Tanpa
saudara kandungnya Pengetahuan, Akal (Instrumen berfikir Manusia) bagaikan si
miskin yang tak berumah, sedangkan Pengetahuan tanpa akal seperti rumah yang
tak terjaga. Bahkan, Cinta, Keadilan, dan
Kebaikan akan terbatas kegunaannya jika akal tak hadir (Kahlil Gibran)
Pengetahuan merupakan suatu kekayaan dan kesempurnaan. ..Seseorang yang tahu
lebih banyak adalah lebih baik kalau dibanding dengan yang tidak tahu apa-apa (Louis
Leahy)
Mengetahui merupakan kegiatan yang menjadikan subjek berkomunikasi Secara
dinamik dengan eksistensi dan kodrat dari “ada” benda-benda (Sartre)
A.
MAKNA MENJADI MANUSIA
Kemampuan
manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi
dasar yang memungkinkan manusia Berfikir, dengan Berfikir manusia menjadi mampu
melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam
diri manusia merupakan akibat dari aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat
wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai
kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan
manusia pun tidak punya makna bahkan
mungkin tak akan pernah ada.
Berfikir
juga memberi kemungkinan manusia untuk memperoleh pengetahuan, dalam tahapan
selanjutnya pengetahuan itu dapat menjadi fondasi penting bagi kegiatan
berfikir yang lebih mendalam. Ketika Adam diciptakan dan kemudian ALLAH
mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam (Manusia)
merupakan Makhluk yang bisa Berfikir dan berpengetahuan, dan dengan pengetahuan
itu Adam dapat melanjutkan kehidupannya di Dunia. Dalam konteks yang lebih
luas, perintah Iqra (bacalah) yang tertuang dalam Al Qur’an dapat
dipahami dalam kaitan dengan dorongan Tuhan pada Manusia untuk berpengetahuan
disamping kata Yatafakkarun (berfikirlah/gunakan akal) yang banyak
tersebar dalam Al Qur’an. Semua ini dimaksudkan agar manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dengan tahu dia
berbuat, dengan berbuat dia beramal bagi kehidupan. semua ini pendasarannya
adalah penggunaan akal melalui kegiatan berfikir. Dengan berfikir manusia mampu
mengolah pengetahuan, dengan pengolahan tersebut, pemikiran manusia menjadi
makin mendalam dan makin bermakna, dengan pengetahuan manusia mengajarkan,
dengan berpikir manusia mengembangkan, dan dengan mengamalkan serta
mengaplikasikannya manusia mampu melakukan perubahan dan peningkatan ke arah
kehidupan yang lebih baik, semua itu telah membawa kemajuan yang besar dalam
berbagai bidang kehidupan manusia (sudut pandang positif/normatif).
Dengan
demikian kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia
merupakan makna pokok yang terkandung dalam kegiatan Berfikir dan
berpengetahuan. Disebabkan kemampuan Berfikirlah, maka manusia dapat berkembang
lebih jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga dapat terbebas dari kemandegan
fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan Berfikir manusia mampu
mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk
kehidupannya.
Pernyataan
di atas pada dasarnya menggambarkan keagungan manusia berkaitan dengan
karakteristik eksistensial manusia sebagai upaya memaknai kehidupannya dan
sebagai bagian dari Alam ini. Dalam konteks perbandingan dengan bagian-bagian
alam lainnya, para akhli telah banyak mengkaji perbedaan antara manusia dengan
makhluk-makhluk lainnya terutama dengan makhluk yang agak dekat dengan manusia yaitu
hewan. Secara umum komparasi manusia dengan hewan dapat dilihat dari sudut
pandang Naturalis/biologis dan sudut pandang sosiopsikologis. Secara biologis
pada dasarnya manusia tidak banyak berbeda dengan hewan, bahkan Ernst
Haeckel (1834 – 1919) mengemukakan bahwa manusia dalam segala hal
sungguh-sungguh adalah binatang beruas tulang belakang, yakni binatang
menyusui, demimikian juga Lamettrie (1709 – 1751) menyatakan bahwa
tidaklah terdapat perbedaan antara binatang dan manusia dan karenanya bahwa
manusia itu adalah suatu mesin.
