Thursday 28 December 2017

MAKALAH ILMU KALAM PEMIKIRAN KALAM MU’TAZILAH


BAB I
PENDAHULUAN
              Kaum mu’tazilah adalah suatu kaum yang menghebohkan dunia islam selama 300 tahun pada abad-abad permulaan islam. Kaum mu’tazilah telah pernah dalam sejarahnya membunuh ribuan ulama islam, diantaranya ulama islam yang terkenal Syeikh Buwaithi, imam pengganti imam Syafi’i , dalam suatu peristiwa yang dinamai ”peristiwa Qurȁn mahluk”
            Faham  mu’tazilah telah tersebar dan berkuasa pada masa-masa Khalifah ma’mun bin Harun Rasyid, Khalifah al Mu’tashim bin Harun Rasyid, dan Khalifah al Watsiq bin al Mu’tashim sekitar abad ketiga, keempat dan kelima Hijriyah.
            Faham mu’tazilah  sampai sekarang masih menyusup kedalam masyarakat umat islam  dibarat dan ditimur dan bahkan sampai ke Indonesia. Ada banyak pendapat terkait asal usul dinamainya Mu’tazilah. 
Pemikiran-pemikiran para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga banyak ajaran Islam yang tidak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khawarij dan syi’ah kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya. Akibat dari hal itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal dan
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu'tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mu'tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah, Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan makalah kami, kami akan membahas faham, agar  kita  mengetahui sebenarnya faham mu’tazilah itu seperti apa. Selamat membaca,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Mataram 05 Juni 2012

Penulis


BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRN KALAM MU’TAZILAH

    A.    Latar Belakang Munculnya Aliran Mu’tazilah

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yanmg berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Dan yang dimaksud adalah suatu aliran atau golongan yang memisahkan diri dari induknya, yaitu Washil bin Atho’ yang memisahkan diri dari gurunya al-Hasan Al-Bashry karena terjadi perbedaan pendapat diantara mereka,yang akhirnya Washil membuat aliran sendiri yang dikenal dengan sebutan golongan Mu’tazilah.
Mu’tazilah juga berarti sebuah aliran atau sekte yang mempunyai lima pokok keyakinan (al-ushulu al-khamsah), meyakini dirinya merupakan  kelompok moderat diantara dua kelompok ekstrim yaitu Murji’ah yang menganggap bahwa pelaku dosa besar tetap sempurna imannya dan Khawarij yang menganggap bahwa pelaku dosa besar telah kafir.
Muncul berbagai perbedaan pendapat dikalangan ahli sejarah mengenai awal kemunculan fahan Mu’tazilah. Perbedaan penyebab munculnya faham Mu’tazilah  erat kaitannya dengan berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di dunia Islam  pada masa munculnya aliran ini, pendapat-pendapat tersebut diantaranya adalah:
1)      Sebagian kalangan mengatakan bahwa munculnya Mu’tazilah berasal dari lawan berfikir mereka yaitu Ahlus sunnah wajama’ah yang berpegang dengan Al-Qur’an  dan Sunnah serta Ijma’  Ummah dalam menetapkan segala hukum syari’ah.
2)      Sebagian yang lain mengatakan bahwa Mu’tazilah muncul akibat pemisahan diri dari dunia politik pada awal masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib.
3)      Pendapat lainnya dan merupakan pendapat mayoritas mengatakan bahwa munculnya Mu’tazilah akibatperbedaan pendapat menganai pelaku dosa besar antara Imam Hasan al-Bashri dan Washil bin Atho’ (80 H – 131 H) yang hidup pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik Al-Umawy.
     Dari berbagai pendapat tersebut pendapat yang paling rajih adalah yang mengatakan bahwa timbulnya golongan Mu’tazilah dilatarbelakangi oleh adanya perselisihan faham antara guru dan murid tentang masalah dosa besar, dimana Hasan Al-Bashri yang berfaham Ahlus Sunnah Waljama’ah mengatakan bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, namun imannya berkurang, dan faham ini lebih dikenal dengan faham Ahlus Sunnah Waljam’ah (sejalan dengan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ul Ummah). Sedangkan Washil bin Atho mengatakan bahwa pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir yaitu diantara kedua-duanya (al-Manzilah Baina al-Manzilataini).
Sejarah singkat munculnya golongan Mu’tazilah imam Hasan Al-Bashri mempunyai majlis pengajian di masjid Bashrah. Pada suatu hari seotang laki-laki masuk ke dalam masjid dan mengikuti pengajian tersebut lalu ia bertanya kapada Hasan Al-Bashri, isi pertanyaannya ialah: ” Wahai imam, di zaman kita ini telah timbul kelompok yang mengkafirkan para pelaku dosa besar yaitu kalangan Wa’idiyah dan Khawarij dan juga timbul kelompok lain yang mengatakan maksiat tidak membahayakan iman sebagaiman ketaatan tidak bermanfaat sama sekali bila bersama kekafiran yaitu pendapat kelompok Murji’ah, bagaimanakah sikap kita? “
Imam Hasan al-Bashri terdiam sejenak dan kemudian beliau menjawab pertanyaan tersebut dengan jelas. Kemudian murid Hasan al-Bashri itu memotong jawaban Hasan al-Bashri dengan mengatakan: “ saya tidak mengatakan pelaku dosa besar itu mukmin secara muthlak dan tidak pula mengkafirkan secara muthlak, namun dia berada di satu posisi diantara dua posisi, tidak mukmin dan tidak pula kafir “
Perkataan Washil itu tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, sebab pelaku dosa besar tetap berhukum mukmin namun imannya berkurang. Seperti jawaban Hasan al-Bashri, maka Hasan al-Bashri membantah pendapat Washil yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Washil kemudian pergi ke salah satu masjid, maka imam Hasan al-Bashri berkata: “ ia telah mmemisahkan diri dari kita (i’tazal) “. Sejak saat itulah Washil dan yang mengikuti fahamnya disebut dengan Mu’tazilah, artinya ialah kelompok yang memisahkan diri dari faham yang telah dikemukakan oleh gurunya atau faham yang lebih dikenal dengan Ahlus Sunnah Wal-jama’ah.

   B.     Lima Ajaran Dasar Theologi Mu’tazilah

Lima ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah (pengesaan Tuhan), al-adl (keadilan Tuhan), al-waad wa al-waid (janji dan ancaman Tuhan), al-manzilah baina al-manzilataini (posisi di antara dua posisi), dan  al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy an al-munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran).
     1.      At-Tauhid
At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari dari ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya setiap mahzab memegang doktrin ini, namun bagi Mu’tazilah, tauhid memiliki arti yang sangat spesifik artinya tuhan harus di sucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada satupun yang menyamai-Nya. Oleh karena itu hanya Dialah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’addud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak berpermulaan).  
Untuk memurnikan keesaan Tuhan (tanzih), Mu’tazilah menolak sikap Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik tuhan (antromorfisme tajasum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tak ada satupun yang menyamai-Nya, Dia Maha Melihat, Mendengar, Kuasa, Mengetahui dan sebagainya. Namun, mendengar, kuasa, mengetahui dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzat-Nya. Menurut mereka sifat adalah suatu yang melekat. Bila sifat Tuhan yang qadim, berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifat. Washil bin Atha’ seperti dikutip oleh Asy-Syahrastani mengatakan, “ siapa yang mengatakan sifat yang qadim berarti telah menduakan Tuhan”. Ini tidak dapat diterima merupakan perbuatan yang syirik.
Menurut Mu’tazilah apa yang disebut sebagai sifat adalah dzat tuhan itu sendiri. Abu al-Hudzail berkata: ” Tuhan mengetahui dengan ilmu dan ilmu itu adalah Tuhan sendiri, Tuhan berkuasa dengan kekuasaan dan kekuasaan itu adalah tuhan sendiri”. Dengan demikian pengetahuan dan kekuasaan Tuhan adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat dan esensi Tuhan, bukan sifat yang menempel pada dzat-Nya.
 Mu’tazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an itu baru (diciptakan); Al-Qur’an adalah manifestasi kalam Tuhan, Al-qur’an terdiri atas  rangkaian huruf, kata dan bahasa yang satunya mendahului yang lainnya.
Doktrin Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan. Begitu pula sebalikny, bahwa Tuhan tidak serupa dengan makhlu-Nya. Penolakan terhadap faham antromorfistik bukan semata-mata atas pertimbangan akal, melainkan memiliki landasan yang sangat kuat di dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
     Artinya:
     “ Tak ada satupun yang menyamai-Nya.” (Q.S. Asy-Syura: 9)
Tidak dapat di pungkiiri bahwa Mu’tazilah terkena pengaruh filsafat Yunani. Nmaun hal ini tidak menjadikan Mu’tazilah sebagai pengikut buta Hellenisme. Dengan di dorong oleh semangat keagamaan yang kuat, pemikiran Helelenistik yang telah mereka pelajari dijadikan senjata yang mematikan terhadap serangan para penentangnya, yakni para muhadditsin Rafidah Manichscanisme, dan berbagai aliran keagamaan India.
Untuk menegaskan penilaiannya terhhadap antropormofisme, Mu’tazilah memberi takwil terhadap ayat-ayat yanga secara lahir menggambarkan kejisiman Tuhan. Bebrapa contok dapat dikemukakan, misalnya kata-kata tangan (Q.S. Shad:75) diartikan kekuasaan dan pada konteks yang lain tangan (Q.S. Al-Maidah: 64) dapat diartikan nikmat. Kata wajah (Q.S. Ar-Rahmah: 27) diartikan esensi dan dzat sedangtkan al-arsy (Q.S. Thaha: 5) diartikan kekuasaan.
Penolakan Mu’tazilah terhadap pendapat bahwa Tuhan dapat dilihat oleh mata kepala merupakan konsekuensi logis dari penolakannya terhadap antropormofisme. Tuhan adalah immateri tidak tersusun dari unsur, tidak terikat oleh ruang dan waktu, dan tidak berbentuk. Adapun yang dapat dilihat hanyalah yang berbentuk dan memiliki ruang. Andaikan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat, tentu di dunia pun Dia dapat dilihat oleh mata kepala. Oleh karena itu kata melihat ditakwilkan dengan mengetahui (Q.S. Al-Qiyamah: 22-23)
      2.      Al-Adl
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah Al-Adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil merupakan sifat yang paling jelas untuk menunjukkan kesempurnaan Tuhan. Karena Tuhan Maha Sempurna, sudah barang tentu Dia adil. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semesta ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-shalah) dan terbaik (al-ashalah), dan bukan yang tidak baik. Begitu pula Tuhan adil bila tidak melanggar janji-Nya.
Ajaran tentang keadilan erat kaitannya dengan beberapa hal, sebagai berikut:
a.       Perbuatan Manusia
Manusia menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kuasa Tuhan, baik secara langsuing atau tidak. Manusia benar-benar bebas untuk mennetukan pilihan perbuatannya, baik atau buruk. Yang disuruh tuhan tentulah baik dan apa yang di larang Tuhan pastinya buruk.tuhan berlepas dari perbuatan yang buruk. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan akan dibalas dengan keburukan, dan itulah keadilan. Karena, ia berbuat atas kemauan dan kemampunnya sendiri tanpa paksaan.
b.      Berbuat dan Terbaik
Berbuat baik dan terbaik (ash-shalah wal al-ashlah), maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan aniyana karena akan menimbulkan kesan penjahat dan penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan. Jika Tuhan berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada orang lain berarti ia tidak adil. Dengan sendirinya Tuhan juga tidak Maha Sempurna. Bahkan menurut An-Nazzam, salah satu tokoh Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat pberbuat jahat. Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan, kemurahan dan kepengasihan Tuhan, yaitu sifat-sifat yang layak bagi-Nya. Artinya, bila tuhan tidak bertindak seperti itu, berarti ia tidak bijaksana, pelit, dan kasar atau kejam.
c.       Mengutus Rasul
Mengutus rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena alasan-alasan berikut ini:
1)      Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud, kecuali dengan mengutus rasul kepada mereka.
2)      Al-Qur’am secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan utuk memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu’ara: 29). Cara yang terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
3)      Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak adajalan lain selainmengutus rasul.
     3.      Al-Wa’ad wa al-wa’id  
Al-Wa’ad wa al-wa’id berarti janji dan ancaman. Tuhan yang Maha adil dan Maha Bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (al-muthi) dan mengancam dengan siska atas orang yang durhaka (al-ashi). Begitu pula janji tuhan untuk memberi pengampunan pada orang yang bertobat nasuha pasti benar adanya.
Ajaran Al-Wa’ad wa al-wa’id ini, tidak memberi peluang bagi Tuhan, selain menunaikan janji-janji-Nya, yaitu memberi pahala bagi orang yang taat dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, kecuali orang yang sudah bertaubat nasuha. Tidak ada harapan, bagi pendurhaka, kecuali bila ia taubat. Kejahatan dan kedurhakaan yang menyebabkan pelakunya masuk neraka adalah kejahatan yang termasuk dosa besar, sedangkan terhadap dosa kecil, Tuhan mungkin mengampuninya. Karena ajaran ini mendorong manusia berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa.
     4.      Al-Manzilah Baina al-Manzilatain
Al-Manzilah baina al-manzilatain merupakan penyebab lahirnya mazhab Mu’tazilah. Pokok ajaran ini adalah bahwa mukmin yang melakukan dosa besar dan belum tobat bukan lagi mukmin atau kafir, tetapi fasik. Izutsu, dengan mengutip Ibn Hazm, menguraikan pandangan Mu’tazilah sebagai berikut: “ orang yang melakukan dosa besar disebut fasik. Ia bukan mukmin dan bukan pula kafir, bukan pula munafik.
Menurut pandangan Mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan, tidak cukup adanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, rasul-Nya, dan masih mengerjakan pekerjaan yang baik, hanya saja kalau meninggal sebelum bertobat, ia dimasukkasn ke neraka dan kekal di dalamnya. Orang mukmin masuk surga dan orang kafir masuk neraka. Orang yang fasik pun dimasukkan ke dalam neraka, hanya saja siksanya lebih ringan daripada orang kafir.
     5.      Al-Amr bi Al-Ma’ruf An-Nahy an Munkar
Ajaran ini menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemunkaran. Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi yang logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang tokohnya, Abd Al-Jabbar, yaitu berikut ini:
a.       Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar.
b.      Ia mengetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang.
c.       Ia mengetahui bahwa perbuatan amar ma’ruf akan membawa kebaikan dan yang nahi munkar itu akan membawa mudarat yang lebih besar.
d.      Ia mengetahui atau menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.
Arti asal kata al-ma’ruf adalah apa yang telah diakui dan diterima oleh masyarakat karena mengandung kebaikan dan kebenaran. Lebik spesifik lagi, al-ma’ruf adalah apa yang diterima dan diakui Allah. Sedangkan al-munkar adalah sesuatu yang tidak dikenal, tidak diterima atau buruk. Jadi, kita diseru untuk berbuat dengan keyakinan yang sebanr-benarnya serta menahan diri dengan mencegah timbulnya perbuatan yang bertentangan dengan norma Tuhan.
Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lainnya mengenai ajaran ini terletak pada tatanan pelaksanaannya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut. Sejarah pun telah mencatat kekerasan yang dilakukan dalam menyiarkan ajaran-ajarannya oleh golongan Mu’tazilah.

    C.   Tokoh-Tokoh Golongan Mu’tazilah
Diantara tokoh dari aliran Mu’tazilah, yang berjasa mengembangkan dan melestarikan faham Mu’tazilah, adalah:
1.      Washil Bin Atha’
Merupakan pria kelahiran tahun 80 Hijriyah di Madinah. Beliaun belajar agama kepada Syaikh Hasan Al-Bashri di Bashrah, kemudian akhirnya memisahkan diri dari gurunya, karena memiliki perbedaan pendapat tentang pelaku dosa besar. Diantara pendapat Washil bahwa pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi ia berada di anmtara dua tempat (Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain). Washil bin Atha merupakan pendiri Mu’tazilah, dia wafat tahun 13 Hijriyah.
2.      Amru Bin Ubaid
Amru bin Ubaid Abu Utsman Al-Bashri, wafat tahun144 H. Dia merupakan murid dari Washil bin Atha’. Pendapatnya yang palih fatal ialah, bahwa ia menentang semua hadits Nabi saw yang tidak sesuai dengan akal, termasuk mengatakan bahwa Isra’ dan Mi’raj Nabi saw hanya lewat mimpi. Maka memperingatio malam Isra’Mi’raj Nabi saw tidak diperbolehkan, begitu pula tidah memperingati Maulid Nabi saw, tidak percaya bahwa akan turun Dajjal di akhir zaman, orang yang Islam yang sudah mati tidak dapat dan tidak boleh dimintakan ampunan serta dihadiahi pahala, karena sudah terputus semua amalnya, doa untuk orang yang sudah mati tidak smapai dan tidak bermanfaat.
3.      Abu Hudzail Al-Allaf
Abu Hudzail Al-Allaf, wafat pada tahun 235 H. Ia seorang pemikir dan ahli kalam Mu’tazilah. Beliau dilahirkan dan belajar di Bashrah kemudian pindah ke Bagdad. Diantara ajarannya yang menyimpang dari syari’at Islam ialah:
a)      Kemampuan Allah itu fana’ (rusak) dan ketika kemampuan Allah itu fana’ maka Allah tidak punya kemampuan apa-apa.
b)      Allah itu ‘Aliim (mengetahui) dan ilmu Allah adalah Dzat-Nya. Allah itu Qodir (Maha Kuasa) dan Qudrat Allah adalah Dzat-Nya.
c)      Seorang Mukalaf wajib mengetahui Allah sebelum datangnya wahyu. Barang siapa tidak sungguh dalam hal ini, maka ia akan di adzab, maksudnya bahwa akal saja sudah cukup untuk tegaknya hujjah tanpa harus menunggu datngnya wahyu, karena wahyu sudah lewat.

4.      Ibrahim Bin Yasar AN-Nadham
Ibrahim Bin Yasar An-Nadham (wafat, tahun 231 H), ia adalah murid Abu Hudzail Al-Allaf, ia juga termasuk ahli kalam Mu’tazilah , ia dilahirkan di Bashrah dan dibesarkan di Bagdad sampai meninggal, ia seorang penyair dan ahli dalam ilmu mantiq, diantara fahamnya yang sesat adalah:
a)      Allah tidak mempunyai sifat Qudrat (mampu) atas perbuatan jahat dan maksiat. Artinya seluruh perbuatan jahat dan maksiat berasal dari manusia semata, tanpa campur tangan Allah.
b)      Al-Qur’an tidak mempunyai i’jaz (mu’jizat) dalam susunannya, juga mengingkari mu’jizat Nabi saw, seperti terbelahnya bulan dan bertasbihnya kerikil. Ia juga berpendapat bahwa ruqiyah (mengobati) dengan Al-Qur’an haram, karena Al-Qur’an tidak mengandung mu’jizat apa-apa.
c)      Menghujat para sabahat Nabi saw.

5.      Abu Utsman Al-Jahid
Abu Utsman Al-Jahid lahir dan meninggal di Bashrah. Ia belajar di Bashrah dan Bagdad sehingga menjadi pembesar Mu’tazilah pada saat itu. Dari pemikirnya timbullah kelompok yang menamakan dirinya Al-Jahidiyah.
6.      Bisr bin Mu’tamad
Bisr bin Mu’tamad (Iwafat yahun 226 H).dia merupakan ulama Mu’tazilah yang paling keras dalam meniiadakan sifat-sifat Allah dan taqdir. Dari pemikirannya timbul kelompok yang menamakan dirinya Al-Bisriyyah.
7.      Ma’mar Bin Ibad Al-Silmy
Ma’mar bin Ibad Al-Silmy (wafat tahun 320 H) ia adalah ulama Mu’tazilah yang juga paling keras meniadakan sifat-sifat Allah dalam arti dia berpendapat bahwa Allah tidak mempunyai sifat dan bahkan Dia mengharamlkan mengkaji sifat-sifat Allah, serta tidak mengakui Qadha’ dan Qadar Allah. Dari pemikirnnya lahirlah kelompok yang menamakan dirinya Al-Ma’mariyyah.
8.      Tsumamah Bin Asyras Al-Numairi
Tsumamah binb Asyras Al-Numairi (wafat tahun 213 H), ia meyakini bahwa orang fasik kekal di dalam neraka. Ia merupa tokoh yang menegmbangkan faham Mu’tazilah pada masa Makmun, al-Watsiq, dan al-Mu’tashim. Menurut riwayat dilah yang membujuk Al-Makmun agar mengikuti faham Mu’tazilah. Dari pemikirannya timbul kelompok Tsumamiyah.



BAB III
PENUTUP

       A.   Kesimpulan

Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan pula kafir yang berarti ia fasik.. Bagi Mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka menyebut orang demikian dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Aliran Mu`tazilah mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yangtimbul dikalangan umat Islam. Mu`tazilah berpendapat bahwa akal mempunyaidaya yang kuat.
Lima ajaran dasar Teologi Mu’tazilah (Al-Ushul Al-Khamsah)  antara lain :
         a.       At-tauhid
         b.      Al-adl
         c.        Al-Wa’ad wa al-Wa’id
         d.       An-Manzilah bain Al-Manzilatain.
         e.       Al-Amr bi Al-Ma’ruf An-Nahy an Munkar
Aliran ini lebih bersifat rasional bahkan liberal dalam beragama.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M.
  
      B.   Saran

Semoga kita bisa mengamalkan setiap ilmu yang diperoleh agar ilmu tersebut tidak sia-sia. Dan dengan adanya penjelasan di atas diharapkan akan menambah ketebalan iman kita kepada Allah SWT....AMIN YAA ROBAL’ALAMIN

No comments:

Post a Comment

Entri Populer