- Pariwisata
a. Pengertian Pariwisata
Pariwisata sebagai suatu konsep dapat di
pandang dari berbagai persepektif yang berbeda-beda. “Pariwisata adalah suatu kegiatan melakukan perjalanan dari rumah untuk
bermaksud berusaha atau bersantai. Pariwisata adalah suatu bisnis dalam
penyediaan barang atau jasa bagi wisatawan yang menyangkut setiap pengeluaran oleh atau untuk
wisatawan/pengunjung dalam perjalanannya.”[1]
Menurut Nyoman, “pariwisata adalah salah satu industri baru yang mampu mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan menyediakan lapangan kerja, peningkatan penghasilan,
standar hidup, serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya.” [2] Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks
dan juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan
dan cindera mata, penginapan, dan transportasi secara ekonomis juga dipandang
sebagai industri.
Sedangkan pariwisata menurut Muljadi adalah “suatu aktivitas
perubahan tempat tinggal sementara dari seseorang, diluar tempat tinggal
sehari-hari dengan suatu alasan apapun selain melakukan kegiatan yang bisa
menghasilkan upah atau gaji.”[3] Pengertian lain mengenai pariwisata
adalah “gerakan manusia yang melakukan perjalanan untuk
persinggahan sementara dari tempat tinggalnya kesatu tempat atau beberapa
tempat tujuan di luar lingkungan tempat tingalnya yang didorong oleh beberapa
keperluan atau motif tanpa bermaksud mencari nafkah tetap.”[4]
Selain itu, Herawati juga
menjelaskan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam
atau lebih dalam suatu negara yang bukan merupakan negara dimana biasanya
mereka tinggal, mereka ini meliputi:
1)
Orang-orang yang sedang melakukan perjalanan untuk
bersenang-senang dengan keperluan pribadi, kesehatan dan sebagainya.
2)
Orang-orang yang sedang melaksanakan perjalanan
untuk bermaksud menghadiri pertemuan, konfrensi, musyawarah, atau dalam
hubungannya sebagai delegasi berbagai badan atau organisasi ilmu pengetahuan,
administrasi, diplomatik, olah raga, keagamaan dan lainnya.
3)
Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan
dengan maksud bisnis.[5]
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan
arti dan hakekat pariwisata, yaitu:
a) Pariwisata menyangkut
segala yang berhubungan dengan urusan dan kebutuhan seseorang yang melakukan
perjalanan. Perjalanan dilakukan karena berbagai urusan dan tujuan seperti
berlibur, mengunjungi keluarga atau kerabat.
b) Perjalanan wisata
dapat diartikan sebagai perjalanan seseorang yang dilakukan kesuatu tempat atau
negara lainnya diluar tempat tinggal, dengan melibatkan semua pihak didaerah
atau negara yang dikunjunginya.
c) Hakekat dari orang
yang melakukan perjalanan adalah mengharapkan kepuasan dan menikmati perjalanan
itu. Tuntutan dan keinginan orang-orang yangingin melakukan perjalanan wisata
pada umumnya meliputi rasa aman, suasana yang tertib, teratur dan tenang,
dilayani dengan baik, melihat yang indah-indah dan menarik. Menginap dihotel
dengan suasananya yang nyaman dan bersih, makan dan minum yang lezat dan
bergizi serta mendapatkan pengalaman yang menarik dan tidak terlupakan.
Atas dasar pemahaman pariwisata dan arti
pentingnya pembangunan pariwisata, pemerintah dengan amanat rakyat melalui ketetapan
MPR mempertegas makna dari pembangunan pariwisata di Indonesia dengan arahan,
tujuan dan kebijaksanaan, sebagai tertuang dalam Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) tahun 1996 yaitu:
(1)
Pembangunan kepariwisataan dilanjutkan dan
ditingkatkan dengan pengembangan dan pendayagunaan sumber dan potensi
pariwisata nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat di andalkan untuk
memperbesar devisa negara. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan
lapangan kerja terutama untuk masyarakat setempat, mendorong pembangunan
daerah, memperkenalkan dan melastarikan alam dan nilai budaya bangsa. Dalam
pembangunan kepariwisataan tetap dijaga kelestarianya, pembangunan pariwisata
dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan
lainnya dan agar terjadi hubungan yang saling menunjang antara usaha
kepariwisataan yang kecil, menengah, dan yang besar.
(2)
Pariwisata dalam negeri terus dikembangkan untuk
memupuk cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai
luhur bangsa dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional disamping
untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, usaha pembinaan dan pengembangan
kepariwisataan dalam negeri dan ditunjukkan pula untuk meningkatkan kualitas,
memperkenalkan kebudayaan bangsa, memperkenalkan budaya sejarah serta keindahan
alam didaerah berbagai pelosok tanah air. Sehubungan dengan itu pelayanan dan
penyelenggaraan pariwisata untuk masyarakat terutama remaja dan pemuda perlu
ditingkatkan.