Kalau
manusia itu sama dengan hewan, tapi kenapa manusia bisa bermasyarakat dan
berperadaban yang tidak bisa dilakukan oleh hewan ?, pertanyaan ini telah
melahirkan berbagai pemaknaan tentang manusia, seperti manusia adalah makhluk
yang bermasyarakat (Sosiologis), manusia adalah makhluk yang berbudaya
(Antropologis), manusia adalah hewan yang ketawa, sadar diri, dan merasa malu
(Psikologis), semua itu kalau dicermati tidak lain karena manusia adalah hewan
yang berfikir/bernalar (the animal that reason) atau Homo Sapien.
Dengan
memahami uraian di atas, nampak bahwa ada sudut pandang yang cenderung
merendahkan manusia, dan ada yang mengagungkannya, semua sudut pandang tersebut
memang diperlukan untuk menjaga keseimbangan memaknai manusia. Blaise Pascal
(1623 – 1662) menyatakan bahwa adalah berbahaya bila kita menunjukan manusia
sebagai makhluk yang mempunyai sifat-sifat binatang dengan tidak menunjukan
kebesaran manusia sebagai manusia. Sebaliknya adalah bahaya untuk menunjukan
manusia sebagai makhluk yang besar dengan tidak menunjukan kerendahan, dan
lebih berbahaya lagi bila kita tidak menunjukan sudut kebesaran dan
kelemahannya sama sekali (Rasjidi. 1970 : 8). Guna memahami lebih jauh siapa itu
manusia, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi yang dikemukakan oleh
para akhli :
·
Plato (427 – 348). Dalam pandangan Plato manusia dilihat
secara dualistik yaitu unsur jasad dan unsur jiwa, jasad akan musnah sedangkan
jiwa tidak, jiwa mempunyai tiga fungsi (kekuatan) yaitu logystikon (berfikir/rasional, thymoeides
(Keberanian), dan epithymetikon (Keinginan)
·
Aristoteles
(384 – 322 SM). Manusia itu adalah hewan
yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan
akal fikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (Zoon
Politicon/Political Animal), hewan yang membangun masyarakat di atas
famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari pada kampung dan negara.
·
Ibnu Sina
(980 -1037 M). manusia adalah makhluk yang mempunyai kesanggupan : 1) makan, 2)
tumbuh, 3) ber-kembang biak, 4) pengamatan hal-hal yang istimewa, 5) pergerakan
di bawah kekuasaan, 6) ketahuan (pengetahuan tentang) hal-hal yang umum, dan 7)
kehendak bebas. Menurut dia, tumbuhan hanya mempunyai kesanggupan 1, 2, dan 3,
serta hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5.
·
Ibnu Khaldun
(1332 – 1406). Manusia adalah hewan dengan kesanggupan berpikir, kesanggupan
ini merupakan sumber dari kesempurnaan dan puncak dari segala kemulyaan dan
ketinggian di atas makhluk-makhluk lain.
·
Ibnu Miskawaih.
Menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kekuatan-kekuatan yaitu
: 1) Al Quwwatul Aqliyah (kekuatan berfikir/akal), 2) Al Quwwatul Godhbiyyah
(Marah, 3) Al Quwwatu Syahwiyah (sahwat).
·
Harold H. Titus menyatakan : Man is an animal organism, it
is true but he is able to study himself as organism and to compare and
interpret living forms and to inquire about the meaning of human existence.
Selanjutnya Dia menyebutkan beberapa faktor yang berkaitan (menjadi
karakteristik – pen) dengan manusia sebagai pribadi yaitu :
i.
Self conscioueness
ii.
Reflective thinking, abstract thought, or the power of
generalization
iii.
Ethical discrimination and the power of choice
iv.
Aesthetic appreciation
v.
