Friday 20 April 2018

MAKALAH EVALUASI TEKNIK PENGOLAHAN HASIL TES



BAB I
PEMBAHASAN
A.     Teknik Pengolahan Hasil Tes
Banyak guru yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta didiknya, tetapi tidak atau belum tau bagaimana pengolahnya sehingga data tersebut menjadi mubazir, data tampa makna. Sebaliknya , jika hanya ada data yang relatif sedikit, tetapi sudah mengetahui cara pengolahannya, maka data tersebut akan mempunyai makna. Misalnya seorang peserta didik memperoleh skor 60 dari ulangan hariannya. Jika hanya skor ini saja yang diperhatikan, tanpa tanpa terlihat lebih jauh sikap dan keterampilannya, maka skor tersebut akan memberikan makna sehingga guru dapat membuat keputusan dan mempertanggungjawabkan hasil belajar peserta didik tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus betul-betul menguasai bagaimana cara memberikan skor yang baik dan benarbserta adil sehingga tidak merugikan berbagai pihak.
Pada umumnya pengolahan data  hasil tes menggunakan bantuan statistik. Analisis statistik digunakan jika ada data kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka-angka, sedangkan untuk kuantitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan statistik. Jika data kualitatif itu akan diolah dengan statistik, maka data trsebutb harus diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) .meskipun demikian, tidak semua data kuantitatif dapat diubah menjadi data kuantitatif sehingga tidak mungkin diolah dengan statistik.
Menurut zainal  arif (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah pokok yang harus ditempuh. Pertama, menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat dicapai oleh peserta didik, untuk mendapat skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban, kunci skring, dan pedoman konvensi. Kedua , mengubah skor mentah menjadi skor standar sesuai dengan norma tertentu. Ketiga, mengkonversikan  skor standar kedalam nilai , baik berupa huruf atau angka. Keempat, melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) , dan daya pembeda.
Jika data sudah diatur dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan  data sehingga dapat memberikan makna langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan interpretasi maksudnya adalah membuat pernyataan (statement) mengenai hasil pengolahan data. Interpretasi terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma dapat ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam melaksanakan evaluasi. Sebaliknya, jika penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka ini termasuk kesalahan besar. Misalnya, seorang peserta didik naik kelas. Kenaikan kelas itu kadang-kadang tidak berdasarkan kriteria-kriteria yang disepakati. Tetapi hanya berdasarkan pertimbangan pribadi dan kemanusiaan, maka keputusan ini termasuk keputusan yang tidak objektif dan merugikan semua pihak.
Dalam kegiatan penilaian hasil belajar , guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan setiap mata pelajaran (standar kompetensi, kompetensi dasar). Kompentensi ini tentu masih bersifat umum, karena itu harus dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan dapat diamati . jika kriteria ini sudah dirumuskan dengan jelas , maka baru menafsirkan angkah-angkah yang sudah diolah itu berupa kata-kata atau pernyataan. Dalam menyusun kata-kata ini guru sering mengalami kesulitan.kesulitan itu, antara lain penyusunan kata-kata sering melampau batas-batas kriteria yang telah ditentukan, bahkan tidak didukung oleh data-data yang ada . hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan pada guru untuk menonjolkan kelebihan suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah yang lain . kesulitan yang juga sering terjadi adalah penyusunan rumusan tafsiran atau peryataan yang berlebihan (overstatemen) diluar batas-batas kebenaran. Kesalahan semacam ini sebenarnya tidak hanya trjadi karena kekurangantelitian dalam penafsirkan data saja, tetapi mungkin pula sudah muncul pada langkah-langkah sebelumnya.
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran kelompok dan penafsiran individual, penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik  (readiness), pertumbuhan fisik, kemajuan belajar, dan kesulitan-kesulian yang dihadapinya.
Dalam melakukan penafsiran data, baik secara kelompok maupun individual, guru harus menggunakan norma yang standar sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan dengan norma-norma tersebut. Berdasrkan penafsiran ini, guru dapat memutuskan bahwa peserta didik mencapai taraf kesiapan yang memandai atau tidak, ada kemajuan yang berarti atau tidak, ada kesulitan atau tidak. Jika guru inggin menggambarkan pertumbuhan anak, penyebaran skor, dan perbandingan antarkelompok, maka perlu menggunakan garis (kurva), grafik, atau dalam beberapa hal diperlukan profil, dan bukan dengan daftar angka-angka. Daftar angka biasanya dapat digunakan untuk melukis posisiatau kedudukan anak.
Setelah melakukan kegiatan tes dan lembar jawaban peserta didik  diperiksa kebenaran, kesalahan, dan kelengkapannya, selanjutnya mengatur skor mentah untuk setiap peserta didik berdasrkan rumus-rumus tertentu bobot setiap . kegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes,  guru harus menyusun pedoman pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berpikir tentang strategi pemberian skor sejak merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Pedoman penskoran sangat penting disiapkan, terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi subjektivitas penilai. Begitu juga ketika melakukan tes domain efektif dan psikomotor peserta didik, karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan . rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya , sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat sekuran soal (difficulty index), misalnya sukar, sedang,dan mudah.
1.      Cara memberikan skor mentah untuk tes uraian
Dalam bentuk uraian biasanya skor mentah dicari dengan menggunakan  sistem bobot. Ada dua cara, yaitu:
         Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukarannya. Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6, untuk soal sedang  skor maksimumnya adalah 7, dan untuk soal sukar skor maksimumnya adalah 10. Cara ini tidak memungkinkan peserta didik mendapat skor maksimum sepuluh.
Kedua , bobot dinyatakaan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya soal yang mudah diberi bobot 3, soal sedang diberi bobot 4, dan soal sukar diberi bobot 5.  Cara ini memungkinkan  peserta didik mendapat skor sepuluh.
Contoh 1:
Seorang peserta didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (x) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik.
  
