BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bidang afektif bukanlah istilah pengajaran, namun pendidikan.
Namun oleh karena strategi pembelajaran yang dibicarakan dalam naskah ini
diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi
kognitif tetapi juga dimensi yang
lainnya, yaitu sikap dan keterampilan, melalui proses pembelajaran yang menekankan
kepada aktivitas siswa sebagai subyek belajar, maka selanjutnya menggunakan
istilahstrategi pembelajaran afektif, walaupun dalam bahasan selanjutnya kedua
istilah itu akan digunakan secara bergantian.
Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan
strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan
nilai (value), yang sulit diukur,
oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas
tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi
penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan
membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus-menerus, dan hal ini tidaklah
mudah untuk dilakukukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari
proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah. Kita tak bisa menyimpulkan
bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan
santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang
dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengerian Komunikasi Afektif ?
2. Apa Saja Unsur-Unsur Komunikasi ?
3. Bagaimana Komunikasi dalam Proses
Pembelajaran ?
4. Bagaimana Komunikasi yang Efektif dalam
Proses Pembelajaran ?
5. Bagaimana Strategi Membangun Komunikasi
Afektif dalam Proses Pembelajaran ?
6. Apa Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif
?
7. Apa Tujuan dan Fungsi Komunikasi ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Arti Komunikasi
Afektif.
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Komunikasi.
3. Mendeskripsikan Komunikasi dalam Proses
Pembelajaran.
4. Mendeskripsikan Komunikasi Efektif dalam
Proses Pembelajaran.
5. Mendeskripsikan Strategi Membangun
Komunikasi Afektif dalam Proses Pembelajaran.
6. Mendeskripsikan Kesulitan dalam Proses
Pembelajaran Afektif.
7. Untuk Mengetahui Tujuan dan Fungsi
Komunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ARTI KOMUNIKASI AFEKTIF
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan
atau informasi dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling
mempengaruhi diantaranya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan menggunakan
kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, yang disebut
bahasa verbal. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh
keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan gerak-gerik badan,
menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, memggelengkan kepala,
mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal
atau bahasa isyarat.
Adapun istilah efektif adalah mencapai sasaran
sesuai yang diinginkan. Dengan demikian, komunikasi efektif dapat diartikan
sebagai penerimaan pesan oleh komunikasi sesuai dengan yang dikirim oleh
komunikator, kemudian komunikan memberikan respon yang positif sesuai dengan
yang diharapkan. Kemampuan seseorang dalam mengirimkan pesan atau informasi
dengan baik, kemampuan menjadi pendengar yang baik, kemampuan atau keterampilan
menggunakan sebagai media atau alat audio visual merupakan bagian penting dalam
melaksanakan komunikasi yang efektif.[1]
Strategi pembelajaran afektif berbeda dengan
strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Efektif berhubungan dengan
nilai (valuen), yang sulit diukir, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang
yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu memang efeksi dapat muncul dalam
behaviora, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung
jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini
tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat
dari proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah. Kita tak bisa
menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan bahasa
atau sopan santun yang bersangkutan, sebagian akibat dari proses pembelajaran
yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga
dan lingkungan sekitar.[2]
B.
UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
Di dalam komukasi, termasuk komunikasi dalam proses
pembelajaran akan melibatkan berbagai unsure, yaitu :
1. Unsure
pertama dan paling utama adalah adanya seorang
komunikator (pembawa pesan) yang mempunyai sejumlah kebutuhan berupa ide-ide,
sasaran-sasaran, atau gagasan yang dapat membantu berbagai pemecahan masalah;
2. Kedua,
kominikan (penerima pesan) disebut juga reseptor, yaitu orang yang menerima
berita atau lambang-lambang pesan;
3. Ketiga,
adanya tujuan yang hendak dicapai;
4. Keempat,
adanya sesuatu gagasan atau pesan yang perlu disampaikan.
5. Kelima,
tersedia saluran yang dapat menghubungkan sumber informasi dengan penerima
informasi, sehingga terjadi hubungan timbal balik antara komunikator dengan
komunikan;
6. Keenam,
adanya umpan balik hasil komunikasi atau respon dari penerima pesan;
7. Ketuju,
adanya noise: gangguan yang tak
terencana terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain
oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator
kepadanya.[3]
C.
KOMUNIKASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Setiap hari jutaan anak dan ribuan orang dewasa
berkomunikasi anatar hubungan anatara siswa dengan guru. Namun, tidak diketahui
apakah komunikasi yang mereka lakukan berpengaruh terhadap proses pembelajaran
dalam proses pembelajaran sering kita jumpai kegagalan-kegagalan, hal ini
karena lemahnya system konikasi. Untuk itu, guru perlu mengembangkan pola komunikasi
efektif dalam proses pembelajaran. Komunikasi dalam proses pembelajaran yang
penulis maksudkan disini adalah hubungan atau interaksi antar guru dengan siswa
yang berlangsung pada saat proses pembelajaran, atau dengan istilah lain yaitu
hubungan aktif antar guru dengan siswa dalam pelaksaan proses pembelajaran.
Ada tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk
mengembangkan interaksi dinamis antar guru dengan siswa menurut Nana Sudjana,
(1989), yaitu :
1. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi
satu arah
Komunikasi
satu arah ini merupakan komunikasi yang berlangsung dari satu pihak saja, yaitu
hanya dari pihak komunikator dengan tidak memberi kesempatan kepada komunikan
untuk memberikan respon atau tanggapan. Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai
pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif dan siswa pasif.
Ceramahan pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai
aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan kegiatan siswa belajar.
2. Komunikasi sebagai interaksi atau
komunikasi dua arah
Komunikasi
dua arah merupakan komunikasi yang berlangsung antara dua pihak dan ada timbale
balik baik dari komunikator maupun komunikan. Komunikasi dua arah ini dapat
terjadi secara vertical, horizontal dan diagonal. Pada komunikasi ini guru dan
siswa dapat berperan sama yaitu pemberi aksi dan penerima aksi. Disini, sudah
terlihat hubungan dua arah, tetapi terbatas antara guru dengan siswa secara
individual. Antara siswa dan siswa tidak ada hubungan. Siswa tidak dapat berdiskusi
dengan teman atau bertanya sesama temannya. Keduanya dapat saling memberi dan
menerima. Komunikasi ini lebih baik dari apa yang pertama, sebab kegiatan guru
dan kegiatan siswa relative sama.
3. Komunikasi banyak arah atau komunikasi
sebagai interaksi
Yaitu
komunikasi tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antar guru dengan siswa
tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antar siswa yang satu dengan
siswa yang lain.proses pembelajaran dengan pola komunikasi ini mengarah kepada
proses pembelajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga
menimbulkan siswa belajar aktif. Diskusi, simulasi merupakan strategi yang
dapat mengembangkan komunikasi ini. Kegiatan semacam ini mengarah kepada proses
pembelajaran yang mengarahkan pada pembelajaran yang mengembangkan kegiatan
siswa yang optimal sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif.
Dari
kegiatan pola komunikasi tersebut, untuk mewujudkan pembelajaran efektif
dianjurkan agar guru membiasakan diri menggunakan komunikasi pola ketiga yaitu
komunikasi sebagai intransaksi atau komunikasi banyak arah. Komunikasi sebagai
intransaksi akan menempatkan guru pada posisi sebagai pemimpin belajar atau
pembimbing belajar atau pasilitator belajar. Sebaliknya siswa disamping sebagai
objek dapat pula berperan sebagai subjek.[4]
D.
KOMUNIKASI EFEKTIF dalam PROSES PEMBELAJARAN
Komunikasi dikatatkan efektif dalam pembelajaran
apabila terdapat aliran informasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik
dan informasi tersebut sama-sama direspon sesuai engan harapan kedua pelaku
komunikasi tersebut. Setidaknya terdapat lima aspek yang perlu dipahami dalam
membangun komunikasi yang efektif.
1. Kejelasan
Hal
ini dimaksudkan bahwa dalam komunikasi harus menggunakan bahasa dan mengemas
informasi secara jelas sehingga mudah diterima dan dipahami oleh komunikan.
2. Ketepatan
Ketepatan
atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan kebenaran
informasi yang disampaikan.
3. Konteks
Konteks
atau sering disebut dengan situasi, maksudnya adalah bahwa bahasa dan informasi
yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi
itu terjadi.
4. Alur
Bahasa
dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau sistematika
yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap.
5. Budaya
Aspek
ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan dengan
tata karma dan etika, artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan
budaya orang yang diajak berkomunikasi karena para peserta didik juga terlahir
dari budaya yang berbeda, baik dalam penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal,
agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi[5]
E. STRATEGI MEMBANGUN KOMUNIKASI AFEKTIF DALAM PROSES
PEMBELAJARAN
Seorang guru butuh komunikasi yang tepat untuk
membuat siswa merasa gampang menyerap materi pelajaran yang disampaikan.seorang
ekskutif disebuah perusahaan butuh komunikasi yang sistematis untuk
memperlancar pencapaian untuk perusahaan. Singket kata, dalam kehidupan
bermasyarakat, khususnya dalam proses pembelajaran, baik disekolah maupun di
perguruan tinggi, komunikasi selalu jadi kunci utama.
