BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengembangan Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana yang
dikutip dalam buku M. Sobry Sutikno
yang berjudul Miskin Bukan Penghalang
Untuk Sukses, tentang study yang dilakukan para wisudawan dan wisuda-wati
di Universitas Yale pada tahun 1953 menunjukkan 27% tidak mempunyai tujuan sama
sekali, 60% mempunyai tujuan yang samar-samar, 10% mempunyai tujuan yang jelas,
dan 3%, bukan saja mempunyai tujuan yang SMART (Specific, Measurable,
Achievable, Realistic, and Time Limit), tetapi juga menuliskan tujuan mereka
dalam bentuk Dream List dan memvisualisasikan tujuan itu dalam bentuk Dream
Book.
Dua puluh tahun
kemudian, yaitu pada tahun 1973, dilakukan tracer study. Hasilnya menunjukkan
kelompok 3% ternyata mencapai lebih banyak hal dalam semua aspek kehidupan
mereka selama periode 20 tahun itu daripada kelompok gabungan 97%. Hasil
penelitian ini merupakan bukti monumental yang menunjukka betapa penting ‘menentukan
tujuan’.
Jika dikaitkan
dengan proses belajar mengajar, maka tujuan merupakan muara dan pangkal dari
proses belajar mengajar. Oleh karena itu, tujuan menjadi pedoman arah dan
sekaligus sebagai suasana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar.
Semakin jelas dan operasional tujuan yang akan dicapai, maka semakin mudah
menentukan alat dan cara mencapainya dan sebaliknya.
Karena sebagai
pedoman dan sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam setiap kali
kegiatan belajar mengajar, maka guru diwajibkan merumuskan tujuanpembelajaran
khusus (TPK), karena tujuan pembelajaran umum (TPU) sudah tersedia di dalam
GBPP. Inilah langkah pertama yang harus guru lakukan dalam menyusun rencana
pengajaran. Tujuan pembelajaran khusus ini harus dirumuskan secara operasional
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
a. Secara spesifik menyatakan perilaku yang
dicapai;
b. Membatasi dalam keadaan mana perubahan
perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi perubahan perilaku);
c. Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan
perilaku dalam arti menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat diterima
sebagai hasil yang dicapai.
Mudhoffir
(1990), memberikan petunjuk praktis merumuskan tujuan pembelajaran, yakni:
a. Formulasikan dalam bentuk yang
operasional;
b. Rumuskan dalam bentuk produk belajar,
bukan proses belajar;
c. Rumuskan dalam tingkah laku siswa bukan
perilaku guru;
d. Rumuskan perilaku yang akan dicapai;
e. Hanya mengandung satu tujuan belajar;
f. Rumuskan dalam kondisi mana perilaku itu
terjadi.
Untuk membimbing
guru dalam merumuskan TPK terdapat beberapa kata operasional yang akan dipilih
sesuai kebutuhan seperti:
1. Aspek kognitif meliputi:
a. Pengetahuan,
yakni menyebutkan, mengidentifikasi, menjodohkan, memilih, mendefinisikan;
b. Pemahaman,
yakni menjelaskan, menguraikan, merumuskan, merangkum, mengubah, menyadur,
mengamalkan, menyimpulkan, menarik kesimpulan;
c. Menerapkan,
yakni menghitung, menghubungkan, menghasilkan, melengkapi, menyediakan,
menyesuaikan;
d. Analisis,
yakni memisahkan, menerima, menyisihkan, menghubungkan, memilih, membandingkan,
mempertentangkan, membagi, membuat diagram, menunjukkan hubungan, membagi;
e. Sintesis,
yakni mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, mendesain,
mengatur, menyusun kembali, menyimpulkan, merangsang, membuat pola;
f. Evaluasi,
yakni memperbandingkan, menyimpulkan, mengkritik, mengevaluasi, membuktikan,
menafsirkan, membahas, menaksir, memilih, menguraikan, membedakan, melukiskan,
mendukung, menolak.
2. Aspek afektif meliputi:
a. Penerimaan
yakni menanyakan, memilih, menjawab, melanjutkan, member, menyatakan,
menempatkan;
b. Partisipasi
yakni melaksanakan, membantu, menawarkan
diri, menyambut, menolong, mendatangi, melaporkan, menyumbangkan, menyesuaikan
diri, menyatakan persetujuan, mempraktekkan;
c. Penilaian
yakni menunjukkan, melaksanakan, menyatakan pendapat, memilih membela,
membenarkan, menolak, mengajak;
d. Organisasi
yakni merumuskan, berpegang pada, mengintegrasikan, menghibungkan, mengaitkan,
menyusun, mengubah, melengkapi, menyempurnakan, menyesuaikan, menyamakan,
mempertahankan, memodifikasi;
e. Pembentukan
pola hidup yakni bertindak, menyatakan, memperlihatkan, mempraktekkan,
melayani, mengundurkan diri, membuktikan, mempertimbangkan, mempersoalkan.
3. Aspek psikomotorik meliputi:
a. Persepsi:
memilih, membedakan, mempersiapkan, menyisihkan, menunjukkan, mengidentifikasi,
menghubungkan;
b. Kesiapan:
memulai, bereaksi, memprakarsai, menanggapi, mempertunjukkan;
c. Gerakan
terbimbing: mempraktekkan, memainkan, mengikuti,
mengerjakan, membuat, mencoba, memasang, membongkar;
d. Gerakan
terbiasa: mengoperasikan, membangun, memasang,
membongkar, memperbaiki, melaksanakan, mengajarkan, menyusun, menggunakan.
Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan
hasil belajar atau perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Itu
berarti keberhasilan proses belajar mengajar bervariasi pula. Perilaku mana
yang hendak dihasilkan, menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku
yang hendak dihasilkan. Bila perilaku guru yang hendak capai adalah agar anak
dapat membaca, maka perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterampilan
membaca yang diinginkan. Apabila perilaku guru yang henda dicapai agar anak
dapat menulis, maka perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterampilan
menulis yang diinginkan. Baik keterampilan membaca maupun menulis adalah
perilaku (behavior) yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar.
Tentu saja keberhasilan.
Perlu diingat
bahwa dalam penyusunan Tujuan Pengajaran Khusus (TPK), perlu mempertimbangkan
hal-hal:
a. Kemapuan dan nilai-nilai yang ingin dikembangkan
pada diri siswa;
b. Bagaimana cara mencapai tujuan itu
secara bertahap atau sekaligus;
c. Apakah perlu menekankan aspek-aspek
tertentu atau tidak:
d. Seberapa jauh tujuan itu dapat memenuhi
kebutuhan perkembangan siswa;
e. Apakah waktu yang tersedia cukup untuk
mencapai tujuan-tujuan itu.[1]
B.
Pengertian Metode Mengajar
Metode secara
harfiah berarti ‘cara’. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai
suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata
“mengajar” sendiri berarti memberi pelajaran.
Jadi, metode mengajar adalah cara-cara
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang peranan
penting dalam pengajaran adalah keterampilah memilih metode. Pemilihan metode
berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang
sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran
diperoleh secara optimal.[2]
Metode adalah
pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Antara metode dan tujuan jangan
bertolak belakang. Artinya metode harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran.
Bila tidak maka akan sia-sialah perumusan tujuan tersebut. Apalah artinya
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tanpa mengindahkan tujuan.[3]
Menurut syaiful B. Djamarah dkk. (1995), metode
memiliki kedudukan:
a. Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam
kegiatan belajar mengajar (KBM);
b. Menyiasati perbedaan individual anak
didik;
c. Untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Makin tepat
metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar, diharapkan makin efektif pula
pencapaian tujuan pembelajaran. Tentunya faktor-faktor lain pun harus
diperhatikan juga, seperti; faktor guru, faktor anak, faktor situasi (lingkungan
belajar), media, danlain-lain. Oleh sebab itu, fungsi-fungsi metode mengajar
tidak dapat diabaikan karena metode mengajar tersebut menentukan bagian yang
integral dalam suatu sistem pengajaran.[4]
C.
Pemilihan dan Penentuan Metode
Metode mengajar
yang digunakan guru dalam setiap pertemuan kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah
melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan intruksional khusus.
Jarang sekali terlihat guru merumuskan tujuan hanya dengan satu rumusan, tetapi
pasti guru merumuskan lebih dari satu tujuan. Karenanya, guru pun selalu
menggunakan metode yang lebih dari satu. Pemakaian metode yang satu digunakan
untuk mencapai tujuan yang satu, sementara penggunaan metode yang lain juga
digunakan untuk mencapai tujuan yang lain. Begitulah adanya, sesuai dengan kehendak
tujuan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
Pembicaraan
berikut mencoba membahas maslah pemilihan penentuan metode dalam kegiatan
belajar mengajar, dengan uraian bertolak dari nilai strategis metoode,
efektifitas penggunaan metode, pentinganya pemilihan dan penentuan metode,
hingga faktir-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengajaran.
1. Nilai strategis metode
Kegiatan belajar
mengajar adalah sebuah interaksi yang berniliai pendidikan. Didalamnya terjadi
interaksi edukatif antara guru dan anak didik, ketika guru menyampaikan bahan
pengajaran kepada anak didik di kelas. Bahan pelajaran yang diberikan itu akan
kurang membrikan dorongan (motivasi) kepada anak didik bila penyampaiannya
menggunakan strategi yang kurang tepat. Disinilah kehadiran metode menempati
posisi penting dalam penyampaian bahan pelajaran.
Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian
metode justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapai tujuan pengajaran.
Pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pengajaran disebabkan oleh pemilihan
metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan kondisi anak didik
yang kurang kreatif di karenakan penentuan metode yang kurang sesuai dengan
sifat bahan dan tidak sesuai dengan tujuan pengajaran. Karena itu, dapat dipahami
bahwa metode adalah suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan
belajar mengajar. Nilai strategisnya adalah metode dapat mempengaruhi jalannya
kegiatan belajar mengajar.
Karena itu, guru seharusnya memperhatikan dalam pemilihan dan
penentuan metode sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di kelas.
2. Efektifitas penggunaan metode
Ketiak anak didik tidak
mampu berkonsentrasi, ketika sebvagian besar anak didik membuat kegaduhan,
ketika anak didik menunjukkan kelusuan, ketika minat anak didik semakin
berkurang, dan ketika sebagian besar anak didik tidak menguasai bahan yang
telah guru sampaikan, ketiaka itulah guru mempertanyakan factor penyebabnya dan
berusaha mencari jawabannya secara tepat.
Karena bila tidak, maka apa yang guru sampaikan akan sia-sia. Boleh jadi
dari sekian kejadian tersebut, salah satu penyebabnya adalah metode. Karenanya,
efektifitas penggunaan metode patut dipertanyakan.
Penggunaan metoda yang tidak sesuai dengan tujuan akan menjadi
kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan
pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut
kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa, fasilitas, serta situasi kelas.
Guru yang selalu senang menggunakan metode ceramah sementara tujuan
pengajarannya adalah agar anak didik dapat memperagakan shalat, adalah kegiatan
belajar mengajar yang kurang kondusif. Seharusnya penggunaan metode dapat
menunjang pencapaian tujuan pengajaran, bukannya tujuan yang harus menyesuaikan
diri dengan metode.
Karena itu, efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila
ada kesesuian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah
diprogramkan dalam satuan pelajaran, dalam satuan pelajaran, sebagai persiapan
tertulis.
3. Pentingnya Pemilihan dan Penetuan Metode
Titik sentral yang
harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan
pengajaran. Apapun yang termasuk perangkat program pengajaran dituntut secara
mutlak unutuk menunjang tercapainya tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar
dengan kemalasan. Anak didik pun diwajibkan mempunyai kreatifitas dalam
belajar, bukan selalu menanti perintah guru. Kedua unsure manusiawi ini juga
beraktifitas tidak lain karena ingin mencapai suatu tujuan yang efektif dan
efesien.
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan
lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas.
Salah satu yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan dan penentuan
metode yang bagaimana yang akan dipilih untk mencapai tujuan pengajaran.
Pemilihan dan pemilihan metode didasari adanya metode-metode tertentu yang tidak
bisa dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya, tujuan pengajaran, agar
anak didik dapat menuliskan sebagian dari ayat-ayat dalam surat Al-fatihah,
maka guru tidak tepat menggunakan metode diskusi, tetapi yang tepat adalah
metode latihan.
Kegagalan guru mencapai tujuan pengajaran akan terjadi jika
pemiliha dan penentuan metode tidak dilakukan dengan penegenalan karakteristik dari amsing-masing
metode pengajarn. Karena itu, yang terbaik guru lakukan adalah mengetahui
kelebihan dan kelemahan dari beberapa metode pengajaran yang akan dibahas dalam
uraian-uraian selanjutnya.[5]
D.
Macam-Macam Metode Mengajar
Berikut
ini beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran,
diantaranya:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah dapat diartikan sebagai
cara menyajikan pelajaran melalui penuturan lisan atau penjelasan langsung
kepada sekelompok siswa. Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini
yang sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain
disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya factor kebiasaan
baik dari guru ataupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam
proses penegelolaan belajar tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan
siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberiakan materi
pembelajaran melalui ceramah sehingga ada guru yang berceramah berarti ada
proses belajar dan cara yang digunakan untuk memplementasikan strategi
pembelajaran Ekspositori.[6]
Metode
ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan metode ceramah
1) Guru mudah menguasai kelas.
2) Mudah mengorganisasikan tempat
duduk/kelas.
3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang
besar.
4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan
baik.
b. Kelemahan metode ceramah
1) Mudah menjadi verbalisme (pengertian
kata-kata)
2) Uang visual menjadi rugi, yang auditif
(mendengar) yang besar menerimanya.
3) Bila selalu digunakan dan terlalu lama,
membosankan.
4) Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti
dan tertarik pada ceramahnya.
5) Menyebabkan siswa menjadi pasif.[7]
2. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian
pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru
kepada siswa, dapat pula dari siswa ke guru. Metode ini dimaksudkan untuk
merangsang berpikir dan membimbing peserta didik dalam mencapai kebenaran.[8]
Metode
ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan metode tanya jawab
1) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan
perhatian siswa, sekapun ketika siswa itu sedang rebut, yang mengantuk kembali
tegar dan hilang kantuknya.
2) Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan
daya piker, termasuk daya ingat.
3) Mengembangkan keberanian dan
keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
b. Kekurangan metode tanya jawab
1) Siswa merasa takut, apalagi bila guru
kurang dapat mendorong siswa untuk berani, dengan menciptakan suasana yang
tidak tegang, melainkan akrab.
2) Tidak mudah membuat pertanyaan yang
sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami siswa.
3) Waktu sering banyak terbuang, terutama
apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
4) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak
mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada setiap siswa.[9]
3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama
metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan menjawab pertanyaan,
menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (killen,
1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi.
Diskusi lebih bessifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan secara
bersama-sama.[10]
Metode
ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan metode diskusi
1) Merangsang kretivitas peserta didik
dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa dan terobosan baru dalam memecahkan
masalah.
2) Mengembangkan sikap menghargai pendapat
orang lain.
3) Memperluas wawasan.
4) Membina untuk terbiasa musyawarah untuk
mufakat dalam memecahkan suatu masalah.
b. Kekurangan metode diskusi
1) Pembicaraan terkadang menyimpang,
sehingga memerlukan waktu yang panjang.
2) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang
besar.
3) Peserta mendapat informasi yang terbats.
4) Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang
suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.
4. Metode Simulasi
Simulasi
berasal dari kata simulate yang
artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar,
simulasi dapat diartikan cara peyajian pengalaman belajar dengan menggunakan
situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan
tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak
semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang
sebenarnya. Belajar bagaimana cara mengoperasikan sebuah mesin yang mempunyai
karakteristik khusus misalnya, siswa sebelum menggunakan mesin yang sebenarnya
akan lebih bagus melalui simulasi terlebih dahulu. Demikian juga untuk
mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan
simulasi akan sangat bermanfaat.
Metode ini mempunyai beberapa kelebihan
dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan metode simulasi:
1) Dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam
menghadapi situasi yang sebenarnya kelak.
2) Dapat mengembangkan kreativitas siswa.
3) Dapat memupuk keberanian dan percaya
diri siswa.
4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang
problematis.
5) Meningkatkan gairah siswa dalam proses
pembelajaran.
Kekurangan metode
simulasi:
1) Pengalaman yang diperoleh melalui
simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2) Pengelolaan yang kurang baik, sering
simulasi dijadikan sebagai alat hiburan,
sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan
takut sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.
5. Metode Kisah atau Cerita
Al-Qur’an dan Hadits banyak meredaksikan
kisah untuk menyampaikan pesan-pesannya. Seperti kisah malaikat, para Nabi,
umat terkemuka pada zaman dahulu dan sebagainya. Dalam kisah itu tersimpan
nilai-nilai pedagogis-relegius yang memungkinkan peserta didik mampu meresapinya.
6. Metode Demostrasi
Metode demostrasi adalah cara penyajian
pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses,
situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari. Dengan metode demonstrasi,
proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam,
sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
Metode
ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan metode demonstrasi
1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih
jelas dan lebih konkret.
2) Siswa lebih mudah memahami apa yang
dipelajari.
3) Proses pengajaran lebih menarik.
4) Siswa dirangsang untuk aktif mengamati,
menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.
b. Kekurangan metode demonstrasi
1) Metode ini memerlukan keterampilan guru
secara khusus, karena tanpa ditunjang hal itu, pelaksaan demonstrasi akan tidak
aktif.
2) Fasilitas seperti peralatan, tempat dan
biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.
3) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan
perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang
mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.
7. Metode Karyawisata
Metode karyawisata adalah metode dalam
proses belajar mengajar siswa perlu diajak keluar sekolah, untuk meninjau
tempat tertentu atau objek yang mengandung sejarah, hal inni bukan rekreasi,
tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat langsung atau
kenyataan.
Metode
ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
a. Kelebihan metode karyawisata
1) Memiliki prinsip pengajaran modern yang
memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
2) Membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih
relevan.
3) Dapat merangsang kreativitas siswa.
4) Informasi sebagai bahan pelajaran lebih
luas dan akurat.
b. Kekurangan metode karyawisata
1) Fasilitas yang diperlukan dan biaya yang
dipergunakan sulit untuk disediakan oleh siswa atau sekolah.
2) Sangan memerlukan persiapan atau
perencanaan yang matang.
3) Memerlukan koordinasi dengan guru serta
bidang studi lain agar terjadi tumpang tindih waktu dan kegiatan selama
karyawisata.
4) Sering kali unsure rekreasi menjadi
prioritas daripada tujuan utama.
5) Sulit mengatur siswa yang banyak dalam
perjalanan dan mengarahkan mereka.
8. Metode Tutorial
Metode tutorial ini diberikan dengan
bantuan tutor. Setelah siswa diberikan bahan ajar, kemudian siswa diminta untuk
mempelajari bahan ajar tersebut. Pada bagian yang dirasakan sulit siswa dapat
bertanya pada tutor.
9. Metode Perumpamaan
Suatu metode yang digunakan untuk
mengungkapkan suatu sifat dan hakikat dari realitas sesuatu. Perumpamaan dapat
dilakukan dengan mentasybih-kan sesuatu, seperti mengumpamakan sesuatu yang
rasional-abstrak dengan sesuatu yang bisa diindera.
10. Metode Pemahaman dan Penalaran
Dilakukan dengan membangkitkan akal dan
kemampuan berpikir anak didik secara logis. Metode ini adalah metode mendidik
dengan membimbing anak didik atau dapat memahami problema yang dihadapi dengan
menemukan jalan keluar yang benar dengan berbagai macam kesulitan dengan
melatih anak didik menggunakan pikirannya dalam mendata dan menginvestarisasi
masalah, dengan cara memilah-milah, membuang mana yang salah, meluruskan yang
bengkok, dan mengambil yang benar.
11. Metode Suri Teladan
Metode yang dapat diartikan sebagai
“keteladanan yang baik”. Dengan adanya keteladanan yang baik itu, maka akan
menumbuhkan hasrat bagi orang untuk meniru atau mengikutinya.
12. Metode Peringatan dan Pemberian Motivasi
Motivasi adalah kekuatan yang menjadi
pendorong kegiatan individu untuk melakukan suatu kegiatan mencapai tujuan.
Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan luar
individu.
13. Metode Praktek
Dimaksudkan supaya mendidik dengan
memberikan materi pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti
diperagakan, dengan harapan anak didik menjadi lebih jelas dan mudah sekaligus
dapat mempraktekkan materi yang dimaksud.
14. Metode Pemberian Ampunan dan Bimbingan
Metode ini dilakukan dalam rangka member
kesempatan kepada anak didik untuk memperbaiki tingkah lakunya dan
mengembangkan dirinya.
15. Metode Kerja Sama
Metode kerja sama ialah upaya saling
membantu antara dua orang atau lebih, antara individu dengan kelompok lainnya
dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan problema yang dihadapi dan
menggarap berbagai program yang bersifat prospektif, guna mewujudkan
kemaslahatan dan kesejahteraan bersama.
16. Metode Tulisan
Metode mendidik dengan huruf atau simbol
apapun, ini merupakan suatu hal yang sangat penting dan merupakan jembatan
untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.
17. Metode Penugasan
Metode penugasan tidak sama dengan
istilah pekerjaan rumah, tapi jauh lebih luas. Tugas dilaksanakan di rumah, di
sekolah, di perpustakaan dan tempat lainnya. Metode ini merangsang anak aktif
belajar baik secara individual atau kelompok.
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemilihan Metode
Sebagai suatu cara metode tidaklah berdiri sendiri,
tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Maka itu kita perlu mengenal,
memahaminya dan mempedomaninya ketika akan melaksanakan pemilihan dan penentuan
metode. Tanpa mengindahkan hal ini, metode yang digunakan bisa-bisa tiada arti.
Bila ada para ahli mengatakan bahwa makin baik
metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan itu adalah pendapat yang
mengandung nilai kebenaran. Tapi, jangan didukung bila ada para ahli lain yang
mengatakan bahwa semua metode adalah baik dan tidak ada kelemahannya, karena
pernyataan tersebut adalah pendapat yang keliru.
Dalam pandangan yang sudah diakui kebenarannya
mengatakan bahwa setiap metode mempunyai sifat masing-masing, baik mengenai
kebaikan-kebaikannya maupun menetapkan mengenai kelemahan-kelemahnnya. Guru
akan lebih mudah menetapkan metode yang paling serasi untuk situasi dan kondisi
yang khusus dihadapinya, jika memahami sifat-sifat masing-masing metode
tersebut. Winarno Surakhmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan
metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
a. Anak
Didik
Anak didik adalah manusia berpotensi yang
menghajatkan pendidikan. Di sekolah, gurulah yang berkewajiban untuk
mendidiknya. Di ruang kelas guru akan berhadapan dengan sejumlah anak didik
dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status sosial mereka juga
bermacam-macam. Demikian juga halnya mengenai jenis kelamin mereka,
Tidak hanya aspek biologis tetapi aspek intelektual
juga memiliki perbedaan. Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik
terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan
lambatnya anak didik terhadap rangsangan yang diberikan guru. Tinggi atau
rendahnya kreativitas anak didik dalam mengolah kesan dari bahan pelajaran yang
baru diterima bisa dijadikan tolok ukur dari kecerdasan seorang anak.
Kecerdasan seorang anak terlihat seiring dengan meningkatnya kematangan seorang
anak. Daya piker anak bergerak dari cara berpikir konkret kea rah cara berpikir
abstrak.
Dari aspek psikologis sudah diakui
juga perbedaan. Di sekolah, perilaku anak didik selalu menunjukkan perbedaan,
ada yang pendiam, ada yang kreatif, ada yang suka bicara, ada yang tertutup (introver), ada yang terbuka (ekstrover), ada yang pemurung, ada yang
periang dan sebagainya.
Semua perilaku anak didik tersebut
mewarnai suasana kelas. Dinamika kelas terlihat dengan banyaknya jumlah anak
dalam kegiatan belajar mengajar. Kegaduhan semakin terasa jika jumlah anak
didik sangat banyak di dalam kelas. Semakin banyak jumlah anak didik di kelas,
semakin mudah terjadi konfik dan cenderung sukan dikelola.
Perbedaan individual anak didik
pada aaspek biologis, intelektual dan psikologis sebagaimana disebutkan di
atas, mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang sama sebaiknya guru
ambil untuk menciptakan lingkunngan belajar yang kreatif dalam sekon yang
relative lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara
operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak didik yang bervariasi
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran.
b. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap
kegiatan belajar mengajar. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran
berbagai-bagai jenis dan fungsinya. Secara hierarki tujuan itu bergerak dari
yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan intruksional atau tujuan
pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan institusional, dan
tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan intermedier
(antara), yang paling langsung dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Tujuan
pembelajaran dikenal ada dua, yaitu TIU (Tujuan Intruksional Umum) dan TIK
(Tujuan Instruksional Khusus).
Perumusan
tujuan intruksional khusus, misalnya akan mempengaruhi kemampuan yang bagaimana
yang terjadi pada diri anak didik. Proses pengajaran pun dipengaruhinya. Begitu
juga penyeleksian metode yang harus guru gunakan di kelas. Metode yang guru
pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diis kei dalam diri
setiap anak didik. Artinya, metodelah yang harus tunduk kepada kehendak tujuan
dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang bagaimana yang dikehendaki
oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.
c. Situasi
Situasi kegiatan belajar megajar yang guru ciptakan
tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin
menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di luar ruang
sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang sesuai
dengan situasi yang diciptakan itu. Di lain waktu, sesuai dengan sifat dan
bahan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, maka guru menciptakan
lingkungan belajar anak didik secara kelompok. Anak didk dibagi ke dalam
beberapa kelompok belajar di bawah pengawasan dan bimbingan guru. Disana semua
anak didik dalam kelompok masing-masing diserahi tugas oleh guru untuk
memecahkan suatu masalah. Dalam hal ini tentu saja guru telah memilih metode
mengajar untuk membelajarkan anak didiknya, yaitu metode problem solving. Demikianlah, situasi yang diciptakan guru
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
d. Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan
dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang
belajar anak didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan
mempengaruhi pemilihan metode mengajar. Ketiadaan laboratoruim untuk praktik
IPA, misalnya kurang mendukung penggunaan metode eksperimen atau metode
demonstrasi. Demikian juga halnya ketiadaan mempunyai fasilitas olahraga, tentu
sukar bagi guru menerapkan metode latihan. Justru itu, keampuhan suatu metode
mengajar akan terlihat jika factor lain mendukung.
e. Guru
Setiap guru mempunyai kepribadian
yang berbeda. Seorang guru misalnya kurang suka berbicara, tetapi seorang guru
yang lain suka berbicara. Seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan
keguruan, berbeda dengan guru yang sarjana bukan pendidikan dan keguruan di
bidang penguasaan ilmu kependidikan dan keguruan. Guru yang sarjana pendidikan
dan keguruan barangkali lebih banyak menguasai metode-metode mengajar, karena
memang dia dicetak sebagai tenaga ahli di bidang keguruan dan wajar saja dia
menjiwai dunia guru.
Latar belakang pendidikan guru
diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis
metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Itulah yang
biasanya dirasakan oleh guru yang berlatang belakang pendidikan guru. Apalagi
belum memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Sungguh pun begitu, baik dia
berlatar belakang pendidikan guru maupun dia yang berlatang belakang bukan
pendidikan guru, dan sama-sama minim pengalaman mengajar di kelas, cenderung
sukar memilih metode yang tepat. Tetapi ada juga yang tepat memilihnya, namun
dalam pelaksaannya menemui kendala, disebabkan labilnya kepribadian dan
dangkalnya penguasaan atas metode yang digunakan. Dengan demikian, dapatlah
dipahami bahwa kepribadian, latang belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar
adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan
metode mengajar.
Sebagai penyegaran kembali dari
inti kesan atau uraian tersebut dapatlah dibutiri faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan metode mengajar, yaitu anak didik, tujuan, situasi,
fasilitas dan guru.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Tujuan merupakan muara dan pangkal dari proses
belajar mengajar. Metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang
dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “mengajar” sendiri berarti memberi
pelajaran. Jadi, metode mengajar
adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran kepada siswa untuk tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan. Kebaikan suatu metode terletak pada ketepatan
memilih sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Metode apapun yang dipilih dalam
kegiatan belajar mengajar hendaklah memperhatikan beberapa prinsip yang
mendasari urgensi metode dalam proses belajar mengajar, yakni: prinsip motivasi
dan tujuan belajar. prinsip kematangan dan perbedaan individual, prinsip
penyediaan peluang dan pengamanan praktis, integrasi pemahaman dan pengalaman,
prinsip , prinsip menggembirakan. Adapun
beberapa metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya: metode
ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode kisah atau cerita, metode
demostrasi, metode karyawisata, metode tutorial, metode perumpamaan, metode
pemahaman dan penalaran, metode suri teladan, metode peringatan dan pemberian
motivasi, metode praktek, metode pemberian ampunan dan bimbingan, metode kerja
sama, metode tulisan, metode penugasan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan
Zain. 2014. Strategi Belajar Mengajar.
Cet. 5: Jakarta: Rineka Cipta.
Faturrahman, Pupuh & M. Sobry
Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengaja
Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
[1] Faturrahman,
Pupuh & Sobry Sutikno. 2007. Strategi
Belajar Mengaja Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung:
Refika Aditama. Hal 51-54.
[2] Faturrahman,
Pupuh & Sobry Sutikno. 2007. Strategi
Belajar Mengaja Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung:
Refika Aditama. Hal 51-54.
[3] Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain.
2014. Strategi Belajar Mengajar. Cet.
5: Jakarta: Rineka Cipta. Hal 75
[4] Faturrahman,
Pupuh & Sobry Sutikno. 2007. Strategi
Belajar Mengaja Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung:
Refika Aditama. Hal 55-56
[5] Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain.
2014. Strategi Belajar Mengajar. Cet.
5: Jakarta: Rineka Cipta. Hal 75-78
[6] Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Hal 147-148
[7] Bahri
Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2014. Strategi
Belajar Mengajar. Cet. 5: Jakarta:
Rineka Cipta. Hal 97-98.
[8] Faturrahman,
Pupuh & M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi
Belajar Mengaja Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung:
Refika Aditama. Hal 62.
[9] Bahri
Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. 2014. Strategi
Belajar Mengajar. Cet. 5: Jakarta:
Rineka Cipta. Hal 95.
[10] Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Hal 154-155.
No comments:
Post a Comment