Thursday 7 December 2017

Pengaruh Pariwisata Sendanggila Terhadap Prilaku Anak Usia Sekolah


  1. Pariwisata
a.       Pengertian Pariwisata
Pariwisata sebagai suatu konsep dapat di pandang dari berbagai persepektif yang berbeda-beda. Pariwisata adalah suatu kegiatan melakukan perjalanan dari rumah untuk bermaksud berusaha atau bersantai. Pariwisata adalah suatu bisnis dalam penyediaan barang atau jasa bagi wisatawan yang menyangkut  setiap pengeluaran oleh atau untuk wisatawan/pengunjung dalam perjalanannya.[1]
Menurut Nyoman, pariwisata adalah salah satu industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. [2] Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks dan juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan, dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.
Sedangkan pariwisata menurut Muljadi adalah suatu aktivitas perubahan tempat tinggal sementara dari seseorang, diluar tempat tinggal sehari-hari dengan suatu alasan apapun selain melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji.[3] Pengertian lain mengenai pariwisata adalah gerakan manusia yang melakukan perjalanan untuk persinggahan sementara dari tempat tinggalnya kesatu tempat atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tingalnya yang didorong oleh beberapa keperluan atau motif tanpa bermaksud mencari nafkah tetap.[4]
Selain itu, Herawati juga menjelaskan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam atau lebih dalam suatu negara yang bukan merupakan negara dimana biasanya mereka tinggal, mereka ini meliputi:
1)   Orang-orang yang sedang melakukan perjalanan untuk bersenang-senang dengan keperluan pribadi, kesehatan dan sebagainya.
2)   Orang-orang yang sedang melaksanakan perjalanan untuk bermaksud menghadiri pertemuan, konfrensi, musyawarah, atau dalam hubungannya sebagai delegasi berbagai badan atau organisasi ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, olah raga, keagamaan dan lainnya.
3)   Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis.[5]

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan arti dan hakekat pariwisata, yaitu: 
a)      Pariwisata menyangkut segala yang berhubungan dengan urusan dan kebutuhan seseorang yang melakukan perjalanan. Perjalanan dilakukan karena berbagai urusan dan tujuan seperti berlibur, mengunjungi keluarga atau kerabat.
b)      Perjalanan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan seseorang yang dilakukan kesuatu tempat atau negara lainnya diluar tempat tinggal, dengan melibatkan semua pihak didaerah atau negara yang dikunjunginya.
c)      Hakekat dari orang yang melakukan perjalanan adalah mengharapkan kepuasan dan menikmati perjalanan itu. Tuntutan dan keinginan orang-orang yangingin melakukan perjalanan wisata pada umumnya meliputi rasa aman, suasana yang tertib, teratur dan tenang, dilayani dengan baik, melihat yang indah-indah dan menarik. Menginap dihotel dengan suasananya yang nyaman dan bersih, makan dan minum yang lezat dan bergizi serta mendapatkan pengalaman yang menarik dan tidak terlupakan.
Atas dasar pemahaman pariwisata dan arti pentingnya pembangunan pariwisata, pemerintah dengan amanat rakyat melalui ketetapan MPR mempertegas makna dari pembangunan pariwisata di Indonesia dengan arahan, tujuan dan kebijaksanaan, sebagai tertuang dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1996 yaitu:
(1)   Pembangunan kepariwisataan dilanjutkan dan ditingkatkan dengan pengembangan dan pendayagunaan sumber dan potensi pariwisata nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat di andalkan untuk memperbesar devisa negara. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja terutama untuk masyarakat setempat, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan melastarikan alam dan nilai budaya bangsa. Dalam pembangunan kepariwisataan tetap dijaga kelestarianya, pembangunan pariwisata dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan lainnya dan agar terjadi hubungan yang saling menunjang antara usaha kepariwisataan yang kecil, menengah, dan yang besar.
(2)   Pariwisata dalam negeri terus dikembangkan untuk memupuk cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai luhur bangsa dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional disamping untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, usaha pembinaan dan pengembangan kepariwisataan dalam negeri dan ditunjukkan pula untuk meningkatkan kualitas, memperkenalkan kebudayaan bangsa, memperkenalkan budaya sejarah serta keindahan alam didaerah berbagai pelosok tanah air. Sehubungan dengan itu pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata untuk masyarakat terutama remaja dan pemuda perlu ditingkatkan.
(3)   Dalam rangka pembinaan kepariwisataan perlu dilakukan langkah-langkah yang terarah dan terpadu dalam pengembangan obyek-obyek wisata, promosi dan pemasaran baik didalam maupun diluar negeri. Selanjutnya perlu ditingkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan, penyediaan sarana dan prasarana, mutu dan kelancaran pelayanan serta penyelengaraan kepariwisataan.
(4)   Keadaan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwista perlu ditingkatkan melalui usaha-usaha penyuluhan dan pembinaan kelompok-kelompok seni budaya, industri kerajinan dan usaha lain guna menjaga, memperkenalkan dan mengembangkan budaya bangsa serta tetap menjaga kepribadiaan dan martabat bangsa, serta mencegah hal-hal yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. [6]