Worship and faith in a higher power
vi.
Creativity of a new order
·
William E. Hocking menyatakan : Man can be defined as the animal who thinks
in term of totalities.
·
C.E.M. Joad.
Menyatakan : every thing and every creature in the world except man acts as
it must, or act as it pleased, man alone act on occasion as he ought
·
R.F. Beerling.
Menyatakan bahwa manusia itu tukang bertanya.
Dari uraian dan
berbagai definisi tersebut di atas dapatlah ditarik beberapa kesimpulan tentang
siapa itu manusia yaitu :
1. Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga
2.
Manusia punya kemampuan untuk bertanya
3.
Manusia punya kemampuan untuk
berpengetahuan
4.
Manusia punya kemauan bebas
5.
Manusia bisa berprilaku sesuai
norma (bermoral)
6.
Manusia adalah makhluk yang
bermasyarakat dan berbudaya
7.
Manusia punya kemampuan berfikir
reflektif dalam totalitas dengan sadar diri
8.
Manusia adalah makhluk yang punya
kemampuan untuk percaya pada Tuhan
Dengan
demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan antara manusia dengan makhluk lain khususnya hewan,
secara fisikal/biologis perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat gradual
dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir, bermasyarakat
dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya sangat asasi/prinsipil, ini berarti
jika manusia dalam kehidupannya hanya bekutat dalam urusan-urusan fisik
biologis seperti makan, minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh
berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi
adalah penggunaan akal untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan
pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah masyarakat
beradab dan berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut telah mendorong manusia
untuk berfikir tentang sesuatu yang melebihi pengalamannya seperti keyakinan
pada Tuhan yang merupakan inti dari seluruh ajaran Agama. Oleh karena itu
carilah ilmu dan berfikirlah terus agar posisi kita sebagai manusia menjadi
semakin jauh dari posisi hewan dalam konstelasi kehidupan di alam ini. Meskipun
demikian penggambaran di atas harus dipandang sebagai suatu pendekatan saja
dalam memberi makna manusia, sebab manusia itu sendiri merupakan makhluk yang
sangat multi dimensi, sehingga gambaran yang seutuhnya akan terus menjadi
perhatian dan kajian yang menarik, untuk itu tidak berlebihan apabila Louis
Leahy berpendapat bahwa manusia itu sebagai makhluk paradoksal dan sebuah misteri, hal ini menunjukan betapa
kompleks nya memaknai manusia dengan seluruh dimensinya.
B.
MAKNA BERFIKIR
Semua
karakteristik manusia yang menggambargakan ketinggian dan keagungan pada
dasarnya merupakan akibat dari anugrah
akal yang dimilikinya, serta pemanfaatannya untuk kegiatan berfikir, bahkan
Tuhan pun memberikan tugas kekhalifahan (yang terbingkai dalam perintah dan
larangan) di muka bumi pada manusia tidak terlepas dari kapasitas akal untuk
berfikir, berpengetahuan, serta membuat keputusan untuk melakukan dan atau
tidak melakukan yang tanggungjawabnya inheren pada manusia, sehingga perlu
dimintai pertanggungjawaban.
Sutan
Takdir Alisjahbana. Menyatakan bahwa pikiran memberi manusia pengetahuan yang
dapat dipakainya sebagai pedoman dalam perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang
menjadi pendorong perbuatan mereka. Oleh karena itu berfikir merupakan atribut
penting yang menjadikan manusia sebagai manusia, berfikir adalah fondasi dan
kemauan adalah pendorongnya.
Kalau berfikir
(penggunaan kekuatan akal) merupakan salah satu ciri penting yang membedakan
manusia dengan hewan, sekarang apa yang dimaksud berfikir, apakah setiap
penggunaan akal dapat dikategorikan berfikir, ataukah penggunaan akal dengan
cara tertentu saja yang disebut berfikir. Para akhli telah mencoba
mendefinisikan makna berfikir dengan rumusannya sendiri-sendiri, namun yang
jelas tanpa akal nampaknya kegiatan berfikir tidak mungkin dapat dilakukan,
demikian juga pemilikan akal secara fisikal tidak serta merta mengindikasikan
kegiata berfikir.
