Wednesday 8 March 2017

SEJARAH ISLAM DI PULAU SERIBU MASJID (LOMBOK)

SEJARAH ISLAM DI LOMBOK

A.  ISLAMISASI DI GUMI SASAK
Sebelum abad XVI Lombok berada dalam kekuasaan majapahit dengan dikirimkannya maha Putih Gajah Mada ke Lombok. Pada abad XVI sampai awal abad XVII, Lombok banyak di pengaruhi  oleh Jawa Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh sunan Giri dengan mengutus beberapa muridnya. Hal ini yang menyebabkan perubahan agama suku sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi Islam .
Tidak heran bahwa antara Jawa , Bali dan Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan oleh karena itu mereka banyak berakar dari Hindu Jawa hal ini tidak lepas dari pengaruh penguasaan Kerajaan Majapahit yang kemingkinan mengirimkan anggota kluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lombok.
Pembawa agama islam pertama kali di pulau Lombok tidak diketahui secara pasti, namun setidaknya dapat dilacak bahwa agama islam dibawa oleh sunan prapen putra sunan giri pada abad ke XVI yang masuk melalui pelabuhan Lombok. Dalam hal ini, kerajaan yang pertama kali di Islamkan ialah Kerajaan Lombok melalui kekuatan senjata dan akhirnya raja Lombok mau memeluk agama islam  dan sekaligus menjadikannya sebagai agama kerajaan. Menurut Faille (sudirman, 2007: 13), setelah pasukamn sunan prepen mendarat di Lombok, raja Lombok dengan sukarela memeluk agama islam sementara rakyatrnya tetap menolak sehingga dalam perjalanannya terjadi pemberontakan yang menimbulkan peperangan antara rakyat yang menolak dengan pihak kerajaan Lombok yang sudah memeluk agama islam. Raja Lombok yamng dibantu oleh pangeran prapen mampu mengatasi semua itu.
Setelah berhasil mengislamkan Raja Lombok, Sunan Prapen dengan pasukannya mengislamkan kedatuan-kedatuan lainnya, seperti pejanggik, Langko, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong, dan Sasak (Lombok utara). Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan arkeologi seperti masjid-masjid tua , makam-makam tua, dan sebagainya. 
Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa Jawa Kuno.
 Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.
Kerajaan Lombok, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam abad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara. Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirkan, hingga beberapa tahun kemudian seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali pejarakan (rembige) dan pengantap(Lombok barat) . sunan prepen menyebarkan ajaran sufi mistik islam kepada masyarakat yang saat itu mempraktekkan campuran animism, hindu, dan budha. Sesuai dengan missi yang diemban dari Ratu sunan giri, maka setelah mengislamkan kerajaan-kerajaan lainnya di Pulau Lombok, sunan prapen melanjutkan penyebaran Islam ke Sumbawa, Dompu dan Bima.


Salah satu sumber yang menyebutkan masukknya Islam kepulauini dari Jawa adalah babad Lombok. Di dalamnya antara lain disebutkan upaya-upaya dari raden paku atau sunan ratu Giri yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan agama Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.
Desa Bayan, Lombok Utara, 80 kilometer arah utara Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat, dan keseharian masyarakatnya selama bulan suci Ramadhan tidaklah berbeda dengan banyak wilayah pedesaan di Indonesia. Dari
tepi jalan lingkar Pulau Lombok, keberadaan bangunan yang telah menjadi situs purbakala yang dilindungi tersebut tak mencolok, seperti juga rumah-rumah di desa itu. Dari tepi jalan hanya tampak pagar tembok dengan dua rumah kecil di kedua sisi gerbang, kantor tempat pendaftaran pengunjung dan rumah penjaga situs. Selain di Bayan, masjid kuno juga ada di Gunung Pujut, di Desa Rembitan dan Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela. Meski punya ciri yang sama, situs dan budaya di tempat-tempat itu memiliki perbedaan yang menjadi tanda Islam masuk Lombok di beberapa tempat sekaligus. Islam masuk Lombok melalui Jawa, Gowa, dan Bima. Mengenai Bayan, masuknya dari Jawa.
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela ini telah mengalami renovasi beberapa kali. Renovasi yang pertama dilakukan setelah Masjid terbakar akibat peperangan antara masyarakat Sekarbela yang menuntut kematian Tuan Guru Padang Reak dengan penguasa saat itu. Saat itu, bentuk masjid Sekarbela berbentuk empat persegi dengan dinding bedek, atap rumbia, lantai tanah dan yang menjadi ciri khas adalah empat soko guru. 

Setelah kebakaran,

Masjid dibangun kembali oleh TGH Mustafa dan TGH Moh. Toha. Bentuk Masjid masih sederhana dengan empat soko guru. Dari peninggalan yang ada yakni sebuah kaligrafi tertulis angka 1350 H. Saat itu bangunan Masjid sudah lebih baik dari sebelumnya namun masih sederhana. Kemudian pada tahun 1890 M, atas prakarsa TGH M Rais, masjid direnovasi dengan memanfaatkan atap dari genteng. Jamaah yang semakin banyak menginspirasikan penerus selanjutnya, yakni TGH Muktamat Rais anak dari TGH Muhamaad Rais, untuk membangun kembali Masjid pada tahun 1974 dengan kontruksi beton. Namun dikarenakan jamaah yang semakin banyak dan kompleknya kegiatan, pada tahun 2001 Masjid direnovasi kembali dengan desain Timur Tengah dan berlantai tiga.

B.        PANDANGAN ISLAM DI LOMBOK
Islam saat ini telah banyak dipermalukan oleh penganutnya sendiri. Bagaimana tidak, jika melihat citra islam yang lekat dengan aksi intoleransi, kekerasan dan masih banyak lagi yang lainnya. Belum lagi keterbelakangan hampir disegala bidang pada daerah yang mayoritas penduduknya muslim, tak terkecuali indonesia1. Menurut tholhah hasan ada beberap ciri wilayah kaum muslim adalah:
v  Pertumbuhan penduduknya tinggi
v  Produktivitasnya rendah
v  Sumber alamnya besar tapi tidak ikut menikmati
v  Tingkat kesejahteraannya rendah
v  Tingkat kematiannya tinggi
 Namun contoh konkritnya adalah islam di lombok yang memiliki reputasi panatik dan taat3. Reputasi demikian tentu tidak berlebihan jika ukurannya adalah komposisi masyaratkatnya berpenduduk mayoritas muslim, pondok pesantren dan madrasah yang menyebar di seluruh plosok kota dan desa, masjid dan mushalla yang berdiri megah disetiap kampung, salah satu daerah yang jumlah jamaah haji yang paling banyak setiap tahunnya, banyaknya tuan guru yang menjadi penyebar syiar islam ke seluruh pelosok pulau lombok, dan banyaknya kelompok-kelompok pengajian yang merupakan fenomena keseharian di desa maupun kota. Namun ironisnya bagaimana penelitian yang dilakukan Bartholomew, masyarakat sasak6 hampir semuanya adalah muslim papan nama, dan merupakan diantara para kelompok etnis yang paling miskin dan kurang terdidik di indonesia. hal tersebut paling tidak, tergambar dari hasil statistik indeks pembangunan (IPM) di pulau lombok termasuk NTB yang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di indonesia.
Sebagian kalangan menganggap islam waktu telu sebagai sekte dalam agama islam. Hal ini sesuai dengan ungkapan seorang pemangku adat desa bayan, raden singaderia. Tradisi keagamaan yang berkembang dalam komunitas islam wetu telu adalah praktek peribadatan tidak secara keseluruhan mencerminkan
manifestasi ajaran-ajaran islam yang sebenarnya. Keyakinan serta ritual keagamaan penganut islam wetu telu justru lebih banyak dipengaruhi unsure paham animisme. Karena dilihat dari penggunaan sesajen pada tempat-tempat yang dikeramatkan.
Disamping itu penggunaan bahasa jawa madya juga masih terdapat dalam upacara-upacara keagamaan seperti, dalam pernikahan yang mewajibkan mempelai pria berwudu, mengucapkan istghfar serta ikrar taubat yang diucapkan dalam bahasa jawa madya.
Naskah-naskah peninggalan tulisan istighfar dan syahadat ditulis dalam daun lontar dan kulit kambing. Sebuah kitab suci alquran juga ditulis pada kulit
kambing dengan menggunakan tinta emas yang hingga kini masih tersimpan di rumah pemangku adat gama bayan. Peninggalan sejarah lainnya yang masih dapat disaksikan hingga saat ini adalah sebuah masjid kuno yang diperkirakan berusia 300 tahun. Meskipun kondisinya agak rusak, namun masjid tersebut masih dipergunakan sebagai tempat upacara ritual keagamaan seperti, shalat iduladha, idul fitri, jumatan dan mauled nabi SAW. Di halaman masjid  terdapat makam para pemangku adat dan kyai yang dianggap berjasa dalam pengembangan ajaran islam wetu telu.
Perbedaan pendapat tentang siapa yang membawa islam pertama kali ke Lombok merupakan masalah yang hingga kini masih menjadi perdebatan sejarawan di Lombok. Pada saat itu islam terjkasifikasi kedalam dua kelompok yaitu islam waktu lima dan islam wetu telu.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan  tentang latar belakang munculnya islam wetu telu. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa islam wetu telu terbentuk bersamaan dengan penyebaran agama islam di Lombok. Dengan sebab yang tidak pasti, para penyebarnya meninggalkan Lombok menuju pulau Sumbawa. Akibatnya masyarakat yang mash kental dengan kepercayaan animism dan hindu tidak sepenuhnya mampu menyerap ajaran agama islam. Perpaduan inilah yang akhirnya dikenal dengan sebutan islam wetu telu. Jadi dapat pula di katakana islam wetu telu itu sebelah kakinya di islam, dan sebelahnya lagi di animism dan hindu.
Menurut raden singaderia islam wetu telu berarti kemetuan dari tiga hal yaitu bertelur, tumbuh dan beranak.
Islam di pulau Lombok juga dipengaruhi oleh budaya local yang masih mengandung unsure-unsur mistis. Tetapi oleh para penganut islam wetu telu, hal ini dianggap tidak menympang dari ajaran islam. Dengan demikian umat islam di Lombok terbagi dalam ikatan-ikatan yang sangat jecill dan tersebar dalam berbagai wilayah.
Agama islam di Lombok terbagi menjadi dua kategori penganut yaitu:
v  Islam waktu lima, merupakan agama yang dianut oleh sbagian besar penduduk Lombok sedangkan
v  Islam wetu telu hanya terdapat di beberapa daerah secara tidak merata.

Setelah abad ke-20 golongan ini memisahkan diri dari golongan islam yang menjalankan syariat agama yang sempurna. Selain percaya kepada tuhan dan Muhammad SAW sebagai rasulnya, mereka masih mempercayai keberadaab dewa-dewa dan kekuatan ghaib yang ditimbulkan oleh roh-roh. Menurut kepercayaan mereka, dwa yang tertinggi adalah betara guru.
Agama islam wetu telu terdapat di beberapa daerah, umumnya terdapat di daerah yang agak terbelakang. Di wilayah Lombok barat tersebar di kecamatan narmada, pagutan, dan kecamatan ampenan. Wilayah utara di kecamatan tanjung, pemenang dan bayan. Di kabupaten Lombok tengan di desa rambitan, pujut dan pengadang. Sedangkan di Lombok timur terdapat di daerah sapit, pengadangan, sembalun dan obel-obel.

 C. KEBERADAAN ISLAM WETU TELU DI TENGAH MASYARAKAT SASAK
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa islam di Lombok terkatagorikan menjadi dua yaitu islam wetu telu dan islam waktu lima. Keduanya mempunyai perbedaan yang sangat prinsipil. Menurut ajaran islam wetu telu, yang mempunyai kewajiban melaksanakan sembahyang adalah para kyai atau penghulu sedangkan mereka yang bukan kyai tidak mempunyaii kewajiban apa-apa, melainkan hanya memberikan sedekah kepada kyai atau penghulu. Mereka tidak mengharamkan minum-minuman keras, seperti arak dan berem. Sedangkan penganut islam waktu lima adalah mereka yang taat melaksanakan syari’at agama islam  sebagaimana digariskan dalam al-quran dan hadits nabi SAW.
Penduduk kecamatan bayan sebagian kecil menganut islam waktu lima dan sebagian besarnya penganut islam wetu telu. Penganut islam wetu telu pada umumnya adalah penduduk asli sedangkan penduduk yang menganut islam waktu
lima adalah pendatang yang berasal dari daerah lain yang dating dan meenetap di bayan. Diantara kedua kelompok penganut ini sesekali terlibat konflik yang mengakibatkan bentrokan fisik. Bahkan konflik tersebut seringkali berakibat pada pembakaran tempat-tempat ibadah seperti masjid dan makam-makam leluhur oleh penganut islam waktu lima karena dianggap sebagai penganut sesat dan musyrik. Tahun 1927 tokoh-tokoh islam wetu telu, seperti kyai dan pemangku adat ditangkap dan diasingkan karena dianggap membahayakan pemerintahan belanda. Mereka enggan melakukan kerja rodi dan membayar pajak.
Sejak awala abad ke XX golongan islam wetu telu mendapat serangan yang hebat dari islam waktu lima. Serangan semakin hebat dilakukan ketika masyumi berkuasa di Lombok antara tahun 190-1955. Banyak pemimpin islam wetu telu di bunuh dan sebagian diasingkan ke jawa timur, salah satu pemimpin yang diasingkan adalah mamik padelah.
Adanya tekanan yang terus menerus membuat mereka membentuk suatu gerakan yang disebut gerakan dewi anjani dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga ajaran-ajaran yang merupakan warisan leluhurnya. Gerakan tersebut boleh dikatakan brhasil mengingat keberadaan penganut islam wetu telu masih ada sampai saat ini.

 Ø  Sebuah tipologi keislaman mayoritas
Islam merupakan faktor dominan dalam masyarakat lombok, karena penganutnya hampir 95%. Seorang etnigrafik mengatakan bahwa “menjadi sasak berarti menjadi muslim” meskipun pernyataan ini menurut bartholomew, tidak seluruhnya benar karena mengabaikan popularitas sasak boda.8 namun sentimen-sentimen itu dipegangi bersama oleh sebagian besar penduduk lombok, karena identitas sasak begitu erat kaitannya dengan identitas mereka sebagai muslim.9
Dalam masalah keyakinan, masyarakat sasak dikenal dengan sikap fatalisme, dogmatisme,dan fanatismenya yang kuat. Dengan teologi as’ariyah yang dianut mayoritas untuk tidak dikatakan semua masyarakat sasak, keyakinan terhadap kemahakuasaan tuhan dan kemutlakan kehendak tuhan dijadikan oleh masyarakat sasak sebagai inti dari kebudayaannya, dan meletakka hukum ghaib diatas semua hukum alam yang ada. Dan kebudayaan yang berintikan nilai-nilai ketuhanan yang tertinggi inilah yang nereka jadikan konsep dan pedoman dalam menempuh kehidupan, baik kehidupan dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, semua fenomena kehidupan selalu mereka kembalikan kepada inti kebudayaan itu, yaitu kemahakuasaan dan kehendak mutlak tuhan yang pada ujungnya membuat pasrah terhadap kemauan dan kehendak sebagai inti hakekat mereka14 selain itu bartholomew juga mengatakan bahwa pada umumnya masyarakat sasak puas dengan apa yang mereka miliki dan tidak cukup agresif untuk mengejar kesempatan-kesempatan pendidikan dan ekonomi yang lebih baik bagi mereka sendiri dan anak-anak mereka. Bahkan mereka kurang memperdulikan urusan-urusan keduniaan daripada urusan-urusan akhirat yang lebih baik.
Sedangkan dalam aspek sikap keagamaan, masyarakat sasak secara umum dapat dikatakan formalisme, yaitu tipologi pemikiran yang selalu menjadikan ibadah formal dan ritual sebagai standar utama dalam mengukur kadar keberagamaan, kesalehan bahkan keimanan seseorang. Pemikiran semacam ini berlawanan dengan substantif fungsional yang melihat islam secara lebih komprehensif dan tidak terbatas pada ibadah dalam arti sempit. Hal ini dipertegas oleh muhammad husni, bahwa aspek syariah yang dihayati dan diamalkan masyarakat islam lombok, tampaknya masih sangat terbatas pada segi-segi ajaran agama yang bersifat seremonial, sehingga tampaknya mereka berpandangan bahwa itulah keseluruhan agama. Akibatnya adalah lahirnya brbagai kepincangan dalam tata pergaulan masyarakat, baik yang berkaitan dengan hukum islam maupun yang berkaitan dengan aspek-aspek ajaran islam lainnya.