b.      Pembinaan pariwisata
Pola pembinaan pariwisata di Indonesia pada umumnya dan kawasan NTB khususnya perlu ditingkatkan untuk memberikan kepuasan para wisatawan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Letak strategis memberikan kemungkinan bagi pemerintah untuk mengembangkan potensi pariwisata dengan panorama alam yang indah dan ramah penduduknya membuat wisatawan mancanegara merasa tertarik untuk berkunjung ke Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pariwisata di berbagai bidang dengan cara memperkenalkan antara lain antara lain:
1)      Obyek wisata alami
Obyek wisata alam dibagi menjadi dua yaitu laut dan daratan. Dengan laut dan daratan yang indah dan terletak diatas bukit-bukit memberikan berbagai hiasan diatasnya sehingga memberikan nuansa keindahan dan panorama yang menakjubkan.[7]

Obyek wisata pantai dengan lautnya yang dangkal dan landai memberikan suasana kondusif, rassa nyaman untuk berlama-lama berada dipantainya, kondisi alam pada umumnya serta keadaan geografisnya secara alami memungkinkan daerah pantai menjadi obyek wisata alam yang sangat mengesankan.
2)      Obyek wisata budaya
Gambaran tentang kondisi alam, jumlah penduduk, sistem mata pencaharian, agama serta kepercayaan masyarakatnya didapatkan suasana yang tradisional. Begitu pula tentang pandangan hidup masyarakat yang di warnai dengan ketenangan dan optimisme, yang semua itu bertitik tolak pada ajaran yang dianutnya merupakan daya tarik bagi wisatawan mancanegara.[8]

Jenis kesenian yang hidup dan berkembang di Indonesia banyak sekali disamping ada tarian-tarian ada juga atraksi menakjubkan pariwisata. Maka pemerintah melestarikan budaya-budaya kesenian untuk meningkatkan perkembangan pariwisata dengan mendirikan Pusat Latihan Kesenian (PLK) disetiap Provinsi, bentuk upacara adat atau tradisi termasuk didalamnya upacara daur hidup, pada tiap-tiap suku bangsa pelaksanaannya berlainan walaupun memiliki latar belakang yang sama disamping persamaan selalu terdapat perbedaan yang pada umumnya merupakan ciri khas dari tiap-tiap daerah yang bersangkutan sehingga upacara atau tradisi tersebut terus dilestarikan dan dikembangkan.


3)      Transportasi
Dengan didukung sarana dan prasarana yang ada pada saat ini, obyek wisata di Indoinesia mudah dijangkau oleh wisatawan. Peningkatan sarana dan prasarana dewasa ini mengalami perkembangan pesat yang sangat menggembirakan, sadar akan potensi kepariwisataan yang dapat dikembangkan sebagai sumber penerimaan devisa bagi negara maka pemerintah membenahi sarana dan prasarana pendukungnya.
Jalur yang menghubungkan lautan, daratan dan udara terus ditingkatkan, begitu juga alat dan prasarana seperti jumlah kapal besar dan pesawat terbang sebagai sarana transportasi utama bagi pariwisata, baik dalam maupun luar negeri. Hal ini dibuktikan oleh pulau Dewata yakni Bali sebagai tujuan wisata yang  paling banyak mendatangkan devisa di Indonesia. Frekwensi penerbangan yang terbanyak untuk setiap harinya adalah dari dan ke Denpasar, setiap hari rata-rata tujuh kali penerbangan ke Denpasar,  pada terjadi ledakan penumpang biasanya ditambah dengan penerbangan ekstra.
4)      Akomodasi
Seiring dengan meningkatnya arus kunjungan wisatawan ke Indonesia, keperluan sarana akomodasi bagi wisatawan juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan sarana akomodasi dapat dibersifat memenuhi permintaan mampu dibuktikan, tetapi juga merupakan antisipasi (hasil dari analisa) perkembangan suatu keadaan.[9]
Pembangunan sekaligus pemenuhan sarana akomodasi sedikit tidak terlepas dari banyak sedikitnya wisatawan karena pada akhirnya kepada pemakai jasalah kelangsungan hidup usaha sarana akomodasi itu bergantung sehingga para usahawan  dan bisnisman berlomba-lomba mendirikan hotel-hotel berbintang, kafe, dan sebagainya untuk memenuhi kepuasan wisatawan pada umumnya dan untuk kepentingan bisnis khususnya. Namun realita yang terjadi, ternyata tidak semua wisatawan mancanegara yang menginap memanfaatkan sarana akomodasi seperti makan dan minum. Justru mereka memanfaatkan warung-warung kecil yang ada dipinggir jalan yang dikemas oleh pedagang secara sederhana, unik dan memiliki daya tarik tersendiri. Sehingga sisa barang bekas seperti botol minuman, kaleng atau yang lainnya bisa dimanfaatkan oleh warga setempat karena mamiliki nilai ekonomis.
5)      Biro jasa transportasi
Pesatnya pertumbuhan sektor pariwisata tidak terlepas dari peran serta biro-biro jasa seperti Travel (biro perjalanan) dan agen perjalanan serta pihak-pihak yang terlibat didalam sektor pariwisata. Peran mereka dalam membentuk citra kepariwisatawan didaerah ini sangat besar, ketepatan informasi serta pelayanan yang memuaskan akan sangat membentuk laju pertumbuhan industri pariwisata itu sendiri sebaliknya informasi yang tidak tepat dan berlebihan justru akan sangat merugikan.[10]

Hal ini yang dapat menurunkan citra kepariwisataan dimata wisatawan ialah kematangan personal yang bergerak dibidang pelayanan jasa pariwisata yang mempekerjakan orang lain, pada dasarnya belum layak untuk melaksanakan tugas tersebut, dapat berakibat fatal dan sangat merugikan perkembangan kepariwisatawan didaerah bersangkutan. Sehingga menjadi hal yang wajar terdapat jumlah biro jasa pariwisata yang ikut memberikan pelayanan berbeda. Akhirnya, ikut mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan sektor pariwisata. Berbagai kemudahan yang diberikan pemerintah dalam upaya mendorong laju pertumbuhan industri pariwisata telah membuka peluang bagi tumbuh kembangnya biro-biro maupun agen-agen perjalanan.[11]
Dalam melakukan promosi pariwisata, biro perjalanan biasanya memanfaatkan pariwisata tahunan yang dipandang berbobot untuk ditawarkan pada calon konsumen misalnya upacara adat satau tradisi, atau pemasarannya dikemas dalam satu paket kunjungan wisata dengan jalur-jalur wisata yang diatur berdasarkan obyek, dengan demikian atraksi-atraksi wisata dikemas menjadi satu paket dengan wisata alam.
Disamping biro-biro perjalanan yang disebutkan diatas, pariwisata juga memiliki andil ikut memajukan sekaligius meningkatkan industri pariwisata. Ada yang bekerja dibawah nama biro jasa pariwisata, biro perjalanan sebagai karyawan perusahaan, ada juga yang bekerja perorangan (lepas). Para wisatawan ini bergabung dalam satu wilayah (organisasi) dibawah binaan pemerintah daerah. Peran pariwisata yang bekerja secara perorangan ini juga cukup besar peranannya, mengingatkan banyaknya wisatawan yang berkunjung dengan tidak melalui biro perjalanan.
  1. Pembinaan prilaku anak
a.       Pengertian prilaku anak
Prilaku adalah suatu perbuatan, kelakuan dan tingkah laku. Jadi, dapat dipahami bahwa prilaku adalah suatu sikap, sifat, perbuatan, kelakuan, tingkah laku pada diri seseorang anak.[12]  Langkah awal dalam mendidik dan merawat anak harus dimuali sedini mungkin yakni mulai dari dalam kandungan sampai lahir, setelah bayi beranjak dewasa  yaitu ketika berusia 1-12 tahun, orang tua dan guru harus mengajarkan adab dan prilaku sopan santun yang sesuai dengan budaya kita, selain itu setelah mencapai usia 12 tahun keatas perlu dibina dalam rangka pertumbuhan emosional, perasaan serta gejala prilaku lainnya.
Selanjutnya, apabila diperhatikan pengaruh yang timbul dari bimbingan dan pendidikan yang diberikan orang tua dan guru kepada anak-anak secara terus menerus maka didapatkan pengaruh signifikan dari watak dan kepribadian kehidupan berfikir anak, baik akhlak maupun etika. Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, seorang anak yang sejak dini mendapatkan pendidikan yang serat dengan nilai-nilai agama, maka mereka akan mampu mengendalikan diri apabila hal itu dirasakan berakibat negatif. Berbeda halnya dengan mereka yang tidak mempunyai dasar pendidikan nilai agama yang ditanamkan sejak dini oleh orang tua dan guru mereka, tentu lebih mudah terpengaruh dan terjangkit kekalutan serta kegoncangan jiwa.
Anak sebagai generasi ideal yang diharapkan dapat menjadi generasi penerus selanjutnya ialah anak yang berbadan kuat, terampil, berprilaku, mempunyai cita-cita yang tinggi, berakhlak yang mulia dan taat kepada ketentuan syariat. Untuk itu, sejak dini diharapkan orang tua dan guru membimbing dan mendidik anak agar menjadi insan yang taat dan patuh terhadap aturan-aturan agama, agar kelak menjadi harapan agama dan bangsa sebagai penerus perjuangan menegakkan budaya dan kepercayaan yang relevan dengan ketentuan yang telah ditetapkan.



