Wednesday, 20 December 2017

Pengertian metode pembelajaran penemuan terbimbing


A.      Kerangka Teori
1.      Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing
a.      Pengertian metode pembelajaran penemuan terbimbing
Penemuan sering disebut dengan istilah discovery. “Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa harus mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukannya sendiri bukan hanya sekadar menerima penjelasan dari guru”. Metode guided discovery merupakan metode yang digunakan untuk membangun konsep dibawah pengawasan guru. Pembelajaran penemuan juga merupakan metode pembelajaran kognetif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan suatu yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri.[1]
Metode penemuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode penemuan murni dan metode penemuan terbimbing. Perbedaan kedua metode ini dapat kita lihat dari peran guru dalam belajar. Dalam metode penemuan murni, guru hanya berfungsi sebagai pengawas dan siswa benar-benar dituntut untuk menemukan sendiri. Sedangkan dalam metode penemuan terbimbing, guru mempunyai peran sebagai fasilitator dan bertugas untuk membimbing siswa guna menemukan konsep atau prinsip baru yang belum diketahuinya.[2]
Metode pembelajaran penemuan atau discovery learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran penemuan, kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Sejalan dengan pemikiran diatas menurut Mohammad Takdir Illahi, “discovery strategy merupakan salah satu metode yang memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari”. [3]
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penemuan adalah salah satu metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar yang berpusat kepada siswa, dimana di dalam proses ini siswa terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri akan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dengan menggunakan proses mentalnya sendiri. Dalam metode ini, bukan berarti sesuatu yang ditemukan oleh siswa benar-benar baru, sebab penemuan yang dimaksud di sini bukan merupakan penemuan yang sesungguhnya, tetapi apa yang ditemukan oleh siswa adalah sesuatu yang telah ditemukan atau diketahui sebelumnya oleh orang lain. Hanya saja pengetahuan tersebut memang pengetahuan baru untuk siswa itu sendiri.
Markaban menyatakan bahwa dalam metode ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu sebagai berikut. Interaksi tersebut dapat terjadi antara siswa dengan siswa (S–S), siswa dengan bahan ajar (S–B), siswa dengan guru (S–G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S–B–S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S–B–G). Interaksi yang terjadi tersebut tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkonstruksikan konsep–konsep tertentu, membangun aturan–aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.[4]
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dilihat bahwa pengajaran dengan metode penemuan terbimbing akan menimbulkan interaksi yang multiarah. Dimana siswa dapat berinteraksi langsung dengan guru, siswa lainnya dan bahan ajar yang digunakan. Siswa akan aktif bergerak untuk menemukan, sehingga dapat menghilangkan rasa jenuh siswa dalam belajar serta aktivitas siswa yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran memang berkualitas untuk menuju konsep yang akan dicapai.
b.      Langkah–langkah dalam Metode Penemuan Terbimbing
Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.
a.       Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b.      Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
c.       Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
d.      Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
e.       Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.
f.       Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar
Sedangkan menurut Ridwan Abdullah Sani mengungkapkan bahwa langkah-langkah pembelajaran metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.
1)      menjelaskan tujuan pembelajaran.
2)      Guru membagi petunjuk praktikum eksperimen.
3)      Peserta didik melaksanakan eksperimen di bawah pengawasan guru.
4)      Guru menunjukkan gejala yang diamati.
5)      Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen.
Untuk lebih memperjelas langkah-langkah dalam penggunaan metode tersebut, maka dapat dibuat dalam bentuk gambar seperti berikut.

Guru memaparkan topik yang akan di kaji, tujuan belajar, motivasi, dan memberikan penjelasan ringkas

Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku. Guru membimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan

Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis

Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan/ investigasi

Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan

Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji

Kelompok memaparkan hasil investigasi ( percobaan atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengontruksi konsep berdasarkan hasil investigasi.

 















Gambar 1 Tahapan pembelajaran discovery terbimbing

Dari bagan tentang tahapan pembelajaran dengan penemuan diatas awalnya guru haruslah menentukan topik yang akan dikaji atau konsep yang harus dicapai oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya guru memberikan motivasi, tujuan pembelajaran akan konsep tersebut serta memberikan gambaran umum akan topik yang diajarkan. Lalu dilanjutkan dengan berdiskusi dengan kelompok untuk mempelajari tahapan kegiatan yang dipaparkan oleh guru atau tahapan yang ada di dalam LKS. Dalam diskusi kelompok tersebut siswa tidak semata-mata dilepas untuk melakukan tahapan kegiatan hingga memperoleh hasil atau konsep yang akan dicapai, tetapi guru berperan memfasilitasi dan membimbing siswa apabila dalam kegiatan mengalami benturan atau masalah selama berdiskusi dalam kelompok. Guru dituntut untuk cepat dalam memberikan jawaban yang dibutuhkan siswa sesuai dengan tingkat pemikiran siswa agar mudah dipahami sehingga siswa dapat mengerti tahapan-tahapan yang ada agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setelah itu, kelompok menganalisis dan menyusun hasil yang diperoleh selama melakukan kegiatan diskusi dalam kelompok. Selanjutnya setiap kelompok mempresentasikan hasil yang diperoleh siswa selama kegiatan diskusi bersama kelompok. Guru membantu siswa dalam mengkonstruksi konsep atau meluruskan konsep yang keliru sesuai dengan yang telah ditentukan guru di awal pembelajaran.
Dalam menerapkan metode penemuan terbimbing, maka harus memerhatikan beberapa hal berikut ini
a.       Adanya masalah yang akan dipecahkan.
b.      Sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
c.       Konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh siswa melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas.
d.      Harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan.
e.       Susunan kelas diatur sedemikian rupa, sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
f.       Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan data.
g.      Guru harus memberikan jawaban dengan cepat dan tepat mengenai data maupun informasi yang diperlukan siswa.[5]
Dalam menerapkan metode penemuan terbimbing guru harus menentukan secara jelas konsep yang akan ditemukan oleh siswa, guru haruslah mampu mengarahkan siswa sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain guru dituntut kreatif untuk membangun pemikiran siswa sesuai tahapan yang ada untuk menemukan konsep yang akan dicapai.


c.       Kelebihan Metode Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Metode penemuan terbimbing mempunyai beberapa kelebihan atau keunggulan. Menurut Mastur Faizi kelebiham metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.[6]
1)      Dapat melatih keterampilan siswa mengamati suatu cara memecahkan persoalan dan melatih siswa terlibat secara teratur dalam penemuan.
2)      Siswa benar-benar dapat memahami suatu konsep atau rumus, karena mereka mengalami sendiri proses untuk mendapatkan rumus.
3)      Siswa akan memahami konsep dan teorema lebih baik, ingat lebih lama, dan aktif dalam proses belajar mengajar.
4)      Metode ini memungkinkan siswa mengembangkan sifat ilmiah dan menimbulkan semangat ingin tahu.
5)      Metode ini memberi pandangan ilmu yang luas kepada siswa menuju arah keberhasilan.
Sedangkan menurut B.Suryosubroto, kelebihan metode pembelajaran penemuan terbimbing meliputi:
1.      Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognetif siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin.
2.      Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti kata pendalaman dari pengertian, retensi dan transfer.
3.      Strategi penemuan membangkitan gairah pada siswa.
4.      Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5.      Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendri cara belajarnya,sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi untuk belajar.[7]
Menurut Bruner, “belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya”[8]
Dari pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing akan membuat siswa aktif dalam belajar yang berperan untuk menemukan suatu konsep dengan bimbingan guru yang teratur. Dimana pemikiran siswa untuk menemukan konsep haruslah melalui bimbingan guru secara teratur yang pada akhirnya siswa akan memperoleh konsep tersebut secara jelas dan lebih bermakna. Selain itu, konsep yang diperoleh akan membekas lebih lama dalam ingatan jika dibandingkan dengan memperoleh konsep secara langsung melalui metode ceramah.
d.      Kelemahan Metode Penemuan Terbimbing
Setiap metode pemebelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar tidak ada metode yang seutuhnya sempurna, atau dengan kata lain tidak mempunyai kelemahan. Begitu pula halnya dengan metode penemuan terbimbing. Mastur Faizi menyatakan beberapa kelemahan metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.
1)      Tidak semua topik matematika dapat diterapkan dalam metode penemuan terbimbing.
2)      Bila jumlah siswa banyak, maka akan memberatkan guru dalam memberikan bimbingan penemuan.
3)      Bagi siswa yang lamban akan mengalami frustasi karena tidak dapat menyelesaikan temuannya.
4)      Memerlukan waktu yang relatif lebih lama.[9]
Berdasarkan pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat digunakan untuk seluruh topik dalam matematika, membutuhkan waktu yang cukup lama, susah digunakan untuk siswa yang lamban. Walaupun demikian, guru haruslah pandai dalam menggunakan metode ini, misalnya untuk penggunaan waktu yang relatif lama guru dapat menggunakan metode ini untuk menanamkan konsep yang penting yang ilmunya akan digunakan siswa pada jenjang pendidikan selanjutnya sehingga ilmu yang didapat benar-benar bermanfaat kedepannya, sedangkan untuk siswa yang lamban maka guru haruslah benar–benar memahami kondisi siswa dan guru membimbing siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya agar siswa tidak timbul frustasi dalam belajar. Selain itu guru juga dapat memberikan motivasi yang dapat membangkitkan semangat siswa, misalnya memberikan hadiah.
2.      Ketermpilan memecahkan masalah
Pemecahan masalah adalah proses mengorganisasikan konsep dan keterampilan ke dalam pola aplikasi baru untuk mencapai suatu tujuan (Akbar Sutawidjaja dkk, 1991: 22). Ciri utama dari proses pemecahan masalah adalah berkaitan dengan masalah-masalah yang tidak rutin. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut (Herman Hudojo, 2005: 123).
Menurut Kennedy (2008: 115) a problem is a situation that has no immediate solution or known solution strategy. Menurut Polya dalam Erman Suherman dkk (2001: 79), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah:
1)      Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.
2)       Merencanakan penyelesaian Kemampuan melakukan fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.
3)      Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat.
4)      Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan Melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Ruseffendi (1991) memandang bahwa langkah-langkah Polya bisa dilengkapi dengan langkah-langkah tambahan, selanjutnya ia mengajukan modifikasi langkah-langkah Polya itu sebagai berikut, (1) menulis kembali soalnya dengan kata-kata sendiri, (2) menulis persamaannya, (3) menulis cara-cara menyelesaikannya sebagai strategi pemecahan, (4) mendiskusikan cara-cara penyelesaian tersebut, (5) mengerjakan, (6) memeriksa kembali hasilnya, (7) memilih cara penyelesaian.
Pemecahan masalah Polya tersebut dikembangkan lagi oleh Herman Hudojo dan Akbar Sutawijadja (Herman Hudojo, 2005: 134-140) menjadi
1)      Pemahaman terhadap suatu masalah Pemahaman dilakukan dengan membaca dan membaca ulang soal, mengidentifikasi informasi yang diketahui, mengidentifikasi apa yang hendak dicari.
2)      Perencanaan penyelesaian masalah Di dalam merencanakan masalah seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi dapat membantu kita merumuskan suatu rencana penyelesaian suatu masalah.
Menurut Wheeler (Herman Hudojo, 2005: 137) strategi penyelesaian masalah antara lain sebagai berikut : membuat tabel, membuat gambar, menduga, mengetes, dan memperbaiki, mencari pola, menyatakan kembali permasalahan, menggunakan penalaran, menggunakan variabel, menggunakan persamaan, mencoba menyederhanakan permasalahan, menghilangkan situasi yang tidak mungkin, bekerja mundur, menyusun model, menggunakan algoritma, menggunakan penalaran yang tidak langsung, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan kasus atau membagi menjadi bagian-bagian, memvalidasi semua kemungkinan, menggunakan rumus, menyelesaikan masalah yang equivalen, menggunakan simetri, dan menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.
3)      Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah Langkah ini merupakan langkah Polya (1972) yang didefinisikan sebagai menyelesaikan perencanaan penyelesaian.
4)      Melihat kembali penyelesaian
Langkah ini untuk melihat apakah penyelesaian yang kita peroleh sudah sesuai dengan ketentuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi merupakan langkah terakhir yang penting. Terdapat empat komponen untuk meriview suatu penyelesaian, yaitu :
a.       Mengecek hasil
b.      Mengintepertasikan jawaban yang diperoleh
c.       Mencari adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama
d.      Mencari adakah penyelesaian yang lain.
Menurut Gagne, dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan (Erman Suherman dkk, 2003: 36) yaitu :
1)      Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas
2)      Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional
3)       Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik
4)      Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
5)      Mengecek kembali hasil yang diperoleh
Agar siswa memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah maka guru harus mengajarkan bagaimana menyelesaikan suatu masalah. Menurut Muijs dan Reynolds (2005: 63-64) Strategi dalam mengajar sesuai dengan konstruktivisme adalah:
1.      Connecting
Menghubungkan suatu pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya atau yang sudah diketahui. Guru perlu untuk mencari tahu apa yang siswa ketahui tentang pengetahuan baru tersebut sebelum memulai pembelajaran.
2.      Modelling
Guru membawa suatu tugas yang rumit dan menunjukkan bagaimana proses untu menyelesaikannya. Guru juga menanyakan strategi penyelesaian yang dipikirkan oleh siswa.
3.      Scaffolding
Guru menolong siswa untuk menyelesaikan tugas yang belum bisa dikerjakan dan secara berangsur-angsur menarik diri untuk tidak memberikan bantuan. Penopangan (scaffolding) dari guru dapat berupa berbagai macam bentuk, termasuk pertanyaan, tugas, sumber belajar, tantangan, dan aktifitas belajar di kelas.
4.      Coaching
Coaching adalah proses memotivasi siswa, mengevaluasi hasil belajar, dan menyediakan umpan balik untuk hasil belajar tersebut.
5.      Articulation
Mendorong siswa untuk mengungkapkan ide, pikiran, dan solusi. Siswa tidak hanya diberikan kesempatan untuk membangun makna dan mengembangkan cara berpikir, tetapi juga memperdalam proses untuk mengungkapkan ide.
6.      Reflection
Refleksi terjadi membandingkan solusi mereka dengan solusi dari ahli atau murud lain. Refleksi juga bisa dilakukan dengan menyuruh siswa untuk memikirkan lagi cara mereka menyelesaikan masalah, strategi yang digunakan, dan apakah cara/ strategi tersebut sudah efektif.



[1] Ridwan Abdullah Sani,2014, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Bumi Aksara. h. 97
[2] Ibid
[3] Risnanda Arifin, Skripsi Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Berbantu Alat Peraga Matematika Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 20 Kota Bengkulu Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu 2014
[4] Ibid
[5] Ibid. h. 11
[6] Ibid
[7] B.Suryosubroto, 2009, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta. h. 185
[8] Risnanda Arifin, Skripsi Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Berbantu Alat Peraga Matematika Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 20 Kota Bengkulu Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu 2014. h. 14
[9] Ibid

No comments:

Post a Comment

Entri Populer