Wednesday 13 December 2017

MAKALAH TASAWUF AKHLAKI


   1.      TASAWUF AKHLAKI
            Pada prinsipnya, tasawuf adalah ilmu tentang moral islam, setidaknya sampai dengan abad keempat hijriah. Pada periode ini, aspek moral tasawuf berkaitan erat dengan pembahasan tentang jiwa, klasifikasinya, kelemahan-kelemahannya, penyakit-penyakit jiwa dan sekaligus mencari jalan keluarnya atau pengobatnya. Dengan kata lain, pada mulanya tasawuf ditandai ciri-ciri psikologis dan moral, yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya menciptakan moral yang sempurna.
Haris al-Muhasibi (w.243 H) adalah seorang sufi yang populer dalam pembahasan tassawuf akhlaki melalui konvergensi antara syariat dan hakikat. Dia adalah seoraang yang handal hal analisis kehidupan rohaniah sebagaimana diuraikan dalam bukunya al-Ri’ayah li Huquq al-Insan. Al-Muhasibi menegaskan bahwa segala sesuatu mempuyai substansi, substansi manusia adalah akal budi yang disertai moralitas dan dan substansi akal budi adalah kesabaran. Sufi lain yang yang banyak menaruh minat terhadap moralitas dan masa kejiwaan pada masa itu adalah al-Sirri al-Saqathi (w.257 H) dengan pendapatnya yang populer, bahwa kekuatan yang paling tangguh adalah kemampuan mengendalikan diri. Seseorang yang tidak bisa mengendalikan dirinya, niscaya ia tidak akan sanggup mengendalikan orang lain. Kharraz (w.277 H) barangkali adalah yang pertama menulis konsep-konsep dasar tentang sifat-sifat terpuji yang kemudian menjadi rujukan bagi setiap sufi-sufi berikutnya. Secara rinci ia menulis jenjang-jenjang keikhlasan, kesabaran, rasa malu, kerendahan hati, zuhud, dan sifat-sifat terpuji yang lainnya yang khas sufisme.
Kaum sufi memandang ajaran islam dari dua aspek, aspek lahiriah seremonial, dan aspek batiniyah spiritual atau aspek luar dan aspek dalam. Pendalaman dan pengamalan aspek dalam adalah yang paling utama dengan tanpa mengabaikan aspek lahiriahnya yang dimotivasi untuk membersihkan jiwa. Menurut para sufi satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang kehadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Sebab menurut mereka, jiwa manusia merupakan refleksi atau pancaran dari cahaya ilahi yang suci dan sempurna, agar dapat dihadirat Allah, manusia harus terlebih dahulu mengidentifikasikan keberadaan dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa raganya sehingga tercipta pribadi yang berakhlak mulia. Sejalan dengan tujuan sufi, mereka berkeyakinan bahwa kebahagian yang paripurna dan abadi adalah bersifat spiritual, berangkat dari paham ini atau falsafah hidup ini, maka dalam menilai baik buruknya sikap mental seseorang didasarkan kepada pandangannya terhadap kehidupan duniawi, bahwa kenikmatan hidup duniawi bukanlah tujuan, akan tetapi dunia hanya sekedar jembatan. Menurut pendapat ini, tak terkontrolnya hawa nafsu yang ingin mengecap kesenangan duniawi adalah sumber utama dari kerusakan moral.
Menurut al-Ghazali, falsafah hidup yang ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia hanya akan membawa manusia kejurang kehancuran moral. Untuk merehabilitir sikap mental sikap mental yang tidak baik menurut orang sufi tidak akan berhasil baik apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah, sebabnya pada tahap-tahap awal kehidupan tassaawuf seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang berat, tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu, untuk menekan hawa nafsu sampai ketitik terendah dan atau apabila mungkin mematikan hawa nafsu itu sama sekali. Adapun sistem pembinaan akhlak yang mereka susun, yaitu sebagai berikut:
a.       Takhali
Takhali adalah langkah pertama yang harus ditempuh dalam mengosongkan diri dari sikap ketergnatungan terhadap kelezatan dunia, hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya  dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsunya. (h. 96-102)
b.      Tahalli
Kata ini mengandung pengertian menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik. Dengan demikian, tahap tahalli ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan tadi, sebab apabila satu kebiasaan telah dilepaskan tetapi tidak segera ada penggantinya maka kekosongan akan menimbulkan frustasi.
c.       Tajalli
Kata Tajalli berarti terungkapnya nur ghaib bagi hati. Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan keesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.
Untuk memperhalus dan memperdalam rasa ketuhanan dalam jiwa seseorang, ada beberapa cara yang diajarkan oleh para sufi, yaitu:
Ø  Munajat
Secara sederhana kata ini mengandung arti melaporkan diri kehdirat Allah atas segala aktivitas yang dilakukan. Munajat biasanya dilkukan dalam suasana skeheningan malam seusai salat tahajjud agar seluruh ekspresinya tertuju bulat kehadirat ilahi,
Ø  Zikrul Maut
Adalah suatu realita bagaimana usaha manusia untuk dapat  hidup abadi agar tidak mati, nmaun kematian tidak dapat dielkkan. Oleh karena itu, ingat kepada kematian kapan dan dimana saja adalah suatu hal yang penting, orang sufi berkeyakinan, bahwa ingat akan mati secara berkelanjutan termasuk rangkaian rohani yang perlu dibina sebab dengan mengingat mati akan menimbulakan rangsangan untuk mempersiapkan diri dengan maksimal. Zikir, menurut penafsiran al-Kalabazi, adalah ingatan yang terus-menerus kepada allah dan menyebut namanya dengan lisan, zikir berfungsi sebagai alat kontrol bagi hati dan perbuatan agar jangan sampai menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan Allah. (h. 104-109)

