PRINSIP-PRINSIP IMPLEMENTASI PARADIGMA
DALAM PENELITIAN
Dalam
penelitian ilmiah dikenal dua jenis penelitian yaitu penelitian dengan
pendekatan kuantitatif atau penelitian kuantitatif dan penelitian dengan
pendekatan kualitatif atau penelitian kualitatif. Sebelum dijelaskan paradigma
dari setiap jenis penelitian tersebut dan bagaimana implementasinya, akan
diuraikan terlebih dahulu perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian
kualitatif.
Perbedaan-perbedaan
penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif baik yang dikemukakan oleh
Suparlan maupun oleh Creswell, Denzin & Lincoln, Guba & Lincoln,
Moustyan yang akan diuraikan di bawah ini merupakan prinsip-prinsip
implementasi dalam penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
Perbedaan Penelitian Kuantitatif dengan
Penelitian Kualitatif
Suparlan
(1997) menjelaskan perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian
kualitatif sebagai berikut:
a) Penelitian Kuantitatif
Landasan berpikir pendekatan kuantitatif adalah
filsafat positivisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkhim (1964).
Pandangan filsafat positivisme adalah bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud
dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial
tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai
“benda,” seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam. Caranya dengan melakukan
observasi atau mengamati fakta sosial untuk melihat
kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial
lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial
tersebut dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam
analisis yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya
ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan
variabel tergantung (Suparlan, 1997:95).
Pada buku yang lain Suparlan menjelaskan bahwa
penelitian kuantitatif memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang
mempunyai karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia, yang dinamakan
variabel. Hakikat hubungan
antara variabel-variabel dianalisa dengan menggunakan teori yang objektif.
Karena sasaran kajian dari penelitian kuantitatif adalah gejala-gejala,
sedangkan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia itu tidak terbatas
banyaknya dan tidak terbatas pula kemungkinan-kemungkinan variasi dan
hierarkinya, maka juga diperlukan pengetahuan statistik. Statistik dalam
penelitian kuantitatif berguna untuk menggolong-golongkan dan menyederhanakan
variasi dan hierarki yang ada dengan ketepatan yang dapat diukur, termasuk juga
dalam penganalisaan dari data yang telah dikumpulkan (Suparlan, 1994:6-7).
b) Penelitian Kualitatif
Landasan berpikir dalam penelitian
kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok
penelitian sosiologi bukan gejala-gejala sosial, tetapi pada makna-makna yang
terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya
gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu metoda yang utama dalam
sosiologi dari Max Weber adalah verstehen atau pemahaman (jadi bukan erklaren
atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial,
maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan
harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat
pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala
sosial yang diamatinya (Suparlan, 1997:95).
Pada buku yang lain, Suparlan menjelaskan
bahwa penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang
mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia,
atau pola-pola. Gejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan menggunakan
kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai
pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi
dengan menggunakan teori yang objektif. Penelitian kualitatif sasaran kajiannya
adalah pola-pola yang berlaku yang merupakan prinsip-prinsip yang secara umum
dan mendasar berlaku dan menyolok berdasarkan atas kehidupan manusia, maka juga
analisis terhadap gejala-gejala tersebut tidak dapat tidak harus menggunakan
kebudayaan yang bersangkutan sebagai kerangka acuannya. Karena kalau
menggunakan kebudayaan lain atau kerangka acuan lainnya maka maknanya adalah
menurut kebudayaan lain; tidak objektif, sehingga pendekatan kualitatif tidak
relevan (Suparlan, 1994:6-7).
Dari uraian Suparlan tersebut sudah jelas
perbedaan yang fundamental antara penelitian kuantitatif dengan penelitian
kualitatif. Agar terdapat gambaran yang lebih rinci perbedaan penelitian
kuantitatif dengan penelitian kualitatif akan dikemukakan pandangan Cresswell
(1994), Denzin & Lincoln (1994), Guba & Lincoln (1994), dan Moustyan
(1995) (dalam Neuman, 1997:14) sebagai berikut.
Quantitative Style (Model Kuantitatif)
a. Measure objective facts
(mengukur fakta yang objektif)
b. Focus on variables
(terfokus pada variabel-variabel)
c. Reliability is key
(reliabilitas merupakan kunci)
d. Value free
(bersifat bebas nilai)
e. Independent of context (tidak
tergantung pada konteks)
f.
