Wednesday 22 November 2017

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK “ P E R K E M B A N G A N K O G N I T I F”


A.      Latar Belakang
 Pada dasarnya hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh seorang tenaga pendidik atau seorang guru selain perbedaan peserta didik, dalam hal ini misalnya kemampuan untuk menerima atau menyerap materi yang disampaikan oleh guru adalah masalah perkembangan peserta didik, baik itu perkembangan emosi, perkembangan kognitif atau intelektual, perkembangan bahasa dan lain sebagainya yang berhubungan dengan perkembangan peserta didik.
Dalam kehidupan sehari-haripun kita pasti sering mendengar kata kognitif,  dari aspek tenaga pendidik misalnya, Seorang dosen diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya dosen tersebut harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi perkuliahan, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai mahasiswa dan sebagainya.
Dalam teori perkembangan kognitif Jean Piaget (1896-1980) membahas munculnya dan diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), Piaget berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Piaget berpikir sebagaimana tubuh, fisik kita memiliki struktur yang memampukan kita beradaptasi dengan dunia.
B.       Rumusan Masalah
1.    Pengertian Perkembangan Kognitif
2.    Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
3.    Karakteristik Perkembangan Kognitif
4.    Tahap – Tahap Perkembangan Kognitif
5.    Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

PEMBAHASAN

1.   Pengertian Perkembangan Kognitif
Sebelum berbicara lebih jauh tentang perkembangan kognitif hendaknya kita tahu dulu arti dari perkembangan. Perkembangan adalah perubahan kualitatif, mengacu pada kualitas fungsi organ jasmaniah, bukan pada organ jasmani , sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikiologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis.  Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Perkembangan kognitif atau daya pikir seseorang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak. Karena pikiran pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan intelektual atau kognitif dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik. Perkembangan tingkat berpikir akan diawali dengan kemampuan mengenal yaitu untuk mengetahui dunia luar. Reaksi atau respon terhadap rangsangan dari luar pada dasarnya belum terkoordinasi dengan baik, hampir semua respon yang diberikan bersifat refleks.
Pada umur 4 (empat) bulan respon yang bersifat refleks itu mulai berkurang, pemberian respon terhadap setiap rangsangan mulai terkoordinasi. Sebagai contoh respon terhadap suara, sinar, dan warna ditunjukkan denagn gerakan pandangan mata kearah asal rangsangan itu diberikan. Perkembangan lebih lanjut ditunjukkan pada perilaku, yaitu tindakan memilih dan menolak sesuatu. Tindakan itu berarti telah mendapatkan proseas analisis, evaluasi, sampai dengan kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan. Fungsi ini terus berkembang mengikuti kekayaan pengetahuannya tentang dunia luar dan proses belajar yang dialaminya, sehingga pada saatnya seseorang akan berkemampuan melakukan peramalan, analisis dan sintesis.
Berhubungan dengan masalah kemampuan tersebut diatas para ahli psikolog telah mengembangkan alat ukur (tes intelegensi). Salah satu tes intelegensi yang terkenal adalah tes yang dikembangkan oleh Alfred Binner, yang kemudian disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga tes tersebut dinamakan  “ Tes Biner-Simon”. Hasil tes intelegensi ini dinyatakan dalam angka, yang menggambarkan perbandingan antara umur kemampuan mental atau kecerdasan (mental age) yang disingkat MA dan umur kalender yang disingkat CA. Pengukuran intelegensi dengan perbandingan ini juga diajukan oleh William Stern, seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman dengan sebutan Intelegence Quotient atau disingkat IQ, yang artinya perbandingan kecerdasan. Adapun rumus perhitungan yang diajukan adalah  IQ = MA / Cax100
Hasilnya dapat digambarkan pada tingkat intelegensi dan kategorisasi di bawah ini :
       IQ
KATEGORI
140 – .......   
Genius
130 – 139
Sangat Cerdas
120 – 129
Cerdas
110 – 119
Di atas Normal
  90 – 109
Normal
  80 – 89
Di bawah Normal
  70 – 79  
Bodoh
  50 – 69
Debil
  25 – 49 
Imbecil
Jadi dapat disimpulkan bahwa intelegensi merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru, atau menghadapi sesuatu yang beragam, juga kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan dan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakna konsep-konsep yang abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep.
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
2.   Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah seorang pakar psikologi dari Swiss, dia  mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
                  Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, yaitu :
1.      Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
2.      Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Sedangkan Lev Vygotsky (1896-1934) menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah.