Perhitungan skor dengan sistem bobot pertama
No. Soal
Tingkat kesukaran
Jawaban
Skor (x)
1
Mudah
betul
6
2
Sedang
betul
7
3
Sukar
betul
10

Jumlah

23
Rumus:skor=
Keterangan:
          ∑x=jumlah skor
          S=jumlah soal
Jadi, skor peserta didik A= =7,67
Contoh 2:
         Seorang peserta didik dites dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi bobt sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang sukar, 4 untuk soal sedang. Dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal diberikan skor(x) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul. Kemudian skor (x) yang dicapai oleh setiap peserta didik  dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
                                   
            Perhitungan skor dengan sistem bobot kedua
Nomor soal
Tingkat kesukaran
Jawaban
Skor (x)
Bobot (B)
XB
1
Mudah
Betul
10
3
30
2
Sedang
Betul
10
4
40
3
Sukar
Betul
10
5
50

Jumlah


12
120
Rumus : skor=

Keterangan:
TK      = tingkat kesukaran
X        = sekor setiap soal
B        = bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑XB = jumlah hasil perkalian X dengan B
Jadi, sekor peserta didik: =10
2.             Cara memberikan sekor mentah untuk tes objektif
Ada dua cara untuk memberikan sekor pada soal tes bentuk objektif, yaitu:
a.       Tanpa rumus tebakan (non – Guessing formula)
Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang salah diberi sekor 0.
Jadi, sekor = jumlah jawaban yang betul.
b.      Menggunakan rumus tebakan (Guessing formula)
Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diuji cobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus tebakan ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa peserta didik itu menebak tetapi tes bentuk objektif ini memang sangat memungkinkan peserta didik untuk menebak.
Adapun rumus-rumus tebakan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Untuk item bentuk benar salah (true-false)
Rumus: S = ∑ B- ∑S
Keterangan:
S = sekor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
Contoh:
Seorang peserta didik di tes dengan soal betul B-S sebanyak 30. Ternyata, peserta didik tersebut dapat menjawab soal dengan betul 25 butir soal, berarti jumlah jawaban yang salah ada 5 soal dengan demikian, sekor peserta didik yang bersangkutan adalah:
Sekor = 25-5=20
2)      Untuk item bentuk pilihan ganda  (multimpe choice)
Rumus: S=∑B-
Keterangan:
S=skor yang dicari
∑B=jumlah jawaban yang benar
∑S=jumlah jawaban yang salah
N=jumlah altermatif jawaban yang disediakan
I=bilangan tetap
Contoh:
Seorang peserta didik A dites dengan soal bentuk pilihan ganda sebanyak 10 soal. Ternyata . peserta didik A dapat menjawab soal dengan betul sebanyak 7 butir soal. Berarti jumlah jawaban yang salah adalah 3 soal. Jumlah alternatif jawaban (option)=4. Dengan demikian, skor peserta didik A adalah:
Skor=7- =6
Disamping  rumus diatas, ada juga rumus lain. Menurut Ainur Rofieq (2008) cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu “penskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot”.
a.       Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu (bergantung pada bobot butir soal). Skor peserta didik diperoleh dengan cara menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar.
Rumus: S= x100 (skala 0-100)
Keterangan:
B=jumlah jawaban benar
N=jumlah soal
Contoh:
Berdasrkan contoh soal diatas, jumlah soal ada 10, jumlah jawaban benar ada 7, maka skor yang diperoleh peserta didik A adalah:
Skor= x100=70
b.      Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab. Adapun rumusnya adalah:
Skor=[(B- )/N]x100
Keterangan:
B= jumlah soal yang dijawab benar
S=jumlah soal yang dijawab salah
P=jumlah pilihan jawaban tiap soal
I=bilangan tetap
N= jumlah soal
Catatan:soal yang tidak dijawab  diberi skor o
Contoh:
 Berdasrkan contoh soal diatas, jumlah soal ada 10, jumlah jawaban benar 7, jumlah jawaban salah =3dan jumlah pilihan jawaban=4, maka skor yang diperoleh peserta didik adalah:
Skor=[(7- )/10]x100
c.       Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda untuk sejumlah soal. Biasanya bobot butir soal menyusaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi,analisis, sintesis dan evaluasi) yang telah ditetapkan oleh guru.
Skor=∑ x100
Keterangan:
B=jumlah soal yang dijawab benar
B= bobot setiap soal
Si=skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal dapat dijawab dengan benar)
Contoh:
Ardi mengikuti ujian akhir semester mata pelajaran matematika.jumlah soal 50, terdiri atas 6 jenjang domain kognitif yang diberi bobot sebagai berikut:pengetahuan dengan bobot 1, pemahaman dengan bobot 2, aplikasi dengan bobot 3, analisis dengan bobot 4, sintesis dengan bobot 5, dan evaluasi dengan bobot6. Ardi dapat menjawab benar 10 soal dari 10 soal pada jenjang apengetahuan, 8 soal dari  10 soal  pada jenjang pemahaman , 10 soal dari 15 soal pada jenjang aplikasi, 4 soal dari 6 soal pada jenjang analisis, 5 soal dari 7 soal pada jenjang sistensis, dan 1 soal dari 2 soal pada jenjang evaluasi. Pertanyaan: berapa skor yang diperoleh ardi?
Untuk mempermudah perhitungan skor, guru perlu menyusun tabel seperti berikut:
Jenjang domain  kognitif
Jumlah soal
Bobot (b)
Jumlah soal x bobot (b)
B
Pengetahuan
10
1
10
10
Pemahaman
10
2
20
8
Aplikasi
15
3
45
10
Analisis
6
4
24
4
Sintesis
7
5
35
5
Evaluasi
2
6
12
1
Jumlah
50

146
30












Perhitungan skor pada soal berbeda bobot
Skor=(10x1)+(8x2)+(10x3)+(4x4)+(5x5)+(1x6)   ×100
146
            =70,55
Artinya , ardi dapat menguasai materi matematika sebesar 70,55
3.      Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)
Rumus:S=∑B
Keterangan:
S=skor yang dicari
∑B=jumlah jawaban yang benar
Contoh:
Soal                                        kunci jawaban                         jawaban testi
(1) A                                        B.                                           1.A      
    B                                        A                                           2.B
    C                                        C                                             3.C
                                                                                               4.X                             

(2).  A                                        
        B                       
        C           
        D           


No comments:

Post a Comment

Entri Populer