1. Pengertian Pusat Laba
Bilamana prestasi
keuangan dari suatu pusat pertanggungjawaban
diukur menurut keuntungan, maka pusat pertanggungjawaban tersebut dinamakan
“pusat laba” (profit center). Dalam organisasi yang besar, biasanya kegiatan-kegiatan fungsional
utamanya seperti unit pemasaran ataupun unit manufaktur dilaksanakan oleh unit
organisasi tersendiri yang terpisah. Apabila kegiatan-kegiatan fungsional itu
dilaksanakan oleh unit-unit kerja dalam lingkup satu organisasi sendiri, maka
proses tersebut kita sebut “divisionalisasi”. Secara umum maksud dari adanya
proses divisionalisasi adalah untuk mendelegasikan otorisasi kerja yang lebih
besar kepada para manajer operasional. Apabila manajer tersebut mempunyai
pertanggungjawaban keuntungan, akan lebih praktis agar wewenang pengambilan
keputusan yang meliputi pertimbangan-pertimbangan antara besarnya pendapatan
dan biaya didalam kegiatan unit kerja tersebut juga didelegasikan hingga
tingkat bawah.
2. Pengertian Dan Jenis-Jenis Laba
Dari
segi perhitungannya, Selamat Sinurya memberikan pengertian sebagai berikut :“Selisih antara harga penjualan dengan jumlah biaya atau harga jual
pokok, seandainya harga penjualan lebih besar dari jumlah biaya, maka
selisihnya merupakan laba dan sebaliknya seandainya jumlah penjualan lebih
kecil dari biaya maka selisihnya merupakan kerugian”. (1990, hlm. 1)
Jenis-jenis
laba menurut pengukuran tingkat laba untuk suatu pusat laba tertentu ada lima
jenis, yaitu :
a.
Margin
kontribusi
Laba
kontribusi dihitung dengan cara mengurangkan biaya variabel dari pendapatan
yang diperoleh suatu divisi. Konsep ini bermanfaat untuk perencanaan dan
pembuatan keputusan laba suatu divisi dalam jangka pendek.
Contoh tabel menurut Supriyono, BPEP
Yogyakarta, Akuntansi Manajemen 2 Struktur Pengendalian Manajemen dibawah ini :
Tabel 1
PT. BAWONO
Lapora Perbandingan laba kontribusi divisi
Tahun 2001
(Dalam Jutaan Rp)
|
|||
Keterangan
|
Divisi A
|
Divisi B
|
Total Perusahaan
|
Pendapaan
Biaya Variabel Divisi :
Terkendalikan
Tak terkendalikan
|
40.000
16.000
4.000
|
60.000
30.000
6.000
|
100.000
46.000
10.000
|
Jumlah Biaya Variabel
|
20.000
|
36.000
|
56.000
|
Laba Kontribusi
Biaya Tetap :
Terkendalikan
Tak Terkendalikan
|
20.000
|
24.000
|
44.000
5.000
10.000
|
Jumlah Biaya Tetap
|
15.000
|
||
Laba sebelum diperhitungkan biaya
KTR Pusat
Biaya Kantor Pusat
Laba bersih sebelum pajak
PPh 25%
|
29.000
9.000
20.000
5.000
|
||
Laba bersih sesudah PPh
|
15.000
|
Sumber : Supriyono, (2001, hlm. 84).
b.
Laba
terkendali divisi
Laba
dihitung dengan cara mengurangi pendapatan dengan biaya-biaya yang dapat
dikendalikan oleh manajer divisi yang meliputi biaya variabel yang terkendali
dan biaya tetap terkendali, yang telah diuraikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2
PT. BAWONO
Lapora Perbandingan laba Terkendalikan divisi
Tahun 2001
(Dalam Jutaan Rp)
|
|||
Keterangan
|
Divisi A
|
Divisi B
|
Total Perusahaan
|
Pendapaan
Biaya
Terkendali Divisi :
- Variabel
- Tetap
|
40.000
16.000
2.000
|
60.000
30.000
2.000
|
100.000
46.000
5.000
|
Jumlah
Biaya Terkendali
|
18.000
|
33.000
|
51.000
|
Laba
Terkendali Divisi
Biaya
Tak Terkendali Divisi :
- Variabel
- Tetap
|
22.000
|
27.000
|
49.000
10.000
10.000
|
Jumlah
biaya tak terkendali
|
20.000
|
||
Laba
sebelum diperhitungkan biaya
Kantor Pusat
Biaya
Kantor Pusat
Laba
bersih sebelum pajak
PPh
25%
|
29.000
9.000
20.000
5.000
|
||
Laba
bersih sesudah PPh
|
15.000
|
Sumber : Supriyono, (2001, hlm. 84).
c.
Laba
langsung
Laba
dapat dihitung dengan mengurangi pendapatan divisi dengan semua biaya yang
langsung terjadi dalam divisi yang bersangkutan. Profitabilitas ini cocok
digunakan untuk menilai profitabilitas jangka panjang seperti contoh pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3
PT. BAWONO
Lapora Perbandingan laba Langsung divisi
Tahun 2001
(Dalam Jutaan Rp)
|
|||
Keterangan
|
Divisi A
|
Divisi B
|
Total Perusahaan
|
Pendapaan
Biaya
Langsung divisi :
- Variabel terkendalikan
- Variabel tak terkendalikan
- Tetap terkendalikan
- Tetap tak terkendalikan
|
40.000
16.000
4.000
2.000
3.000
|
60.000
30.000
6.000
3.000
7.000
|
100.000
46.000
10.000
5.000
10.000
|
Jumlah
biaya langsung
|
25.000
|
46.000
|
71.000
|
Laba
langsung divisi
|
15.000
|
14.000
|
29.000
|
Biaya
kantor pusat
Laba
bersih sebelum pajak
PPh
25 %
|
9.000
20.000
5.000
|
||
Laba
bersih sesudah PPh
|
15.000
|
Sumber : Supriyono, (2001, hal, 85).
d.
Laba
bersih sebelum pajak
Dengan
menghitung pendapatan divisi dengan biaya langsung divisi dan biaya kantor
pusat. Laba ini mencerminkan prestasi ekonomi divisi, karena divisi menikmati
fasilitas kantor pusat, maka divisi mengalokasi biaya kantor pusat. Seperti
contoh pada tabel dibawah ini :
Tabel 4
PT. BAWONO
Lapora Bersih Divisi Sebelum PPh
Tahun 2001
(Dalam Jutaan Rp)
|
|||
Keterangan
|
Divisi A
|
Divisi B
|
Total Perusahaan
|
Pendapaan
Biaya
Divisi :
- Variabel terkendalikan
- Variabel tak terkendalikan
- Tetap terkendalikan
- Tetap tak terkendalikan
- Alokasi biaya Kantor Pusat
|
40.000
16.000
4.000
2.000
3.000
4.500
|
60.000
30.000
6.000
3.000
7.000
4.500
|
100.000
46.000
10.000
5.000
10.000
9.000
|
Jumlah
biaya divisi
|
29.500
|
50.500
|
80.000
|
Laba
Bersih divisi sebelum PPh
|
10.000
|
9.500
|
20.000
|
PPh
25 %
|
5.000
|
||
Laba
bersih sesudah PPh
|
15.000
|
Sumber : Supriyono, (2001, hal, 86)
e.