3.   Karakteristik Perkembangan Kognitif
      Adapun karakteristik atau ciri-ciri dari perkembangn kognitif sebagai salah satu kemampuan pada diri anak didik, antara lain :
1.      Berpikir secara deduktif , yaitu suatu cara berpikir yang diawali dengan cara pemikiran teoritik dan menganalisis masalah dan mengajukan cara penyelesaian hipotesis atau jawaban sementara;
2.      Berpikir secara induktif, yaitu berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian mengambil kesimpulan secara umum;
3.      Berpikir secara operasional, yaitu suatu cara berpikir dengan menghubungkan  sesuatu dan melakukan analisis lebih mendalam;
4.      Berpikir secara kombinasi, yaitu menggabungkan antara dua hal dalam berpekir sehingga suatu kombinasi sapat membuat warna baru dalam berpikir, dan lain-lain.
4.   Tahap – Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu :
1.         Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dan lain-lain.
2.         Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dan lain-lain. Selain dari itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
3.         Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4.    Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, atraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
5.   Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
            Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, antara lain sebagai berikut :
1.      Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui kesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran). Misalnya konsep benda yang ditangkap berbeda atau persepsi anak yang buta warna berbeda dengan anak yang penglihatannya normal;
2.      Intelegensi atau tingkat kecerdasan;
3.      Kesempatan belajar yang diperoleh;
4.      Tipe pengalaman yang didapat anak secra langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman secara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku;
5.      Jenis kelamin, dan jenis peranan yang telah dilatihkan;
6.      Kepribadian anak dalam memandang kehidupan  dan menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan berdasarkan pada penyesuaian diri dan cara pandang anak terhadap dirinya sendiri (konsep diri).
            Akan tetapi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif ini, terjadi perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual atu perkembangan kognitif individu 90%nya ditentukan oleh faktor hereditas dan pengaruh lingkungan. Sementara pendidikan hanya memberikan kontribusi 10% saja. Sebaliknya kelompok penganut pedagogik radikal amat yakin bahwa intervensi lingkungan termasuk pendidikan, justru mempunyai andil sekitar 80-85%, sedangkan hereditas kontribusinya hanya sekitar15-20% dengan syarat memberikan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan diri secara maksimal.
            Pendapat kedua kelompok tersebut pada dasarnya tidak dapat dipisahkan sebab kedua-duanya sama-sama mempengaruhi perkembangan intelektual atau kognitif. Secara umum tingkat kecerdasan memang dipengaruhi oleh kedua faktor di atas. Misalnya saja faktor hereditas, dimana sejak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensi anak juga membawa kemungkinan, apakah akan memiliki kemampuan berpikir  normal, di atas normal, atau di bawah normal. Akan tetapi potensi ini tidak akan dapat terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak. Faktor lingkungan ini mencakup dua unsur lingkungan, yaitu lingkungan kelurga dan lingkungan sekolah.

PENUTUP
A.  Kesimpulan
Perkembangan kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru, atau menghadapi sesuatu yang beragam, juga kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan dan kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakna konsep-konsep yang abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep.
Jean Piaget (1896-1980) pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak dengan lingkungannya.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
            Karakteristik dari perkembangn kognitif atau kecerdasan antara lain, berpikir secara deduktif, berpikir secara induktif, berpikir secara kombinasi,  dan berpikir secara operasional. Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 (empat) tahap utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu : 1). Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun), 2). Periode praoperasional (usia 2–7 tahun), 3). Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), 4). Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa). Adapun faktor yang mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi perkembangan kognitif atau tingkat kecerdasan yaitu faktor hereditas dan faktor lingkungan.  

 DAFTAR PUSTAKA

1.    Yusuf Syamsu ; Sugandhi M. Nani. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
2.    Hully, Amrullah.2011. Perkembnagan Peserta Didik (Pengantar Awal).
Mataram : Alam Tara Institute.
3.    Tim dosen PGMI. 2012. Modul Perkembangan Peserta Didik.
4.    Buku Psikologi Pendidikan.
5.    id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif


No comments:

Post a Comment

Entri Populer