Monday 12 February 2018

MAKALAH PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK PERAN PENDIDIKAN AGAMA BAGI PERTUMBUHAN ANAK SHOLEH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam, terutama Pendidikan Akidah dan Akhlak merupakan sarana penting untuk meningkatkan etika, moral dan SDM. Manusia secara umum dalam menjamin keberhasilan tegaknya syari’at Islam dan keberlangsungan pembangunan suatu bangsa, Namun sayangnya, berdasarkan pengamatan di lapangan banyak ditemukan pelaksanaan pembelajaran masih kurang variatif, proses pembelajaran memiliki kecendrungan pada metode tertentu (konvensional) dan tidak memperhatikan tingkat pemahaman siswa terhadap informasi yang disampaikan. Siswa kurang aktif dalam proses belajar, siswa lebih banyak mendengar dan menulis yang menyebabkan isi pelajaran sebagai hafalan sehingga siswa tidak memahami konsep yang sebenarnya. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih fokus pada guru sebagai sumber utama pengatahuan.
Oleh karena itu, disini kami berusaha menyajikan berbagai strategi dan metode yang berbasis al-Qur’an dan Hadits dalam pembelajaran Akidah Akhlak disekolah Dasar atau Madrasah yang mungkin dapat dijadikan rujukan dalam mencari terobosan baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta mencapai tujuan bersama.

B.     Rumusan Masalah
    1.      Strategi yang bagaimanakah yang dapat digunakan dalam membelajarkan Aqidah Akhlak di MI ?
    2.      Metode-metode apa saja yang dapat diterapkan dalam membelajarkan Aqidah Akhlak di MI ?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan bentuk-bentuk strategi yang dapat digunakan dalam membelajarkan Aqidah Akhlak di MI.!
2.      Mendeskripsikan macam-macam metode yang dapat diterapkan dalam membelajarkan Aqidah Akhlak di MI.!

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Strategi Berbasis Al-Qur’an Dan Sunnah Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak Di MI
Strategi merupakn suatu cara, siasat yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Salah satu komponen penting yang menghubungkan tindakan dengan tujuan pendidikan adalah metode dan strategi, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan metode dan strategi yang baik.
Strategi belajar mengajar menurut konsep Islami, pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1.      Proses belajar mengajar dilandasi dengan kewajiban yang dikaitkan dengan niat karena Allah SWT.
Niat sangat berperan dalam memberi makna dan hukum bagi pelaksanaan suatu amal atau perbuatan. Ia adalah faktor  penentu bagi menetapkan suatu perbuatan baik, apakah perbuatan tersebut termasuk ibadah atau tidak. Sebaliknya sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Segala perbuatan akan sah menurut niatnya. Dan bagi setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”. (HR. Bukhari & Muslim).
Begitu pula firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 5 :
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan Shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Kewajiban guru dalam menilai tujuan dan melaksanakan tugas mengajarkan ilmu adalah karena niat untuk mendekatkan diri kepada Allah semata-mata. Tugas mengajarkan dan mengamalkan ilmu dalam proses belajar mengajar adalah kewajiban pendidik, sedangkan peserta didik mempunyai kewajiban menuntut ilmu pendidikan tersebut. Hal ini sudah merupakan fitrah manusia yang terjadi dalam proses belajar mengajar, dimana kedua-duanya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Allah SWT memberikan potensi pada diri manusia berupa fitrah yang melekat pada dirinya, panca indra serta daya fikir (akal) untuk mendapatkan bermacam-macam ilmu melalui proses pembelajaran. Sebagaiman firman Allah SWT yang berbunyi:
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٧٨
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia member kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 78).
Dengan dilandasi oleh niat yang kuat karena Allah dalam mempelajari agama, secara otomatis siswa akan menggunakan pendekatan achieving dalam belajarnya yang berinci khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi kekuatan dirinya dengan cara meraih indeks prestasin setinggi-tingginya.

