memberikan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun 80-an,
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Alasannya adalah,
akumulasi kapital akan sulit dicapai di kalangan orang miskin, oleh sebab itu
akumulasi kapital harus dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha
bersama. Demikian pula dengan masalah distribusi, orang miskin mustahil dapat
mengendalikan distribusi hasil produksi dan input produksi, secara individual.
Melalui kelompok, mereka dapat membangun kekuatan untuk ikut menentukan
distribusi. Pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada
kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan
untuk membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek kelembagaan yang lain adalah
dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar
input produksi. Aspek kelembagaan ini penting untuk ditangani dalam rangka
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan
Kreatif -
100
d.
Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan
Kemitraan Usaha
Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat
dilakukan dengan berbagai macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan
sub kontrak maupun pengembangan kluster. Pola-pola jaringan semacam ini sudah
terbentuk akan tetapi dalam realiatasnya masih belum berjalan optimal. Pola
jaringan usaha melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi
eksistensi UKM di Indonesia. Meskipun sayangnya banyak industri kecil yang
justru tidak memiliki jaringan sub kontrak dan keterkaitan dengan
perusahaan-perusahaan besar sehingga eksistensinya pun menjadi sangat rentan.
Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan
menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga
mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan
dapat bersaing di pasar global.
Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran
juga menjadi salah satu kendala yang selama ini juga menjadi faktor penghambat
bagi Usaha Kecil Menengah untuk berkembang. Upaya pengembangan jaringan
pemasaran dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi misalnya kontak dengan
berbagai pusat-pusat informasi bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam
maupun di luar negeri, pendirian dan pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM
serta pengembangan situs-situs UKM di seluruh kantor perwakilan pemerintah di
luar negeri.
Penguatan ekonomi rakyat melalui
pemberdayaan UKM, tidak berarti mengalienasi pengusaha besar atau kelompok
ekonomi kuat. Karena pemberdayaan memang bukan menegasikan yang lain, tetapi give
power to everybody. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah
penguatan bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil
dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah.
Daya saing yang tinggi hanya ada jika
ada keterkaiatan antara yang besar dengan yang menengah dan kecil. Sebab hanya
dengan keterkaitan produksi yang adil, efisiensi akan terbangun. Oleh sebab
itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi,
kemitraan dalam distribusi, masing-masing pihak akan diberdayakan.
e.
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor penting
bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri
skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di
pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil
tersebut untuk mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis.
Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena
kurangnya ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih
tradisional.
Oleh karena itu dalam pengembangan usaha
kecil menengah, pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil
Menengah baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta
ketrampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan
melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on
the job training, pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu
diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk
mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan (Hafsah, 2004).
Selain itu, salah satu bentuk pengembangan
sumber daya manusia di sektor UKM adalah Pendampingan. Pendampingan UKM memang
perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses
belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik
antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. Yang
perlu dipikirkan bersama adalah mengenai siapa yang paling efektif menjadi
pendamping masyarakat. Pengalaman empirik dari pelaksanaan IDT, P3DT, dan PPK,
dengan adanya pendamping, ternyata menyebabkan biaya transaksi bantuan modal
menjadi sangat mahal. Selain itu, pendamping eksitu yang diberi upah, ternyata
juga masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk
menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan pendamping
insitu, bukan pendamping yang sifatnya sementara. Sebab proses pemberdayaan
bukan proses satu dua tahun, tetapi proses puluhan tahun.
f.
Peningkatan Akses Teknologi
Penguasaan teknologi merupakan salah satu
faktor penting bagi pengembangan Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju
keberhasilan usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan
teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi
pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian
teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan
UKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar,
pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke
lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara
asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk
pengembangan teknologi UKM.
g.
Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif
Perkembangan Usaha Kecil Menengah akan
sangat ditentukan dengan ada atau tidaknya iklim bisnis yang menunjang
perkembangan Usaha Kecil Menengah. Persoalan yang selama ini terjadi iklim
bisnis kurang kondusif dalam menunjang perkembangan usaha seperti terlihat
dengan masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum dan berbagai
peraturan daerah yang tidak pro bisnis merupakan bukti adanya iklim yang kurang
kondusif. Oleh karena perbaikan iklim bisnis yang lebih kondusif dengan
melakukan reformasi dan deregulasi perijinan bagi UKM merupakan salah satu
strategi yang tepat untuk mengembangkan UKM.
DAFTAR PUSTAKA
Cravens, David W., 1996. Pemasaran
Strategis, Alih Bahasa: Lina Salim, Penerbit
Erlangga,
Jakarta.
Panji Anoraga dan Djoko Sudantoko, 2002. Koperasi,
Kewirausahaan, dan Usaha Kecil,
Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
No comments:
Post a Comment