Tuesday 2 May 2017

GAYA BELAJAR SISWA


Kerangka Teoritik
1.      Hakekat Matematika
Kata “matematika” berasal dari kata màthema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathemakós yang diartikan sebagai “suka belajar ilmu matematika” telah banyak dikenal orang pada masa pra sejarah. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir.[1]
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar matematika.
Perlu diketahui, bahwa ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu yang lain. Matematika memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri dari simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan baik, maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus menguasai bahasa pengantar dalam matematika, harus berusaha memahami makna-makna dibalik lambang dan simbol tersebut.[2]

Selain sebagai bahasa, matematika juga berfungsi sebagai alat berpikir. Menurut Wittgenstein, matematika merupakan metode berpikir yang logis. Berdasarkan pemberiannya, masalah yang dihadapi logika makin lama makin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih sempurna. Dalam perspektif inilah, logika berkembang menjadi matematika, sebagaimana yang disimpulkan oleh Bertrand Russell, “matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika”.[3] Hal ini senada dengan pendapat Irzani mengatakan bahwa matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Oleh karena itu logika merupakan dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah bayi matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa logika[4].
Pada dasarnya hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut aturan logis dan matematika juga dengan konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol- simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur.
Selain itu, matematika memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah matematika memiliki objek kajian abstrak, objek dasar yang dipelajari matematika merupakan sesuatu yang abstrak, sering juga disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi (1) fakta, (2) konsep, (3) operasi dan (4) prinsip.
Matematika juga bersifat hirarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. Untuk belajar Matematika hendaknya berprinsip pada : (1) pengorganisasian isi (materi) perlu memperhatikan urutan (squence) dalam pencapaian kompetensi dan pentahapan pembelajaran (learning hierrarchy) yang sistematis. (2) mempertimbangkan faktor perkembangan anak didik serta proses pembentukan kompetensi secara bertahap.[5]

2.      Gaya  Belajar
a)      Pengertian Gaya Belajar
              Setiap indidvidu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan, termasuk gaya belajar.
              Menurut Deporter dan Hernacki (2011) gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana seseorang meyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.[6]
              Pengertian gaya belajar menurut Winkel (2009) adalah cara belajar yang khas bagi siswa. Apa pun cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar itu menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya.[7]
              Dari pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa gaya belajar adalah cara seseorang itu memanfaatkan apa yang diterimanya melalui indera-inderanya yang mampu menerima suatu informasi yang datang dari lingkungannya, kemudian memproses informasi tersebut dalam belajar atau perpaduan dari beberapa macam cara yang siswa gunakan melalui kebiasaan-kebiasaannya ketika sedang belajar baik dalam menyerap, mengingat, berpikir, memecahkan soal, mengatur dan mengolah informasi yang datangnya dari luar diri siswa.
              Munculnya gaya belajar pada diri seseorang, karena dorongan potensi atau kemampuan yang dominan pada dirinya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kebiasaan, serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
b)     Tipe Gaya Belajar
              Berdasarkan pada kemampuan otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat di bagi dalam tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya memiliki salah satu karakteristik belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran.
              Lebih jelasnya, ketiga model tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Gaya Belajar Visual (Visual Learners)
              Gaya belajar seperti ini menjelaskan bahwa kita harus melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya.[8] Artinya, orang yang bergaya belajar visual, untuk dapat memahami dengan cepat suatu informasi atau pelajaran yang diterimanya atau yang disampaikan oleh orang lain siswa harus tahu terlebih dahulu melalui penglihatannya baik itu bentuk, ciri-ciri atau sebagainya dari informasi tersebut.
              Dari uraian di atas menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai gaya belajar visual, dalam belajar lebih suka melihat atau memperhatikan bagaimana cara dan gerak-gerik atau mimik guru ketika sedang menerangkan.
              Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai  gaya belajar visual ini. Pertama, kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya; Kedua, memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna; Ketiga, memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic; Keempat, memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung; Kelima, terlalu reaktif terhadap suara; Keenam, sulit mengikuti anjuran secara lisan; Ketujuh, seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.[9]
Untuk mengatasi ragam masalah di atas ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan sehingga belajar tetap bisa dilakukan dengan memberikan hasil yang menggembirakan. Salah satunya adalah dengan menggunakan beragam bentuk grafis utuk menyampaikan informasi atau maeri pelajaran. Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar, catatan dan kartu-kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.[10]

Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak/dititikberatkan pada peragaan/media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
·         Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
·         Tidak mudah terganggu oleh keributan
·         Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
·         Lebih suka membaca dari pada dibacakan
·         Pembaca cepat dan tekun
·         Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
·         Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
·         Lebih suka musik dari pada seni
·         Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.[11]

2)Gaya Belajar Auditori (Auditory Learners)
           Gaya belajar auditory learners adalah gaya belajar yang mengandalkan pendengaran agar bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakteristik pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, Kedua, memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, Ketiga, memiliki kesulitan untuk menulis dan membaca.[12]
Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
Ciri-ciri gaya belajar auditori :
·         Penampilan rapi
·         Mudah terganggu oleh keributan
·         Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
·         Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
·         Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
·         Biasanya ia pembicara yang fasih
·         Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
·     Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
·    Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara.[13]
               Siswa yang bertipe auditorial akan lebih suka menerima pelajaran atau informasi dengan cara mendengarkannya secara langsung mengenai apa yang sedang di sampaikan oleh gurunya dan dapat juga melalui beberapa media lainnya seperti tape recorder, radio, dan sebagainya yang berkaitan dengan aktivitas pendengaran.
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk belajar apabila kita termasuk orang yang memiliki kesulitan-kesulitan belajar seperti diatas. Pertama adalah menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini digunakan untuk merekam bacaan dan catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali. Pendekatan kedua yang bisa dilakukan adalah dengan wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi. Sedangkan pendekatan ketiga adalah dengan mencoba membaca informasi kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah dengan melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.[14]

3)   Gaya Belajar Kinestetik (Kinestetik Learners).
              Anak yang memiliki gaya belajar kinestetik biasanya belajar melalui bergerak, menyentuh dan melakukan.[15] Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam untuk mendengarkan pelajaran karena keinginan siswa untuk beraktivitas dan seorang siswa yang bertipe kinestetik selalu ingin bergerak. Seorang siswa untuk bisa mengerti dan memahami suatu informasi dan pelajaran ia harus mempraktekkan atau terlibat langsung melalui kegiatan fisik.
            Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar yang lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan fisik seperti bergerak, olahraga atau dengan kata lain melakukan praktek-praktek dalam segala bidang yang sedang dipelajarinya agar siswa dapat dengan mudah memahaminya karena ia telah terlibat langsung dalam suatu kegiatan/ praktek tersebut.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
·      Berbicara perlahan
·      Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
·      Belajar melalui memanipulasi dan praktek
·      Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
·      Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
·      Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
·      Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
·      Menyukai permainan yang menyibukkan
·      Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi[16]

              Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar siswa. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang/siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.
3. Siswa berprestasi
   Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.[17] Sedangkan menurut Nasrun Harahap dan kawan-kawan, memberikan batasan, bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.[18]
Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataannya, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa prestasi dalam penelitian ini secara konseptual diartikan sebagai hasil kegiatan yang telah dikerjakan, yang dinyatakan dalam bentuk angka/nilai yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai.
Mengacu pada hal di atas, adapun siswa berprestasi dalam penelitian ini dimaksudkan dengan siswa berprestasi pada mata pelajaran matematika yaitu siswa yang mempunyai potensi atau kemampuan yang cukup tinggi dalam belajar matematika yang dibuktikan dengan nilai tinggi yang mencerminkan hasil yang sudah di capai, serta dengan melihat bagaimana keaktifannya di dalam kelas saat belajar matematika di bandingkan dengan teman-temannya.
Untuk menjadi siswa berprestasi, sebenarnya gampang-gampang susah. Yang harus dilakukannya mudah, namun karena diperlukan konsistensi dan kedisiplinan, maka akan menjadi sulit untuk sebagian orang. Hal pertama yang harus dimiliki adalah jadwal belajar atau latihan yang lebih dari siswa biasa. Buatlah dulu target apa yang ingin dicapai di masa mendatang, misalnya saat kelulusan ingin mendapat nilai sembilan semua untuk setiap pelajaran. Hitunglah mundur kapan ujian tersebut akan dilaksanakan. Perhatikan juga bahwa yang diujikan saat kelulusan bukan hanya pelajaran di kelas terakhir saja, namun dari materi pertama sejak diterima di sekolah itu. Hadiah Dari Sebuah Prestasi-Prestasi ini bahkan akan sangat membantu memperoleh kehidupan yang baik di masa mendatang. Namun seiring itu, tanggung jawab siswa berprestasi pun tidak kalah besarnya. Ia harus mempertanggungjawabkan bahwa prestasi itu diraihnya dengan jujur dan bukan dengan jalan yang tidak pantas. Tidak ada prestasi yang berkah dan membawa kebaikan kalau didapatkan dengan cara-cara yang tidak baik. Anak-anak yang benar-benar berprestasi sangat tahu tentang hal itu dan mereka tidak akan menghancurkan apa yang telah mereka lakukan dengan segala sesuatu yang akan menodai pretasi yang telah terukir itu. Hadiah dari satu prestasi itu bukan hanya popularitas, tetapi juga kepuasan batin dan rasa percaya diri bahwa kemampuan dapat diraih dengan kerja keras yang tak henti.[19]
Ada situasi dimana prestasi siswa betul-betul ditentukan oleh apa yang akan dihadapi selanjutnya. Misalnya, jika guru memberikan pengantar aljabar dan kemudian dilanjutkan denngan aljabar lanjut, maka baginya ada petunjuk-petunjuk yang pasti mengenai taraf prestasi yang diharapkan oleh guru pengantar aljabar lanjut dari murid-muridnya. Harapan ini akan sangat menolong guru itu dalam menetapkan taraf prestasi siswa. Di pihak lain, sering terjadi bahwa guru sering dipengaruhi oleh pengalamannya sendiri pada waktu menentukan sampai seberapa baik siswa-siswanya harus berprestasi.[20]



4. Matematika di Sekolah Menengah Pertama
a.       Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama
            Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan Matematika di bidang teori bilangan, aljabar, Identifikasi, teori peluang dan Matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Pembelajaran matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil apabila kita mengetahui karakteristik yang dimiliki matematika. Seperti mata pelajaran yang lain, matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, mata pelajaran matematika menekankan penguasaan konsep dan algoritma serta keterampilan memecahkan masalah.
            Mata Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa baik itu siswa laki-laki maupun perempuan mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa laki-laki dan perempuan dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa laki-laki dan perempuan dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
            Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat di gunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.[21]

            Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran Matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model Matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
 Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.
b.      Pengajaran Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama
Guru yang efektif adalah guru yang dapat menstimulasi siswanya untuk belajar. Dengan demikian siswa dikatakan belajar Matematika dengan baik apabila mereka membangun sendiri pemahaman Matematika. Untuk memahami apa yang mereka pelajari, mereka harus melakukan kegiatan Matematika (doing math) antara lain: “menyatakan”, “mengubah”, “menyelesaikan”, “menerapkan”, “mengkomunikasikan”, “menguji” dan “membuktikan”. Pandangan dan pemahaman guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi cara guru melaksanakan proses pembelajaran dan proses evaluasi hasil belajar siswa. Pada guru yang kurang menekankan belajar pada aspek “proses” tetapi lebih kepada “produk”, pembelajaran akan lebih berpusat kepada guru melalui pengulangan kegiatan rutin seperti penjelasan singkat materi baru, pemberian pekerjaan rumah, pemeriksaan di kelas sambil berkeliling kelas atau menjawab pertanyaan siswa. Namun guru dengan pandangan belajar sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman baru menjadi pemahaman siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan kegiatan dengan melibatkan siswa secara aktif. Guru dengan pandangan belajar sebagai proses mengkonstruksi informasi dan pengalaman baru menjadi pemahaman siswa yang bermakna, guru akan berusaha melakukan kegiatan sebagai berikut:
1)      Memilih tugas-tugas Matematika sedemikian sehingga memotivasi minat siswa dan meningkatkan keterampilan intelektual siswa.
2)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendalami pemahaman mereka terhadap produk dan proses Matematika serta penerapannya.
3)      Menciptakan suasana kelas yang mendorong dicapainya penemuan dan pengembangan ide Matematika.
4)      Menggunakan dan membantu pemahaman siswa, alat-alat teknologi, serta sumber-sumber lain untuk menigkatkan penemuan Matematika
5)      Mencapai dan membantu siswa untuk mencari hubungan antara pengetahuan semula dengan pengetahuan baru;
6)      Membimbing secara individual, secara kelompok dan secara klasikal. Untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan di atas, selain itu guru Matematika harus menguasai matematika dengan baik.
           Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus-rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi aljabar, geometri, logika matematika, peluang dan statistika. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan-gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel.[22]

            Dalam rangka mencapai kompetensi matematika seperti yang diharapakan, guru perlu mempersiapkan dan mengatur strategi penyampaian materi matematika kepada siswa. Startegi pembelajaran dikembangkan oleh guru dengan mengacu pada deskripsi pembelajaran matematika dan komponen lainnya.
Adapun mata Pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputu aspek-aspek sebagai berikut:
1)   Bilangan
2)   Alajabar
3)   Geometri dan pengukuran
4)   Statistika dan peluang[23]
c.    Tujuan Pengajaran Mata Pelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama.
     Tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak dituju dalam pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri. Demikian pula halnya dengan pengajaran mata pelajaran Matematika.
Tujuan  pengajaran mata pelajaran matematika di SMP adalah sebagai berikut:
1)   Melatih cara berfikir dan menalar dalam menarik kesimpulan, melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2)   Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
3)   Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4)   Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomonikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, dan diagram.[24]



[1] Irzani, Matematika 1 Untuk Calon Guru SD/MI (Yogyakarta:Kurnia Kalam Semesta, 2010), h. 1.

[2]Moch. Masykur dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intelligence:Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar.(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.2008) h. 44.
[3] Ibid., h. 50
[4] Irzani, Matematika 1..., h. 1
[5] Irzani, Strategi Belajar Mengajar Matematika. (Yogyakarta: Media Grafindo  Press, 2009) h. 7.
[6] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10  januari 2013. Pukul 08.41 WITA
[7] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10  januari 2013. Pukul 08.41 WITA


[8] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta, Bumi aksara, 2008).h.  181.
[9] Ibid., h. 181.
[10] Ibid., h. 181.
[11] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10  januari 2013. Pukul 08.41 WITA

[12] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru..., h. 181-182.
[13] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10  januari 2013. Pukul 08.41 WITA
[14] Ibid., h. 182.
[15] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru..., h. 182.
[16] http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-gaya-belajar.html di akses tanggal 10  januari 2013. Pukul 08.41 WITA

[17] Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif  (Jakarta: GP Press, 2009) h. 188.
[18] Syaiful Bahri Djemarah, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha Nasional, 1994) h. 21.
[19] http://www.anneahira.com/menjadi-siswa-berprestasi.htm. di akses tanggal 13 januari 2013. Pukul 10.48 WITA
[20] W. James Popham dan Eva L. Baker, Teknik Mengajar  Secara Sistematis. (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005) h. 37

[21] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta : PT Asdi Mahasatya, 2003), h. 253
[22] Irzani, Strategi Belajar..., h. 8.
[23]Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs”  dalam https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:WjXyFOXY4AcJ:litbang.kemdiknas.go.id  diambil tanggal 22 Desember 2012, pukul 19.45 WITA.
[24] Irzani, Strategi Belajar..., h. 8. 

No comments:

Post a Comment

Entri Populer