2.      Konsep belajar mengajar dilandasi dengan niat ibadah
Bagian paling penting dalam pendidikan agama adalah mendidik murid agar baragama, memahami agama (knowling), dan terampil dalam melaksanakan agama (doing). Dalam pembelajaran bidang agama ini memerlukan pendekatan-pendekatan naql, aqal dan qalbu. Selain itu juga, diperlukan sarana yang memadai sehingga mendukung terwujudnya pembelajaran yang sesuai dengan karakter pendidikan agama.
Landasan ibadah dalam proses belajar mengajar merupakan amal saleh, karena melalui peribadahan dapat banyak hal yang diperoleh oleh seorang muslim (guru dan murid) yang kepentingannya bukan hanya mencakup individual, melainkan bersifat luas dan universal serta tidak membuat kesenjangan antara ilmu agama dengan ilmu umum, akan tetapi semua ilmu pengetahuan berasal dan harus sesuai dengan nilai uluhiyah.
Allah SWT menciptakan manusia bukannya tanpa tujuan, akan tetapi Dia menciptakan mansia sesungguhnya dengan tujuan tertentu, yaitu untuk menyembah dan beribadah kepada-Nya. Tujuan tesebut dijelaskan melalui firman-Nya dalam al-Qur’an yang berbunyi:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(QS.Adz Dzariyat : 56).
Abdurrahman Al-Nawawi (1995) mengemukakan bahwa hikmah pendidikan disertai ibadah adalah sebagai berikut:
a.       Dalam konsep islam, melalui ibadah manusia diajari untuk memiliki intensitas kesadaran berfikir.
b.      Dimanapun seorang muslim berada, melalui kegiatan yang ditunjukkan semata-mata untuk ibadah kepada Allah SWT, dia akan selalu merasa terikat oleh ikatan yang berkesadaran, sistematis, kuat, serta didasarkan atas perasaan jujur dan kepercayaan diri.
c.       Ibadah yang terus-menerus dilakukan dalam kelompok yang padu, dibawah panji Allah yang satu dan semuanya bermunajat kepada-Nya akan melahirkan rasa kebersamaan sehingga kita terdorong untuk saling mengenal, saling menasehati atau bermusyawarah untuk mencari ridho Allah SWT.
d.      Dalam islam ibadah dapat mendidik jiwa seorang untuk merasakan kebanggan dan kemuliaan terhadap Allah SWT.
e.       Melalui ibadah, seorang muslimpun akan terdidik untuk memiliki kemampuan dalam melakukan berbagai keutamaan secara konstan dan mutlak.
f.       Pendidikan yang berdasarkan ibadah dapat membekali manusia dengan muatan kekuatan yang intensitasnya lebih tinggi dan abadi karena semuanya bersumber dari kekuatan Allah, kepercayaan kepada Allah, optimism yang bersumber dari pertolongan Allah dan pahala surge, serta kecerdasan dan cahaya yang bersumber dari Allah SWT.
g.      Mendidik seseorang dengan ibadah akan memperbaharui jiwa bukan hanya karena didalamnya ada muatan cahaya, kekuatan, perasaan dan harapan, melainkan karena ibadah seorang muslim merupakan ruang untuk mengekspresikan tobatnya.
Pupuh Fathurrohman (2000) mengemukakan out put pendidikan disertai ibadah adalah sebagai berikut:
a.       Religious Skill People, yaitu insane yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil sekaligus mempunyai iman yang teguh dan utuh. Religiusitasnya diharapkan terefleksi dalam sikap dan perilaku, dan akan mengisi kebituhan tenaga di berbagai sector di tenngah-tengah masyarakat global.
b.      Religius Community Leader, yaitu insan yang akan menjadi penggerak dinamika transformasi sosio-kultural. Sekaligus menjadi penjaga gawang terhadap akses-akses negatif pembangunan masyrakat dan mampu pula membawakan aspirasi masyarakat, terutama golongan the silent majority, serta melakukan kontrol atau pengendalian sosial (social control dan reformer).
c.       Religius Intellectual, yaitu yaitu insan yang mempunyai integritas, istiqomah, cakap melakukan analisis ilmiah serta concern terhadap masalah-masalah sosial dan budaya.

3.      Di dalam proses belajar mengajar harus saling memahami posisi, guru sebagai guru dan murid sebagai murid.
Dari semua pengertian terlihat penekanan pendidikan islam pada “bimbingan” bukan pengajaran yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksanaan pendidikan. Disini seorang guru lebih berfungsi sebagai “fasilitator” atau penunjuk jalan kearah penggalian potensi anak didik. Dengan demikian, guru bukanlah segala-galanya, sehingga cenderung menganggap anak didik bukan apa-apa, manusia yang masih kosong yang perlu diisi.
Pendidikan hakikatnya adalah bapak rohani (spiritual father) bbagi anak didiknya yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, sekaligus meluruskannya. Oleh karena itu guru seharusnya menjadi pengganti dan wakil keduua orang tua anak didiknya. Jadi hibungan psikologis antara guru dan anak didiknya seperti hubungan naluriah antara kedua orang tua dengan anaknya, sehingga hubungan timbale balik yang harmonis tersebut akan berpengaruh positif ke dalam proses pendidikan dan pengajaran.

4.      Harus menciptakan komunikasi yang seimbang, komunikasi yang jernih dan komunikasi yang transparan.
Komunikasi adalah inti dari proses belajar mengajar. Untuk mencapai intraksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dan murid yang akan mewujudkan dua kegiatan efektif yaitu: kegiatan mengajar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru sebagai seorang pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi dan keterampilan dalam hal ini.
Untuk mewujudkan pendidikan yang memiliki kompetensi kita dapat mengacu tuntunan Rasulullah SAW, karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang begitu singkat. Keberhasilan Rasulullah SAW sebagai pendidik didahului oleh bekal kompetensi yang berkualitas unggul dan kepeduliannya dalam paham “iqra’bismirobbik”. Selanjutnya beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman, amal saleh, berjuang dan bekerja dan bekerja sama menegakkan kebenaran serta mampu bekerja sama dalam kesabaran.
Jadi jelas bahwa keberhasilan suatu proses pembelajaran didukung juga oleh komunikasi yang baik dan benar, sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :
وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ ١٩
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuuk-buruk suara ialah suara keledai”.(QS. Lukman : 19).
Ayat al-Qur’an di atas menyebutkan bahwa komunikasi hendaknya menggunakan bahasa dan kata-kata yang tepat dan disesuaikan dengan pemahaman dan pengalaman para peserta didik kita. Dari segi psikologis, latar belakang pengalaman orang yang diajak bicara itu disebut opersepsi atau fieled experience. Efektivitas komunikasi ini disebutkan pula dalam hadis Nabi dengan istilah biqadri ‘uqulihim (atas dasar  kemampuan akalnya): khathibunnas biqadri ‘uqulihim (ajaklah manusia itu bicara, sesuai dengan kemampuan akalnya).

5.      Mendidik dengan ketauladanan yang baik
Al-Qur’an memberikan contoh bagaimana manusia lewat meniru. Kisah tentang Qabil yang dapat mengetahui bagaimana menguburkan mayat saudaranya, Habil yang telah dibunuhnya. Yakni diajarkan oleh Allah dari menir seekor gagak yang menggali-gali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak yang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi :
فَبَعَثَ ٱللَّهُ غُرَابٗا يَبۡحَثُ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُرِيَهُۥ كَيۡفَ يُوَٰرِي سَوۡءَةَ أَخِيهِۚ قَالَ يَٰوَيۡلَتَىٰٓ أَعَجَزۡتُ أَنۡ أَكُونَ مِثۡلَ هَٰذَا ٱلۡغُرَابِ فَأُوَٰرِيَ سَوۡءَةَ أَخِيۖ فَأَصۡبَحَ مِنَ ٱلنَّٰدِمِينَ ٣١
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak mengali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil “aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal”.(QS. Al-Ma’idah : 31).
Kecendrungan manusia untuk meniru belajar lewat peniruan, menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting artinya dalam proses belajar mengajar. Rasulullah SAW dalam hal ini tentu merupakan seorang yang menjadi suri tauladan yang utama bagi umat manusia.
Edi Suardi (1966) menyebutkan bahwa ketauladanan itu ada dua macam, yaitu: (1) Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh anak didik. (2) Berprilaku sesuai dengan nilaidan norma yang akan kita tanamkan pada para anak didik sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi anak didik.

6.      Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka dibutuhkan pembiasaan-pembiasaan.
Dalam membelajarkan Aqidah Akhlak pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting karena banyak kita lihat orang berbuat dan bertingkah laku hanya kebiasaan semata-mata tanpa itu hidup kita akan berjalan lambat sekali sebab sebelum melakukan sesuatu kita harus memikirkan dahulu apa yang akan kita lakukan.
Rasulullah SAW sendiri telah memerintahkan kepada parapendidik agar mereka menyuruh anak-anak mereka mengerjakan shalat tatkala berumur tujuh tahun. Hal ini sesuai dengan sabda beliau yang artinya:
“suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan mengerjakan kalau mereka sudah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan antara mereka ketika mereka tidur”. (HR. Muslim).

7.      Evaluasi yang baik
Sasaran evaluasi tidak bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan  mengevaluasi pendidikan, yaitu sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tjuan pendidikan islam. Evaluasi ini ditekankan bukan hanya pada IQ (aspek kognitif) saja yang dikuasai oleh peserta didik akan tetapi mencakup penilaian terhadap keterampilan (skill), keagamaan (spiritual), perbuatan dan perubahan sikap (tingkah laku) yang menjadi  sasaran setelah proses kegiatan pembelajaran serta pengamalan (aplikasi) ilmu yang dioerolehnya setelah proses kegiatan pembelajaran. Sehingga hasil akhir dari evaluasi yang ditekankan oleh pendidikan agama islam adalah keberhasilan dalam IQ (kognitif), keberhasilan dalam emosi (tingkah laku), keberhasilan dalam aspek keagamaan (spiritual) serta keberhasilan dalam mengamalkan ilmu (aplikasi).
Oleh karena itu evaluasi pendidikan iislam terutama dalam membelajarkan aqidah akhlak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a.       Evaluasi terhadap diri sendiri
Seorang muslim termasuk guru dan anak didik yang sadar dan baik adalah mereka yang sering mengevaluasi diri sendiri (intropeksi) baik mengenai kelebihan yang harus diperhatikan maupun kekurangan dan kelebihan yang harus dibenahi, karena evaluasi diri sendiri bersifat lebih obyektif.
b.      Evaluasi kegiatan anak didik
Evaluasi ini harus disertai niat “amar ma’ruf nahi muunkar” yang bertujuan memperbaiki (ishlah) bagi tindakan orang lain serta untuk terlaksananya suatu tujuan pendidikan islam.

8.      Proses belajar mengajar akan lebih baik dan berhasil apabila diawali dan diakhiri dengan do’a.
Do’a merupakan penyejuk dan penawar hati yang duka, melepaskan belenggu derita yang dialami manusia selama hidupnya. Berdo’a adalah ibadah yang khas yang menghubungkan hati dan pikiran manusia dengan tuhannya, yang mungkin dilakukan diawal, sewaktu atausesudah suatu keinginan atau usaha dilaksanakan. Islam menganjurkan bahkan mewajibkan kepada umat muslim untuk berdo’a dalam setiap kegiatan. Anjuran tersebut terdapat di dalam al-Qur’an yang berbunyi :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ٦٠
“Dan tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.(QS. Al Mu’min : 60).
Syari’at islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus didirikan melalui proses pendidikan, karena pendidikan islam tidak hanya bersifat teoritis saja tetapi juga praktis. Dalam pendidikan Islam, proses belajar mengajar akan baik dan berhasil apabila diawali dan diakhiri dengan do’a. Do’a bukan sekedar permohonan memperoleh kebaikan dunia saja, akan tetapi do’a lebih bertujuan untuk menetapkan langkah-llangkah dalam upaya meraih kebaikan yang dimaksud, karena do’a mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Jika dalam proses belajar mengajar selalu diawali dan diakhiri dengan do’a bikan hanya ilmu saja yang didapat, melainkan kemanfaatan dan keberkahan dari ilmu tersebut akan diperoleh. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi :
وَلَا تَدۡعُ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَۖ فَإِن فَعَلۡتَ فَإِنَّكَ إِذٗا مِّنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ١٠٦
“Dan janganlah kamu menyembah (berdo’a) apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) member mudharat kepadamu selain Allah;  sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”.(QS. Yunus : 106).
Disamping itu juga dengan berdo’a berarti mengajarkan para peserta didik untuk bersyukur kepada Allah SWT atas semua nikmat yang telah dianugrahkan kepada kita semua agar nikmat dan ilmu yang telah didapat dan dipelajari ditambah oleh Allah SWT sebagaimana janji Allah dalam al-Qur’an yang berbunyi:
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(QS. Ibrahim : 7).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa do’a merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Dengan do’a, ilmu yang diperoleh akan bermanfaat, dan dengan do’a kita telah menunjukkan bentuk kesadaran kita bahwa segala sesuatu dibawah kekuasaannya, sekaligus merupakan bukti perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT.

B.     Metode Berbasis Al-Qur’an Dan Hadits Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak
Banyak metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agama islam, yang hamper tidak berbeda jauh dengan metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran mata pelajaran lain. Namun yang lebih spesifik dalam pembelajaran Agama Islam terutama pembelajaran Aqidah Akhlak menurut Abdurrahman Saleh (1969) meliputi; metode ceramah, Tanya jawab, Diskusi, Demonstrasi, Sosiodrama, dan Pemberian Tugas.
Keaneka ragaman Metode ini mengakibatkan guru harus memahami proses belajar mengajar dan pronsip-prinsip dasar dalam metode pendidikan Islam yang meliputi: prinsip kesesuaian dangan psikologi anak, menjaga tujuan pelajaran, memelihara tahap kematangan, dan partisipasi praktikal.
Menurut Sadali dkk (1997), metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran agama islam, yaitu: metode diakronis, sinkronis-analitis, pemecahan masalah, empiris dan aneka sumber.
1.      Metode Diakronis
Metode Diakronis adalah suatu metode mengajar agama Islam yang menonjolkan asfek sejarahnya. Metode ini memberikan kemungkinan kepada peserta didik untuk mengadakan studi perbandingan (komparatif) tentang berbagai hasil penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Peserta didik juga dapat mengadakan studi tentang intraksi tentang ilmu pengetahuan agama dan disiplin ilmu lain sehingga tampak relevansi, hubungan sebab-akibat atau integralnya. Lebih lanjut, peserta didik juga dapat menelaah sejarah kejadian dan lahirnya setiap bagian, komponen, dan system agama islam.
2.      Metode Sinkronis-analitis
Metode Sinkronis-analitis adalah sebuah metode pendidikan agama islam yang member kemampuan analitis teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan, mental intelek. Metode ini tidak semata-mata mengutamakan segi pelaksanaan atau aplikasi praktis.
3.      Metode Pemecahan Masalah
Metode Pemecahan Masalah merupakan latihan untuk para peserta didik dengan menghadapkannya pada berbagai masalah suatu cabang ilmu agama dengan alternative pemecahannya.
Selain metode diatas dijelaskan juga ada beberapa metode pendidikan lainnya seperti :
1.      Metode Empiris
Metode Empiris adalah suatu cara mengajar yang memungkinkan peserta didik untuk mempelajari agama melalui proses dan aktualisasi tentang norma-norma dan kaidah agama melalui proses aplikasi yang menimbulkan suatu reaksi sosial.
2.      Metode Targhib dan Tarhib
Metode targhib adalah strategi atau cara untuk meyakinkan seseorang terhadap kebenaran Allah melalui janji-Nya yang disertai dengan rayuan dan bujukan untuk melakukan mal shaleh. Bujukan yang dimaksud adalah kesenangan dunia dan ukhrawi akibat melakukan suatu perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya. Sedangkan metode tarhib adalah strategi untuk meyakinkan seseorang terhadap kebenaran Allah melalui ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan perbuatan yang dilarang Allah, atau tidak melaksanakan perintah Allah.
3.      Metode Tajribi (latihan pengamalan)
Ilmu yang digali tidak berhenti pada konsep semata, melainkan dilanjutkan kepada praktek pengamalannya. Sebagian ulama’ salaf mengatakan bahwa ilmu akan berkurang bila tidak diamalkan, tetapi akan bertambah kuat ilmu itu apabila diamalkan dan diajarkan kepada orang lain. Pada metode ini siswa dilatih membiasakan melakukan sesuatu, seperti membiasakan shalat, bagaimana praktiknya.
Latihan pengamalan sebagi metode pendidikan Qur’ani dalakukan dengan latihan dan pengulangan latihan menghafal, latihan berfikir untuk memperdalam iman.
4.      Metode pendidikan  keteladanan  
Salah satu metode pendidikan yang dianggap besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses belajar mengajar adalah metode pendidikan dengan keteldanan. Metode keteladanan adalah metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada para peserta didik baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
5.      Metode Hiwar Qur’ani 
Hiwar dalam al-Qur’an adalah segala bentuk dialog yang disajikan dalam Al-Qur’an, ditampilkan apa adanya, baik dialog Allah dengan para malaikat, dengan para rasul dan makhluk lainnya. Hiwar Qur’ani dapat diartikan seabagai dialog, yakni pembicaraan antara dua pihak atau lebih yang dilakukan melalui Tanya jawab yang terdapat satu topic dan bertujuan hendak dicapai. Rasulullah saw menjadikan dialog tersebut sebagai pedoman dalam mempraktekkan metode pendidikan dan pengajaran beliau.
6.      Metode ibrah dan mau’izah.
Pendidikan dengan ibrah dilakukan oleh pendidik dengan mengajak peserta didik mengetahui inti sari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diukur, dan diputuskan oleh manusia secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati. Misalnya peserta didik diajak merenungkan kisah nabi yusuf yang dianiaya oleh saudara-saudaranya dan mengambil pelajaran dari kisah tersebut.
Pendidikan dengan mau’izah adalah pemberian nasihat dan peringatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh qalbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Mau’izah dapat berbentuk nashihat dan tazkir (pengingatan).