Laba
bersih sesudah pajak
Besar
laba dihitung melalui pengurangan laba bersih sebelum pajak dengan pajak
penghasilan divisi. Sebagai satu kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri, laba
divisi perlu memperhitungkan pajak penghasilannya. Lihat pada contoh tabel
dibawah ini :
Tabel 5
PT. BAWONO
Lapora Bersih Divisi Sebelum PPh
Tahun 2001
(Dalam Jutaan Rp)
|
|||
Keterangan
|
Divisi A
|
Divisi B
|
Total Perusahaan
|
Pendapaan
Biaya
Divisi :
- Variabel terkendalikan
- Variabel tak terkendalikan
- Tetap terkendalikan
- Tetap tak terkendalikan
- Alokasi biaya Kantor Pusat
|
40.000
16.000
4.000
2.000
3.000
4.500
|
60.000
30.000
6.000
3.000
7.000
4.500
|
100.000
46.000
10.000
5.000
10.000
9.000
|
Jumlah
biaya divisi
|
29.500
|
50.500
|
80.000
|
Laba
Bersih divisi sebelum PPh
|
10.500
|
9.500
|
20.000
|
PPh
25 %
|
2.625
|
2.375
|
5.000
|
Laba
bersih sesudah PPh
|
7.875
|
7.125
|
15.000
|
Sumber : Supriyono, (2001, hal, 87)
3. Komponen-Komponen Yang Menentukan Besarnya Laba
Komponen-komponen yang
dapat menentukan besarnya laba adalah :
a.
Penyimpangan
laba kotor
Penyimpangan antara realisasi penghasilan dan biaya diluar usaha
dibandingkan dengan anggaran penghasilan dan biaya diluar usaha.
b.
Biaya
pemasaran
Biaya pemasaran adalah meliputi semua biaya dalam rangka
menyelenggarakan kegiatan pemasaran, yaitu :
-
Biaya
untuk memperoleh atau menimbulkan pesanan.
-
Biaya
untuk memenuhi atau melayani pesanan.
c.
Biaya
administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang terjadi dan
berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum, meliputi biaya dalam rangka
penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengarahan, dan pengawasan terhadap
kegiatan perusahaan secara keseluruhan.
4. Anggaran Laba Sebagai Alat Ukur Prestasi Manajer
Anggaran Laba
adalah tanggungjawab manajer yang dapat mengawasi pendapatan dan biaya sehingga
anggaran pendapatan dan anggaran biaya dapat digabungkan menjadi anggaran laba.
Anggaran laba merupakan suatu rencana laba tahunan, yang terdiri dari serangkaian
angka-angka proyeksi untuk tahun yang akan datang, disertai dengan skedul
pendukungnya. Suatu anggaran laba-rugi dapat dipergunakan perusahaan secara
keseluruhan, ataupun pusat laba untuk alokasi sumber daya dalam mencapai
sasaran dan pengkoordinasian kegiatan perusahaan dan divisi, bahan pengecekan
terakhir atas ketetapan anggaran biaya serta untuk penugasan tanggungjawab
setiap manajer, serta untuk penugasan tanggungjawab setiap manajer, serta
penentuan kontribusi terhadap perusahaan atau divisi dari segi prestasi
keuangan. Anggaran laba rugi dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a.
Untuk
perusahaan secara menyeluruh dan untuk pusat laba secara khusus anggaran
tersebut dapat digunakan yaitu :
-
Untuk mengalokasikan sumber daya yang ada di
dalam perusahaan. Anggaran yang telah disahkan merupakan dasar wewenang bagi
orang yang mempunyai wewenang untuk menggunakan sumber daya yang ada dalam
perusahaan untuk mencapai sasaran anggaran.
-
Untuk perencanaan dan pengkoordinasian dan
kegiatan perusahaan dan divisi. Sebagai contoh anggaran laba rugi dipakai
sebagai dasar untuk memastikan bahwa fasilitas produksi sesuai dengan ramalan
penjualan dan tersedianya kas sesuai dengan pengeluaran yang diperkirakan.
-
Untuk sasaran pemeriksaan yang terakhir untuk
anggaran laba. Meskipun kerangka anggaran telah disetujui oleh manajemen
sebelumnya, akan tetapi perlu pengkajian lebih lanjut yang berguna dalam
penyempurnaan anggaran tersebut.
-
Untuk melihat tanggungjawab manajer yang
memimpin pusat laba, yang dapat membandingkan prestasi dengan rencana yang
telah disusun, selanjutnya melihat sejauh mana kontribusi yang telah
disumbangkan.
b.
