Kerangka
Teoritik
1.
Hakekat Matematika
Kata “matematika” berasal dari kata màthema dalam bahasa Yunani yang
diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathemakós yang diartikan sebagai “suka
belajar ilmu matematika” telah banyak dikenal orang
pada masa pra sejarah. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir.[1]
Matematika
terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian
pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan
penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep
matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami
oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa
matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep
matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar
matematika.
Perlu diketahui, bahwa ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu
yang lain. Matematika memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri dari
simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan
baik, maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus menguasai bahasa
pengantar dalam matematika, harus berusaha memahami makna-makna dibalik lambang
dan simbol tersebut.[2]
Selain sebagai
bahasa, matematika juga berfungsi sebagai alat berpikir. Menurut Wittgenstein, matematika merupakan
metode berpikir yang logis. Berdasarkan pemberiannya, masalah yang dihadapi
logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih
sempurna. Dalam perspektif inilah, logika berkembang menjadi matematika,
sebagaimana yang disimpulkan oleh Bertrand
Russell, “matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah
masa kecil matematika”.[3]
Hal ini senada dengan pendapat Irzani mengatakan bahwa matematika tumbuh dan
berkembang karena proses berpikir. Oleh karena itu logika merupakan dasar untuk
terbentuknya matematika. Logika adalah bayi matematika, sebaliknya matematika
adalah masa dewasa logika[4].
Pada dasarnya
hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan
hubungan-hubungan yang diatur menurut aturan logis dan matematika juga dengan
konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan
bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka
simbol- simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang
beroperasi di dalam struktur-struktur.
Selain itu,
matematika memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah matematika
memiliki objek kajian abstrak, objek dasar yang dipelajari matematika merupakan
sesuatu yang abstrak, sering juga disebut objek mental. Objek-objek itu
merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi (1) fakta, (2) konsep, (3)
operasi dan (4) prinsip.
Matematika juga bersifat hirarkis, yaitu suatu materi merupakan
prasyarat untuk materi berikutnya. Untuk belajar Matematika hendaknya
berprinsip pada : (1) pengorganisasian isi (materi) perlu memperhatikan urutan
(squence) dalam pencapaian kompetensi
dan pentahapan pembelajaran (learning
hierrarchy) yang sistematis. (2) mempertimbangkan faktor perkembangan anak
didik serta proses pembentukan kompetensi secara bertahap.[5]
2.
Gaya Belajar
a)
Pengertian Gaya Belajar
Setiap indidvidu
adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan
yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam mulai dari perbedaan fisik, pola
berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal
belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
menyerap pelajaran yang diberikan, termasuk gaya belajar.
Menurut Deporter
dan Hernacki (2011) gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana
seseorang meyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.[6]
Pengertian gaya
belajar menurut Winkel (2009) adalah cara belajar yang khas bagi siswa. Apa pun
cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan
terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar
dirinya.[7]
Dari pendapat
para ahli di atas dapat dipahami bahwa gaya belajar adalah cara seseorang itu
memanfaatkan apa yang diterimanya melalui indera-inderanya yang mampu menerima
suatu informasi yang datang dari lingkungannya, kemudian memproses informasi
tersebut dalam belajar atau perpaduan dari beberapa macam cara yang siswa
gunakan melalui kebiasaan-kebiasaannya ketika sedang belajar baik dalam
menyerap, mengingat, berpikir, memecahkan soal, mengatur dan mengolah informasi
yang datangnya dari luar diri siswa.
Munculnya gaya
belajar pada diri seseorang, karena dorongan potensi atau kemampuan yang
dominan pada dirinya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kebiasaan, serta
ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
b)
Tipe Gaya Belajar
Berdasarkan pada
kemampuan otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara
belajar individu dapat di bagi dalam tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah gaya belajar
visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku
tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya memiliki salah
satu karakteristik belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik
belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu
memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia
mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk
menyerap pelajaran.
Lebih jelasnya,
ketiga model tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Gaya
Belajar Visual (Visual Learners)
Gaya belajar
seperti ini menjelaskan bahwa kita harus melihat dulu buktinya untuk kemudian
bisa mempercayainya.[8]
Artinya, orang yang bergaya belajar visual, untuk dapat memahami dengan cepat
suatu informasi atau pelajaran yang diterimanya atau yang disampaikan oleh
orang lain siswa harus tahu terlebih dahulu melalui penglihatannya baik itu
bentuk, ciri-ciri atau sebagainya dari informasi tersebut.
Dari uraian di
atas menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai gaya belajar visual, dalam belajar
lebih suka melihat atau memperhatikan bagaimana cara dan gerak-gerik atau mimik
guru ketika sedang menerangkan.
Ada beberapa
karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama, kebutuhan
melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau
memahaminya; Kedua, memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna; Ketiga,
memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic; Keempat, memiliki
kesulitan dalam berdialog secara langsung; Kelima, terlalu reaktif terhadap
suara; Keenam, sulit mengikuti anjuran secara lisan; Ketujuh, seringkali salah
menginterpretasikan kata atau ucapan.[9]
Untuk mengatasi ragam masalah di atas ada beberapa pendekatan yang
bisa digunakan sehingga belajar tetap bisa dilakukan dengan memberikan hasil
yang menggembirakan. Salah satunya adalah dengan menggunakan beragam bentuk
grafis utuk menyampaikan informasi atau maeri pelajaran. Perangkat grafis itu
bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar,
catatan dan kartu-kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan
suatu informasi secara berurutan.[10]
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang
memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual ), dalam hal ini
metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak/dititikberatkan
pada peragaan/media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran
tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau
menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai
gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk
mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat
melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka
dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih
suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
·
Mementingkan penampilan
dalam berpakaian/presentasi
·
Tidak
mudah terganggu oleh keributan
·
Mengingat
yang dilihat, dari pada yang didengar
·
Lebih suka
membaca dari pada dibacakan
·
Pembaca
cepat dan tekun
·
Seringkali
mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
·
Lebih suka
melakukan demonstrasi dari pada pidato
·
Lebih suka
musik dari pada seni
·
Mempunyai
masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali
minta bantuan orang untuk mengulanginya.[11]
2)Gaya Belajar Auditori (Auditory
Learners)
Gaya belajar auditory learners adalah gaya belajar
yang mengandalkan pendengaran agar bisa memahami dan mengingatnya.
Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran
sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus
mendengar, baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi itu.
Karakteristik pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua
informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, Kedua, memiliki kesulitan
untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, Ketiga, memiliki
kesulitan untuk menulis dan membaca.[12]
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya
melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus
memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya
belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal
dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang
disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara
dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang
minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat
menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
Ciri-ciri gaya belajar auditori :
·
Penampilan
rapi
·
Mudah
terganggu oleh keributan
·
Belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
·
Senang
membaca dengan keras dan mendengarkan
·
Menggerakkan
bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
·
Biasanya
ia pembicara yang fasih
·
Lebih
pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
· Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
Siswa yang bertipe auditorial akan lebih suka menerima
pelajaran atau informasi dengan cara mendengarkannya secara langsung mengenai
apa yang sedang di sampaikan oleh gurunya dan dapat juga melalui beberapa media
lainnya seperti tape recorder, radio, dan sebagainya yang berkaitan dengan
aktivitas pendengaran.
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk belajar apabila
kita termasuk
orang yang memiliki kesulitan-kesulitan belajar seperti diatas. Pertama adalah
menggunakan tape perekam sebagai alat
bantu. Alat ini digunakan untuk merekam bacaan dan catatan yang dibacakan atau
ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali. Pendekatan
kedua yang bisa dilakukan adalah dengan wawancara atau terlibat dalam kelompok
diskusi. Sedangkan pendekatan ketiga adalah dengan mencoba membaca informasi
kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan
dan dipahami. Langkah terakhir adalah dengan melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.[14]
3)
Gaya
Belajar Kinestetik (Kinestetik Learners).
Anak yang
memiliki gaya belajar kinestetik biasanya belajar melalui bergerak, menyentuh
dan melakukan.[15]
Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam untuk mendengarkan pelajaran
karena keinginan siswa untuk beraktivitas dan seorang siswa yang bertipe
kinestetik selalu ingin bergerak. Seorang siswa untuk bisa mengerti dan
memahami suatu informasi dan pelajaran ia harus mempraktekkan atau terlibat
langsung melalui kegiatan fisik.
Gaya belajar
kinestetik adalah gaya belajar yang lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan fisik
seperti bergerak, olahraga atau dengan kata lain melakukan praktek-praktek
dalam segala bidang yang sedang dipelajarinya agar siswa dapat dengan mudah
memahaminya karena ia telah terlibat langsung dalam suatu kegiatan/ praktek
tersebut.
Ciri-ciri
gaya belajar kinestetik :
·
Berbicara
perlahan
·
Tidak
terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
·
Belajar
melalui memanipulasi dan praktek
·
Menghafal
dengan cara berjalan dan melihat
·
Menggunakan
jari sebagai petunjuk ketika membaca
·
Merasa
kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
·
Menyukai
buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
·
Menyukai
permainan yang menyibukkan
·
Menyentuh
orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung
aksi[16]
Gaya belajar
dapat menentukan prestasi belajar siswa. Jika diberikan strategi yang sesuai
dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar
otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang/siswa
mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.
3. Siswa
berprestasi
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.[17]
Sedangkan menurut Nasrun Harahap dan kawan-kawan, memberikan batasan, bahwa
prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid
yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka
serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.[18]
Prestasi
tidak akan pernah dihasilkan selama tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam
kenyataannya, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi
penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk
mencapainya.
Dari beberapa
pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa prestasi dalam penelitian ini
secara konseptual diartikan sebagai hasil kegiatan yang telah dikerjakan, yang
dinyatakan dalam bentuk angka/nilai yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai.
Mengacu pada
hal di atas, adapun siswa berprestasi dalam penelitian ini dimaksudkan dengan
siswa berprestasi pada mata pelajaran
matematika yaitu siswa yang mempunyai potensi atau
kemampuan yang cukup tinggi dalam belajar matematika yang dibuktikan dengan
nilai tinggi yang mencerminkan hasil yang sudah di capai, serta dengan melihat
bagaimana keaktifannya di dalam kelas saat belajar matematika di bandingkan
dengan teman-temannya.
Untuk menjadi siswa
berprestasi, sebenarnya gampang-gampang susah. Yang harus dilakukannya mudah,
namun karena diperlukan konsistensi dan kedisiplinan, maka akan menjadi sulit
untuk sebagian orang. Hal pertama yang harus dimiliki adalah jadwal belajar
atau latihan yang lebih dari siswa biasa. Buatlah dulu target apa yang ingin
dicapai di masa mendatang, misalnya saat kelulusan ingin mendapat nilai
sembilan semua untuk setiap pelajaran. Hitunglah mundur kapan ujian tersebut
akan dilaksanakan. Perhatikan juga bahwa yang diujikan saat kelulusan bukan
hanya pelajaran di kelas terakhir saja, namun dari materi pertama sejak
diterima di sekolah itu. Hadiah Dari Sebuah Prestasi-Prestasi ini bahkan akan
sangat membantu memperoleh kehidupan yang baik di masa mendatang. Namun seiring
itu, tanggung jawab siswa berprestasi pun tidak kalah besarnya. Ia harus
mempertanggungjawabkan bahwa prestasi itu diraihnya dengan jujur dan bukan
dengan jalan yang tidak pantas. Tidak ada prestasi yang berkah dan membawa
kebaikan kalau didapatkan dengan cara-cara yang tidak baik. Anak-anak yang
benar-benar berprestasi sangat tahu tentang hal itu dan mereka tidak akan
menghancurkan apa yang telah mereka lakukan dengan segala sesuatu yang akan
menodai pretasi yang telah terukir itu. Hadiah dari satu prestasi itu bukan
hanya popularitas, tetapi juga kepuasan batin dan rasa percaya diri bahwa
kemampuan dapat diraih dengan kerja keras yang tak henti.[19]
Ada situasi dimana prestasi
siswa betul-betul ditentukan oleh apa yang akan dihadapi selanjutnya. Misalnya,
jika guru memberikan pengantar aljabar dan kemudian dilanjutkan denngan aljabar
lanjut, maka baginya ada petunjuk-petunjuk yang pasti mengenai taraf prestasi
yang diharapkan oleh guru pengantar aljabar lanjut dari murid-muridnya. Harapan
ini akan sangat menolong guru itu dalam menetapkan taraf prestasi siswa. Di
pihak lain, sering terjadi bahwa guru sering dipengaruhi oleh pengalamannya
sendiri pada waktu menentukan sampai seberapa baik siswa-siswanya harus
berprestasi.[20]
4. Matematika di Sekolah Menengah Pertama
a.
Mata
Pelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama
Matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa
ini dilandasi oleh perkembangan Matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
Identifikasi, teori peluang dan Matematika diskrit. Untuk menguasai dan
menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini. Pembelajaran matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil
apabila kita mengetahui karakteristik yang dimiliki matematika. Seperti mata
pelajaran yang lain, matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau
dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang
dipelajari untuk menunjang tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek
kompetensi yang ingin dicapai, mata pelajaran matematika menekankan penguasaan
konsep dan algoritma serta keterampilan memecahkan masalah.
Mata Pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua siswa baik itu siswa laki-laki maupun
perempuan mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa laki-laki dan
perempuan dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa
laki-laki dan perempuan dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi
dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam
pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan
simbol, tabel, diagram, dan media lain.
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
jelas; (4) dapat di gunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5)
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan dan
(6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.[21]
Pendekatan
pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran Matematika yang mencakup
masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah,
membuat model Matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah
yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah
diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer,
alat peraga, atau media lainnya.
b.
Pengajaran Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Menengah
Pertama
Guru yang efektif adalah guru yang
dapat menstimulasi siswanya untuk belajar. Dengan demikian siswa dikatakan
belajar Matematika dengan baik apabila mereka membangun sendiri pemahaman
Matematika. Untuk memahami apa yang mereka pelajari, mereka harus melakukan
kegiatan Matematika (doing math)
antara lain: “menyatakan”, “mengubah”, “menyelesaikan”, “menerapkan”,
“mengkomunikasikan”, “menguji” dan “membuktikan”. Pandangan dan pemahaman guru
terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi cara guru melaksanakan proses
pembelajaran dan proses evaluasi hasil belajar siswa. Pada guru yang kurang
menekankan belajar pada aspek “proses” tetapi lebih kepada “produk”,
pembelajaran akan lebih berpusat kepada guru melalui pengulangan kegiatan rutin
seperti penjelasan singkat materi baru, pemberian pekerjaan rumah, pemeriksaan
di kelas sambil berkeliling kelas atau menjawab pertanyaan siswa. Namun guru
dengan pandangan belajar sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman
baru menjadi pemahaman siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan
kegiatan dengan melibatkan siswa secara aktif. Guru dengan pandangan belajar
sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman baru menjadi pemahaman
siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan kegiatan sebagai berikut:
1)
Memilih
tugas-tugas Matematika sedemikian sehingga memotivasi minat siswa dan
meningkatkan keterampilan intelektual siswa.
2)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mendalami pemahaman mereka terhadap produk dan
proses Matematika serta penerapannya.
3)
Menciptakan
suasana kelas yang mendorong dicapainya penemuan dan pengembangan ide
Matematika.
4)
Menggunakan
dan membantu pemahaman siswa, alat-alat teknologi, serta sumber-sumber lain
untuk menigkatkan penemuan Matematika
5)
Mencapai
dan membantu siswa untuk mencari hubungan antara pengetahuan semula dengan pengetahuan
baru;
6)
Membimbing
secara individual, secara kelompok dan secara klasikal. Untuk dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan di atas, selain itu guru Matematika harus
menguasai matematika dengan baik.
Matematika berfungsi
mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan
rumus-rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui
materi aljabar, geometri, logika matematika, peluang dan statistika. Matematika
juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan-gagasan
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika,
diagram, grafik, atau tabel.[22]
Dalam
rangka mencapai kompetensi matematika seperti yang diharapakan, guru perlu
mempersiapkan dan mengatur strategi penyampaian materi matematika kepada siswa.
Startegi pembelajaran dikembangkan oleh guru dengan mengacu pada deskripsi
pembelajaran matematika dan komponen lainnya.
Adapun mata Pelajaran matematika pada
satuan pendidikan SMP/MTs meliputu aspek-aspek sebagai berikut:
1)
Bilangan
2)
Alajabar
3)
Geometri
dan pengukuran
4)
Statistika
dan peluang[23]
c. Tujuan Pengajaran Mata Pelajaran Matematika di Sekolah
Menengah Pertama.
Tujuan pendidikan merupakan faktor yang
sangat penting, karena merupakan arah yang hendak dituju dalam pelaksanaan proses
pembelajaran itu sendiri. Demikian pula halnya dengan pengajaran mata pelajaran
Matematika.
Tujuan pengajaran mata pelajaran matematika di SMP
adalah sebagai berikut:
1)
Melatih
cara berfikir dan menalar dalam menarik kesimpulan, melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan
inkonsistensi.
2)
Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi
dan dugaan serta mencoba-coba.
3)
Mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah.
4)
Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomonikasikan gagasan antara lain
melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram.[24]
[2]Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical
Intelligence:Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar.(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.2008) h. 44.
[4] Irzani, Matematika 1..., h. 1
[6] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10 januari 2013. Pukul 08.41 WITA
[7] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10 januari 2013. Pukul 08.41 WITA
[8] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru
dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta, Bumi aksara, 2008).h. 181.
[10] Ibid., h. 181.
[11] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html
di akses tanggal 10 januari 2013. Pukul
08.41 WITA
[13] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html
di akses tanggal 10 januari 2013. Pukul
08.41 WITA
[14] Ibid., h. 182.
[16] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html
di akses tanggal 10 januari 2013. Pukul
08.41 WITA
[17] Iskandar, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Jakarta: GP
Press, 2009) h. 188.
[18] Syaiful Bahri Djemarah, Prestasi
Belajar Dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha Nasional, 1994) h. 21.
[19] http://www.anneahira.com/menjadi-siswa-berprestasi.htm. di akses tanggal 13 januari 2013. Pukul
10.48 WITA
[20] W. James Popham dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar Secara
Sistematis. (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005) h. 37
[21] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta : PT Asdi Mahasatya, 2003), h. 253
[23]“Mata Pelajaran Matematika
SMP/MTs” dalam https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:WjXyFOXY4AcJ:litbang.kemdiknas.go.id diambil tanggal 22 Desember 2012, pukul 19.45
WITA.
No comments:
Post a Comment