  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa strategi dan metode yang berbasis al-Qur’an dan sunnah mutlak diperlukan dalam proses belajar mengajar terutama dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Sekolah Dasar atau Madrasah, karena tanpa mengajar menggunakan Startegi atau Metode yang sesuai dengan materi pembelajaran maka bisa dikatakan tidak mungkin tujuan pembelajaran tersebut bisa dicapai.
Adapun Strategi yang berbasis al-Qur’an dan Sunnah yang dapat digunakan antara lain: proses belajar mengajar dilandasi dengan kewajiban yang dikaitkan dengan niat karena Allah SWT, konsep belajar mengajar harus dilandasi dengan niat Ibadah, di dalam proses belajar mengajar harus saling memahami posisi guru sebagai guru dan murid sebagai murid, harus menciptakan komunikasi yang seimbang, komunikasi yang jernih, dan komunikasi yang transparan, mendidik dengan ketauladanan yang baik, untuk memperoleh hasil yang maksimal maka dibutuhkan pembisaan-pembisaan, evaluaisi yang baik, dan proses belajar mengajar akan lebih baik dan berhasil apabila diawali dan diakhiri dengan do’a.
Sedangkan metode yang dapat diterapkan antara lain: metode diakronis, sinkronis-analitis, pemecahan masalah, empiris dan aneka sumber, metode targhib dan tarhib, metode tajribi (latihan pengamalan), metode pendidikan  keteladanan, metode hiwar Qur’ani.

B.     Saran
Saran yang dapat kami sampaikan kepada semua pendidik dalam pembahsan masalah ini adalah agar selalu memperhatikan semua jenis dan bentuk strategi maupun metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran terutama dalam membelajarkan Aqidah dan Akhlak di jenjang Sekolah Dasar agar dapat apa yang menjadi tujuan pembelajaran tersebut bisa tercapai, yang selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

  
DAFTAR RUJUKAN  

Fathurrohman, Pupuh & M. Sobry Sutikno. 2009. Strategi Belajar Mengajar; Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum &KonsepIslami. Bandung: PT Refika Aditama.
Nata, H. Abuddin.2013. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan. Jakarta: Rajawali Pers.
Khalakul Khairi Ahmad. 2012. Pembelajaran Aqidah Akhlak.
Umar Bukhari, 2011, Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Amzah.




No comments:

Post a Comment

Entri Populer