Berkaitan dengan ini, ada beberapa strategi yang
dapat dikembangkan dalam upaya untuk menciptakan atau untuk membangun
komunikasi efektif dalam proses pembelajaran, berikut ini :
1. Ketahui
tujuan.
Tujuan
kita berkomunikasi akan sangat menentukan cara kita menyampaikan informasi.
Kejelasan tujuan dalam berkomunikasi harus diketahui sebelum kita
berkomunikasi.
2. Ketahui
mitra bicara.
Kita
harus sadar dengan siapa kita akan bicara. Salah satu caranya adalah berbicara
sesui tingkat usia. Mengkomunikasikan materi pelajaran dengan siswa TK tentu
beda dengan kita menghadapi siswa SMU.
3. Respek.
Komunikasi
harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya penghargaan biasanya akan
menimbulkan kesan serupa dari sipenerima pesan. Guru akan sukses berkomunikasi
dengan siswa bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka
siswa pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan guru.[6]
4. Empati.
Empati
adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang
dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk
mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Guru yang baik tidak akan menuntut siswanya untuk mengerti keinginannya, tetapi
ia akan berusaha memahami siswanya terlabih dulu. Ia akan membuka dialog dengan
mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Disini berarti seorang guru tidak
hanya melibatkan komponen indrawinya saja, tapi melibatkan pula mata hati dan
perasaannya dalam memahami berbagai perihal yang ada pada peserta didiknya.
5. Audible.
Audible
berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan
harus dapat dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh sipenerima pesan.
Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara
menunjuk, termasuk kedalam komunikasi yang audible.
6. Jelas
maknanaya.
Pesan
yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman,
selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan siswa, guru
harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Upayakan untuk
menghargai kata-kata yang memiliki arti ganda atau multi penafsiran. Salah satu
caranya adalah berbicara sesuai yang mereka pahami (melihat tingkatan usia)
7. Rendah
hati.
Sikap
rendah hati mengandung makna saling menghargai, tidak memandang rendah, lemah
lembut, sopan dan penuh pengendalian diri. Sikap rendah hati memberi
kemungkinan pada terciptanya kehidupan yang penuh energy. Kesombongan, merasa
paling hebat, dan merasa paling unggul hanya akan membuat manusia kalah dalam
segala hal.[7]
F.
KESULITAN DALAM PEMBELAJARAN AFEKTIF
Di samping aspek pembentukan kemampuan intelektual
untuk membentuk kecerdasan peserta didik dan pembentukan keterampilan untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik memiliki kemampuan motorik, maka
pembentukan sikap peserta didik merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya.
Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dan memberikan keterampilan
tertentu saja, akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak
berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Namun
demikian, dalam proses pendidikan disekolah proses pembelajaran sikap
kadang-kadang terabaikan. Hal ini disebabkan proses pembelajaran dan
pembentukukan akhlak memiliki beberapa kesulitan.
Pertama,
selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung
diarahkan untuk pembentukan intelektual. Dengan demikian, keberhasilan proses
pendidikan dan proses pembelajaran disekolah ditentukan oleh criteria kemampuan
intelektual (kemampuan kognitif). Akibatnya, upaya yang dilakukan setiap guru
diarahkan kepada bagaimana agar anak dapat menguasai sejumlah pengetahuan
sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku, oleh karena kemampuan
intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai macam bentuk evaluasi yang dilakukan baik evaluasi tingkat sekolah,
tingkat wilayah, maupun evaluasi nasional diarahkan kepada kemampuan anak
menguasai materi pelajaran. Pendidikan agama atau pendidikan kewarganegaraan
misalnya yang semestinya diarahkan untuk pembentukan sikap dan moral, oleh
karena keberhasilannya diukur dari kemampuan intelektual, maka evaluasinyapun
lebih banyak mengukur kemampuan penguasaan materi pelajaran dalam bentuk kognitif.
Kedua,
sulitnya melakukan control karena
banyaknya factor yang dapat memengaruhi perkembangan sikap seseorang.
Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh
factor guru, akan tetapi juga factor-faktor lain terutama factor lingkungan.
Artinya, walaupun disekolah guru berusaha memberikan contoh ysng baik, akan
tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan anak baik lingkungan sekolah
maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan.
Misalnya, ketika anak diajarkan tentang keharusan bersikap jujur dan disiplin,
maka sikap tersebut akan sulit diinternalisasi manakala dilingkungan luar
sekolah anak banyak melihat perilaku-perilaku ketidak jujuran dan
ketidakdisiplinan. Walaupun guru disekolah begitu keras menekankan pentingnya sikap
tertib berlalu lintas, maka sikap tersebut akan sulit diadopsi oleh anak
maanakala ia melihat begitu banyak orang yang melanggar rambu-rambu lalu
lintas. Demikian juga, walaupun disekolah guru-guru menekankan perlunya bagi
anak untuk berkata sopan dan halus disertai contoh perilaku guru, akan tetapi
sikap itu akan sulit diterima oleh anak manakala di luar sekolah begitu banyak
manusia yang berkata kasar dan tidak sopan. Pembentukan sikap memang memerlukan
upaya semua pihak, baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan
masyarakat.
Ketiga,
keberhasilan pembentukan sikap tidak dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan
pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui
setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembentukan sikap
baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan
sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses yang lama.
Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah memiliki sikap jujur hanya
melihat suatu kejadian tertentu. Selain sikap jujur perlu diuraikan pada
indicator-indikator yang mungkin sangat banyak, juga menilai sikap jujur perlu
dilaksanakan secara terus-menerus hingga mengkristal dalam segala tindakan dan
perbuatan.
Keempat,
pengaruh kemajuan teknologi, khususnya
teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak
pada pembentukan karakter anak. Tidak bisa kita pungkiri, program-program
televise, misalnya yang banyak menayangkan program acara produksi luar yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda, kebutuhan pendidikan yang berbeda,
dan banyak ditonton oleh anak-anak, sangat berpengaruh pada pembentukan sikap
dan mental anak. Secara perlahan tapi pasti budaya asing yang belum tentu cocok
dengan budaya local merembes dalam setiap relung kehidupan, menggeser
nilai-nilai local sebagai nilai lihur yang mestinya ditumbuhkembangkan,
sehingga pada akhirnya membentuk karakter baru yang mungkin tidak sesui dengan
nilai dan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, secara perlahan tapi pasti
telah terjadi perubahan pandangan anak remaja kita terhadap nilai
gotong-royong, nilai-nilai seks, dan lain sebagainya.[8]
G.
TUJUAN dan FUNGSI KOMUNIKASI
Menurut Rian Nugroho (2004:72) tujuan komunikasi
adalah menciptakan pemahaman bersama atau mengubah persepsi, bahkan perilaku.
Sedangkan menurut Katz an Robeert Kahn yang merupakan hal utama dari komunikasi
adalah pertukaran informasi dan penyampaian makna suatu sitem social atau
organisasi. Akan tetapi komunikasi tidak hanya menyampaikan informasi atau
pesan saja, tetapi komunikasi dilakukan sesorang dengan pihak lainnya dalam
upaya membentuk suatu makna serta mengemban harapan-harapannya ( Rosadi Ruslan,
2003:83). Dengan demikian komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menentukan betapa efektifnya orang-orang bekerja sama dan
mengkoordinasikan usaha-usaha untuk mencapai tujuan.
Pada
umumnya tujuan komunikasi antara lain, yaitu:
1. Supaya yang kita sampaikan dapat
mengerti, sebagai komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan
(penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan
mengakui apa yang kita maksud.
2. Memahami orang lain. Kita sebagai
komunikator harus mengerti benar aspirasi masyarakat tentang apa yang
diinginkan kemauannya.
3. Supaya gagasan dapat diterima orang
lain. Kita berusaha agar gagasan kita dapat diterima orang lain dengan
pendekatan persuasive bukan memaksakan kehendak.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan
sesuatu, menggerakkan sesuatu dapat bermacam-macam, mungkin berupa kegiatan.
Kegiatan dimaksud disini adalah kegiatan yang lebih banyak mendorong, namun
yang penting harus diingat adalah bagaimana cara baik untuk melakukan
(widjaja,200:66-67).[9]
5. Agar yang ingin kita sampaikan dapat
dimengerti oleh orang lain.
6. Agar mengetahui dan faham terhadap
keinginan orang lain.
7. Agar gagasan kita dapat diterima oleh
orang lain.
8. Menggerakkan orang lain untuk melakukan
sesuatu.[10]
Ø Fungsi Komunikasi
Dalam
manfaat dan dampak yan ditimbulkan komunikasi memiliki fungsi-fungsi yang sangat
berperan dalamkehidupan masyarakat. Secara umum, fungsi komunikasi adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai kendali : fungsi komunikasi
sebagai kendali memiliki arti bahwa komunikasi bertindak untuk mengendalikan
perilaku orang lain atau anggota dalam beberapa cara yang harus dipatuhi.
2. Sebagai motivasi : komunikasi memberikan
perkembangan dalam memotivasi dengan memberikan penjelasan dalam hal-hal dalam
kehidupan kita.
3. Sebagai pengungkapan emosioanal :
komunikasi memiliki peranan dalam mengugnkapkan peranan-peranan kepada orang
lain, baik itu senang, gembira, kecewa, tidak suka, dan lain-lain.
4. Sebagai informasi : komunikasi
memberikan informasi yang diperlukan dari setiap individu dan kelompok dalam
mengambil keputusan degnan meneruskan data guna megnenali dan menilai pemilihan
alternatif.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu
menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi.
Komunikasi efektif adalah salin bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan
dan sikap antara dua orang atau kelompok yan hasilnya sesui dengan harapan.
Adapun istilah efektif yaitu mencapai sasaran sesui
yang diinginkan, maksudnya yaitu komunikasi efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh
komunikan sesui dengan yang dikirim oleh komunikator, kemudian kemunikan
memberikan respon yang positif sesui dengan yang diharapkan.
Ada tiga komunikasi yang dapat digunakan untuk
mengembangkan interaksi dinamis antara guru
dengan siswa menurut Nana Sudjana, (1989), yaitu, pertama, komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah. Kedua, komunikasi sebagai interaksi atau
komunikasi dua arah. Ketiga, komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai
transaksi.
Adapun
strategi membangun komunikasi efektif dalam proses pembelajaran yaitu, yang pertama, ketahui tujuan, tujuan sesorang
berkomunikasi sangat penting untuk menyampaikan informasi. Kedua, dengan mengetahui mkita bicara, seorang harus sadar dengan
siapa dia berbicara. Ketiga, Respek,
seorang guru akan sukses berkomunikasi dengan siswa bila ia melakukannya dengan
penuh respek. Keempat, Empati, sikap
empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum
didengar dan dimengerti orang lain. Kelima,
Audibel, artinya dapat didengarkan, raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang
baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk kedalam komunikasi
yang audible. Keenam, Jelas Maknanya,
ketika berkomunikasi dengan siswa, guru harus berusaha agar pesan yang
disampaikan bisa diterima dan dimengerti oleh siswanya. Ketujuh, Rendah Hati, tidak sombong, tidak merasa dirinya paling
hebat.
DAFTAR PUSTAKA
Sobry
Sutikno,M 2013. Belajar dan Pembelajaran. Lombok: Holistica.
Sanjaya,Wina.
2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Bahri
Djamarah, Syaiful.2006. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Majid,Abdul.
2013. Strategi Pembelajaran. Bandung.
Remaja Rosdakarya.
[1] Dr.Sobry Sutikno.Belajar dan
Pembelajaran.Lombok.Holistika.2013.Hl:61-62
[2] Prof.Dr.H.Aina Sanjaya,M.Pd.Strategi Pembelajaran.Jakarta.kencana
Prenadmedia Group.2006.Hal:274
[3] Dr.M.Sobri Sutikno.Belajar dan
Pembelajaran.Lombok.Holistica.Hal:62-63
[4] M.Sobry Sutikno.Belajar dan
Pembelajaran.Lombok.Holistica.2013.Hal63-64
[5] Abdul Majid.Strategi Pembelajaran.Bandung.Remaja Rosdakarya.2013
[6] M.Sobry Sutikno.Belajar dan
Pembelajaran.Lombok.Holistica.2013.Hal:65
[7] Prof.Pupuh Fathurrohman,M.Sobry Sutikno.M.Pd.Strategi Belajar
Mengajar.Bandung.PT Retika Aditama.2014.Hal:42
[8] Prof.Dr.H.Wina Sanjaya.M.Pd.Strategi Pembelajaran.Jakarta.Kencana
Prenadamedia Group.2006.Hal:286-288
[9] Amirlah Jein.Tujuan Komunikasi
[10] Dr.M.Sobry Sutikno.Belajar dan
Pembelajaran.Lombok.Holistica.2013.Hal:62
No comments:
Post a Comment