Bagi
manajemen puncak (top manajemen)
-
Untuk menilai prestasi ekonomi dan keuangan
bagi perusahaan dimasa datang dan melakukan tindakan koreksi terhadap apa yang
telah tercapai.
-
Untuk merencanakan dan mengkoordinasikan secara
menyeluruh.
-
Berperan serta dalam perencanaan divisi.
-
Pengawasan divisi.
Suatu sistem
pengukuran dan penilaian terhadap prestasi bagian-bagian di dalam perusahaan
harus dimulai dengan pertanyaan apa tujuan yang hendak dicapai oleh pusat
laba, yaitu :
a.
Menyediakan
masukan bagi keputusan-keputusan penting mengenai promosi mutasi, pemberhentian
karyawan.
b.
Mengidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhan training dan pengembangan karyawan.
c.
Sebagai
pembanding prestasi antar divisi.
d.
Pengawasan
divisi-divisi.
Adapun metode
pengukuran prestasi pusat laba dapat menggunakan dua cara yaitu : pengukuran prestasi manajemen menekankan
seberapa jauh manajer pusat pertanggungjawaban telah bekerja. Sedangkan
pengukuran prestasi ekonomi menentukan seberapa jauh manajer telah dapat
mengawasi pendapatan dan biaya. Oleh karena itu, suatu laba merupakan kegiatan
dari perusahaan sedangkan transaksi-transaksi yang dilakukan dengan bagian-bagian
lain dari perusahaan tersebut tidak selalu sederhana, maka persoalan-persoalan
yang timbul juga berbeda-beda dengan organisasi-organisasi yang berdiri
sendiri. Ada tiga jenis permasalahan dalam pengukuran tingkat laba secara umum,
yaitu :
a.
Harga
transfer
Harga
transfer adalah nilai dari barang dan jasa yang ditransfer oleh suatu pusat
pertanggungjawaban lainnya. Sebagai contoh, biaya yang dipindahkan dari pusat
biaya listrik ke pusat biaya produksi merupakan harga transfer.
b.
Pendapatan
bersama
Pengukuran
tingkat pendapatan yang dihasilkan oleh suatu pusat laba dapat dilakukan secara
langsung tetapi ada juga kondisi-kondisi dengan dua atau lebih pusat laba
bekerja sama dalam menghasilkan peningkatan volume penjualan. Secara idealnya
kedua unit patut mendapatkan penilaian.
c.
Pembiayaan
bersama
Barang
atau jasa yang disediakan oleh pusat laba yang lain dinilai dengan hari
transfer jasa-jasa pelayanan yang disediakan oleh staff unit ataupun
biaya-biaya bersama lainnya, kalau memang akan dibebankan, harus dibebankan kepada
pusat-pusat laba atas dasar perhitungan yang dapat mengabarkan tingkat
penggunaan nyata jasa-jasa tersebut sejauh dimungkinkan.
Pusat laba dapat
mengawasi pendapatan dan biaya yang disatukan menjadi anggaran laba atau rugi.
Adapun anggaran laba-rugi adalah salah satu rencana laba tahunan yang terdiri
dari serangkaian angka-angka proyeksi keuangan untuk tahun yang akan datang.
Dalam anggaran laba ini dapat diketahui prestasi manager atau divisi terhadap
perusahaan setelah dibandingkan antara rencana dan realisasi. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam anggaran laba ini :
a.
Penggunaannya
dipakai sebagai alat pengukur manajerial, sangat bervariasi di perusahaan dapat
berupa suatu komitmen, sampai dengan perkiraan terbaik mengenai apa yang akan
terjadi dengan sedikit tanggungjawab atas timbulnya perkiraan ini.
b.
Besarnya
tanggungjawab yang disebabkan kepada manajer yang disebabkan kepada manajer
pusat laba untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan dilihat dari anggaran
laba. Besarnya tanggungjawab tersebut berbeda menurut pertimbangan
masing-masing perusahaan.
No comments:
Post a Comment