   2.      TASAWUF AMALI
Apabila dilihat dari sudut tingkatan amalan dan fasenya serta jenis ilmu yang dipelajari, maka terdapat beberapa istilah yang khas dalam dunia tasawuf yaitu ilmu lahir dan ilmu batin. Secara terinci kedua aspek itu dibagi menjadi empat bidang, yaitu:


1)      Syariat
Syariat diartikan sebagai amalan lahir formal yang ditetapkan dalam ajaran agama islam melalui Al-Qaur’an dan Sunnah. Seseorang yang ingin memasuki dunia tasawuf harus lebih dahulu menguasai aspek-aspek syariat dan harus terus mengamalkannya baik yang wajib ataupun yang sunnat. Al-thusi dalam al-luma’ mengatakan syariat adalah suatu ilmu yang mengandung dua pengertian, yaitu riwayah dan diroyah yang berisikan amalan-amalan lahir dan batin. Apabila syariat diartikan sebagai ilmu riwayah, maka yang dimaksud adalah ilmu teoritis tentang segala macam hukum sebagaimana yang terurai dalam ilmu fiqh atau ilmu lahiriah, sedangkan syariat dalam konotasi diroyah adalah makna batiniyah dari ilmu lahiriyah atau makna hakiki dari ilmu fiqh dan disebut dengan ilmu tasawuf. Dalam perkembangan selanjutnya, apabila disebut syariah maka mereka maksud adalah hukum formal atau amalan lahiriyah yang berkaitan dengan jasmani manusia, sedangkan syariat sebagai fiqh dan syariat sebagai tasawuf tidak dapat dipisahkan karena yang pertama adalah wadahnya dan yang kedua sebagai isinya.

2)      Thariqat
Sampai abad keempat Hijriah, kalangan sufi mengartikan thariqat sebagai seperangkat serial moral yang menjadi pegangan pengikut tasawuf yang dijadikan metode pengarahan jiwa dan moral.

3)      Hakikat
Dalam pengertian istilah, al-Qusyairi mengatakan apabila syariat berkonotasi kepada konsistensi seorang hamba allah maka hakikat adalah kemampuan seseorang dalam measakan dan melihat kehadiran Allah didalam syariat itu.

4)      Ma’rifat
Dari segi bahasa, Ma’rifat berarti pengetahuan atau pengamalan. Sedangkan secara istilah tasawuf kata ini diartikan sebagai pengenalan yang langsung kepada Tuhan yang diperoleh melalui hati sanubari sebagai hikmah langsung dari ilmu hakikat. Nampaknya ma’rifat lebih mengacu kepada tingkata kondisi mental, sedangkan hakikat mengarah kepada kualitas pengetahuan atau pengamalan, kualitas pengetahuan itu sedemikian sempurna dan terang sehingga jiwanya merasa menyatu dengan yang diketahuinya. (h.109-112)

   3.      JENJANG MENUJU SUFI (AL-MAQAMAT)

Dikalangan sufi yang pertama membahas tentang masalah al-maqamat atau jenjang dan fase perjalanan menuju kedekatan kepada allah barangkali adalah Haris Ibnu Asad al-Muhasibi (w.243 H) menurutnya perhitungan dan perbandingan terletak diantara keimanan dan kekafiran, kejujuran dan khianat, tauhid dan syirik serta antara ikhlas dan riya. Kemudian muncul pula tokoh lain, yakni al-Surri al-Saqathi dan Abu Said al-Kharraz, tetapi siapapun yang pertama menyusun maqomat tidak menjadi permasalahan, tetapi yang pasti adalah bahwa sejak abad III H setiap orang yang ingin mencapai tujuan tasawuf atau ingin menjadi sufi, ia harus menempuh jalan yang berat dan panjang, baik yang bersifat amalan lahiriah atau batiniyah, dan harus melalui tahapan-tahapan. Penanaman jenjang-jenjang itu adalah karena sifatnya yang langgeng, artinya seorang salik harus mapan terlebih dahulu pada satu tingkat, baru ia boleh beralih ketingkat berikutnya. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui seorang yang ingin menjadi sufi, yaitu:

a)      Taubat
Menurut sufi, yang menyebabkan manusiajauh dari allah adalah karena dosa, sebab dosa adalah sesuatu yang kotor, sedang Allah Maha Suci menyukai yang suci. Para sufi berbeda pendapat dalam mengartikan taubat, tetapi secara garis besar dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
Ø  Taubat dalam mengartikan meninggalkan segala kemaksiatan dan melakukan kebajikan secara terus-menerus
Ø  Taubat ialah keluar dari kejahatan dan memasuki kebaikan karena takut kepada Allah
Ø  Taubat adalah terus-menerus bertaubat walaupun sudah tidak pernah lagi melakukan dosa, disebut dengan aladawam atau taubat abadi.
Namun menurut al-Mishri, taubat itu ada dua macam yaitu taubat orang awam ( taubat dari salah dan dosa) dan taubat khawas (taubat dari kelalaian dan kealpaan). Taubat adalah langkah pertama yang harus dilakukan untuk dekat kepada Allah.
b)      Al-Zuhd
Mengenai pengertian zuhd teradapat banyak penafsiran, tetapi semuanya berkonotasi pada mengurangi dan mengabaikan kehidupan dunia dengan segala kenikmatannya, sebab akkan menghambat untuk ingat kepada Allah, sehingga seoranga kan jauh kepada-Nya. Pendapat yang bervariasi dalam konotasi pengertian zuhd pada haikaktnya merupakan refleksi dari beratnya perjuangan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Seorang calon sufi rela melepaskan segala macam kenikmatan dunia dan menyiapkan diri untuk hidup dalam keterbatasan serba kekurangan.

c)      Al-Wara’
Pengetian dasar dari kata wara adalah menghindari apa saja yang tidak baik, tetapi para sufi mempunyai pengertian sendiri, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya. Ibrahim bin Adham berpendapat, wara ialah meninggalkan segala yang masih diragukan dan kemewahan. Menurut Qamar Kailani orang sufi membedakan wara menjadi dua yaitu, al-wara lahiriyah yaitu tidak menggunakan anggota tubuhnya untuk hal-hal yang tidak diridhai Allah, dan al-wara batiniyah yaitu tidak menempatkan atau mengisi hatinya kecuali Allah.



d)     Al-Faqr
Istilah al-faqr berbeda antara sufi yang satu dengan sufi yang lain, tetapi pada umumnya befokus pada hidup yang tidak ngoyo atau memaksa diri untuk mendapatkan sesuatu.

e)      Al-Shabr
Atinya konsekuen dan konsisten dalam melaksanakan perintah Allah, berani menghadapi kesulitan, tabah menghadapi cobaan selamaperjuangan demi tercapainya tujuan. Oleh karena itu al-Ghazali dalam ihya ulumuddin mengatakan sabar adalah kondisi jiwa yang timbul karena dorongan keimanan.

f)       Al-Tawakal
Secara umum pengertian tawakal adalah pasrah dan mempercayakan secara bulat kepada allah setelah melakukan suatu rencana dan usaha. Menuut kaum sufi tawakal itu tidak hanya sekedar menyerahkan diri seperti itu. Ini berarti bahwa dalam segala hal baik sikap maupun perbuatan harus diterima dengan tulus. (h. 113-121)

g)      Al-Ma’rifah
Dalam istilah tasawuf berarti pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang allah yang diperoleh melalui sanubari. Al-Mishri mengklasifikasikan ma’rifat menjadi tiga kelas, yaitu:
Ø  Ma’rifat tauhid sebagai ma’rifat orang awam dan lebih bersifat penerimaan  dan kepatuhan semata tanpa dibarengi dengan argumentasi
Ø  Ma’rifat al-burhan wa istidlal (mutakalimin dan filosof) yaitu pengetahuan tentang Tuhan melalui pemikiran dan pembuktian akal
Ø  Ma’rifat para wali taitu pengetahuan dan pengenalan tentang Tuhan melalui sifat dan ke-Esaan Tuhan.
Ø   
h)      Al-muraqabah
Menurut orang sufi mengandung pengertian adanya kesaadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dalam keadaan diawasi.

i)        Al-khauf
Suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya. ( h. 128-133)


   4.      KARAKTERISTIK SUFI (AL-AHWAL)

Menurut sufi, al-Hal dalam bahasa ingris disebut state yaitu situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan hasil dari usahanya. Menurut al-Qusyairi, al hal selalu bergerak niak setahap demi setahap sampai ketingkat puncak kesempurnaan rohani.

a.       Al-Raja’
Kata ini berarti suatu sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah yang disediakan bagi orang yang saleh.

b.      Al-Syauq
Syauq atau rindu adalah kondisi jiwa yang menyertai mahabah, yaitu rasa rindu (yearning) yang memancar dari qalbu karena glora cinta yang murni. Pengetahuan dan pengenalan yyang mendalam terhadap Allah akan menimbulkan rasa senang dan gairah.

c.       Al-Uns
Uns adalah jiwa dan seluruh ekspresi trpusat penuh kepada suatu titik sentru yaitu Allah, tidak ada yang dirasa, di ingat, diharap kecuali kepada Allah.

d.      Al-Thumaninah
Secara harfiyah, kata ini berarti  tentang tentram, tidak ada  rasa was-was atau khawatir, tidak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkaat kebersihan jiiwa yang paling tinngi.

e.       Musyahadah
Kata Musyahadah adalah menyaksikan dengan mata kepala, tetapi dalam terminologi tasawuf diartikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya itu.

f.       Al-Yakin
Perasaan yang mantap yang diperoleh dari pertemuan secara langsung itulah yang disebut denngan al-yakin. Dengan demikian, al-yakin adalah kepercayaan yang kokoh tak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang dimiliki, karena ia sendiri menyaksikannya dengan segenap jiwa dan ia rasakan dengan seluruh ekspresinya serta dipersaksikan oleh segenap eksistensinya. (h.131-138)


 KESIMPULAN
Tasawuf akhlaki adalah ilmu tentang moral. Sistem pembinaan akhlak ada tiga yaitu:
1.      Takhali
2.      Tahali
3.      Tajali
Tasawuf amali adalah ilmu tentang perbuatan baik lahir maupun batin. Ada 4 bidang dan kualitas yaitu, syariat, thariqat, hakikat dan ma’rifat.
Jenjang menuju sufi (al-maqamat), ada beberapa tahapan yang harus dilalui sufi yaitu: taubat, al-zuhd, al-wara’, al-faqr, al-tawakal, al-ma’rifah, al-muraqabah dan al-khauf.
Karakteristik sufi (al-hal), ada beberapa karakteristik para sufi yaitu: al-raja’, al-syauq, al-uns, al-thuma’ninah, musyahadah,dan al-yakin.
                             
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, A.Rivay. 2002. Tassawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme.                                   Jakarta: Raja Grapindo Persada.


No comments:

Post a Comment

Entri Populer