A. LATAR BELAKANG
Dalam
kehidupan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional.
Seorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter, yang lain juga
mengatakan profesinya sebagai orang
arsitek, guru dan sebagainya. Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam
profesi yang disebutkan tersebut belum jelas apa yang merupakan criteria bagi
suatu pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya,
kriterianya dapat bergerak dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi
seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai kepada kemampuan yang
dituntut seseorang dalam melakukan tugasnya. Guru harus melalui pendidikan
tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan pemagangan yang juga memakan
waktu yang tidak sedikit sebelum mereka diizinkan memangkau jabatannya.
(Djam’an. 2005:3).
Istilah “profesi” sudah cukup dikenal
oleh semua pihak, dan senantiasa melekat pada “guru” karena tugas guru
sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional. Untuk memperoleh pemahaman
yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian “profesi” dan
kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan “profesi”
selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang,
akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena
profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu
pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang
orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan
yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada beberapa istilah lain yang dikembangkan
yang bersumber dari istilah “profesi” yaitu istilah professional,
profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi secara tepat, berikut
ini akan diberikan pengkelasan singkat mengeni pengertian istilah-istilah
tersebut.
PEMBAHASAN
KONSEP
DAN MAKNA PROFESI
KEGURUAN
A. Pengertian Dan Makna Profesi Keguruan
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang konsep dan
makna profesi keguruan/pendidikan, perlu dibatasi lebih dahulu pengertian dan
konsep profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan
profesionalisasi secara umum, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam mengupas
profesi kependidikan.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para anggotanya. Artinya tidak bisa dilakukan oleh
sembarangan orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk
melakukan pekerjaan itu.
Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang
menyandang suatu profesi. Kedua penampilan orang dalam malakukan pekerjaannya
yang sesuai dengan profesinya, artinya dalam kegiatan sehari-hari seorang
profesional melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu yang telah milikinya. Jadi
tidak asal tahu saja.
Profesionalisme menunjuk pada komitmen para anggota
suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus
mengembangkan strategi-stategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan profesinya.
Profesionalitas, di pihak lain, mengacu kepada sikap
para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian
yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Jadi seorang profesional
tidak akan mau mengerjakan sesuatu yang memang bukan bidangnya.
Profesionalisasi, menunjukkan pada proses peningkatan
kualitifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria
yang standar dalam penampilannya sebagai suatu profesi. Profesionalisasi pada
dasarnya merupakan rangkaian proses pengembangan profesional, baik dilakukan
melalui pendidikan/ latihan”Prajabatan” maupun latihan dalam jabatan.
Sedangkan Ornstein dan
Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan
pengertian profesi di bawah ini:
1.
Pengertian profesi
a.
Melayani masyarakat, merupakan
karier yang dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan).
b.
Memerlukan bidang ilmu dan
keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang
dapat melakukannya).
c.
Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu
yang panjang
d.
Mempunyai persyaratan masuk (untuk
menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus
yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
e.
Mempunyai komitmen terhadap jabatan
dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
f.
Mempunyai organisasi yang diatur
oleh anggota profesi sendiri.
g.
Mempunyai kadar kepercayaan yang
tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri
di atas, Sanusi et.al (1991), mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu
sebagai berikut:
a.
Jabatan yang menuntut
keterampilan/keahlian tertentu.
b.
Jabatan itu memerlukan pendidikan
tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
c.
Dalam memberikan layanan kepada
masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol
oleh organisasi profesi.
d.
Jabatan ini mempunyai prestise yang
tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
2. Makna
Kemampuan dalam Profesi Keguruan
Kemampuan dalam arti yang umum dapat dibatasi sebagai
“Kemampuan adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan” (Danim, 1994 : 12).
Sedangkan dalam konteks keguruan, kemampuan tersebut diterjemahkan sebagai
“gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru yang nampak sangat berarti”
(Wijaya, 1992 : 7). Dengan demikian, suatu kemampuan dalam suatu profesi yang
berbeda menuntut kemampuan yang berbeda-beda pula. Sedangkan kemampuan dalam
profesi keguruan akan dicerminkan pada kemampuan pengalaman dari kompetensi
keguruan itu sendiri.
