Friday 24 November 2017

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN "Jenjang Pendidikan Anak dan Keberlangsungan Pendidikan Anak"

Jenjang-Jenjang Pendidikan Anak
Sesbagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Adapun jenjang pendidikan itu sendiri adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.[1]
Sedangkan jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Dan di dalam UU Sisdiknas Disebutkan dan dirincikan sebagai berikut:
a.    Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
b.   Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliya Kejuruan (MAK), atau bentuk lain ayng sederajat.
c.    Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenajang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Dan pendidikan tinggi diselenggarakan dengan system terbuka.[2]

Dengan demikian jelas bahwa pendidkan formal terdiri dari tiga tahap, dan kita dapat melihat status dan keberadaan madrasah seperti itu tampaknya mempunyai konsekuensi tersendiri bagi madrasah. Disatu pihak memikul tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan umum yang sama dengan sekolah-sekolah umum, sedangkan pada pihak lain, madrasah memiliki tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan Islam. Kondisi demikian akan lebih jelas bila dilihat bagaimana perbandingan anatara mata pelajaran agama dengan mata pelajaran umum pada kurikulum sekarang ini. Dengan kenyataan seperti itu, maka tanggung jawab madrasah akan jauh lebih berat  dan besar dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum yang sederajat.

a.    Keberlangsungan Pendidikan Anak
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses belajar. Belajar adalah ”perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru[1]”. Menurut Slameto, belajar adalah ”suatu proses usaha tingkah laku yang baru secara keseluruh, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.”[2] Menurut Sri Andita, belajar adalah ”proses mental dan emosional atau proses berfikir. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya aktif.”[3]
Bertitik tolak dari pengertian kegiatan belajar mengajar di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan kegiatan belajar mengajar adalah wujud nyata pencapaian tujuan secara kuantitas maupun secara kualitas dari serangkaian kegiatan guru dan siswa yang berlangsung dalam hubungan timbal balik untuk mencapai tujuan secara bersama-sama yang berlangsung dalam situasi edukatif.
Pendidikan yang baik sebagaimana diharapkan oleh masyarakat modern dewasa ini mengharuskan adanya pendidik yang profesional, baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan pegangan tentang persyaratan pendidikan profesional yang memadai. Maka hal ini menyebabkan berbagai tafsiran orang tentang arti guru yang sebenarnya, yakni guru yang profesional. Ada yang menginginkan adanya ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, supervisi yang efisien dan efektif, dan sebagainya.
Dalam kegiatan belajar mengajar tersebut guru memegang peranan yang sangat penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar dalam mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji hal-hal yang menarik minatnya, mengekspresikan ide dan kreativitasnya dalam batas dan norma yang ditegakkan secara konsiten. Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal sehingga terbentuk siswa yang berkualitas. Oleh sebab itu, kegiatan belajar mengajar di kelas, ada dua kegiatan guru yang sangat erat kaitannya dan hanya dapat dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan. Kedua hal tersebut tersebut adalah kegiatan pengajaran dan kegiatan pengelolaan kelas.
b.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberlangsungan Pendidikan Anak
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kemampuan berfikir siswa ini telah banyak pula ditemukan dan dikembangkan beberapa metode pendekatan yang dapat diterapkan dalam sistem pendidikan (kegiatan belajar mengajar) dalam upaya mengantarkan anak didik (siswa) pada peningkatan hasil belajar yang maksimal.
Kegiatan belajar merupakan inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Syaiful Bachri Djamarah bahwa dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran. Kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.[4]
Kemampuan belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar mengajar. Di dalam proses belajar tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
Menurut Slameto menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi  prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intren dan faktor ekstern.[5]
Adapun secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi bealajar siswa dapat di bedakan menjadi tiga macam yaitu:
1.      Faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2.      Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yaitu kondisi lingkungan disekitar siswa.
3.      Faktor pendekatan siswa (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari matri-materi pelajaran.[6]

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena  itu untuk lebih jelasnya perlu diuraikan dari masing-masing faktor tersebut antara lain:
                              1.  Faktor Internal
a)    Kecerdasan Anak
Pengertian kecerdasan dapat ditinjau dari sisi makna bahasa sebagai berikut.
Kecerdasan anak dalam bahasa Inggris disebut intelligence menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan sesuatu, dalam arti kemampuan untuk memenuhi secara cepat dan sempurna. Begitu cepat penangkapannya itu sehingga Ibnu Sina, seseorang psikolog falsafi, ”menyebut kecerdasan sebagai kekuatan intuisi.[7]

Adapun mengenai kecerdasan merupakan suatu yang paling penting dalam diri seorang anak agar dapat memahami dengan cepat materi yang disampaikan.
Tingkat kecerdasan (Intelengi Siswa). Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi ransangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, harus diakui bahwa peran otak dalam hubungan dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan menara pengontrol hampir seluruh aktifitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.[8]

Dalam hal ini perbedaan IQ seorang siswa akan berdampak pada perbedaan kecepatan menyampaikan materi yang di sampaikan oleh guru, bagi anak yang memiliki kecerdasan IQ tinggi maka materi yang di sampaikan guru dalam waktu terbatas di muka kelas dapat menerima dengan sempurna. Namun tidak demikian, lain halnya  dengan mereka yang memiliki IQ rendah, mereka tentunya membutuhkan waktu dan kesempatan yang lebih luas untuk dapat mengatasi sebagaimana semestinya teman-temanya yang memiliki IQ tinggi. Bagi mereka yang memiliki IQ rendah dalam mengalami kesulitan dengan cepat mengusai materi.
   Intelegensi atau kecerdasan sangat menetukan dalam prestasi seseorang, dengan demikian kecerdasan sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa. Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.[9] Berbagai hasil penelitian, sebagaimana diungkapkan oleh Noehi Nasution bahwa telah menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah.[10]
   Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat di ragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi tingkat kemampuan intelegensi seseorang siswa semakin tinggi peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kemampuan intelegensi seseorang siswa maka semakin kecil tingkat peluang untuk meraih kesuksesan.
Dengan demikian, kecerdasan merupakan kemampuan seorang anak dalam menentukan sesuatu. Jadi, kecerdasan yang dimiliki siswa akan memperlancar proses transfer pengetahuan. Namun perlu diperhatikan dengan kecerdasan dalam belajar.
b)   Bakat Anak
Secara umum bakat (apitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa akan datang.55 Adapun menurut Slameto dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan menyatakan bahwa perkataan lain dari bakat adalah kemampuan untuk belajar, dan kemampuan baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar dan berlatih.56
Bakat mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perestasi siswa dalam bidang tertentu sesuai dengan pendapat ahli pendidikansebagai berikut:
Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman dan dorongan atau motivasi agar bakat dapat terwujud. Misalnya seseorang mempunyai bakat menggambar jika ia tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembankannya maka bakat itu tidak akan pernah tampak.57

Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Akan tetapi kadang-kadang kita tidak mengenal bakat dan potensi kita masing-masing.
Bakat sering dibedakan dengan istilah pembawaan. Bakat lebih khusus dibandingkan dengan pembawan. Bakat diartikan oleh Hilgard sebagaimana dikutip Slameto dengan perkataan lain adalah kemampuan untuk belajar.[11] Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, bakat diartikan dengan kecakapan pembawaan yaitu yang mengenai kesangupan-kesanggupan (potensi-potensi) tertentu.[12]
Bakat siswa Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang mempunyai bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar bisa (very superior) disebut juga sebagai talentid child, yakni anak berbakat intelektual.[13]
Berdasarkan uraian diatas dapat dinyatakan bakat seorang siswa jika dikembangkan dapat berkemampuan tinggi. Demikian juga  hanya jiga bakat seorang siswa diarahkan dengan kemampuan yang dimilikinya maka bakat seorang siswa akan semakin menonjol atau semakin kelihatan kecerdasan yang ada pada diri siswa.
Hal ini berarti bahwa bakat dan kemampuan siswa sebagai faktor internal berkaitan erat dengan aktivitas pembelajaran khususnya dengan pertumbuhan minat belajar siswa. Suatu kegiatan pembelajaran dalam interaksi belajar mengajar yang dikemas sesuai dengan tingkat kemampuan, potensi dan bakat yang dimiliki siswa  akan menimbulkan kesenangan dan ketertarikan siswa pada suatu yang disajikan oleh guru dalam kegiatan proses belajar mengajar. Kesenangan dan ketertarikan tersebut menjadikan sebagai pemicu bagi keterlibatan aktif siswa pada proses pembelajaran. Jika hal ini terjadi secara terus menerus maka berarti siswa memiliki minat dan respon yang positif dalam upaya perubahan tingkah laku sebagai mana yang telah diatur oleh guru.
c)    Minat Anak
Minat sering orang menyamakannnya dengan sebuah keinginan, dan untuk lebih jelasnya yang dimaksud dengan minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati orang diperhatikn terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.[14]
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan bealajar dengan sebaik-baiknya. Karena tidak ada daya tariknya. Ia segan-segan untuk belajar ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu, bahan yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar.
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh.[15] Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana hubungannya antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan alat untuk mencapai tujuan yang dianggapnya penting. Bila siswa melibatkan bahwa hasil pengalamannya belajar akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar ia akan berminat (dan termotivasi) untuk mempelajarinya.
Di samping itu prestasi belajar yang baik dan optimal merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan di sekolah. Hal itu merupakan harapan dan dambaan setiap orang, baik dari siswa sendiri, guru maupun orang tua siswa. Prestasi belajar yang baik dan optimal tersebut harus bisa dicapai oleh anak didik dalam belajarnya. Prestasi belajar yang dimaksud disini adalah hasil maksimal yang dicapai anak didik dalam belajar setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Minat siswa Secara sederhana minat (interest) berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan seseorang yang besar  terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapain hasil belajars siwa dalam bidang- bidang study tertentu. Jadi, minat sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar karena apabila bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-sebaiknya. Minat belajar yang besar cendrung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilakan prestasi  yang rendah. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa minat mempengaruhi prestasi belajar siswa.[16]

Dalam kegiatan belajar tipikal belajar siswa akan berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Sehubungan  dengan model pembelajaran dengan model pembelajaran kelompok dan individu pada umumnya siswa yang memiliki minat belajar rendah akan terdongkrak dengan cara belajar kelompok. Demikian juga dengan model pemberian tugas, yang dilakukan dengan cara belajar kelompok berpengaruh terhadap atas individu, terhadap minat kepada siswa untuk menyelesaikanya.
d)   Motivasi Anak
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu, dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah.[17]
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. motivasi intrinsik 2. motivasi ekstrinsik.[18] Kuat lemahnya motivasi belajar siswa turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan. Terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senaniasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapai untuk mencapai citi-cita.
Dalam kegiatan belajar, berlangsung dan keberhasilannya bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual tetapi juga faktor-faktor yang nonintelektual, termasuk salah satunya motivasi. Oleh sebab itu, motivasi dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.
e)    Perhatian Anak
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi.  Jiwa itu pun semata-mata bertujuan kepada suatu objek atau sekumpulan objek.[19]Perhatiaan pendidikan dan keluarga begitu penting dalam mengantarkan anak ke lembaga pendidikan agar terbentuk anak yang berkualitas dan mempunyai kepribadiaan yang baik. Pendidik dan keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam kemajuan dan kemakmuran suatu negara. Pada keluarga terletak kewajiban pertama untuk mendidik seseorang untuk menjadi anggota masyarakat yang cakap dan berguna.
                              2.  Faktor Eksternal
Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.[20]
a.    Faktor Lingkungan Sosial
Faktor instrumental (lingkungan sosial) ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
  Faktor-faktor di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya: Seorang siswa yang conserving terhadap ilmu pengetahuan biasanya cenderung mengambil pendekatan yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya seorang siswa yang memiliki kemampun intelegensi yang tinggi (faktor Iternal) dan mendapat dorongan positif dari orang tua atau gurunya (faktor eksternal) akan lebih memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar.[21]

Dari foktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa, prestasi yang di peroleh siswa ada yang tinggi, rendah atau gagal sama sekali. dalam hal ini seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan munculnya siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor-faktor yang menjadi penghambat proses belajar siswa. Untuk megatasi faktor-faktor yang di uraikan di atas seorang guru bisa meningatkan prestasi dengan cara memberi tugas individu dan kelompok, dalam hal ini seorang guru harus harus mengaktifkan siswa supaya rajin belajar. Karena dengan memberikan tugas individu dan kelompok siswa tidak hanya belajar di sekolah tapi seorang siswa akan terbiasa belajar tampa bimbingan dari guru atau orang lain tampa adanya tugas maupun ada tugas jadi belajar akan menjadi kebutuhanya karena sudah terbiasa.
b.    Faktor Non Lingkungan Sosial
Faktor yang termasuk lingkungan nonsial ialah ”gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa”[22].
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar, yang di mamfaatkan itu bisa pagi hari, siang, sore, malam hari. Pada waktu tersebut dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Jika terjadi hal yang demikian  siswa masuk sekolah pada waktu  siang dan sore hari. Dalam waktu tersebut siswa seharusnya sedang beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, sehingga siswa yang mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya, sebaliknya siswa yang belajar di pagi hari, pikiran siswa masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik. jika siswa belajar pada waktu kondisi badanya sedang lemah, lelah, misalnya pada siang hari, akan mengalami kesulitan di dalam menerima mata pelajaran. Kesulitan tersebut di sebabkan karena sukar berkonsentrasi dan berpikir pada kondisi badanya yang lemah tadi. jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif dalam belajar.[23]
Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama ini sering dipercaya berpengaruh terhdap prestasi belajar siswa. Tak perlu dihiraukan. Sebab bukan waktu yang penting dalam belajar melainkan kesiapan sistem memori siswa dalam menyerap, mengelola, dan menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.
                                              1.     Orang Tua
Dalam hal ini orang tua perlu mengingat dan menyesuaikan dengan perkembangan anak. Terlalu banyak dan berat melakukan pekerjaan rumah tangga dapat juga mengakibatkan hal-hal buruk. Jadi, harus ingat bahwa orang tua mempunyai multiperan. Selain mengurus pekerjaan rumah tangga, orangtua harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya (fungsi edukatif) karena secara struktural keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Selanjutnya, dalam masyarakat dibentuk lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Oleh karena itu, untuk kelancaran terlaksananya pendidikan tersebut antara orang tua dan lembaga pendidikan tempat anak belajar harusa berjalan secara searah dan serasi.
Lembaga-lembaga di luar keluarga mungkin dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bermanfaat bagi anak. Akan tetapi, mungkin juga paradigma lembaga pendidikan bentukan masyarakat kurang sejalan dengan pandangan hidup yang didapatnya dalam keluarga. Oleh karena itu, orang tua harus bisa memperhatikan terus perkembangan anaknya pengetahuan secara pasti lingkungan belajar si anak dan sejauh mana lingkungan tersebut memberikan pengaruh bagi anaknya.
                                              2.     Guru
Guru sekarang sudah mendapat arti yang luas dalam masyarakat. Dalam pengertian yang sederhana, Menurut Slameto bahwa:
Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Semua orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang dapat juga disebut guru. Oleh karena itu, untuk menjelaskan kepada pembaca yang dibicarakan dalam hal ini ialah guru sekolah yang tugasnya selain mengajar, memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada anak-anak dan juga pendidik.[24]