Many
cases subjects (terdiri atas kasus atau subjek yang
banyak)
g. Statistical analysis
(menggunakan analisis statistik)
h. Researcher is detached
(peneliti tidak terlibat)
Qualitative Style (Model Kualitatif)
a. Construct social reality, cultural meaning
(mengonstruksi realitas sosial, makna budaya)
b. Focus on interactive processes, events (berfokus
pada proses interpretasi dan peristiwa-peristiwa)
c. Authenticity is key
(keaslian merupakan kunci)
d. Values are present and explicit
(nilai hadir dan nyata / tidak bebas nilai)
e. Situationally constrained
(terikat pada situasi / terikat pada konteks)
f.
Few
cases subjects (terdiri atas beberapa kasus atau subjek)
g. Thematic analysis
(bersifat analisis tematik)
h. Researcher is involved
(peneliti terlibat)
Penjelasan dan contoh Model Kuantitatif
a. Mengukur fakta yang objektif
Setiap fakta atau fenomena yang dalam penelitian kuantitatif
dijadikan variabel (hal-hal yang pokok dalam suatu masalah) untuk mendapatkan
objektivitas, variabel tersebut harus diukur. Misalnya untuk mengetahui
kualitas atau kadar atau tinggi rendahnya motivasi kerja karyawan suatu
perusahaan dilakukan tes atau dengan kuesioner yang disusun berdasarkan
komponen-komponen/unsur-unsur/indikator-indikator dari variabel penelitian yang
dalam hal ini motivasi kerja karyawan.
b. Terfokus pada variabel-variabel
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu ditentukan variabel-variabel
atau hal-hal pokok yang terdapat dalam suatu masalah/gejala/fenomena. Penentuan
variabel-variabel tersebut berdasarkan hukum sebab-akibat, suatu gejala yang
terjadi merupakan akibat dari gejala yang lain atau karena adanya hubungan atau
pengaruh gejala lain. Di sini terjadi cara berpikir nomotetik. Misalnya
dalam suatu perusahaan terjadi gejala penurunan produktivitas kerja karyawan.
Selanjutnya dilakukan pengkajian secara teoritis faktor-faktor apa yang
menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas kerja tersebut. Misalnya secara teori ditemukan bahwa produktivitas kerja
dipengaruhi oleh faktor-faktor motivasi kerja dan kepemimpinan manajer.
Kemudian pengaruh atau hubungan dari data hasil pengukuran masing-masing
variabel diuji secara statistik apakah benar variabel motivasi kerja dan
kepemimpinan manajer mempunyai pengaruh atau mempunyai hubungan dengan variabel
produktivitas kerja. Dan apakah pengaruh atau hubungan tersebut signifikan atau
dapat dipercaya (mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi). Apabila hasil
analisis statistik menyatakan variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh
atau hubungan secara signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas
kerja karyawan dipengaruhi oleh variabel motivasi kerja dan kepemimpinan manajer
atau mempunyai hubungan dengan motivasi kerja dan kepemimpinan manajer.
Catatan: Analisis statistik yang dipergunakan untuk mengukur
pengaruh suatu variabel pada variabel lain berbeda dengan analisis statistik
yang dipergunakan untuk mengukur hubungan suatu variabel dengan suatu variabel
yang lain atau beberapa variabel. Analisis statistik untuk mengukur pengaruh
suatu variabel pada variabel yang lain di antaranya menggunakan analisis
statistik multiple regression (regresi ganda), sedangkan untuk mengukur
hubungan suatu variabel dengan variabel lain di antaranya menggunakan analisis
statistik correlation (korelasi) misalnya correlation product-moment
(korelasi product-moment) dari Carl Pearson atau Spearman-Brown.
c. Reliabilitas merupakan kunci
Reliabilitas atau
keajegan suatu tes atau kuesioner mempunyai arti bahwa tes atau kuesioner
tersebut menghasilkan skor yang relatif sama walaupun dilakukan pada waktu yang
berbeda. Suatu alat ukur atau instrumen penelitian (misalnya tes atau
kuesioner) apabila memiliki reliabilitas yang tinggi akan menyebabkan hasil
penelitian itu akurat. Oleh karena itu, reliabilitas merupakan kunci dalam
penelitian kuantitatif, karena apabila alat ukur atau instrumen penelitian reliabel
(terpercaya), maka akan berdampak hasil penelitian akurat. Di samping alat
ukur harus reliabel dipersyaratkan pula harus valid (sahih) atau
memiliki validitas (kesahihan). Suatu instrumen penelitian dikatakan valid
atau memiliki validitas apabila dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Catatan: Uji statistik untuk mengukur reliabilitas
diantaranya adalah Analisis Alpha Cronbach dan KR-20 (Kuder-Richardson 20).
Sedangkan uji statistik untuk mengukur validitas dilakukan di antaranya dengan
mengorelasikan skor setiap item dengan skor total (jumlah seluruh skor item
dikurangi skor item yang dikorelasikan).
d. Bebas nilai
Dalam penelitian kuantitatif pengujian terhadap gejala/fenomena
tidak dikaitkan dengan budaya atau nilai-nilai budaya masyarakat yang
melatarbelakangi fenomena tersebut. Pengaruh nilai-nilai budaya terhadap
fenomena tidak diperhitungkan atau tidak diperhatikan. Sebagai contoh salah
satu komponen dari konsep diri adalah kelebihan dan kelemahan pada diri
individu. Dalam budaya Barat seorang individu untuk menyatakan kelebihan dan
kelemahan diri sendiri tidak menjadi masalah. Seorang individu untuk dapat
dikatakan memiliki konsep diri yang positif, individu tersebut dapat menyatakan
kelemahan dan kelebihannya di samping memiliki kriteria-kriteria
konsep diri yang lain. Sedangkan pada budaya
Timur perilaku yang demikian dapat dikategorikan perilaku sombong. Dalam
penelitian kuantitatif pengaruh nilai-nilai budaya tidak diperhitungkan, karena
menurut paradigma yang dipergunakan sebagai landasan berpijak pada penelitian
kuantitatif, kriteria-kriteria konsep diri bersifat universal atau berlaku
umum.
e. Tidak tergantung pada konteks
Suatu fenomena
terkait dengan konteks artinya terkait dengan situasi atau lingkungan yang
menyertai fenomena tersebut. Fenomena yang sama, konteksnya dapat berbeda.
Misalnya fenomena aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mewujudkan kemampuan
dirinya (Teori Motivasi Abraham Maslow) bagi orang-orang perkotaan akan berbeda
dengan orang-orang pedesaan. Aktualisasi diri orang Jakarta akan berbeda dengan
orang pedesaan yang tinggal di lereng gunung Merapi, di lereng Merbabu, di
pedalaman Kalimantan, atau di pedalaman Irian Barat (Papua). Aktualisasi diri
orang Jakarta dimanifestasikan dalam kemampuan teknologi, teknologi informasi,
bahasa asing, manajemen, dan lain-lain, sedangkan orang-orang pedesaan di
lereng gunung Merapi dan Merbabu atau di pedalaman Kalimantan atau di pedalaman
Papua dimanifestasikan dalam kemampuan bertani atau bercocok tanam, memelihara
binatang, atau memburu binatang buas atau menguasai seni lokal atau seni daerah
setempat. Penelitian kuantitatif tidak tergantung konteks dari fenomena yang
diteliti.
f.
Terdiri
dari kasus-kasus atau subjek-subjek yang banyak
Dalam penelitian kuantitatif diperlukan adanya kasus-kasus atau
subjek-subjek yang banyak. Hal ini bertujuan
agar dapat digeneralisasikan atau dapat diberlakukan secara umum. Untuk itu
terdapat terminologi populasi, sampel, dan technique sampling
(teknik menentukan sampel). Populasi adalah seluruh atau jumlah individu dari
suatu wilayah atau organisasi atau instansi atau perusahaan yang memiliki
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
selanjutnya untuk ditarik kesimpulan. Sedang sampel adalah sebagian dari
populasi yang mewakili populasi, oleh karena itu sampel harus representatif
(harus dapat mewakili) artinya sampel harus dapat menggambarkan keadaan
populasi. Terdapat beberapa teknik sampling (cara pengambilan sampel), di
antaranya: total sampling, yaitu apabila seluruh individu atau seluruh
anggota populasi dijadikan sampel; stratified random sampling, yaitu
apabila setiap strata/tingkat/bagian ada wakil yang dijadikan sampel dan
dilakukan secara acak (random); purposive sampling, yaitu apabila
individu yang dijadikan sampel memiliki persyaratan tertentu sesuai tujuan
penelitian; accidental sampling, yaitu individu yang dijadikan sampel
adalah individu yang dapat ditemui; dan lain-lain. Dengan adanya sampel yang
representatif terhadap populasinya, maka penelitian cukup dilakukan terhadap
sampel, dan hasil penelitian terhadap sampel tersebut dapat digeneralisir
artinya dapat menggambarkan populasi, walaupun penelitian hanya ditujukan pada
sampel, tetapi sudah dapat untuk menggambarkan keadaan populasi.
g. Menggunakan analisis statistik
Dalam penelitian kuantitatif digunakan
analisis statistik bertujuan agar dapat mendeskripsikan secara akurat suatu
fenomena (erklaren). Sedangkan dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan analisis statistik karena tujuannya tidak akan mendeskripsikan
suatu fenomena tetapi mencari makna guna mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen).
Terdapat beberapa macam teknik analisis statistik, misalnya sebagaimana telah
diuraikan di depan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain digunakan teknik analisis statistik korelasi product-moment
dari Carl Pearson atau dari Spearman-Brown. Untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh antara variabel yang satu pada variabel yang lain digunakan analisis
statistik multiple regression. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain digunakan rumus t-test.
Dalam penelitian kuantitatif digunakan istilah-istilah yang spesifik dan tidak
digunakan dalam penelitian kualitatif, misalnya variabel, validitas,
reliabilitas, hipotesis, signifikan, dan lain-lain. Signifikan digunakan untuk
menggambarkan apabila hubungan, perbedaan, pengaruh antara suatu variabel
dengan variabel yang lain mempunyai makna, untuk itu kemungkinan salah perhitungannya
dibatasi maksimal 5%, atau dengan simbol statistik p < 0.05. Suatu
hubungan atau perbedaan atau pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain apabila p < 0.05 (tingkat kesalahan sama atau lebih kecil
dari 5%) dinyatakan signifikan atau bermakna.
h. Peneliti tidak memihak
Dalam penelitian
kuantitatif peneliti tidak memihak, artinya peneliti menghindari subjektivitas
dari subjek yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti justru berusaha
mengetahui persepsi subjektif dari subjek yang diteliti. Hasil penelitian
kualitatif merupakan hasil analisis persepsi subjektif dari subjek yang
diteliti terhadap suatu fenomena. Sedangkan dalam penelitian kuantitatif
peneliti sejauh mungkin mengeleminir subjektivitas dari subjek yang diteliti. Oleh karena itu dalam penelitian kuantitatif dikatakan
peneliti tidak memihak.
Penjelasan dan contoh
Model Kualitatif
a. Mengonstruksi realitas sosial, makna
budaya
Apabila penelitian kuantitatif berusaha mengukur fakta yang
objektif atau dengan kata lain mendeskripsikan suatu fenomena atau realitas,
maka penelitian kualitatif ingin mendapatkan pemahaman yang mendalam. Untuk itu
harus mencari nomenon atau makna di balik fenomena. Atau dapat
dikatakan penelitian kuantitatif berusaha mendeskripsikan fenomena secara akurat
(erklaren), sedangkan penelitian kualitatif ingin mendapatkan makna di
balik fenomena, untuk itu perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam dari suatu
fenomena (verstehen).
Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam
(verstehen), tidak cukup apabila hanya mengetahui tentang apa dari suatu
fenomena tetapi juga mengapa dan bagaimana dari suatu fenomena. Mengapa suatu
fenomena ada atau terjadi, bagaimana suatu fenomena terjadi atau bagaimana
proses terjadinya suatu fenomena. Dan hal ini, yaitu pengetahuan tentang apa,
mengapa, dan bagaimana, dapat dikuasai manusia, karena manusia mempunyai metakognisi
yang mampu menghasilkan pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang
apa), pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana), dan pengetahuan
kondisional (pengetahuan tentang mengapa dan kapan) (Micchenbaum, dkk, 1985
dalam Woolfolk, 1998:267). Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verstehen)
tidak cukup hanya mengetahui tentang apa dari suatu fenomena tetapi juga
mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Pendapat penulis ini mengacu
pendapat Suparlan (1997: 99) sebagai berikut: “Dalam pendekatan kualitatif,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai pertanyaan-pertanyaan penelitian
bukan hanya mencakup: apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, tetapi yang
terpenting yang harus tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut
adalah mengapa. Pertanyaan mengapa menuntut jawaban mengenai
hakikat yang ada dalam hubungan diantara gejala-gejala atau konsep-konsep,
sedangkan pertanyaan-pertanyaan apa, siapa, dimana, dan kapan
menuntut jawaban mengenai identitas, dan pertanyaan bagaimana menuntut
jawaban mengenai proses-prosesnya.
Poerwandari (1998:17)
menyatakan penelitian kualitatif dilakukan untuk mengembangkan pemahaman.
Penelitian kualitatif membantu mengerti dan menginterpretasi apa yang ada di
balik peristiwa: latar belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya,
serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang terjadi.
Pengembangan hukum umum tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya
mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek penting. Aspek subjektif
manusia menjadi hal penting.
Penelitian kualitatif
dinyatakan mengonstruksi realitas sosial, karena penelitian kualitatif
berlandaskan paradigma Konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu
bukan hanya merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil
konstruksi rasio subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas
sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, ini berarti ilmu pengetahuan
bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh
rasio.
b. Berfokus
pada proses interaksi dan peristiwa-peristiwa
Penelitian kuantitatif berfokus pada variabel-variabel, bahkan
sebelum penelitian dilakukan telah ditentukan terlebih dahulu variabel-variabel
yang akan diteliti. Sedangkan dalam penelitian kualitatif, fokus perhatiannya
pada proses interaksi dan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadiannya itu
sendiri, bukan pada variabel-variabel. Bahkan fokus penelitian dapat berubah
pada waktu di lapangan setelah melihat kenyataan yang ada di lapangan. Dalam
penelitian kualitatif di antara teknik pengumpulan data yang dipergunakan
adalah observasi. Observasi tidak cukup apabila hanya diarahkan pada setting
saja, tetapi justru yang pokok adalah proses terjadinya peristiwa-peristiwa
atau kejadian-kejadian itu sendiri. Demikian pula observasi tidak cukup
dilakukan bersamaan dengan wawancara, tetapi observasi sebaiknya dilakukan
tidak bersamaan dengan wawancara. Apabila observasi dilakukan bersamaan dengan
wawancara, maka tidak dapat terfokus pada hal-hal yang akan diobservasi.
Walaupun memang ada perilaku yang dapat diobservasi pada waktu diadakan
wawancara, namun mengenai perilaku tersebut belum dapat ditarik kesimpulan. Agar
dapat ditarik kesimpulan maka hasil wawancara harus dilengkapi dan dicek dengan
hasil observasi yang dilakukan secara khusus. Dengan observasi akan dapat
diketahui tentang proses interaksi atau kejadian-kejadiannya sendiri. Atau
dengan kata lain, dengan observasi terutama observasi langsung tidak hanya akan
dapat menjawab pertanyaan tentang apa, tetapi juga bagaimana dan mengapa.
Dengan diketahuinya tentang apa, bagaimana, dan mengapa, maka masalah akan
dapat dipahami secara mendalam (verstehen).
c. Keaslian merupakan kunci
Dalam penelitian kuantitatif, reliabilitas merupakan kunci,
jadi analisis statistik mempunyai fungsi yang sangat strategis. Dalam
penelitian kualitatif keaslian merupakan kunci, sehingga penelitian kualitatif
ini juga dikatakan sebagai penelitian alamiah (naturalist inquiry). Dalam penelitian kualitatif tidak ada usaha untuk
memanipulasi situasi maupun setting. Sebaliknya penelitian kuantitatif
justru sering melakukan manipulasi situasi maupun setting penelitian.
Misalnya dalam metoda eksperimen, situasi dapat dimanipulasi dengan subjek
diatur sehingga homogen dengan dipilih sesuai kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu, dengan ditiadakannya pengaruh dari variabel kontrol, adanya treatment
(perlakuan khusus) misalnya diberikan terapi khusus atau diberikan pelatihan
khusus, dan lain-lain. Sebaliknya penelitian kualitatif melakukan studi
terhadap fenomena dalam situasi dan setting sebagaimana adanya. Guba
seperti yang dikutip Patton (1990 dalam Poerwandari, 1998:30) mendefinisikan
studi dalam situasi alamiah sebagai studi yang berorientasi pada penemuan (discovery-oriented).
Penelitian demikian secara sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada
dalam keadaan sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul atau ditemukan.
d.
Nilai hadir dan nyata (tidak bebas nilai)
Dalam penelitian kuantitatif, peneliti
berusaha untuk tidak memperhatikan atau tidak memperhitungkan nilai (bebas
nilai), sebaliknya dalam penelitian kualitatif nilai sangat diperhatikan atau
diperhitungkan. Penelitian kuantitatif memegang teguh prinsip menghindari
pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan nilai-nilai dalam laporan
penelitian (juga dalam skripsi, tesis, disertasi) dengan jalan menggunakan
bahasa yang impersonal (misalnya tidak menggunakan kata: kita, kami, saya,
kita semua), membuat laporan penelitian, mengajukan argumentasi berdasarkan
fakta-fakta yang diperoleh dalam penelitian. Sedang penelitian kualitatif
menggunakan bahasa yang personal (dapat menggunakan kata: kita, kami,
saya, kita semua). Menurut Neuman (1997 dalam Salim, 2001:36) dalam penelitian
kualitatif para peneliti mengetahui adanya sifat value-laden (sarat
nilai-nilai subjektif si peneliti) dalam penelitian, dan si peneliti pun secara
aktif melaporkan nilai-nilai dan bias-biasnya, serta nilai-nilai dari informasi
yang dikumpulkan di lapangan.
e.