Apabila disimak makna yang tertuang dalam kaidah
kemampuan tersebut, maka setiap profesi yang diemban seseorang harus disertai
dengan kemampuan, dimana profesi itu sendiri dibatasi sebagai “Suatu pekerjaan
yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang
digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan yang bermanfaat” (Sardiman, 1986 : 131.
Dalam profesi keguruan, kriteria yang dipergunakan
untuk menjembataninya sebagai sebuah profesi secara umum adalah sebagai
berikut:
a.
Jabatan yang melibatkan kegiatan
intelektual.
Mengajar melibatkan upaya-upaya yang
sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati,
bahwa kegiatan persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab
itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
b.
Jabatan yang
memerlukan persiapan latihan yang lama
Anggota kelompok guru dan yang
berwenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu
untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi
kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan
khusus sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK) atau pendidikan persiapan profesional di
LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di
perguruan tinggi non – LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia ternyata masih
banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang
hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat
memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
c.
Jabatan yang mementingkan layanan di atas
keuntungan pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang
mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik
akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga negara
masa depan. Jabatan guru telah terkenal secara
universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan
untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau
keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap
baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi
atau lahiriah. Namun, ini tidak berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah
tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya bila memilih jabatan guru.
Gambaran
(citra) guru yang ideal mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dalam hal ini
J. Sudarminta sebagai seorang filsuf dan pengamat pendidikan di Indonesia
memberikan rambu-rambu tentang citra guru sebagai berikut
a.
Guru yang sadar dan tanggap akan perubahan
zaman, pola tindak keguruannya tidak rutin (tidak dibenarkan jika guru
menerapkan pola kerja yang baku tanpa memperhatikan individualistis peserta
didik), guru tersebut maju dalam penggunaan dasar keilmuan dan perangkat
instrumentalnya (misalnya sistem berpikir, membaca keilmuan, kecakapan
problem-solving, seminar dan sejenisnya) yang diperlukannya untuk belajar lebih
lanjut (berkesinambungan).
b.
Guru yang berkualifikasi
profesional, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya,
cakap dalam mengajarkannya secara efektif serta efesien dan guru tersebut
berkepribadian yang mantap.
c.
Guru hendaknya berwawasan dan
berkemampuan menggalang partisipasi masyarakat di sekitarnya, tanpa menjadi
otoriter dan dogmatik dalam pendekatan keguruannya.
d.
Guru hendaknya bermoral yang tinggi
dan beriman yang mendalam, seluruh tingkah lakunya (baik yang berhubungan
dengan tugas keguruannya maupun sosialitasnya sehari-hari) digerakkan oleh
nilai-nilai luhur dan taqwanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara nyata guru
tersebut bertindak disiplin, jujur, adil, setia dan menghayati iman yang hidup
(Samana, 1994 : 21).
Idealnya profesi keguruan bukan hanya sekedar untuk
mengisi lowongan pekerjaan, tidak juga semata-mata untuk menentukan prestise,
tetapi profesi keguruan harus dapat ditempatkan sebagai sebuah profesi
kemanusiaan yang dilandasi oleh panggilan hati nurani dengan dasar-dasar
kemampuan yang seharusnya dimiliki untuk melaksanakannya. Profesi keguruan
merupakan sebuah profesi yang strategis untuk membawa angin kemajuan pada semua
aspek nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, guru tidak hanya sekedar
berfungsi menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi lebih-lebih ia adalah pendidik
yang bertugas mentrasfer dan mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan, sehingga
dengan demikian tugas-tugas keguruan menuntut kemampuan yang majemuk
dalam proses pendidikan, sehingga kemajuan ilmu pengetahuan, kecanggihan
teknologi dan dinamika seni yang telah dicapai sekarang ini belum mampu
menggantikan kehadiran seorang guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh (Sudjana, 1989 : 19), berikut ini.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran masih
memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pembelajaran belum dapat
digantikan oleh mesin, radio, tape recorder atau komputer yang paling
modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap,
sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang merupakan hasil
dari proses pembelajaran tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut
Mengingat peran pentingnya kehadiran seorang guru pada
proses pendidikan itu, maka kemampuan-kemampuan yang seharusnya dimiliki
sebagai pondasi profesinya adalah tonggak awal bagi keberhasilannya dalam
menjalankan tugasnya.