(3)
Dalam rangka pembinaan kepariwisataan perlu
dilakukan langkah-langkah yang terarah dan terpadu dalam pengembangan
obyek-obyek wisata, promosi dan pemasaran baik didalam maupun diluar negeri.
Selanjutnya perlu ditingkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan,
penyediaan sarana dan prasarana, mutu dan kelancaran pelayanan serta
penyelengaraan kepariwisataan.
(4)
Keadaan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pariwista perlu ditingkatkan melalui usaha-usaha penyuluhan dan pembinaan
kelompok-kelompok seni budaya, industri kerajinan dan usaha lain guna menjaga,
memperkenalkan dan mengembangkan budaya bangsa serta tetap menjaga kepribadiaan
dan martabat bangsa, serta mencegah hal-hal yang dapat merugikan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. [6]
b. Pembinaan pariwisata
Pola pembinaan pariwisata di Indonesia
pada umumnya dan kawasan NTB khususnya perlu ditingkatkan untuk memberikan
kepuasan para wisatawan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
Letak strategis memberikan kemungkinan bagi pemerintah untuk mengembangkan
potensi pariwisata dengan panorama alam yang indah dan ramah penduduknya
membuat wisatawan mancanegara merasa tertarik untuk berkunjung ke Indonesia .
Pemerintah dalam hal ini melakukan
berbagai upaya untuk meningkatkan pariwisata di berbagai bidang dengan cara
memperkenalkan antara lain antara lain:
1) Obyek wisata alami
Obyek wisata alam dibagi menjadi dua yaitu laut
dan daratan. Dengan laut dan daratan yang indah dan terletak diatas bukit-bukit
memberikan berbagai hiasan diatasnya sehingga memberikan nuansa keindahan dan
panorama yang menakjubkan.[7]
Obyek wisata pantai dengan lautnya yang
dangkal dan landai memberikan suasana kondusif, rassa nyaman untuk berlama-lama
berada dipantainya, kondisi alam pada umumnya serta keadaan geografisnya secara
alami memungkinkan daerah pantai menjadi obyek wisata alam yang sangat
mengesankan.
2) Obyek wisata budaya
Gambaran tentang kondisi alam, jumlah penduduk,
sistem mata pencaharian, agama serta kepercayaan masyarakatnya didapatkan
suasana yang tradisional. Begitu pula tentang pandangan hidup masyarakat yang
di warnai dengan ketenangan dan optimisme, yang semua itu bertitik tolak pada
ajaran yang dianutnya merupakan daya tarik bagi wisatawan mancanegara.[8]
Jenis kesenian yang hidup dan berkembang
di Indonesia banyak sekali disamping ada tarian-tarian
ada juga atraksi menakjubkan pariwisata. Maka pemerintah melestarikan
budaya-budaya kesenian untuk meningkatkan perkembangan pariwisata dengan
mendirikan Pusat Latihan Kesenian (PLK) disetiap Provinsi, bentuk upacara adat
atau tradisi termasuk didalamnya upacara daur hidup, pada tiap-tiap suku bangsa
pelaksanaannya berlainan walaupun memiliki latar belakang yang sama disamping
persamaan selalu terdapat perbedaan yang pada umumnya merupakan ciri khas dari
tiap-tiap daerah yang bersangkutan sehingga upacara atau tradisi tersebut terus
dilestarikan dan dikembangkan.
3) Transportasi
Dengan didukung sarana dan prasarana yang
ada pada saat ini, obyek wisata di Indoinesia mudah dijangkau oleh wisatawan.
Peningkatan sarana dan prasarana dewasa ini mengalami perkembangan pesat yang
sangat menggembirakan, sadar akan potensi kepariwisataan yang dapat
dikembangkan sebagai sumber penerimaan devisa bagi negara maka pemerintah
membenahi sarana dan prasarana pendukungnya.
Jalur yang menghubungkan lautan, daratan
dan udara terus ditingkatkan, begitu juga alat dan prasarana seperti jumlah
kapal besar dan pesawat terbang sebagai sarana transportasi utama bagi
pariwisata, baik dalam maupun luar negeri. Hal ini dibuktikan oleh pulau Dewata
yakni Bali sebagai tujuan wisata yang
paling banyak mendatangkan devisa di Indonesia. Frekwensi penerbangan yang
terbanyak untuk setiap harinya adalah dari dan ke Denpasar, setiap hari
rata-rata tujuh kali penerbangan ke Denpasar,
pada terjadi ledakan penumpang biasanya ditambah dengan penerbangan
ekstra.
4) Akomodasi
Seiring dengan meningkatnya arus kunjungan
wisatawan ke Indonesia ,
keperluan sarana akomodasi bagi wisatawan juga mengalami peningkatan. “Pertumbuhan sarana akomodasi dapat dibersifat memenuhi permintaan mampu
dibuktikan, tetapi juga merupakan antisipasi (hasil dari analisa) perkembangan
suatu keadaan.”[9]
Pembangunan sekaligus pemenuhan sarana
akomodasi sedikit tidak terlepas dari banyak sedikitnya wisatawan karena pada
akhirnya kepada pemakai jasalah kelangsungan hidup usaha sarana akomodasi itu
bergantung sehingga para usahawan dan
bisnisman berlomba-lomba mendirikan hotel-hotel berbintang, kafe, dan
sebagainya untuk memenuhi kepuasan wisatawan pada umumnya dan untuk kepentingan
bisnis khususnya. Namun realita yang terjadi, ternyata tidak semua wisatawan mancanegara yang menginap
memanfaatkan sarana akomodasi seperti makan dan minum. Justru
mereka memanfaatkan warung-warung kecil yang ada dipinggir jalan yang dikemas
oleh pedagang secara sederhana, unik dan memiliki daya tarik tersendiri.
Sehingga sisa barang bekas seperti botol minuman, kaleng atau yang lainnya bisa
dimanfaatkan oleh warga setempat karena mamiliki nilai ekonomis.
5) Biro jasa
transportasi
Pesatnya pertumbuhan sektor pariwisata tidak
terlepas dari peran serta biro-biro jasa seperti Travel (biro
perjalanan) dan agen perjalanan serta pihak-pihak yang terlibat didalam sektor
pariwisata. Peran mereka dalam membentuk citra kepariwisatawan didaerah ini sangat besar, ketepatan informasi serta pelayanan yang memuaskan akan sangat
membentuk laju pertumbuhan industri pariwisata itu sendiri sebaliknya informasi
yang tidak tepat dan berlebihan justru akan sangat merugikan.[10]
Hal ini yang dapat menurunkan citra
kepariwisataan dimata wisatawan ialah kematangan personal yang bergerak dibidang pelayanan jasa pariwisata yang mempekerjakan orang
lain, pada dasarnya belum layak untuk melaksanakan tugas tersebut, dapat
berakibat fatal dan sangat merugikan perkembangan kepariwisatawan didaerah
bersangkutan. Sehingga menjadi hal yang wajar terdapat jumlah biro jasa
pariwisata yang ikut memberikan pelayanan berbeda. Akhirnya, ikut mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan sektor pariwisata. “Berbagai kemudahan yang
diberikan pemerintah dalam upaya mendorong laju pertumbuhan industri pariwisata
telah membuka peluang bagi tumbuh kembangnya biro-biro maupun agen-agen
perjalanan.”[11]
Dalam melakukan promosi pariwisata, biro
perjalanan biasanya memanfaatkan pariwisata tahunan yang dipandang berbobot untuk ditawarkan pada calon konsumen
misalnya upacara adat satau tradisi, atau pemasarannya dikemas dalam satu paket
kunjungan wisata dengan jalur-jalur wisata yang diatur berdasarkan obyek,
dengan demikian atraksi-atraksi wisata dikemas menjadi satu paket dengan wisata
alam.
Disamping biro-biro perjalanan yang
disebutkan diatas, pariwisata juga memiliki andil ikut memajukan sekaligius
meningkatkan industri pariwisata. Ada yang bekerja dibawah nama biro jasa
pariwisata, biro perjalanan sebagai karyawan perusahaan, ada juga yang bekerja
perorangan (lepas). Para wisatawan ini bergabung dalam satu wilayah
(organisasi) dibawah binaan pemerintah daerah. Peran pariwisata yang bekerja
secara perorangan ini juga cukup besar peranannya, mengingatkan banyaknya
wisatawan yang berkunjung dengan tidak melalui biro perjalanan.
- Pembinaan prilaku anak
a. Pengertian prilaku
anak
“Prilaku adalah suatu perbuatan, kelakuan dan tingkah laku. Jadi, dapat
dipahami bahwa prilaku adalah suatu sikap, sifat, perbuatan, kelakuan, tingkah
laku pada diri seseorang anak.”[12] Langkah awal dalam mendidik dan merawat anak
harus dimuali sedini mungkin yakni mulai dari dalam kandungan
sampai lahir, setelah bayi beranjak dewasa
yaitu ketika berusia 1-12 tahun, orang tua dan guru harus mengajarkan
adab dan prilaku sopan santun yang sesuai dengan budaya kita, selain itu
setelah mencapai usia 12 tahun keatas perlu dibina dalam rangka pertumbuhan
emosional, perasaan serta gejala prilaku lainnya.