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpilkan bahwa guru adalah seseorang yang tugasnya mengajar dan memberikan ilmu pengetahuan serta keterampilan kepada anak- anak dan pendidik.
Salah satu unsur penting dalam proses kependidikan adalah tanggung jawab pendidikan yang amat besar dalam upaya mengantarkan peserta pendidikan ke arah yang dicita-citakan. Dalam melaksanakan pendidikan, peranan guru sangat penting karena bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersabut.
Oleh karena itu, sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik yang mempunyai tugas mulia maka Islam memandang bahwa orang yang memiliki pendidikan tinggi akan ditinggikan derajatnya dari pada orang-orang yang tidak berilmu. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Mujadalah ayat 11 yang artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.[25]
                                              3.     Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Erlianti sebagai berikut:
Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan yang pertama karena pertama kali anak mendapatkan pengaruh pendidikan dari dan di dalam keluarga. Sedangkan keluarga dikatakan sebagai pendidikan yang utama karena sekalipun anak mendapatkan pendidikan dari sekolah, namun tanggung jawab kodrati pendidikan ada di genggaman keluarga.[26]

                                              4.     Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Karena perkembangan jiwa anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pengaruh lingkungan dapat memberikan pengaruh positif ataupun negatif terhadap anak didik. Oleh karena itu, berhasilnya tidaknya pendidikan agama banyak ditentukan oleh lingkungan dan tempat mereka berada, khususnya dalam lembaga pendidikan.


[1] Erliantini, Pengaruh Motivasi Orangtua terjadap Keberhasilan Belajar Anak (Pamekasan: STAI Al Khairat, 2010), h. 30.
[2]  Slameto. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 2.
[3]  Erliantini, Pengaruh Motivasi Orangtua terjadap Keberhasilan Belajar Anak (Pamekasan: STAI Al Khairat, 2010), h. 30.
[4]  Syaiful Bachri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : Rineka Cipta.2002), h. 51.
[5] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor, h. 54.
[6] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 144.
[7] Abu Ahmadi dan widodo Supriarno, Psikologi Belajar, (Jakarta Rineka Cipta, 2005). h. 30.
[8] Ibid, h.148.
[9] Ibid., h. 147.
[10] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 160-161.
55 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, h. 150.
56 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor, h. 57.
57 Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, h. 163.
[11] Slameto. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 51
[12] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998), h. 75.
[13] 1bid., h. 151.
[14] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor, h. 57
[15] Slameto. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 58.
[16]  Ibid, h.152.
[17] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, h. 151.
[18] Ibid., h. 151.
[19] Ibid.
[20] Ibid, h.152
[21] Ibid, h.156.
[22] Ibid,  h. 155.
[23] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor,  h. 68.
[24] Ibid h. 56
[25] QS. AL- mujadalah : 11.
[26] Erliantini, Pengaruh Motivasi Orangtua terjadap Keberhasilan Belajar Anak (Pamekasan: STAI Al Khairat, 2010), h. 37.

[1] Afnil Guza, Undang-Undang Sisdiknas, h. 3.
[2] Ibid, h. 9-10.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer