Friday, 29 December 2017

CAMPUR TANGAN PEMERINTAH TERHADAP SEKTOR PUBLIK


1. Pendahuluan
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit – Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996 oleh BPKP dengan keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP). BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg jawab atas tugasnya pada pemerintah juga. Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990 masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang digunakan dalam proses penyelenggaaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima dan berapa uang digunakan. Jadi, ada suatu kecederungan bahwa penggunaaan dana bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan  pengeluaran uang saja. Dalam melaksanakan audit di sektor publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen yang benar-benar mempunyai integritas yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidaktidaknya bernaung di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional independen yang keberadaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu lembaga ataupun badan yang berdiri sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA (American Accountant Association) yang berada di Amerika. Keberadaan IAI di Indonesia masih belum mampu menjamin independensi Akuntan Publik terhadap opini yang diberikan kepada kliennya. Hal ini bisa terjadi karena IAI telah membentuk Dewan SAK, dimana masih ada anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. Dengan kata lain, adanya kepentingan pribadi anggota IAI yang berkaitan dengan bisnisnya sebagai akuntan publik akan berpengaruh terhadap independensi dalam penetapan Standar Audit yang dikembangkan di Indonesia. Begitu pula untuk sektor publik yang menyangkut dana masyarakat yang cukup besar seharusnya mendapatkan pengawasan memadai yang mampu menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana tersebut. Penetapan Standar Audit di sektor publik ini harus dibentuk oleh suatu badan yang terlepas dengan kepentingan pribadi ataupun golongan. Negara Amerika dan Inggris pada tiaptiap sektor publik atau departemen-departemen pemerintahan dalam menjalankan roda administrasi keuangan telah diawasi oleh badan yang berupa Comptroller and Auditor General (C&AG). Untuk menjaga independensi dan integritas dalam melaksanakan tugas dari pihak publik atau masyarakat, maka badan tersebut bernaung di bawah lembaga legislatif negara. Laporan hasil kerja C&AG nantinya diberikan oleh pihak legislatif untuk melihat sejauh mana pelaksanaan penggunaan uang negara oleh pihak pemerintah (eksekutif). Tanggung jawab sepenuhnya C&AG atas pelaksanaan tugas adalah kepada publik melalui para wakil yang berada di lembaga legislatif. Oleh karena itu, lembaga legislatif harus memerintahkan suatu badan independen untuk menyusun suatu peraturan audit (Audit Act) yang menerbitkan suatu standar audit sektor publik. Berlakunya Standar Audit-Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) tahun 1996 oleh BPKP atas perintah Presiden RI melalui Kepres No. 31, Tahun 1983 dan Inpres No. 15, Tahun 1983. Kalau kita melihat dari sini, tampak rancu karena eksekutif merupakan pihak yang diperiksa, tetapi di sisi lain dia menerbitkan peraturan untuk dirinya sendiri.
2. TINJAUAN TEORI
Untuk melihat lebih jauh bagaimana pengembangan audit sektor publik setidaknya kita bisa melihat sedikit gambaran mengenai SA-APFP. Secara garis besar SA-APFP 1996 telah mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah diterbitkan oleh IAI. Berdasarkan fakta tersebut ada beberapa hal yang menjadi sorotan penulis untuk pengembangan dan perbaikan audit sektor publik, maka isi dari Standar Audit Sektor Publik (Pemerintahan) harus meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia pada auditor pemerintah.
Auditor di sektor pemerintah status kepegawaiannya adalah pegawai negeri. Dalam perekrutannya sepenuhnya dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah. Sebagaimana kita lihat pada masa jayanya orde baru berkuasa, perekrutan pegawai negeri khususnya auditor BPKP banyak yang kurang memenuhi persyaratan dalam segala hal. Selain pengaruhnya yang begitu kuat, maka dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor pemerintah (BPKP) sangat dipengaruhi oleh dominannya kekuasan pemerintah. Kecenderungan ini membuat profesionalitas seorang auditor pemerintah sangat diragukan.
2. Landasan hukum
Langkah awal untuk melaksanakan audit atau pemeriksaan di sektor pemerintah (publik) harus mengacu pada suatu pijakan hukum yang benar. Selama ini yang kita lihat auditor yang menjalankan tugas bertolak pada Kepres dan Inpres. Di sini tampak jelas bahwa auditor sektor publik diciptakan oleh pihak eksekutif dan bekerja untuk mengawasi pihak eksekutif pula. Dengan demikian, tanggung jawab yang dipikul auditor sektor publik bukan kepada publik atau masyarakat melainkan kepada pihak pemerintah. Untuk menindaklanjuti landasan hukum yang mengatur auditor dengan segala tanggung jawabnya harus didasarkan pada suatu lembaga yang merupakan wakil dari rakyat untuk mengatur segala kepentingan masyarakat.
3. Keahlian
Untuk menunjang proses pemeriksaan yang memadahi setidak-tidaknya harus dilakukan oleh seorang atau kelompok yang mempunyai suatu keahlian khusus di bidangnya. Di sector privat proses audit perusahaan dilakukan oleh akuntan intern (internal auditor) atau akuntan publik (eksternal auditor) yang telah dianggap mampu. Maksudnya adalah auditor yang telah bersertifikat dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan publik atau akuntan intern. Kalau kita mengacu pada negara Amerika dan negara barat lainnya, seseorang yang menjadi auditor di sektor privat harus mempunyai CPA atau kalau di sektor akuntansi manajemen dengan CMA-nya atau juga Certified of Internal Audior (CIA) untuk auditor internal, sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, auditor di sector publik kiranya perlu juga mempunyai sertifikat khusus yang menjamin keahlian profesinya di sektor publik.
4. Lingkup audit
Audit sektor publik (pemerintahan) harus mencakup audit keuangan dan audit operasional. Sektor penggunaan keuangan untuk menjalankan pemerintahan perlu mendapatkan perhatian yang cukup mendalam karena dana yang digunakan sektor ini cukup besar dan mencakup hajat hidup orang banyak. Dasar penyelenggaraan administrasi keuangan jangan hanya bertumpu pada penggunaan dana berimbang dengan berpedoman pada APBN atau APBD. Lebih jauh dari itu, aset yang dimiliki negara kita ini cukup banyak sehingga sistem administrasi keuangan harus diubah dalam bentuk yang baru dan mempunyai akuntabilitas. Tugas auditor selain mengaudit sektor keuangan perlu juga memperhatikan audit pada sektor operasional. Perhatian auditor akan berkembang pada audit manjemen, audit kinerja, audit terpadu, audit efisiensi dan efektivitas serta berkembang menjadi audit value for money (value for money auditing) atau secara komprehensif. Penilaian-penilaian yang dilakukan nantinya harus menuju ke arah penilaian atas ketaatan terhadap kebijakan manajemen, penilaian atas kewajaran penyajian laporan keuangan, penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, penilaian efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pemerintahan.
  1. 5. Independensi
Secara teori independensi meliputi dua aspek, yaitu independence in fact dan independence in appearance. Penekanan independence in fact terletak pada independen yang sesungguhnya yang meliputi bagaimana kinerja para praktisi individu dalam menjalankan tugasnya. Hal ini meliputi sikap independensi para praktisi dalam merencanakan program audit, kinerja auditor dalam memverifikasi pekerjaan dan menyiapkan laporannya. Sebaliknya, penekanan pada independence in appearance adalah bagaimana auditor bertindak sebagai suatu kelompok profesional yang cukup independen dalam menemukan bukti-bukti audit. Sebagai sekelompok yang profesional, auditor harus menghindari praktikpraktik yang menyebabkan independensi itu berkurang yang nanti akan berpengaruh pada opini yang dibuat. Masalah independensi auditor, terutama pada auditor sektor publik merupakan hal yang menjadi sorotan pertama bagi auditor. Hal itu terjadi karena posisi dan keberadaan seorang atau sekelompok auditor sektor publik harus mendapatkan jalan pemecahan yang baik. Praktik di Indonesia, auditor dari BPKP sering kali terlihat tidak mempunyai kekuatan dalam mengungkapkan hasil temuannya. Penyebab utama masalah ini adalah karena independensi sebagai auditor tidak berada pada posisi yang netral.
6. Standar Pelaporan
Untuk menindaklanjuti hasil pekerjaannya auditor tentunya menyusun pekerjaannya dalam suatu laporan audit. Laporan audit yang disusun oleh auditor sektor publik (auditor BPKP) berpedoman pada SA-APFP. Padahal SA-APFP sendiri mengacu pada SPAP, sedangkan SPAP berpegang pada Prinsip Akuntansi yang Berterima Umum (GAAP) dengan berpegang pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Belum adanya Standar Akuntansi Pemerintahan ataupun Standar Akuntansi Sektor Publik merupakan hal yang aneh apabila kita menyusun laporan berdasarkan SA-APFT tersebut. Masih primitifnya akuntansi pemerintahan di Indonesia setidaknya harus mendapatkan perhatian yang cukup mendalam oleh para praktisi dan akademisi dalam memecahkan masalah ini. Laporan audit pemerintahan menjadi layak dan andal apabila sebelumnya ada suatu Standar Akuntansi Pemerintahan (Sektor Publik) yang mempu menjabarkan aset, kewajiban, dan ekuitas yang dipunyai oleh negara beserta penjabaran income negara dengan selayaknya.
7. Distribusi Pelaporan

Agar ada tindak lanjut dari laporan audit sektor publik, seharusnya laporan audit tersebut didistribusikan kepada publik untuk bisa mengevaluasi hasil kinerja pemerintah. Dalam hal ini yang bertindak tentunya adalah wakil rakyat yang tertampung dalam DPRD sehingga mengetahui seberapa jauh pihak eksekutif mengemban tanggung jawab yang dipikulnya.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer