BAB I
PEMBAHASAN
A.
Teknik Pengolahan Hasil Tes
Banyak guru
yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta didiknya, tetapi tidak atau
belum tau bagaimana pengolahnya sehingga data tersebut menjadi mubazir, data
tampa makna. Sebaliknya , jika hanya ada data yang relatif sedikit, tetapi
sudah mengetahui cara pengolahannya, maka data tersebut akan mempunyai makna.
Misalnya seorang peserta didik memperoleh skor 60 dari ulangan hariannya. Jika
hanya skor ini saja yang diperhatikan, tanpa tanpa terlihat lebih jauh sikap
dan keterampilannya, maka skor tersebut akan memberikan makna sehingga guru
dapat membuat keputusan dan mempertanggungjawabkan hasil belajar peserta didik
tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus
betul-betul menguasai bagaimana cara memberikan skor yang baik dan benarbserta
adil sehingga tidak merugikan berbagai pihak.
Pada umumnya
pengolahan data hasil tes menggunakan
bantuan statistik. Analisis statistik digunakan jika ada data kuantitatif,
yaitu data-data yang berbentuk angka-angka, sedangkan untuk kuantitatif, yaitu
data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan statistik. Jika data
kualitatif itu akan diolah dengan statistik, maka data trsebutb harus diubah
terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) .meskipun
demikian, tidak semua data kuantitatif dapat diubah menjadi data kuantitatif
sehingga tidak mungkin diolah dengan statistik.
Menurut zainal arif (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada
empat langkah pokok yang harus ditempuh. Pertama, menskor, yaitu memberi
skor pada hasil tes yang dapat dicapai oleh peserta didik, untuk mendapat skor
mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban, kunci skring, dan
pedoman konvensi. Kedua , mengubah skor mentah menjadi skor standar
sesuai dengan norma tertentu. Ketiga, mengkonversikan skor standar kedalam nilai , baik berupa
huruf atau angka. Keempat, melakukan analisis soal (jika diperlukan)
untuk mengetahui derajat validitas dan reabilitas soal, tingkat kesukaran soal
(difficulty index) , dan daya pembeda.
Jika data sudah
diatur dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah
menafsirkan data sehingga dapat
memberikan makna langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari
pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan sendirinya
akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Memberikan interpretasi maksudnya adalah
membuat pernyataan (statement) mengenai hasil pengolahan data. Interpretasi
terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut
norma. Norma dapat ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis
sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan
hasil-hasil yang diperoleh dalam melaksanakan evaluasi. Sebaliknya, jika
penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka ini
termasuk kesalahan besar. Misalnya, seorang peserta didik naik kelas. Kenaikan
kelas itu kadang-kadang tidak berdasarkan kriteria-kriteria yang disepakati.
Tetapi hanya berdasarkan pertimbangan pribadi dan kemanusiaan, maka keputusan
ini termasuk keputusan yang tidak objektif dan merugikan semua pihak.
Dalam kegiatan
penilaian hasil belajar , guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada
tujuan setiap mata pelajaran (standar kompetensi, kompetensi dasar).
Kompentensi ini tentu masih bersifat umum, karena itu harus dijabarkan menjadi
indikator yang dapat diukur dan dapat diamati . jika kriteria ini sudah
dirumuskan dengan jelas , maka baru menafsirkan angkah-angkah yang sudah diolah
itu berupa kata-kata atau pernyataan. Dalam menyusun kata-kata ini guru sering
mengalami kesulitan.kesulitan itu, antara lain penyusunan kata-kata sering
melampau batas-batas kriteria yang telah ditentukan, bahkan tidak didukung oleh
data-data yang ada . hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan pada guru
untuk menonjolkan kelebihan suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah yang lain
. kesulitan yang juga sering terjadi adalah penyusunan rumusan tafsiran atau
peryataan yang berlebihan (overstatemen) diluar batas-batas kebenaran.
Kesalahan semacam ini sebenarnya tidak hanya trjadi karena kekurangantelitian
dalam penafsirkan data saja, tetapi mungkin pula sudah muncul pada
langkah-langkah sebelumnya.
Untuk
menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran
kelompok dan penafsiran individual, penafsiran kelompok adalah penafsiran yang
dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil
evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok
terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai
kelompok. Tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta
didik (readiness), pertumbuhan fisik,
kemajuan belajar, dan kesulitan-kesulian yang dihadapinya.
Dalam melakukan
penafsiran data, baik secara kelompok maupun individual, guru harus menggunakan
norma yang standar sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan dengan
norma-norma tersebut. Berdasrkan penafsiran ini, guru dapat memutuskan bahwa
peserta didik mencapai taraf kesiapan yang memandai atau tidak, ada kemajuan
yang berarti atau tidak, ada kesulitan atau tidak. Jika guru inggin
menggambarkan pertumbuhan anak, penyebaran skor, dan perbandingan
antarkelompok, maka perlu menggunakan garis (kurva), grafik, atau dalam
beberapa hal diperlukan profil, dan bukan dengan daftar angka-angka. Daftar
angka biasanya dapat digunakan untuk melukis posisiatau kedudukan anak.
Setelah
melakukan kegiatan tes dan lembar jawaban peserta didik diperiksa kebenaran, kesalahan, dan kelengkapannya,
selanjutnya mengatur skor mentah untuk setiap peserta didik berdasrkan rumus-rumus
tertentu bobot setiap . kegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati
karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai
prestasi. Sebelum melakukan tes, guru
harus menyusun pedoman pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berpikir
tentang strategi pemberian skor sejak merumuskan kalimat pada setiap butir
soal. Pedoman penskoran sangat penting disiapkan, terutama bentuk soal esai.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi subjektivitas penilai. Begitu juga
ketika melakukan tes domain efektif dan psikomotor peserta didik, karena harus
ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam
menguasai kompetensi yang telah ditetapkan . rumus penskoran yang digunakan
bergantung pada bentuk soalnya , sedangkan bobot (weight) bergantung pada
tingkat sekuran soal (difficulty index), misalnya sukar, sedang,dan mudah.
1.
Cara memberikan skor mentah untuk tes uraian
Dalam bentuk
uraian biasanya skor mentah dicari dengan menggunakan sistem bobot. Ada dua cara, yaitu:
Pertama,
bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukarannya.
Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6, untuk soal sedang skor maksimumnya adalah 7, dan untuk soal
sukar skor maksimumnya adalah 10. Cara ini tidak memungkinkan peserta didik
mendapat skor maksimum sepuluh.
Kedua , bobot dinyatakaan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan
tingkat kesukaran soal. Misalnya soal yang mudah diberi bobot 3, soal sedang
diberi bobot 4, dan soal sukar diberi bobot 5.
Cara ini memungkinkan peserta
didik mendapat skor sepuluh.
Contoh 1:
Seorang peserta
didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (x)
maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik.
Perhitungan skor dengan sistem bobot pertama
No. Soal
|
Tingkat kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (x)
|
1
|
Mudah
|
betul
|
6
|
2
|
Sedang
|
betul
|
7
|
3
|
Sukar
|
betul
|
10
|
|
Jumlah
|
|
23
|
Rumus:skor=
Keterangan:
∑x=jumlah skor
S=jumlah soal
Jadi, skor peserta didik A=
=7,67
Contoh 2:
Seorang peserta didik
dites dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi bobt
sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal yang sukar, 4
untuk soal sedang. Dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal diberikan
skor(x) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul. Kemudian
skor (x) yang dicapai oleh setiap peserta didik
dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Perhitungan skor
dengan sistem bobot kedua
Nomor soal
|
Tingkat
kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (x)
|
Bobot (B)
|
XB
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
10
|
3
|
30
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
10
|
4
|
40
|
3
|
Sukar
|
Betul
|
10
|
5
|
50
|
|
Jumlah
|
|
|
12
|
120
|
Rumus : skor=
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
X =
sekor setiap soal
B = bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑XB = jumlah hasil perkalian X dengan B
Jadi, sekor peserta didik:
=10
2.
Cara memberikan
sekor mentah untuk tes objektif
Ada dua cara untuk memberikan sekor pada soal
tes bentuk objektif, yaitu:
a.
Tanpa
rumus tebakan (non – Guessing formula)
Biasanya
digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya caranya adalah
menghitung jumlah jawaban yang salah diberi sekor 0.
Jadi, sekor =
jumlah jawaban yang betul.
b.
Menggunakan
rumus tebakan (Guessing formula)
Biasanya rumus
ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diuji cobakan dan
dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus
tebakan ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa peserta didik itu menebak
tetapi tes bentuk objektif ini memang sangat memungkinkan peserta didik untuk
menebak.
Adapun
rumus-rumus tebakan tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Untuk
item bentuk benar salah (true-false)
Rumus:
S = ∑ B- ∑S
Keterangan:
S
= sekor yang dicari
∑B
= jumlah jawaban yang benar
∑S
= jumlah jawaban yang salah
Contoh:
Seorang peserta
didik di tes dengan soal betul B-S sebanyak 30. Ternyata, peserta didik
tersebut dapat menjawab soal dengan betul 25 butir soal, berarti jumlah jawaban
yang salah ada 5 soal dengan demikian, sekor peserta didik yang bersangkutan
adalah:
Sekor = 25-5=20
2)
Untuk
item bentuk pilihan ganda (multimpe
choice)
Rumus:
S=∑B-
Keterangan:
S=skor
yang dicari
∑B=jumlah
jawaban yang benar
∑S=jumlah
jawaban yang salah
N=jumlah
altermatif jawaban yang disediakan
I=bilangan
tetap
Contoh:
Seorang peserta
didik A dites dengan soal bentuk pilihan ganda sebanyak 10 soal. Ternyata .
peserta didik A dapat menjawab soal dengan betul sebanyak 7 butir soal. Berarti
jumlah jawaban yang salah adalah 3 soal. Jumlah alternatif jawaban (option)=4.
Dengan demikian, skor peserta didik A adalah:
Skor=7-
=6
Disamping rumus diatas, ada juga rumus lain. Menurut
Ainur Rofieq (2008) cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu
“penskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan
penskoran dengan butir beda bobot”.
a.
Penskoran
tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar
mendapat nilai satu (bergantung pada bobot butir soal). Skor peserta didik
diperoleh dengan cara menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar.
Rumus:
S=
x100 (skala
0-100)
Keterangan:
B=jumlah
jawaban benar
N=jumlah
soal
Contoh:
Berdasrkan
contoh soal diatas, jumlah soal ada 10, jumlah jawaban benar ada 7, maka skor
yang diperoleh peserta didik A adalah:
Skor=
x100=70
b.
Penskoran
ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada
butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab. Adapun rumusnya adalah:
Skor=[(B-
)/N]x100
Keterangan:
B= jumlah soal yang dijawab benar
S=jumlah soal yang dijawab salah
P=jumlah pilihan jawaban tiap soal
I=bilangan tetap
N= jumlah soal
Catatan:soal yang tidak dijawab diberi skor o
Contoh:
Berdasrkan contoh soal diatas, jumlah soal ada
10, jumlah jawaban benar 7, jumlah jawaban salah =3dan jumlah pilihan
jawaban=4, maka skor yang diperoleh peserta didik adalah:
Skor=[(7-
)/10]x100
c.
Penskoran
dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda
untuk sejumlah soal. Biasanya bobot butir soal menyusaikan dengan tingkatan
kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi,analisis, sintesis dan evaluasi)
yang telah ditetapkan oleh guru.
Skor=∑
x100
Keterangan:
B=jumlah soal
yang dijawab benar
B= bobot setiap
soal
Si=skor ideal
(skor yang mungkin dicapai jika semua soal dapat dijawab dengan benar)
Contoh:
Ardi mengikuti ujian akhir semester mata
pelajaran matematika.jumlah soal 50, terdiri atas 6 jenjang domain kognitif
yang diberi bobot sebagai berikut:pengetahuan dengan bobot 1, pemahaman dengan
bobot 2, aplikasi dengan bobot 3, analisis dengan bobot 4, sintesis dengan
bobot 5, dan evaluasi dengan bobot6. Ardi dapat menjawab benar 10 soal dari 10
soal pada jenjang apengetahuan, 8 soal dari
10 soal pada jenjang pemahaman ,
10 soal dari 15 soal pada jenjang aplikasi, 4 soal dari 6 soal pada jenjang
analisis, 5 soal dari 7 soal pada jenjang sistensis, dan 1 soal dari 2 soal
pada jenjang evaluasi. Pertanyaan: berapa skor yang diperoleh ardi?
Untuk mempermudah perhitungan skor, guru perlu
menyusun tabel seperti berikut:
Jenjang
domain kognitif
|
Jumlah
soal
|
Bobot
(b)
|
Jumlah
soal x bobot (b)
|
B
|
Pengetahuan
|
10
|
1
|
10
|
10
|
Pemahaman
|
10
|
2
|
20
|
8
|
Aplikasi
|
15
|
3
|
45
|
10
|
Analisis
|
6
|
4
|
24
|
4
|
Sintesis
|
7
|
5
|
35
|
5
|
Evaluasi
|
2
|
6
|
12
|
1
|
Jumlah
|
50
|
|
146
|
30
|
Perhitungan skor pada soal berbeda bobot
Skor=(10x1)+(8x2)+(10x3)+(4x4)+(5x5)+(1x6) ×100
146
=70,55
Artinya , ardi dapat menguasai materi
matematika sebesar 70,55
3.
Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)
Rumus:S=∑B
Keterangan:
S=skor
yang dicari
∑B=jumlah
jawaban yang benar
Contoh:
Soal kunci
jawaban jawaban
testi
(1) A B. 1.A
B A
2.B
C C 3.C
4.X
(2). A
B
C
D
No comments:
Post a Comment