Menurut J.M.
Bochenski berfikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi ini nampak
sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berfikir bukanlah kegiatan
fisik namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu
itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang
berfikir. Jika demikian berarti bahwa berfikir merupakan upaya untuk mencapai
pengetahuan. Upaya mengikatkan diri dengan sesuatu merupakan upaya untuk
menjadikan sesuatu itu ada dalam diri (gambaran mental) seseorang, dan jika itu
terjadi tahulah dia, ini berarti bahwa dengan berfikir manusia akan mampu
memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu manusia menjadi lebih mampu
untuk melanjutkan tugas kekhalifahannya di muka bumi serta mampu memposisikan
diri lebih tinggi dibanding makhluk lainnya.
Sementara
itu Partap Sing Mehra memberikan definisi berfikir (pemikiran) yaitu
mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui.
Definisi ini mengindikasikan bahwa suatu kegiatan berfikir baru mungkin terjadi
jika akal/pikiran seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain, sesuatu yang diketahui itu
bisa merupakan data, konsep atau sebuah idea, dan hal ini kemudian berkembang
atau dikembangkan sehingga diperoleh suatu yang kemudian diketahui atau bisa
juga disebut kesimpulan. Dengan demikian kedua definisi yang dikemukakan akhli
tersebut pada dasarnya bersifat saling melengkapi. Berfikir merupakan upaya
untuk memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuan tersebut proses berfikir
dapat terus berlanjut guna memperoleh pengetahuan yang baru, dan proses itu
tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus dilakukan.
Menurut Jujus
S Suriasumantri Berfikir merupakan suatu proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti
jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Dengan demikian berfikir mempunyai gradasi yang berbeda
dari berfikir sederhana sampai berfikir yang sulit, dari berfikir hanya untuk
mengikatkan subjek dan objek sampai dengan berfikir yang menuntut kesimpulan
berdasarkan ikatan tersebut. Sementara itu Partap Sing Mehra menyatakan
bahwa proses berfikir mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu :
·
Conception (pembentukan gagasan)
·
Judgement (menentukan sesuatu)
·
Reasoning (Pertimbangan pemikiran/penalaran)
bila seseorang mengatakan bahwa dia
sedang berfikir tentang sesuatu, ini mungkin berarti bahwa dia sedang membentuk
gagasan umum tentang sesuatu, atau sedang menentukan sesuatu, atau sedang
mempertimbangkan (mencari argumentasi) berkaitan dengan sesuatu tersebut.
Cakupan
proses berfikir sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan bentuk substansi
pencapaian kesimpulan, dalam setiap cakupan terbentang suatu proses (urutan)
berfikir tertentu sesuai dengan substansinya. Menurut John Dewey proses
berfikir mempuyai urutan-urutan (proses) sebagai berikut :
·
Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk
adaptasi terhadap alat, sulit mengenai sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal
yang muncul secara tiba-tiba.
·
Kemudian rasa sulit tersebut diberi
definisi dalam bentuk permasalahan.
·
Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang
berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
·
Ide-ide pemecahan diuraikan secara
rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti
(data).
·
Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di
atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan ataupun
percobaan-percobaan.
Sementara
itu Kelly mengemukakan bahwa proses berfikir mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
·
Timbul rasa sulit
·
Rasa sulit tersebut didefinisikan
·
Mencari suatu pemecahan sementara
·
Menambah keterangan terhadap pemecahan
tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
·
Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan
verifikasi eksperimental
·
Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan
eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak
sehingga kembali menimbulkan rasa sulit.