b.      Pola pembinaan anak
Dalam kamus bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, cara dan perbuatan membina.[13] Setiap orang tua dan guru ingin membina anak agar menjadi orang yang lebih baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sifat mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan turut membentuk kepribadian prilaku anak.
Orang tua adalah pembinaan pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan prilaku mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung memberikan pengaruh kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh dalam masa keemasan sebelum masuk pendidikan disekolah, dan pendidikan disekolah merupakan kesempatan yang pertama dan sangat baik untuk membina pribadi anak setelah orang tua.
Ada beberapa hal yang harus dipahami dalam pola pembinaan prilaku anak sejak dini diantaranya sebagai berikut:
1)      Keteladanan
Keteladanan adalah suatu perbuatan yang patut ditiru atau dicontoh. Pendidikan anak dan keteladanan anak berarti pendidikan yang memberi contoh. baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. [14]

 Banyaknya ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil karena anak didik lebih mudah menerima atau menangkap lebih konkrit dari abstrak. Tokoh keteladanan dapat ditemukan dalam kelompok masyarakat sosial. Diantaranya yang berperan penting adalah keluarga, kelompok sebaya, sekolah dan kelompok keagamaan. Disamping lingkungan keluarga orang yang hendak diteladani oleh seorang anak adalah ayah dan ibunya. Dalam proses keteladanan anak tidak saja ingin identik secara lahiriah, tetapi juga secara batiniah. Anak mengambil alih (biasanya dengan tidak didasari oleh anak itu sendiri) sikap, norma, nilai dan sebagainya. Dari tokoh-tokoh yang diteladaninya, demikian disekolah anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan saja tetapi juga nilai, sikap, dan norma-norma.
Pada anak-anak keteladanan mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan kepribadiannya, anak tidak hanya beridentifikasi dengan tokoh yang dapat ditemuinya mereka juga dapat beridentifikasi dengan tokoh dalam buku, gambar, sampai cerita yang ditayangkan di televisi. Para orang tua dapat menyaksikan bagaimana anak laki-laki bertingkah laku seperti pahlawan berkuda dan anak-anak perempuan bertingkah laku seperti pasangan kekasih. Sebab seseorang yang berada pada kondisi lemah bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh tokoh identifikasinya.
Muhammad Kuthib memandang orang yang tidak mempunyai aqidah yang benar sebagai fihak yang berada dalam kondisi lemah, Muhammad kuthib mengatakan bahwa “Manakala manusia hidup tanpa  aqidah yang benar maka ia akan menjadi budak bagi berbagai macam benda dan situasi langkungan hidupnya, inilah berkuasa dan membentuk hidupnya, akan tetapi orang yang memiliki aqidah yang benar, maka aqidah itulah dengan isi yang lengkap dengan petunjuk-petunjuk Ilahi akan mengatur hidupnya dan segala tingkah lakunya, perasaannya dan segala pola fikirannya bukanlah lingkungannya.”[15]