Kemampuan mengajar guru, sebenarnya merupakan
pencerminan penguasaan guru atas kompetensinya, sedangkan gugus kompetensi
dasar keguruan itu adalah: (1) Kemampuan merencanakan pengajaran; (2) Kemampuan
melaksanakan pengajaran; (3) Kemampuan mengevaluasi pengajaran.” (Imron, 1995 :
168).
Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutelak
dimiliki guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik.
Kompetensi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
pendidikan dan pembelajaran di jalur sekolah. Kompetensi sebagai konsep dapat
diartikan secara etimologis dan terminologis. Dalam pengertian etimologis
kompetensi dapat dikemukakan bahwa “Kompetensi tersebut berasal dari
bahasa Inggris, yakni competency yang berarti kecakapan dan kemampuan. Oleh
karena itu dapat pula dikatakan bahwa kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)
untuk menentukan (memutuskan) sesuatu” (Djamarah, 1994 : 33). Sedangkan secara
definitif, kompetensi dapat dijelaskan sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang
ahli bahwa “Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang”
(Roestiyah, 1986 : Apabila pengertian ini dihubungkan dengan proses pendidikan,
maka guru sebagai pemegang jabatan pendidik dituntut untuk memiliki kemampuan
dalam menjalankan tugasnya. Untuk itu, seorang guru perlu menguasai bahan
pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar serta memiliki kepribadian yang
kokoh sebagai dasar kompetensi. Jika guru tidak memiliki kepribadian, tidak
menguasai bahan pelajaran serta tidak pula mengetahui cara-cara mengajar, maka
guru akan mengalami kegagalan dalam menunaikan tugasnya. Oleh karena itu,
kompetensi mutlak dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan atau keterampilan
dalam mengelola kegiatan pendidikan. Dengan demikian, kompetensi guru berarti
pemilikan pengetahuan keguruan dan pemilikan keterampilan serta kemampuan
sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
B.
Kode Etik Profesi Keguruan
1. Pengertian Kode Etik
a.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.
Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan
bahwa dengan adanya kode etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur
negara, abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku
dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan
pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai
negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari-hari.
b.
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI
XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merkupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik
Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
(1) sebagai landasan moral,
(2) sebagai
pedoman tingkah laku.
Dari uraian
tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya
dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk
bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan
larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas
profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada
umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat
2. Tujuan kode etik
a) Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal
ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap
profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan
melarang berbagai bentuk tindak-tnaduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik
juga seringkali disebut kode kehormatan.
b) Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Yang
dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau
material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal
kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat
larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan
tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan
tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan
dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan
batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada
para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
c). Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain
kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,
sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
d) Untuk
meningkatkan mutu profesi
Untuk
meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar
para anggora profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota
untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi
3. Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari, bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan
negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
C. Organisasi Profesional Keguruan
C. Organisasi Profesional Keguruan
v Jenis-Jenis Organisasi Keguruan
Disamping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang
diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya
masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang
cukup baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara
kelompok guru-guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI,
ada lagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yang harus kita
ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini
telah mempunyai divisi-divisi antara lain:
a. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
b. Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan
Indonesia (HISAPIN)
c. Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
(HSPBI) dan
lain-lain.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jabatan guru merupakan jabatan profesional dan sebagai
jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria
jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan
intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama
untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan,
merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku
perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional dan
mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum
dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah
air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini
sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan
organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga oleh kebijaksanaan
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
v Dsantori, jam’an. 2005.
Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
v http://www.contohmakalah.co.cc/2010/05/konsep-profesi-keguruan.html
v Soetjipto & Raflis Kosasi.
1994. Profesi keguruan. Jakarta. Rineka Cipta.
No comments:
Post a Comment