A.
Latar Belakang
Pada dasarnya hal yang tidak kalah
penting untuk diperhatikan oleh seorang tenaga pendidik atau seorang guru
selain perbedaan peserta didik, dalam hal ini misalnya kemampuan untuk menerima
atau menyerap materi yang disampaikan oleh guru adalah masalah perkembangan
peserta didik, baik itu perkembangan emosi, perkembangan kognitif atau
intelektual, perkembangan bahasa dan lain sebagainya yang berhubungan dengan perkembangan
peserta didik.
Dalam kehidupan sehari-haripun kita pasti sering mendengar kata kognitif, dari aspek tenaga pendidik misalnya, Seorang dosen diharuskan memiliki
kompetensi bidang kognitif. Artinya dosen tersebut harus memiliki kemampuan
intelektual, seperti penguasaan materi perkuliahan, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan cara menilai mahasiswa dan sebagainya.
Dalam teori perkembangan kognitif Jean Piaget (1896-1980) membahas
munculnya dan diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh
cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti tidak seperti teori
nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), Piaget berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan. Piaget berpikir sebagaimana tubuh, fisik kita memiliki
struktur yang memampukan kita beradaptasi dengan dunia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian Perkembangan Kognitif
2.
Teori Perkembangan Kognitif Jean
Piaget
3.
Karakteristik Perkembangan Kognitif
4.
Tahap – Tahap Perkembangan Kognitif
5.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Kognitif
PEMBAHASAN
1. Pengertian Perkembangan Kognitif
Sebelum berbicara lebih jauh tentang perkembangan kognitif hendaknya kita
tahu dulu arti dari perkembangan. Perkembangan adalah perubahan kualitatif,
mengacu pada kualitas fungsi organ jasmaniah, bukan pada organ jasmani ,
sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi
psikiologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis. Kognitif adalah salah satu
ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara
umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan:
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal).
Perkembangan
kognitif atau daya pikir seseorang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak.
Karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan
intelektual atau kognitif dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu
menunjukkan fungsinya secara baik. Perkembangan tingkat berpikir akan diawali
dengan kemampuan mengenal yaitu untuk mengetahui dunia luar. Reaksi atau respon
terhadap rangsangan dari luar pada dasarnya belum terkoordinasi dengan baik,
hampir semua respon yang diberikan bersifat refleks.
Pada umur 4
(empat) bulan respon yang bersifat refleks itu mulai berkurang, pemberian
respon terhadap setiap rangsangan mulai terkoordinasi. Sebagai contoh respon
terhadap suara, sinar, dan warna ditunjukkan denagn gerakan pandangan mata
kearah asal rangsangan itu diberikan. Perkembangan lebih lanjut ditunjukkan
pada perilaku, yaitu tindakan memilih dan menolak sesuatu. Tindakan itu berarti
telah mendapatkan proseas analisis, evaluasi, sampai dengan kemampuan menarik
kesimpulan dan keputusan. Fungsi ini terus berkembang mengikuti kekayaan
pengetahuannya tentang dunia luar dan proses belajar yang dialaminya, sehingga
pada saatnya seseorang akan berkemampuan melakukan peramalan, analisis dan
sintesis.
Berhubungan
dengan masalah kemampuan tersebut diatas para ahli psikolog telah mengembangkan
alat ukur (tes intelegensi). Salah satu tes intelegensi yang terkenal adalah
tes yang dikembangkan oleh Alfred Binner, yang kemudian disempurnakan oleh
Theodore Simon, sehingga tes tersebut dinamakan
“ Tes Biner-Simon”. Hasil tes intelegensi ini dinyatakan dalam angka,
yang menggambarkan perbandingan antara umur kemampuan mental atau kecerdasan
(mental age) yang disingkat MA dan umur kalender yang disingkat CA. Pengukuran
intelegensi dengan perbandingan ini juga diajukan oleh William Stern, seorang
ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman dengan sebutan Intelegence Quotient atau
disingkat IQ, yang artinya perbandingan kecerdasan. Adapun rumus perhitungan
yang diajukan adalah IQ = MA / Cax100
Hasilnya
dapat digambarkan pada tingkat intelegensi dan kategorisasi di bawah ini :
IQ
|
KATEGORI
|
140 – .......
|
Genius
|
130 – 139
|
Sangat Cerdas
|
120 – 129
|
Cerdas
|
110 – 119
|
Di atas Normal
|
90 – 109
|
Normal
|
80 – 89
|
Di bawah Normal
|
70 – 79
|
Bodoh
|
50 – 69
|
Debil
|
25 – 49
|
Imbecil
|
Jadi dapat
disimpulkan bahwa intelegensi merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru, atau menghadapi
sesuatu yang beragam, juga kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk
menerima pendidikan dan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakna
konsep-konsep yang abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan
konsep-konsep.
Teori ini
didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang
fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif
ini, maka anak dipandang sebagai individu yang yang secara aktif membangun
sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
2. Teori Perkembangan Kognitif Jean
Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah seorang pakar psikologi dari Swiss, dia mengatakan bahwa anak dapat membangun secara
aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses
yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan
penyesuaian (adaptasi). Kecenderungan
organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
mengintegasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan
bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan
sosial.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)
kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu
hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak
memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka
kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif.
Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat
kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak
secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan menggunakan skema untuk
menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema adalah
struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget
(1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang
menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, yaitu :
1.
Asimilasi adalah
proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini
bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman
atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya.
2.
Akomodasi adalah
bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema
akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada.
Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Sedangkan
Lev Vygotsky (1896-1934) menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental
seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan
temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat
ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan
bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan
kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang
kesepian. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif
dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian.
Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti
ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah.
3. Karakteristik Perkembangan Kognitif
Adapun
karakteristik atau ciri-ciri dari perkembangn kognitif sebagai salah satu
kemampuan pada diri anak didik, antara lain :
1.
Berpikir secara deduktif , yaitu suatu
cara berpikir yang diawali dengan cara pemikiran teoritik dan menganalisis
masalah dan mengajukan cara penyelesaian hipotesis atau jawaban sementara;
2.
Berpikir secara induktif, yaitu
berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian mengambil
kesimpulan secara umum;
3.
Berpikir secara operasional, yaitu
suatu cara berpikir dengan menghubungkan
sesuatu dan melakukan analisis lebih mendalam;
4.
Berpikir secara kombinasi, yaitu
menggabungkan antara dua hal dalam berpekir sehingga suatu kombinasi sapat
membuat warna baru dalam berpikir, dan lain-lain.
4. Tahap – Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu :
1.
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi
anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu
bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada
penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek
yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya
terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda
tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan
bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai
dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam
symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara
binatang, dan lain-lain.
2.
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap
ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap
ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada
pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda,
maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap
pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu
kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dan lain-lain. Selain dari itu, ciri-ciri
anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau
lebih secara bersamaan.
3.
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada
umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan
benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup
matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada
saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek
fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan
besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4.
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak
pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang
abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan
lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau
peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu
hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, atraksi dan generalisasi. Ia
telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan
hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Kognitif
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif, antara lain sebagai berikut :
1. Kondisi
organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui kesan indera dalam
perjalanannya ke otak (kesadaran). Misalnya konsep benda yang ditangkap berbeda
atau persepsi anak yang buta warna berbeda dengan anak yang penglihatannya
normal;
2. Intelegensi
atau tingkat kecerdasan;
3. Kesempatan
belajar yang diperoleh;
4. Tipe
pengalaman yang didapat anak secra langsung akan berbeda jika anak mendapat
pengalaman secara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku;
5. Jenis
kelamin, dan jenis peranan yang telah dilatihkan;
6. Kepribadian
anak dalam memandang kehidupan dan
menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
berdasarkan pada penyesuaian diri dan cara pandang anak terhadap dirinya
sendiri (konsep diri).
Akan
tetapi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif ini,
terjadi perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok
psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual atu
perkembangan kognitif individu 90%nya ditentukan oleh faktor hereditas dan
pengaruh lingkungan. Sementara pendidikan hanya memberikan kontribusi 10% saja.
Sebaliknya kelompok penganut pedagogik radikal amat yakin bahwa intervensi
lingkungan termasuk pendidikan, justru mempunyai andil sekitar 80-85%,
sedangkan hereditas kontribusinya hanya sekitar15-20% dengan syarat memberikan
kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan diri
secara maksimal.
Pendapat
kedua kelompok tersebut pada dasarnya tidak dapat dipisahkan sebab kedua-duanya
sama-sama mempengaruhi perkembangan intelektual atau kognitif. Secara umum
tingkat kecerdasan memang dipengaruhi oleh kedua faktor di atas. Misalnya saja
faktor hereditas, dimana sejak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat
yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensi anak juga membawa
kemungkinan, apakah akan memiliki kemampuan berpikir normal, di atas normal, atau di bawah normal.
Akan tetapi potensi ini tidak akan dapat terwujud secara optimal apabila
lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu,
lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak. Faktor lingkungan
ini mencakup dua unsur lingkungan, yaitu lingkungan kelurga dan lingkungan
sekolah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan
kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru, atau menghadapi sesuatu
yang beragam, juga kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima
pendidikan dan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakna
konsep-konsep yang abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan
konsep-konsep.
Jean Piaget (1896-1980) pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak
dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Teori Jean
Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang
kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak dengan lingkungannya.
Jean Piaget
dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang
mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis. Bayi lahir
dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk
tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui
hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak
(tak berwujud).
Karakteristik
dari perkembangn kognitif atau kecerdasan antara lain, berpikir secara
deduktif, berpikir secara induktif, berpikir secara kombinasi, dan berpikir secara operasional. Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 (empat) tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu :
1). Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun), 2). Periode praoperasional (usia 2–7 tahun), 3). Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), 4). Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa). Adapun
faktor yang mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi
perkembangan kognitif atau tingkat kecerdasan yaitu faktor hereditas dan faktor
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Yusuf Syamsu ; Sugandhi M. Nani.
2011. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
2.
Hully, Amrullah.2011. Perkembnagan Peserta Didik (Pengantar Awal).
Mataram : Alam Tara Institute.
3.
Tim dosen PGMI. 2012. Modul Perkembangan Peserta Didik.
4.
Buku Psikologi Pendidikan.
5.
id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
No comments:
Post a Comment