Agar tidak terjadi di lingkunganya, identifikasi pada anak hendaknya disertai dengan penanaman pengertian dan kesadaran agar ia dapat memilih yang benar dan yang salah, mana yang patut di ikuti dan dijauhi.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan hendaknya memperhatikan beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:
a)      Mengarahkan keteladanan atau identifikasi tersebut dapat kepada tujuan pendidikan islam.
b)      Mempersiapkan diri sebagai tokoh identifikasi yang dimaksudnya.
c)      Menyiapkan tokoh identifikasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama baik tokoh sejarah maupun tokoh-tokoh dari cerita, baik melalui gambar, lisan maupun tulisan. Misalnya dengan menggunakan buku paket/buku teks, karena buku paket dianggap paling akurat, selain itu juga bisa menggunakan sumber dari berita-berita di televisi, internet, media massa, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan moral atau prilaku siswa.
2)      Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Kebiasaan adalah cara bertindak yang uniform dan bersifat otomatis (hampir tidak disadari oleh pelakunya). Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum menyadiri apa yang disebut baik dan buruk dalam kehidupan berrmasyarakat. Demikian pula mereka sebelum mempunyai kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa, ingatan mereka belum kuat sehingga melupakan apa yang telah terjadi dan diperhatikan. Mereka lekas menoleh pada perhatian yang baru dijumpainya dan disukainya. Dengan kondisi seperti ini mereka perlu dibiaskan dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola fikir tertentu. Anak perlu dibiasakan mandi, makan dan minum serta tidur secara teratur, begitu juga dengan bermain, belajar, bekerja dan lain sebagainya. Para ahli pendidikan senantiasa mengingatkan agar anak segera dibiasakan  dengan sesuatu yang diharapkan sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan yang berlawanan dengannya.
3)      Memberi nasehat
Memberi nasehat dalam hal ini adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menyadarkan orang yang dinasehati dari berbagai bahaya serta menunjukan kejalan yang mendatangkan kebahagiaan yang bermanfaat. Memberi nasehat merupakan salah satu metode yang penting dalam pola pembinaan prilaku anak. Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik kedalam jiwa melalui pintu yang tepat. Bahkan dengan metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengerakan peserta didik kepada kebaikan dan kemaslahatan seta kemajuan masyaraka dan umat. Pendidik yang memberi nasehat yang tulus hendaknya mengindarkan diri segala bentuk sikap angkuh dan tidak menodai segala bentuk keihklasan untuk menanamkan sifat kebaikan kepada anak didiknya.
Dalam menggunakan metode nasehat pendidik hendaknya menghindari perintah dan larangan langsung seperti “kerjakan ini”! Atau “Jangan lakukan ini”!. Sebaiknya pendidik mengunakan teknik-teknik langsung seperti dengan bercerita atau membuat perumpamaan. Seperti cerita-cerita yang mengandung nilai moral dan bisa dipahami oleh bahasa anak seperti cerita yang disajikan dalam Al-qur’an tentang kisah- kisah Nabi dan Rasulnya.
4)      Sekitar hukuman
Hukuman sebagai salah satu metode pendidikan dalam mendidik anak agar mereka mempunyai kebiasaan yang baik. Hukuman merupakan metode terburuk namun dalam kondisi tertentu harus digunakan. Ada beberapa hal yang hendaknya harus diperhatikan pedidik dalam menguanakan metode hukuman yaitu:
a)    Hukuman adalah metode kuratif artinya tujuan hukuman adalah untuk memperbaiki peserta didik dan dan bukan untuk membalas dendam. Oleh sebab itu hendaknya pendidik dalam memberikan hukuman jangan dalam keadaan marah.
b)   Hukuman baru digunakan apabila metode lain seperti nasihat dan peringatan tidak berhasil dalam memperbaiki peseerta didik.
c)    Sebelum diberi hukuman hendaknya peserta didik diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki kesalahanya.
d)   Hukuman yang dijatuhkan kepada peserta didik hendaknya dapat dimengerti olehnya, sehingga peserta didik sadar akan kesalahannya dan tidak mengulaginya lagi.
e)    Hukuman psikis masih baik dari pada hukuman fisik.
f)    Hukuman hendaknya disesuikan dengan perbedaan latar belakang kondisi peserta didik.
g)   Dalam menjatuhkan hukuman hendaknya diperhatikan prinsip logis yaitu hukuman disesuikan dengan jenis kesalahan
h)   Pendidik hendaknya tidak mengeluarkan ancaman bukan yang tidak mungkin dikeluarkan. [16]

c.       Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan prilaku anak
Kepribadian seseorang tidak dapat berkembang tanpa masyarakat, demikian halnya dengan asfek perkembangan prilaku moral anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki oleh seorang anak tidak lain adalah sesuatu yang diperoleh dari luar dirinya.[17] Dalam lingkungan masyarakat banyak faktor yang mempengaruhi prilaku moral anak antara lain sebagai berikut:  
1)      Faktor Fitrah
Fitrah manusia menurut konsep ilmu tarbiyah adalah potensi dasar manusia yang dimiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima rangsangan dari luar menuju kepada kesempurnaan dan kebenaran. Terdapat pula hadist yang menjelaskan makna fitrah yang diriwayatkan oleh abu ya’la dan baehaqi yaitu:
Artinya: “Tiada seorang anak kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikanya yahudi, nasrani dan majusi”. [18]
Pengertian dari hadist diatas menekankan bahwa fitrah yang dibawa sejak lahir bagi anak dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang memiliki kepribadian atau moral yang baik, sebaliknya jika potensi yang sifatnya telah dibawa sejak lahir jika tidak dipupuk dengan baik maka anak akan memiliki kecendrungan buruk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak lahir fitrah sangat berpengaruh dalam menentukan ahlak kpribadian seorang sehingga dengan mengabaikan faktor fitrah merupakan suatu langkah yang keliru.
2)      Faktor Lingkungan
Lingkungan (millau) adalah sesuatu yang ada disekitar kita yang meliputi alam dan lingkungan sosial. Lingkungan meliputi: daratan, lautan, sungai, pegunungan. Dan lainya. Adapun lingkungan sosial adalah meliputi: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.[19]