 Ø  Akar permasalahan
Situasi internal umat islam yang amat memprihatinkan itu muncul begitu saja. Semua ini merupakan fenomena luaran dari krisis yang lebih dalam dan mengakar, yaitu krisis epistemologis dengan memudarkan kesadaran umat islam untuk memahami ajaran-ajaran normatif agamanya secara kontekstual.
Menghadapi perubahan-perubahan, umat islam masih berpangku tangan dan menyandarkan diri pada beban sejarah masa lalu yang sudah lapuk. Inovasi berfikir sangat jarang dilakukan, dan kalaupun ada, umat islam selalu merujuk masa lalu, seolah-olah masa kini dan masa depan tidak menyediakan jawaban yang memuaskan bagi persoalan yang mereka hadapi. Umat islam dengan mudah tergoda untuk mengurung diri dari perubahan dan mudah merasa cukup puas dengan berlindung dibalik “tempurung” tradisi.
Beberapa cendekiawan muslim kontemporer seperti muahammad iqbal, muhammad arkoun, hassan hanafi, atau ali syari’ahi mereka mengidentifikasi krisis kesadaran ini sebagai kegagalan memaknai islam secara autentik. dengan kata lain umat islam gagal merespon perubahan dengan berangkat dari ajaran islam yang substantif dan pengalaman kebudayaan islam sendiri. Upaya mereformasi islam tanpa bertolak dari keunikan islam, menurut mereka akan menemui kebuntuan, karena dilakukan di atas pijakan yang rapuh dan tidak mewakili pengalaman umat islam sejati. Tiadanya kerangka yang memungkinkan umat islam melakukan kritik internal antara lain disebabkan oleh mandulnya fungsi ijtihad dan penalaran kritis dalam ranah pemikiran.
Kata religion yang biasa diterjemahkan menjadi “agama” pada mulanya lebih berkonotasi sebagai kata kerja, yang mencerminkan sikap keberagamaan dan kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, makna agama lalu bergeser menjadi semacam “kata benda” yaitu himpunan doktrin, ajaran serta hokum-hukum yang telah baku, yang diyakini sebagai kodifikasi perintah tuhan untuk manusia. Proses pembakuan ini berlangsung antar  lain melalui proses  sistemasi niali dan semangat agama, sehingga sosok agama lalu hadir sebagai bangunan epistemology.

Dalam konteks ini ali syari’ahi membedakan agama menjadi dua jenis  agama atau dua tahap dalam sejarah:
 v  Agama sebagai ideology
 v  Agama sebagai kumpulan tradisi

 Ø  Tantangan transformasi
Masyarakat kini telah mengalami apa yang disebut transformasi social sebagai dampak dari arus modernisasi. Tranformasi ini mendesak setiap anggota masyarakat untuk menguji kembali validitas beragam konvensi yang dilahirkan oleh lembaga-lembaga social dan kebudayaan dalam rangka survive dan revive. Transformasi ini juga memaksa setiap pemeluk agama untuk melakukan reorientasi terhadap pola penghayatan keagamaannya dengan menafsirkan dan memaknai ulang format pemahamannya terhadap validitas tekstual kitab suci.28

Pada tahap awal perkembangannya, peradaban islam berinteraksi dengan peradaban yunani, suryani, india, dan Persia.29 dalam setiap interaksi itu, peradaban islam berhasil menyaring berbagai konsep dan nilai dari peradaban-peradaban itu.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer