Thursday 27 April 2017

Miskonsepsi Dalam Mempelajari Aljabar Pada Siswa

A.    Latar Belakang
Matematika adalah subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berfikir anak dimulai dari usia dini, usia pendidikan kelas awal (pendidikan dasar), pendidikan menengah, pendidikan lanjutan dan bahkan sampai mereka berada di bangku perkuliahan. Hal ini diberikan untuk mengetahui dan memakai prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari baik itu mengenai perhitungan, pengerjaan soal, pemecahan masalah kehidupan di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Selain itu, matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang mendapatkan porsi perhatian terbesar baik dari kalangan pendidik, orang tua maupun para siswa.
Pelajaran matematika oleh sebagian besar pelajar sekolah tingkat menengah dianggap sebagai momok yang menakutkan. Materi pelajaran yang relatif lebih rumit dipelajari secara tuntas, bahannya yang abstrak serta memerlukan penalaran dan pemikiran logis yang tinggi dalam pemecahan soal-soal dirasa oleh mereka. Disamping itu para pelajar sering mengeluh bahwa mata pelajaran matematika yang mereka dapatkan seringkali terlepas sama sekali dari apa yang mereka alami di lingkungannya sehari-hari, sehingga matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tersulit bagi kebanyakan pelajar sekolah menengah dan akhirnya prestasi belajar mereka rendah.
Pemahaman konsep-konsep dasar dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika merupakan wujud tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Menurut Arifin, keberhasilan siswa dalam belajar adalah salah satu faktor penentu pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan. Keberhasillan ini ditandai dengan kemampuan siswa menguasai konsep-konsep yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar dan mampu menggunakan konsep-konsep trsebut untuk memecahkan permasalahan-permasalahan baru yang berkaitan, termasuk dalam hal ini mata pelajaran matematika.
Berdasarkan hasil observasi awal, didapat bahwa masih banyaknya siswa  yang mengalami miskonsepsi dalam mempelajari aljabar dan sebagian siswa juga bahkan mengalami kesalahan konsep. Hasil wawancara awal penulis dengan Ibu Puji yang merupakan guru mata pelajaran matematika kelas VII E mengatakan bahwa, siswa yang duduk dikelas VII E tingkat kemampuan kognitifnya tergolong paling rendah jika dibandingkan dengan kelas lainnya. Saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa kurang serius dalam menyimak pelajaran yang disampaikan oleh guru, terlihat beberapa siswa ada yang menjahili teman sebangkunya, ada yang asyik menggambar dan lain sebagainya[1].
Konsep-konsep yang berhubungan dengan materi pelajaran yang dimiliki siswa sebelum materi pelajaran tersebut disampaikan, biasanya diperoleh dari membaca buku maupun referensi lainnya terkait dengan materi yang akan disampaikan dan siswa menafsirkan sendiri hasil bacaannya. Apabila setelah materi tersebut diberikan dan konsep yang disampaikan benar, akan tetapi penafsiran siswa tetap salah, maka siswa tersebut dikatakan mengalami miskonsepsi. Di dalam penerimaan konsep-konsep matematika, siswa juga seringkali salah dalam mencerna dan menangkap konsep-konsep matematika yang disampaikan oleh guru. Namun tidak menuntup kemungkinan juga kesalahan di dalam penerimaan konsep-konsep matematika tersebut karena penyampaian dari tenaga pendidik (guru) yang keliru/salah. Kesalahan konsep yang terjadi baik pada diri siswa maupun dari tenaga pendidik ini juga yang disebut dengan miskonsepsi. Hal ini merupakan salah satu alasan perlunya untuk diadakan identifikasi guna mengungkapkan kesalahan konsep (miskonsepsi) yang ada pada siswa dengan mengambil pokok bahasan aljabar.
Untuk mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak dalam suatu konsepsi harus melalui suatu penelitian. Penelitian sangat penting untuk dilakukan mengingat besarnya pengaruh miskonsepsi terhadap pemahaman dan penguasaan konsep berikutnya. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti supaya dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada pokok bahasan aljabar. Dimana pada pokok bahasan aljabar banyak mengandung konsep-konsep abstrak yang harus dinyatakan dalam model matematika. Hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya penafsiran yang salah tentang konsep tersebut pada siswa.
Sebagai contoh, soal operasi hitung pada bentuk aljabar. Tentukan hasil penjumlahan dan pengurangan berikut ini :
1.      (8ab - 2c3 + 1) – (2c2 + c3 - 6)
2.      (2x - x2 + 4) – (x3 + 5x - 6)
Dari contoh operasi hitung di atas, siswa harus mengetahui bentuk aljabar terlebih  dahulu yaitu siswa dapat membedakan apa yang dimaksud dengan variabel, suku, faktor, koefisien, konstanta, dan suku sejenis sebagai penunjang dalam menjawab soal operasi hitung di atas. Jadi seorang siswa akan dapat memahami materi yang diberikan selanjutnya jika siswa telah menguasai materi prasyarat.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis menganggap perlu melakukan penelitian tentang “Miskonsepsi Dalam Mempelajari Aljabar Pada Siswa Kelas VII E di MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012”.

B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Kesalahan-kesalahan apa saja yang dialami siswa kelas VII E MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam mempelajari aljabar?
2.      Apa penyebab terjadinya miskonsepsi dalam mempelajari aljabar pada siswa Kelas VII E MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012?

C.    Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi  ini adalah :
1.      Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan konsep apa saja yang dialami siswa Kelas VII E MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam mempelajari aljabar.
2.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi dalam mempelajari aljabar pada siswa VII E MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.      Manfaat Penelitian
                  Mengenai manfaat penelitian dalam hal ini dibagi dua bagian yaitu:
a.            Manfaat  secara teoritis antara lain :
1)             Bagi pengembangan  ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran bagi upaya memahami dan mengetahui kesalahan-kesalahan yang tengah dihadapi oleh siswa dan penyebab miskonsepsi dalam mempelajari aljabar.
2)             Bagi pihak lain atau peneliti dapat terangsang untuk meneliti bagian yang lain mengenai siswa yang terdapat dalam informasi hasil penelitian ini.
b.           Manfaat secara praktis, antara lain :
1)             Bagi guru agar dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui kesalahan konsep yang terjadi pada siswa dan penyebab miskonsepsi dalam mempelajari aljabar yang diimbangi dengan kreatifitas dan inovasi mengajar yang lebih baik.
2)             Informasi hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembimbing, guru di sekolah atau orang tua dilingkungan keluarga agar memberikan perhatian pada anak-anaknya dalam upaya mengetahui kesalahan konsep dalam mempelajari aljabar terutama pada pelajar sekolah tingkat menengah.

D.    Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1.       Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka perlu dibatasi ruang lingkupnya. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Subjek penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas VII E MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012.
b.       Objek penelitian
Penelitian yang diakukan tentang miskonsepsi siswa yang hanya ditekankan pada aspek kemampuan kognitif siswa dalam  menganalisa dan menyelesaikan soal-soal pada materi aljabar saja serta penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa.
2.       Setting Penelitian
Setting penelitian merupakan latar alamiah (tempat atau lokasi) penelitian dilakukan. Adapun lokasi yang dijadikan sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Kuripan Lombok Barat.
E.     Tinjauan Pustaka
Berdasarkan judul penelitian “Miskonsepsi Dalam Mempelajari Aljabar Pada Siswa Kelas VII E di MTsN Model Kuripan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Bahwa sebagaimana dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan yang berjudul Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia Pada  Pembelajaran Konsep Struktur Atom  oleh Maruli Simamora dan I Wayan Redhana.
Pinker (2003) mengemukakan bahwa siswa hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya bahwa sebelum pembelajaran berlangsung sesungguhnya siswa telah membawa sejumlah ide-ide atau gagasan-gagasan. Mereka menginterpretasikan tentang gejala-gejala yang ada di sekitarnya. Gagasan-gagasan atau ide-ide yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya ini disebut dengan prakonsepsi atau konsepsi alternatif. Prakonsepsi ini sering merupakan miskonsepsi (Gardner, 1991; Redhana dan Kirna, 2004). Beberapa peneliti menunjukkan bahwa siswa yang telah mempunyai ide-ide sebelumnya sering kali memngalami konflik ketika berhadapan dengan informasi baru. Informasi baru ini bisa sejalan atau bertentangan dengan ide-ide siswa yang sudah ada. Kenyatan menunjukkan bahwa konsepsi alternatif siswa sangat resisten terhadap perubahan. Dengan demikian, diperlukan suatu kondisi pembelajaran khusus untuk dapat mengubah konsepsi alternatif siswa tersebut. Konsepsi alternatif ini akan berubah menjadi konsepsi ilmiah hanya jika pembelajaran guru menjadi lebih necessary, intelligible, plausible, dan fruitful bagi siswa (Posner, dkk, 1982)[2].

Bahwa Penelitian yang dilakukan oleh Redhana dan Kirna (2004) menemukan bahwa siswa SMA Negeri 1 Singaraja masih banyak mengalami miskonsepsi terhadap konsep struktur atom, sistem peridik, dan ikatan kimia. Rerata miskonsepsi siswa SMA Negeri 1 Singaraja terhadap konsep struktur atom di kelas X dan XI masing-masing adalah 68,1% dan 45,9%. Hasil ini tentu tidak menggembirakan karena setelah siswa diajar oleh guru ternyata miskonsepsinya masih sangat tinggi. Masih menurut Redhana dan Kirna (2004), rerata miskonsepsi siswa pada konsep ikatan kimia di kelas X adalah 63,4%.
Menurut Van Den Berg (1991) siswa tidak memasuki pelajaran dengan kepala kosong yang dapat diisi dengan pengetahuan. Tetapi sebaliknya kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan pelajaran yang diajarkan. Intuisi siswa mengenai suatu  konsep yang berbeda dengan ilmuwan fisika ini disebut dengan miskonsepsi. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan pada saat mempelajari suatu konsep. Berdasarkan penelitian Mustafa Baser (2006) tentang pengembangan perubahan konsep dengan pembelajaran konflik kognitif pada pemahaman siswa tentang konsep suhu dan kalor, hasil uji menunjukan bahwa skor rata-rata postes siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol pada akhir pembelajaran tentang pemahaman konsep suhu dan kalor.[3]




[1] Observasi, Rabu, 23 November 2011
[2]Maruli Simamora dan I Wayan Redhana,Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia Pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom”, dalam http://www.miskonsepsipembelajaran-kimia.com/05241/, diambil tanggal 28 November 2011, pukul 07.30 Wita    

[3] Mosik*, P. Maulana,Usaha Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Konflik Kognitif, dalam  http://www.miskonsepsi-fisika.com/56004/, diambil tanggal 28 November 2011, pukul 08.00 Wita    

No comments:

Post a Comment

Entri Populer