·
Memberikan suatu pandangan ke depan atau
gambaran mental tentang situasi yang
akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Urutan langkah (proses) berfikir seperti
tersebut di atas lebih menggambarkan suatu cara berfikir ilmiah, yang
pada dasarnya merupakan gradasi tertentu disamping berfikir biasa yang
sederhana serta berfikir radikal filosofis, namun urutan tersebut dapat
membantu bagaimana seseorang berfikir dengan cara yang benar, baik untuk
hal-hal yang sederhana dan konkrit maupun hal-hal yang rumit dan abstrak, dan
semua ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang berfikir
tersebut.
C. MAKNA
PENGETAHUAN
Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan
(Knowledge) atau sesuatu yang diketahui agar pencapaian pengetahuan baru
lainnya dapat berproses dengan benar, sekarang apa yang dimaksud dengan
pengetahuan ?, menurut Langeveld pengetahuan ialah kesatuan subjek yang
mengetahui dan objek yang diketahui, di tempat lain dia mengemukakan bahwa
pengetahuan merupakan kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang
diketahui, suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai
dikenalinya. Dengan demikian pengetahuan selalu berkaitan dengan objek yang
diketahui, sedangkan Feibleman menyebutnya hubungan subjek dan objek (Knowledge
: relation between object and subject). Subjek adalah individu yang punya
kemampuan mengetahui (berakal) dan objek adalah benda-benda atau hal-hal yang
ingin diketahui. Individu (manusia) merupakan suatu realitas dan benda-benda
merupakan realitas yang lain, hubungan keduanya merupakan proses untuk
mengetahui dan bila bersatu jadilah pengetahuan bagi manusia. Di sini terlihat
bahwa subjek mesti berpartisipasi aktif dalam proses penyatuan sedang objek pun
harus berpartisipasi dalam keadaannya, subjek merupakan suatu realitas demikian
juga objek, ke dua realitas ini berproses dalam suatu interaksi partisipatif,
tanpa semua ini mustahil pengetahuan terjadi, hal ini sejalan dengan pendapat Max
Scheler yang menyatakan bahwa pengetahuan sebagai partisipasi oleh suatu
realita dalam suatu realita yang lain, tetapi tanpa modifikasi-modifikasi dalam
kualitas yang lain itu. Sebaliknya
subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya.
Pengetahuan
pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang objek tertentu,
termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S Suriasumantri,), Pengetahuan tentang
objek selalu melibatkan dua unsur yakni unsur representasi tetap dan tak
terlukiskan serta unsur penapsiran konsep yang menunjukan respon pemikiran.
Unsur konsep disebut unsur formal sedang unsur tetap adalah unsur material atau
isi (Maurice Mandelbaum). Interaksi antara objek dengan subjek yang
menafsirkan, menjadikan pemahaman subjek (manusia) atas objek menjadi jelas,
terarah dan sistimatis sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi. Pengetahuan tumbuh sejalan
dengan bertambahnya pengalaman, untuk itu diperlukan informasi yang
bermakna guna menggali pemikiran untuk menghadapi realitas dunia dimana seorang
itu hidup (Harold H Titus).
D.
BERFIKIR DAN PENGETAHUAN
Berfikir
dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa
pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih
lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan
pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal,
Berpengetahuan
merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk
itu dalam diri manusia telah terdapat akal yang dapat dipergunakan berfikir
untuk lebih mendalami dan memperluas pengetahuan. Paling tidak terdapat dua
alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu yaitu :
1.
manusia tidak bisa hidup dalam alam yang
belum terolah, sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai
kemampuan bawaannya.
2.
manusia merupakan makhluk yang selalu
bertanya baik implisit maupun eksplisit dan kemampuan berfikir serta
pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.
Dengan demikian berfikir dan pengetahuan
bagi manusia merupakan instrumen penting untuk mengatasi berbagai persoalah
yang dihadapi dalam hidupnya di dunia, tanpa itu mungkin yang akan terlihat
hanya kemusnahan manusia (meski kenyataan menunjukan bahwa dengan berfikir
dan pengetahuan manusia lebih mampu membuat kerusakan dan memusnahkan diri
sendiri lebih cepat)
No comments:
Post a Comment