Dalam lingkungan tersebut manusia hidup dan saling berhubungan dengan yang lainnya. Dengan adanya hubungan itulah nantinya akan menghasilkan pengaruh yang besar dalam prilaku dan tingkah laku anak. Lingkungan mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan baik buruk prilaku dalam masyarakat, karena perkembangan prilaku individu sangat berpengaruh oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang positif sekaligus juga memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa, sikap, mental, moral, akhlak, dan tingkah laku anak.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk yang paling baik, adapun sebab seseorang menjadi buruk adalah pertama, orang itu tidak mendapat tuntutan rohani. Kedua, orang tersebut mendapat pengaruh yang buruk dari rumah tangganya, masyarakat dan pergaulannya.[20]

Bedasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan hidup seseorang akan memberi pengaruh yang dalam terhadap pembentukan akhlak dan pribadinya. Pembentukan tersebut dapat berpengaruh positif atau bahkan sebaliknya sesuai dengan keadaan lingkungannya, karena besarnya pengaruh lingkungan. Maka dari itu sangat perlu untuk diperhatikan sebab secara langsung maupun tidak langsung sangat dominan dalam mempengaruhi akibat seseorang. Lingkungan yang dimaksud adalah:
a)      Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat. Pembinaan pertama dinilai seseorang adalah dalam keluarganya. Semua pengalaman yang dilalui seseorang baik melalui penglihatan, pendengaran maupun prilaku yang diterimanya waktu itu akan menjadi bahagia dari pribadinya yang tumbuh.[21]

Ini berarti bahwa sikap dan keadaan orang tua sangat menentukan pembentukan sikap anak. Orang tua yang beriman percaya bahwa dengan meemperlakukan anak dengan kasih sayang merupakan unsur terpenting dalam pendidikan dan pembinaan akhlak dalam masyarakat.
Keimanan dan kepercayaan orang tua kepada tuhan akan diserap oleh anak melalui orang tuanya, jika hubungan dengan orang tua baik, maka kata-kata dan perbuatan orang tuanya akan merupakan pengalaman yang secara tidak sengaja akan menjadi bagian dari dirinya.”[22] Oleh karena itu, orang tua secara tidak sengaja merupakan pendidik dan pembina akhlak pertama. Keadaan yang seperti ini menurut daradjat, terutama terjadi pada tahun pertama dari umur anak kira-kira antara umur 0-6 tahun. Pada umur tersebut kemampuan berfikir logis anak belum mulai tumbuh, mereka belum mengerti apa yang dikerjakan oleh orang tua dan belum memahami kata-kata yang diucapkan orang tuanya kecuali sedikit. Akan tetapi pembinaan keimanan, keyakinan beragama lebih banyak terjadi melalui pengalaman dan latihan dari pada pengertian itu datang kemudian.
Disamping pengalaman yang tidak langsung yang didapat seseorang secara tidak sengaja dengan orang tuanya, yang sangat penting pula dalam pembentukan prilaku seseorang adalah melalui pembinaan yang diatur sesuai dangan pertumbuhan dan perkembangan jiwa seseorang. Tentu saja hal itu sangat tergantung pada orang tua dalam membimbing dan melatih anaknya disamping memberikan pengertian dan bekal ilmiah yang dimiliki orang tuanya. Dan tidak kurang pentingnya hubungan keluarga yang terlihat oleh anak sehari-hari apakah hubungan ibu dan bapak sedang baik atau tidak. Jika hubungan mereka tenang, tenteram dan harmonis, maka seseorang akan merasa lega dan tumbuh dengan wajar. Akan tetapi jika situasi tegang, jauh dari ketenangan hal itu akan membawa ketegangan pada pribadi seseorang, karena mereka merasa kehilangan pegangan dan tidak mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi antara kedua orang tuanya.
Sikap dan prilaku orang tua terhadap anak juga sangat mempengaruhi pribadi mereka. Jika seorang anak merasa disayangi dan diterima dalam keluarga serta diperlakukan secara adil maka anak tumbuh secara wajar, akan tetapi kalau anak merasa tidak disayangi, serta diperlakukan tidak adil, suka dibentak-bentak maka pertumbuhan pribadinya akan terganggu dan menjukkan prilaku yang menyimpang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, keluarga sangat memmpengaruhi pembembentukan prilaku anak. Jika keluarga merasa tidak berhasil atau tidaknya dan sejauh mana peran keluarga dalam membina prilaku keluarga.
b)      Lingkungan Sekolah
Sekolah atau lembaga pendidikan yang penting pula setelah lingkungan keluarga, dalam membentuk prilaku yang kemudian dapat berkembang suasana kelas. Peranan dan pengaruh guru amat besar dalam pembentukan prilaku seseorang. Pendidikan budi pekerti yang diajarkan disekolah akan merupakan bagian yang sangat berperan dalam membentuk sikap dan prilaku seseorang. Hal ini sejalan dengan apa yang ingin dicapai dalam merencanakan kurikulum yang diberikan disekolah-sekolah. Namun bukan berarti dengan kurikulum yang ada akan membentuk prilaku sesuai apa yang menjadi patokan makan, tetapi yang perlu diketahui bahwa disekolah seseorang akan bergaul dengan teman-teman yang sangat jauh berbeda dengan pergaulannya dirumah. Seorang ahli filsafat Inggris, John Locke (abad ke-17) dalam bukunya Ahmad Fauzi tentang psikologi umum, mengumpamakan “Jiwa manusia itu waktu lahir bagai selembar kertas yang putih bersih yang belum ditulisi sama sekali, maka kertas itu dapat kita tulis sekehendak hati kita”. [23] Dengan ini, Locke hendak mengatakan bahwa perkembangan jiwa seseorang semata-mata tergantung kepada pendidikan.
c)      Lingkungan sosial
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khususnya memegang peran besar terhadap munculnya corak dan gambaran prilaku seseorang. Apalagi jika didukung oleh kemantapan kepribadian dasar dari keluarga. Kasenjangan aturan, norma, ukuran atau patokan dalam keluarga dan lingkungan perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan tumpang atau memudahkan munculnya prilaku tanpa kendali.
Disamping itu juga lingkungan sosial sangat berpengaruh dalam membentuk sikap dan prilaku keagamaan masyarakat. Hal ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari seseorang yang hidup dalam lingkungan sosial yang baik, taat dalam menjalankan agamanya, maka seseorang juga akan menunjukkan prilaku serupa pula. Akan tetapi sebaliknya apabila seseorang bergaul dengan lingkungannya yang rusak maka rusak pula prilakunya.
Pengaruh pribadi  terhadap pribadi lain di rumah, di sekolah, atau dimana saja yang akan memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi akan mempengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan kehidupan sosialnya.[24] banyak kata yang menjadi tempat pertemuan, pencampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai, sikap, perlakuan nagatif orang tua terhadap anak dan lebih lanjut dalam keluarga.
Dari apa yang dijelaskan diatas, jelaslah lingkungan sosial juga ikut berpengaruh terhadap prilaku dalam masyarakat, disamping keluarga dan sekolah. Dengan demikian, baik buruknya lingkungan sosial akan sangat menentukan baik buruknya prilaku seseorang dalam masyarakat.
Dari ketiga faktor tersebut diatas, yang mengarah pada faktor pariwisata adalah lingkungan sosial. Karena masyarakat tidak terlepas dari faktor pariwisata dikarenakan kadang mereka berada diwilayah atau daerah yang bersentuhan langsung dengan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Oleh karena itu, mau tidak mau  mereka bergaul dengan para wisatawan dan secara tidak langsung pengaruh dari pergaulan tersebut bisa dirasakan dan pengaruhnya ada yang positif dan ada juga yang negatif. Adapun contoh dari pergaulan yang pengaruhnaya kearah yang positif adalah masyarakat bisa mempelajari bahasa yang digunakan oleh wisatawan asing, bisa menambah penghasilan dengan cara berdagang atau bahkan banyak yang menjadi petunjuk jalan (guide) bagi para wisatawan yang baru tiba diwilayah tujuan pariwisata.
Sedangkan contoh dari pergaulan yang negatif dengan wisatawan asing adalah para pemuda bahkan anak-anak cenderung mengikuti budaya warga asing yang identik menggunakan pakaian mini dan transparan, gaya hidup yang mewah atau glamour, dan tidak mementingkan etika yang baik dalam perkataan maupun perbuatan.
3)      Faktor kebiasaan
Adat kebiasaan yang dimaksud adalah perbuatan yang disertai kemauan sendiri tanpa ada dorongan dari pihak lain.[25] Sedangkan kebiasaan adalah salah satu ciri kepribadian seseorang yang kadang tidak dimiliki orang lain. Adat kebiasaan ini juga ada juga yang baik dan ada yang buruk, apabila adat kebiasaan seorang anak itu baik, maka akan terlihat dalam diri anak tersebut sesuatu yang baik. Begitu pula sebaliknya jika seorang anak adat kebiasaannya buruk, maka yang terlihat darinya adalah keburukan. Dalam hal ini kebiasaan tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan anak dimasa yang akan datang.
  1. Pengaruh pariwisata terhadap prilaku anak
Kualitas kehidupan suatu masyarakat dipedesaan pada umumnya masih begitu awam terhadap hal-hal yang berkenaan dengan perubahan suatu zaman misalnya dari segi kemajuan teknologi dan sebagainya, akan tetapi tidak layak kalau hanya diukur dari tingkat kemakmuran materialnya saja melainkan mutu kehidupan akan meningkat terutama oleh kekayaan, wawasan, budaya yang telah lama berakar dalam rentang sejarah. Wawasan kebudayaan inilah yang harus diprioritaskan untuk ditanganinya dalam menghadapi kegoyahan nilai-nilai serta norma-norma oleh berbagai pengaruh yang timbul akibat perkembangan pariwisata.
Dari perkembangan pariwisata tersebut anak tidak akan bisa tidak terpengaruh oleh budaya atau wisatawan asing. Terutama pola tingkah laku mereka yang menirukan gaya para wisatawan. Pada era globalisasi dan perkembangan pariwisata yang begitu pesat anak sebagai pendukung nilai tradisional yang tercermin dalam pola tingkah laku kesehariannya memang tidak harus bertahan dalam proses interaksi sosial yang universal. Akan tetapi jika mereka berkeinginan untuk mempertahankan nilai kebudayaan tradisional harus didukung oleh orang tua mereka sebagai pendidik utama dalam lingkungan mereka. Terlepas dari pengaruh positif dan negatifnya, terbukti bahwa pariwisata mampu mempengaruhi anak usia sekolah (masa-masa sekolah), yang cepat menerima hal-hal baru yang mereka jumpai, ketidak berdayaan mempertahankan prilaku, bukanlah kesalahan besar bagi anak yang belum mengerti tentang hakekat hidup yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar orang tua dalam keluarga harus tetap berwibawa bagi anak-anaknya. Dengan demikian, kehidupan keluarga yang bersangkutan apabila melibatkan diri atau terkait secara langsung dengan proses perkembangan pariwisata, maka orang tua harus mampu mempersiapkan anak-anaknya menjadi manusia pekerja sekaligus manusia budaya, manusia yang sesuai dengan ketentuan agama.



[1] Yaoti H. Oka, Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), h.13
[2] Nyoman S. Pendit, Ilmu Pariwisata, (Jakarta: Prdnya Paramita, 2002), h.32
[3] Muljadi,A.J, Kepariwisataan, h.7
[4]  I Nyoman Erawan, Pariwisata, h.163
[5] Toeti Herawati Noerhadi, Psikologi Pariwisata, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1998), h.31
[6]  Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), (Jakarta: Cicero Indonesia, 1984), h.22-27
[7]  Bagyono, Pariwisata dan Perhotelan, (Alfa Beta, 2005), h.23
[8]  Ibid, h.27
[9]  Ibid, h.70
[10]  Nyoman S. Pendit, Ilmu, h.88
[11]  Ibid, h.90
[12]  Rony Gunawan K, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1954), h,59
[13]  Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indoesia, ((Jakarta: Gita Media Press, 2004), h.146
[14]  Adi Gunawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2003), h.507
[15]  Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Wacana Ilmu, 1999), h.182
[16]  Hery Noer, Ilmu.., h.192
[17]  Ibid, h,125
[18] HR, Baihaqi. Arifin,2003, h.45
[19]  Muhaimin, Pembinaan Akhlak Anak, (Surabaya: Al-ikhlas, 1995), h.23
[20]  Nasrudin Razak, Dinul Islam, (Bandung: Alma’rif, 1997), h.76
[21]  Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian filosofi Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenta Karya, 1993), h.228
[22]  Zakiyah  Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1992), h.33
[23]  Fauzi A. Psikologo Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h.114
[24]  Singgih D. Gunarso, Psikologi Priktik Anak, Remaja dan Keluarga, (BPK, Gunung Mulia, 1993), h.186
[25]  Mahjudin, Pembinaan Akhlak.., h.2

No comments:

Post a Comment

Entri Populer