Terikat pada situasi (terikat pada konteks)
Telah dijelaskan bahwa suatu fenomena
terikat pada situasi yang mengelilinginya, atau dengan kata lain selalu terikat
pada konteks. Telah dijelaskan pula di depan bahwa dalam penelitian kuantitatif
karena ingin menghasilkan data yang berlaku umum (universal), maka peneliti
harus menjaga jarak dan bebas dari pengaruh yang diteliti. Peneliti selalu
berusaha mengontrol bias, memilih percontohan yang sistematis dan berusaha
objektif dalam meneliti suatu fenomena. Sebaliknya penelitian kualitatif tidak
menjaga jarak dan tidak bebas dari yang diteliti karena ingin mengetahui
persepsinya, atau dengan kata lain ingin mengetahui persepsi subjektif dari
yang diteliti. Persepsi subjektif dari yang diteliti selalu terikat pada
situasi atau terikat pada konteks. Individu yang sedang mengalami kesedihan
dapat berubah menjadi senang atau gembira pada saat memasuki pesta ulang tahun
anaknya atau teman karibnya. Dengan adanya data yang bersifat subjektif, apa
ini berarti penelitian kualitatif tetap bersifat ilmiah? Walaupun datanya
bersifat subjektif, penelitian kualitatif tetap ilmiah, karena apabila data
tersebut dimiliki beberapa atau banyak individu atau dengan kata lain beberapa atau
banyak individu memiliki data yang sama dengan subjek yang diteliti, maka hasil
penelitian seperti ini disebut bersifat intersubjektif. Dalam
penelitian kualitatif, pengertian intersubjektif sama dengan objektif.
f.
Terdiri
dari beberapa kasus atau subjek
Dalam penelitian kualitatif karena tidak bertujuan
menggeneralisasikan hasil penelitiannya, maka penelitian kualitatif tidak perlu
meneliti banyak kasus atau subjek. Dalam studi kasus subjek yang diteliti dapat
satu tetapi dapat juga banyak, bahkan mungkin penduduk suatu negara. Karena dalam studi kasus yang sangat penting adalah sifatnya
yang sangat spesifik. Contoh penelitian tentang “Perkembangan Demokrasi
pada Negara-negara Sosialis.” Negara-negara yang menganut paham Sosialis
menentang paham Demokrasi. Jadi penelitian perkembangan demokrasi di
negara-negara sosialis bersifat spesifik. Sebagai contoh tidak seperti dalam
penelitian kuantitatif yang mematok jumlah subjek minimal sebanyak 30 (tiga
puluh) individu agar dapat dianalisis dengan statistik parametrik, maka dalam
penelitian kualitatif tidak mematok jumlah subjek yang diteliti.
g. Bersifat analisis tematik
Dalam penelitian kualitatif karena tidak bertujuan
menggeneralisasikan hasil penelitiannya, maka yang diteliti adalah hal-hal yang
bersifat khusus atau spesifik, dan analisisnya bersifat tematik. Misalnya
tindak kekerasan terhadap perempuan, masalah-masalah jender: perjuangan
perempuan mendapatkan perlakuan yang adil dalam lapangan pekerjaan, kasus-kasus
perilaku menyimpang, masalah kesulitan belajar bagi anak-anak yang tidak normal
(learning-disabilities), dan lain-lain.
h. Peneliti terlibat
Berbeda dengan penelitian kuantitatif di mana peneliti
mengambil jarak dengan yang diteliti agar dapat menjaga objektivitas atau
menghindari subjektivitas dari yang diteliti, maka sebaliknya penelitian
kualitatif peneliti tidak mengambil jarak, agar peneliti benar-benar memahami
persepsi subjek yang diteliti terhadap suatu fenomena. Untuk itu peneliti dapat
melakukan misalnya observasi terlibat (participant observation). Dengan
observasi terlibat pemahaman terhadap subjek dapat mendalam.
No comments:
Post a Comment