Selanjutnya, apabila diperhatikan pengaruh
yang timbul dari bimbingan dan pendidikan yang diberikan orang tua dan guru
kepada anak-anak secara terus menerus maka didapatkan pengaruh signifikan dari
watak dan kepribadian kehidupan berfikir anak, baik akhlak maupun etika. Dalam
kehidupan sosial bermasyarakat, seorang anak yang sejak dini mendapatkan
pendidikan yang serat dengan nilai-nilai agama, maka mereka akan mampu
mengendalikan diri apabila hal itu dirasakan berakibat negatif. Berbeda halnya
dengan mereka yang tidak mempunyai dasar pendidikan nilai agama yang ditanamkan
sejak dini oleh orang tua dan guru mereka, tentu lebih mudah terpengaruh dan
terjangkit kekalutan serta kegoncangan jiwa.
Anak sebagai generasi ideal yang
diharapkan dapat menjadi generasi penerus selanjutnya ialah anak yang berbadan
kuat, terampil, berprilaku, mempunyai cita-cita yang tinggi, berakhlak yang
mulia dan taat kepada ketentuan syariat. Untuk itu, sejak dini diharapkan orang
tua dan guru membimbing dan mendidik anak agar menjadi insan yang taat dan
patuh terhadap aturan-aturan agama, agar kelak menjadi harapan agama dan bangsa
sebagai penerus perjuangan menegakkan budaya dan kepercayaan yang relevan
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
b. Pola pembinaan anak
“Dalam kamus bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, cara dan perbuatan
membina.”[13] Setiap orang tua dan guru ingin
membina anak agar menjadi orang yang lebih baik, mempunyai kepribadian yang
kuat dan sifat mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, setiap pengalaman
yang dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang
diterimanya akan turut membentuk kepribadian prilaku
anak.
Orang tua adalah pembinaan pribadi yang
pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan prilaku mereka
merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung memberikan pengaruh
kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh dalam masa keemasan sebelum masuk
pendidikan disekolah, dan pendidikan disekolah merupakan kesempatan yang
pertama dan sangat baik untuk membina pribadi anak setelah orang tua.
Ada beberapa hal yang harus dipahami dalam
pola pembinaan prilaku anak sejak dini diantaranya sebagai berikut:
1) Keteladanan
Keteladanan adalah suatu perbuatan yang patut
ditiru atau dicontoh. Pendidikan anak dan keteladanan anak berarti pendidikan
yang memberi contoh. baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan
sebagainya. [14]
Banyaknya ahli pendidikan yang berpendapat
bahwa pendidikan dengan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil
karena anak didik lebih mudah menerima atau menangkap lebih konkrit dari
abstrak. Tokoh keteladanan dapat ditemukan dalam
kelompok masyarakat sosial. Diantaranya yang berperan penting adalah keluarga,
kelompok sebaya, sekolah dan kelompok keagamaan. Disamping lingkungan keluarga
orang yang hendak diteladani oleh seorang anak adalah ayah dan ibunya. Dalam
proses keteladanan anak tidak saja ingin identik secara lahiriah, tetapi juga
secara batiniah. Anak mengambil alih (biasanya dengan tidak didasari oleh anak
itu sendiri) sikap, norma, nilai dan sebagainya. Dari tokoh-tokoh yang
diteladaninya, demikian disekolah anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan
keterampilan saja tetapi juga nilai, sikap, dan norma-norma.
Pada anak-anak keteladanan mempunyai arti
yang sangat penting bagi perkembangan kepribadiannya, anak tidak hanya
beridentifikasi dengan tokoh yang dapat ditemuinya mereka juga dapat
beridentifikasi dengan tokoh dalam buku, gambar, sampai cerita yang ditayangkan
di televisi. Para orang tua dapat menyaksikan bagaimana anak laki-laki
bertingkah laku seperti pahlawan berkuda dan anak-anak perempuan bertingkah
laku seperti pasangan kekasih. Sebab seseorang yang berada pada kondisi lemah
bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh tokoh identifikasinya.
Muhammad Kuthib memandang orang yang tidak
mempunyai aqidah yang benar sebagai fihak yang berada dalam kondisi lemah,
Muhammad kuthib mengatakan bahwa “Manakala manusia hidup tanpa aqidah yang benar maka ia akan menjadi budak
bagi berbagai macam benda dan situasi langkungan hidupnya, inilah berkuasa dan
membentuk hidupnya, akan tetapi orang yang memiliki aqidah yang benar, maka
aqidah itulah dengan isi yang lengkap dengan petunjuk-petunjuk Ilahi akan
mengatur hidupnya dan segala tingkah lakunya, perasaannya dan segala pola
fikirannya bukanlah lingkungannya.”[15]
Agar tidak terjadi di lingkunganya,
identifikasi pada anak hendaknya disertai dengan penanaman pengertian dan
kesadaran agar ia dapat memilih yang benar dan yang salah, mana yang patut di
ikuti dan dijauhi.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa
pendidikan hendaknya memperhatikan beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu
sebagai berikut:
a)
Mengarahkan keteladanan atau identifikasi tersebut
dapat kepada tujuan pendidikan islam.
b)
Mempersiapkan diri sebagai tokoh identifikasi yang
dimaksudnya.
c)
Menyiapkan tokoh identifikasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama baik tokoh sejarah maupun tokoh-tokoh dari cerita, baik melalui gambar, lisan maupun tulisan. Misalnya
dengan menggunakan buku paket/buku teks, karena buku paket dianggap paling
akurat, selain itu juga bisa menggunakan sumber dari berita-berita di televisi,
internet, media massa, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan moral atau
prilaku siswa.
2) Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses penanaman
kebiasaan. Kebiasaan adalah cara bertindak yang uniform dan bersifat otomatis
(hampir tidak disadari oleh pelakunya). Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka
belum menyadiri apa yang disebut baik dan buruk dalam kehidupan berrmasyarakat.
Demikian pula mereka sebelum mempunyai kewajiban yang harus dikerjakan seperti
orang dewasa, ingatan mereka belum kuat sehingga melupakan apa yang telah
terjadi dan diperhatikan. Mereka lekas menoleh pada perhatian yang baru
dijumpainya dan disukainya. Dengan kondisi seperti ini mereka perlu dibiaskan
dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola fikir tertentu. Anak perlu
dibiasakan mandi, makan dan minum serta tidur secara teratur, begitu juga dengan
bermain, belajar, bekerja dan lain sebagainya. Para ahli pendidikan senantiasa
mengingatkan agar anak segera dibiasakan
dengan sesuatu yang diharapkan sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan
yang berlawanan dengannya.
3) Memberi nasehat
Memberi nasehat dalam hal ini adalah
penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menyadarkan orang
yang dinasehati dari berbagai bahaya serta menunjukan kejalan yang mendatangkan
kebahagiaan yang bermanfaat. Memberi nasehat merupakan salah satu metode yang penting dalam pola
pembinaan prilaku anak. Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh
yang baik kedalam jiwa melalui pintu yang tepat. Bahkan dengan metode ini
pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengerakan peserta didik kepada
kebaikan dan kemaslahatan seta kemajuan masyaraka dan umat. Pendidik yang
memberi nasehat yang tulus hendaknya mengindarkan diri segala bentuk sikap
angkuh dan tidak menodai segala bentuk keihklasan untuk menanamkan sifat
kebaikan kepada anak didiknya.
Dalam menggunakan metode nasehat pendidik
hendaknya menghindari perintah dan larangan langsung seperti “kerjakan ini”!
Atau “Jangan lakukan ini”!. Sebaiknya pendidik mengunakan teknik-teknik
langsung seperti dengan bercerita atau membuat perumpamaan. Seperti
cerita-cerita yang mengandung nilai moral dan bisa dipahami oleh bahasa anak
seperti cerita yang disajikan dalam Al-qur’an tentang kisah- kisah Nabi dan
Rasulnya.
4) Sekitar hukuman
Hukuman sebagai salah satu metode
pendidikan dalam mendidik anak agar mereka mempunyai kebiasaan yang baik.
Hukuman merupakan metode terburuk namun dalam kondisi tertentu harus digunakan.
Ada beberapa hal yang hendaknya harus diperhatikan pedidik dalam menguanakan
metode hukuman yaitu:
a)
Hukuman adalah metode kuratif artinya tujuan hukuman
adalah untuk memperbaiki peserta didik dan dan bukan untuk membalas dendam.
Oleh sebab itu hendaknya pendidik dalam memberikan hukuman jangan dalam keadaan
marah.
b)
Hukuman baru digunakan apabila metode lain seperti
nasihat dan peringatan tidak berhasil dalam memperbaiki peseerta didik.
c)
Sebelum diberi hukuman hendaknya peserta didik
diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki kesalahanya.
d)
Hukuman yang dijatuhkan kepada peserta didik
hendaknya dapat dimengerti olehnya, sehingga peserta didik sadar akan kesalahannya
dan tidak mengulaginya lagi.
e)
Hukuman psikis masih baik dari pada hukuman fisik.
f)
Hukuman hendaknya disesuikan dengan perbedaan
latar belakang kondisi peserta didik.
g)
Dalam menjatuhkan hukuman hendaknya diperhatikan
prinsip logis yaitu hukuman disesuikan dengan jenis kesalahan
h)
Pendidik hendaknya tidak mengeluarkan ancaman
bukan yang tidak mungkin dikeluarkan. [16]
c. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan prilaku anak
Kepribadian seseorang tidak
dapat berkembang tanpa masyarakat, demikian halnya dengan asfek perkembangan
prilaku moral anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki oleh seorang anak tidak
lain adalah sesuatu yang diperoleh dari luar dirinya.[17]
Dalam lingkungan masyarakat banyak faktor yang mempengaruhi prilaku moral anak
antara lain sebagai berikut:
1) Faktor Fitrah
Fitrah manusia menurut konsep ilmu
tarbiyah adalah potensi dasar manusia yang dimiliki sifat kebaikan dan kesucian
untuk menerima rangsangan dari luar menuju kepada kesempurnaan dan kebenaran. Terdapat pula hadist yang menjelaskan
makna fitrah yang diriwayatkan oleh abu ya’la dan baehaqi yaitu:
Artinya: “Tiada seorang anak kecuali ia dilahirkan
dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikanya yahudi,
nasrani dan majusi”. [18]
Pengertian dari hadist diatas menekankan
bahwa fitrah yang dibawa sejak lahir bagi anak dapat dipengaruhi oleh
lingkungan yang memiliki kepribadian atau moral yang baik, sebaliknya jika
potensi yang sifatnya telah dibawa sejak lahir jika tidak dipupuk dengan
baik maka anak akan memiliki kecendrungan buruk.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sejak lahir fitrah sangat berpengaruh dalam menentukan ahlak kpribadian seorang
sehingga dengan mengabaikan faktor fitrah merupakan suatu langkah yang keliru.
2) Faktor Lingkungan
Lingkungan (millau) adalah sesuatu yang ada
disekitar kita yang meliputi alam dan lingkungan sosial. Lingkungan meliputi:
daratan, lautan, sungai, pegunungan. Dan lainya. Adapun lingkungan sosial
adalah meliputi: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.[19]
Dalam lingkungan tersebut manusia hidup
dan saling berhubungan dengan yang lainnya. Dengan adanya hubungan itulah
nantinya akan menghasilkan pengaruh yang besar dalam prilaku dan tingkah laku
anak. Lingkungan mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan baik
buruk prilaku dalam masyarakat, karena perkembangan prilaku individu sangat
berpengaruh oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh
yang positif sekaligus juga memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan
jiwa, sikap, mental, moral, akhlak, dan tingkah laku anak.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk yang paling
baik, adapun sebab seseorang menjadi buruk adalah pertama, orang itu tidak
mendapat tuntutan rohani. Kedua, orang tersebut mendapat pengaruh yang buruk
dari rumah tangganya, masyarakat dan pergaulannya.[20]
Bedasarkan pendapat tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa lingkungan hidup seseorang akan memberi pengaruh yang dalam
terhadap pembentukan akhlak dan pribadinya. Pembentukan tersebut dapat berpengaruh positif atau bahkan sebaliknya
sesuai dengan keadaan lingkungannya, karena besarnya pengaruh lingkungan. Maka dari
itu sangat perlu untuk diperhatikan sebab secara langsung maupun tidak langsung
sangat dominan dalam mempengaruhi akibat seseorang. Lingkungan yang dimaksud adalah:
a) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah unit sosial terkecil
dalam masyarakat. Pembinaan pertama dinilai seseorang adalah dalam keluarganya.
Semua pengalaman yang dilalui seseorang baik melalui penglihatan, pendengaran
maupun prilaku yang diterimanya waktu itu akan menjadi bahagia dari pribadinya
yang tumbuh.[21]
Ini berarti bahwa sikap dan keadaan orang
tua sangat menentukan pembentukan sikap anak. Orang tua yang beriman percaya
bahwa dengan meemperlakukan anak dengan kasih sayang merupakan unsur terpenting
dalam pendidikan dan pembinaan akhlak dalam masyarakat.
“Keimanan dan kepercayaan orang tua kepada tuhan akan diserap oleh anak
melalui orang tuanya, jika hubungan dengan orang tua baik, maka kata-kata dan
perbuatan orang tuanya akan merupakan pengalaman yang secara tidak sengaja akan
menjadi bagian dari dirinya.”[22] Oleh karena itu, orang tua secara tidak
sengaja merupakan pendidik dan pembina akhlak pertama. Keadaan yang seperti ini menurut daradjat, terutama terjadi pada tahun
pertama dari umur anak kira-kira antara umur 0-6 tahun. Pada umur tersebut
kemampuan berfikir logis anak belum mulai tumbuh, mereka belum mengerti apa
yang dikerjakan oleh orang tua dan belum memahami kata-kata yang diucapkan
orang tuanya kecuali sedikit. Akan tetapi pembinaan keimanan, keyakinan
beragama lebih banyak terjadi melalui pengalaman dan latihan dari pada
pengertian itu datang kemudian.
Disamping pengalaman yang tidak langsung
yang didapat seseorang secara tidak sengaja dengan orang tuanya, yang sangat
penting pula dalam pembentukan prilaku seseorang adalah melalui pembinaan yang
diatur sesuai dangan pertumbuhan dan perkembangan jiwa seseorang. Tentu saja
hal itu sangat tergantung pada orang tua dalam membimbing dan melatih anaknya
disamping memberikan pengertian dan bekal ilmiah yang dimiliki orang tuanya. Dan tidak kurang pentingnya hubungan keluarga yang terlihat oleh anak
sehari-hari apakah hubungan ibu dan bapak sedang baik atau tidak. Jika hubungan
mereka tenang, tenteram dan harmonis, maka seseorang akan merasa lega dan
tumbuh dengan wajar. Akan tetapi jika situasi tegang, jauh dari ketenangan hal
itu akan membawa ketegangan pada pribadi seseorang, karena mereka merasa
kehilangan pegangan dan tidak mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi antara
kedua orang tuanya.
Sikap dan prilaku orang tua terhadap anak
juga sangat mempengaruhi pribadi mereka. Jika seorang anak merasa disayangi dan
diterima dalam keluarga serta diperlakukan secara adil
maka anak tumbuh secara wajar, akan tetapi kalau anak merasa tidak disayangi,
serta diperlakukan tidak adil, suka dibentak-bentak maka pertumbuhan pribadinya
akan terganggu dan menjukkan prilaku yang menyimpang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa, keluarga sangat memmpengaruhi pembembentukan prilaku anak.
Jika keluarga merasa tidak berhasil atau tidaknya dan sejauh mana peran
keluarga dalam membina prilaku keluarga.
b) Lingkungan Sekolah
Sekolah atau lembaga pendidikan yang
penting pula setelah lingkungan keluarga, dalam membentuk prilaku yang kemudian
dapat berkembang suasana kelas. Peranan dan pengaruh guru amat besar dalam
pembentukan prilaku seseorang. Pendidikan budi pekerti yang diajarkan disekolah
akan merupakan bagian yang sangat berperan dalam membentuk sikap dan prilaku
seseorang. Hal ini sejalan dengan apa yang ingin dicapai dalam merencanakan
kurikulum yang diberikan disekolah-sekolah. Namun bukan berarti dengan kurikulum yang ada akan membentuk prilaku sesuai
apa yang menjadi patokan makan, tetapi yang perlu diketahui bahwa disekolah
seseorang akan bergaul dengan teman-teman yang sangat jauh berbeda dengan
pergaulannya dirumah. Seorang ahli filsafat Inggris, John Locke (abad ke-17) dalam
bukunya Ahmad Fauzi tentang psikologi umum, mengumpamakan “Jiwa manusia itu waktu lahir bagai selembar kertas yang putih bersih yang belum ditulisi
sama sekali, maka kertas itu
dapat kita tulis sekehendak hati kita”. [23]
Dengan ini, Locke hendak mengatakan bahwa perkembangan jiwa seseorang
semata-mata tergantung kepada pendidikan.
c) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri
khususnya memegang peran besar terhadap munculnya corak dan gambaran prilaku
seseorang. Apalagi jika didukung oleh kemantapan kepribadian dasar dari
keluarga. Kasenjangan aturan, norma, ukuran atau patokan dalam keluarga dan
lingkungan perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan tumpang atau memudahkan
munculnya prilaku tanpa kendali.
Disamping itu juga lingkungan sosial
sangat berpengaruh dalam membentuk sikap dan prilaku keagamaan masyarakat. Hal
ini dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari seseorang yang hidup dalam
lingkungan sosial yang baik, taat dalam menjalankan agamanya, maka seseorang
juga akan menunjukkan prilaku serupa pula. Akan tetapi sebaliknya apabila
seseorang bergaul dengan lingkungannya yang rusak maka rusak pula prilakunya.
Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di sekolah, atau dimana saja yang
akan memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi akan mempengaruhi kehidupan
pribadi, kehidupan keluarga, dan kehidupan sosialnya.[24]
banyak kata yang menjadi tempat pertemuan, pencampuran antara berbagai corak
kebudayaan, adat istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai, sikap, perlakuan
nagatif orang tua terhadap anak dan lebih lanjut dalam keluarga.
Dari apa yang dijelaskan diatas, jelaslah
lingkungan sosial juga ikut berpengaruh terhadap prilaku dalam masyarakat,
disamping keluarga dan sekolah. Dengan demikian, baik buruknya lingkungan
sosial akan sangat menentukan baik buruknya prilaku seseorang
dalam masyarakat.
Dari ketiga faktor tersebut diatas, yang
mengarah pada faktor pariwisata adalah lingkungan sosial. Karena masyarakat
tidak terlepas dari faktor pariwisata dikarenakan kadang mereka berada
diwilayah atau daerah yang bersentuhan langsung dengan para wisatawan baik
lokal maupun mancanegara. Oleh karena itu, mau tidak mau mereka bergaul dengan para wisatawan dan
secara tidak langsung pengaruh dari pergaulan tersebut bisa dirasakan dan
pengaruhnya ada yang positif dan ada juga yang negatif. Adapun contoh dari
pergaulan yang pengaruhnaya kearah yang positif adalah masyarakat bisa
mempelajari bahasa yang digunakan oleh wisatawan asing, bisa menambah
penghasilan dengan cara berdagang atau bahkan banyak yang menjadi petunjuk jalan
(guide) bagi para wisatawan yang baru tiba diwilayah tujuan pariwisata.
Sedangkan contoh dari pergaulan yang
negatif dengan wisatawan asing adalah para pemuda bahkan anak-anak cenderung
mengikuti budaya warga asing yang identik menggunakan pakaian mini dan
transparan, gaya hidup yang mewah atau glamour, dan tidak mementingkan etika
yang baik dalam perkataan maupun perbuatan.
3) Faktor kebiasaan
Adat kebiasaan yang dimaksud adalah
perbuatan yang disertai kemauan sendiri tanpa ada dorongan dari pihak lain.[25]
Sedangkan kebiasaan adalah salah satu ciri kepribadian seseorang yang kadang
tidak dimiliki orang lain. Adat kebiasaan ini juga ada juga yang baik dan ada
yang buruk, apabila adat kebiasaan seorang anak itu baik, maka akan terlihat
dalam diri anak tersebut sesuatu yang baik. Begitu pula sebaliknya jika seorang anak adat
kebiasaannya buruk, maka yang terlihat darinya adalah keburukan. Dalam hal ini
kebiasaan tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan anak dimasa yang akan
datang.
- Pengaruh pariwisata terhadap prilaku
anak
Kualitas kehidupan suatu masyarakat dipedesaan pada umumnya masih begitu awam terhadap hal-hal yang berkenaan dengan
perubahan suatu zaman misalnya dari segi kemajuan teknologi dan sebagainya,
akan tetapi tidak layak kalau
hanya diukur dari tingkat kemakmuran materialnya saja melainkan mutu kehidupan akan meningkat terutama oleh kekayaan, wawasan, budaya yang
telah lama berakar dalam rentang sejarah. Wawasan kebudayaan inilah yang harus diprioritaskan
untuk ditanganinya dalam menghadapi kegoyahan nilai-nilai serta norma-norma
oleh berbagai pengaruh yang timbul akibat perkembangan pariwisata.
Dari perkembangan pariwisata tersebut anak
tidak akan bisa tidak terpengaruh
oleh budaya atau wisatawan asing.
Terutama pola tingkah laku mereka yang menirukan gaya para wisatawan. Pada era
globalisasi dan perkembangan pariwisata yang begitu pesat anak sebagai
pendukung nilai tradisional yang tercermin dalam pola tingkah laku
kesehariannya memang tidak harus bertahan dalam proses interaksi sosial yang
universal. Akan tetapi jika mereka berkeinginan untuk mempertahankan nilai
kebudayaan tradisional harus didukung oleh orang tua mereka sebagai pendidik
utama dalam lingkungan mereka. Terlepas dari pengaruh positif dan negatifnya,
terbukti bahwa pariwisata mampu mempengaruhi anak usia sekolah
(masa-masa sekolah), yang cepat menerima hal-hal baru yang mereka jumpai,
ketidak berdayaan mempertahankan prilaku, bukanlah kesalahan besar bagi anak
yang belum mengerti tentang hakekat hidup yang sebenarnya. Oleh karena itu,
perlu diupayakan agar orang tua dalam keluarga harus tetap berwibawa bagi
anak-anaknya. Dengan demikian, kehidupan keluarga yang bersangkutan apabila melibatkan diri atau terkait secara langsung dengan proses perkembangan
pariwisata, maka orang tua harus mampu mempersiapkan anak-anaknya menjadi
manusia pekerja sekaligus manusia budaya, manusia yang sesuai dengan ketentuan
agama.
[1] Yaoti H. Oka, Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2006), h.13
[4] I
Nyoman Erawan, Pariwisata, h.163
[5] Toeti Herawati Noerhadi, Psikologi Pariwisata, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia,1998), h.31
[6] Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN),
(Jakarta: Cicero Indonesia, 1984), h.22-27
[7]
Bagyono, Pariwisata dan Perhotelan,
(Alfa Beta, 2005), h.23
[10]
Nyoman S. Pendit, Ilmu, h.88
[11] Ibid, h.90
[12]
Rony Gunawan K, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1954), h,59
[13]
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa
Indoesia, ((Jakarta: Gita Media Press, 2004), h.146
[14]
Adi Gunawan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2003), h.507
[15] Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Wacana
Ilmu, 1999), h.182
[16] Hery Noer, Ilmu.., h.192
[17] Ibid, h,125
[20] Nasrudin Razak, Dinul Islam, (Bandung: Alma’rif, 1997),
h.76
[21]
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan
Islam Kajian filosofi Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenta Karya,
1993), h.228
[22]
Zakiyah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina
Aksara, 1992), h.33
[24]
Singgih D. Gunarso, Psikologi
Priktik Anak, Remaja dan Keluarga, (BPK, Gunung Mulia, 1993), h.186
[25] Mahjudin, Pembinaan Akhlak.., h.2
No comments:
Post a Comment