Hidup
Cuma sekali. Ya, hidup Cuma sekali walau kita berkali-kali mandi, berkali-kali
makan dan minum, berkali-kali tidur dan bangun, berkali-kali jatuh cinta atau
patah hati, berkali-kali gnti baju-kaos-sepatu-sandal-telepon-motor-mobil-rumah,berkali-kali
ujian, berkali-kalibaca buku, berkali-kali menulis karangan, berkali-kali
jalan-jalan ke mana-mana, berkali-kali kena tipu atau justru menipu,
berkali-kali dipukul atau memukul, berkali-kali sehat atau sakit, berkali-kali
tertawa atau menangis, dan berkali-kali dalam bermacam-macam hal, tapi hidup
cuma SATU kali saja.
Pesona “Hidup Cuma Sekali, Mesti Sukes Dong” yakni ungkapan yang sekali itu adalah hidup. Kata “hidup”
mengingatkan pada sebuah kisah dari pam stenzel, seorang anak yang lahir dari
hasil perkosaan di Negeri Uwak Sam. Ia pernah memberikan kesaksian yang membuat
hidup setiap orang yang mendengarkannya akan menjadi lebih hidup.
Dalam kesaksian yag beredar dalam
format VCD di peralihan millennium yang lalu, I berkata: “ayah biologisku
adalah seorang pemerkosa. Aku bahkan tak tahu apa kebangsaanku. Tapi aku tetap
manusia dan punya nilai. Nilai hidupku tak kurang sedikit pun dibandingkan
dengan orang lain krena cara aku dikandung. Dan aku tak layak dihukum mati
akibat kejahatan ayah ku. Aku sudah bosan dengan gelak tawa orang-orang. Di
Minneapolis mereka berkata, ‘Anak selalu diinginkan dan direncanakan. Dirimu
adalah kesalahan. ‘aku tak percaya itu. Aku percaya setiap anak diinginkan
seseorang dan Tuhan mengasihininya. Au belum bertemu ibu kandungku. Kuharap
suatu hari nanti bisa. Jika tak bisa dibumi, mungkin disurga. Itu doaku sejak
umur 4 tahun. Dan jika nanti kami bertemu, akan kugenggam tangannya dan
berkata, betapa aku sangat mencintainya karena ia sangat mencintai aku. Ia cukup
mencintaiku untuk memberiku hidup dan juga hadiah paling istimewa yang pernah
diberikan kepadaku: keluargaku. Aku tak tahu akan seperti apa diriku hari ini
jika ibu memutuskan untuk menggugurkanku. Aku amat bersyukur ia mencintaiku dan
memberikanku keluargaku.
Pam Stenzel menengaskan bahwa yang
paling bernilai dalam hidup adalah hidup itu sendiri. Hidup itu lebih penting
dari kekayaan, dai popularitas, dari fasilitas, dari kegagalan,dari masalah,
bahkan dari kesuksesan sekalipun. Banyak masalah masih mungkin di atasi kalau
ada hidup. Kegagalan bisa diterjang kalau ada hidup. Daftarkan saja semua hal yang diinginkan, diangankan,
dan diperbincangkan manusia dalam sejarah: pencarian hidup, perjalanan hidup,
kekayaan hidup, fasilitas hidup, kebahagian hidup, keberhasilan hidup,
kenikmatan hidup, dan sebagainya. Lalu coba bayangkan apa jadinya jika dalam
semua hal yang diinginkan manusia itu ia kehilangan hidupnya sendiri. Masihkah
ada nilainya semua itu? Apa arti kekayaan, nama besar, fasilitas hebat, dan
keberhasilan spektakuler, jika orangnya sendiri sudah mati?
Pam Stenzel juga mengingatkan akan adanya
kehidupan sesudah kematian tubuh.
Dan penting sekali untuk memastikan bahwa setelah kematian tubuh akan ada
kehidupan di surga (atau ke neraka) yang bersifat kekal. Sebab apa gunanya kita
memperoleh semua hal hebat di dunia ini, kalau dalam kekekalan kita justru
tidak hidup, tidak masuk surga. Buat apa memiliki kehidupan yang mengangumkan
orang banyak selama 70-80 tahun, namun menderita dalam kekekalan yang bukan
hanya 1.000 tahun, tetapi 1.000 kali 1.000 kali 1.000 kali dan seterusnya.
Artinya,
Meski kita menjalani kehidpan yang terbatas waktunya di bumi
ini, kita perlu menjaga perspektif pada kehidupan yang tanpa batas waktu
setelah kematian tubuh nanti.
Hidup Cuma sekali, mesti sukses
dong! Setuju, kan? Bila ingin sukses pakailah tiga jurus jitu. Tiga jurus jitu
itu disingkat MYT: Mimpi-Yakin-Tekun.
B. Tiga Jurus Sukses: Mimpi-Yakin-Tekun.
Bila
ingin sukses pakailah tiga jurus jitu yakni mimpi, yakin dan tekun.
Jurus pertama, mimpi. Belajarlah
untuk bermimpi. Ini pelajaran fundamental paling penting. Hanya manusia yang
dapat bermimpi. Kambing tak bermimpi, anjing tak bermimpi, kucing tak bermimpi.
Intinya, flora dan fauna tak bisa bermimpi, meskipun binatang juga bisa tidur
seperti manusia, tetapi mereka tidak mampu bermimpi. Daftar impian atau buku
impian atau apa pun yang merekam mimpi manusia, sangatlah penting. Mau disebut
cita-cita, tujuan, sasaran, target, outcome, atau apa pun. Intinya sama, kalau
mau sukses bermimpilah, bercita-citalah yang besar. Keluarlah dari penjara
kenyataan, dan berkelanalah di dunia bidadari. Impikan kesmpatan menyenangkan
orang tua dan keluarga besar dengan prestasi anda; impikan membangun organisasi
yang member banyak peluang kerja; impikan menjalani kehidupan yang memberikan
dampak kepada masyarakat luas; impikan menjadi manusia dengan karakter mulia
yang menginspirasi orang banyak.
Dari tiga jurus sukses: mimpi,
yakin, dan tekun, yang lebih diteknkan adalah impian dan bukan keinginan. Mimpi
berbeda dengan keinginan, mimpi terkait dengan pikiran bawah sadar, sementara
keinginan bertalian dengan keputusan dan pilihan sadar. Dalam mimpi ada
penerimaan diri, ada arahan dari dalam, jadi inside out. Berbeda dengan
keinginan yang umumnya outside in, dari luar ke dalam, dipicu oleh keinginan
mata, keinginan daging, dan keangkuhan hidup.
Seperti sebuah kisah yang terkenal
yakni kisah Nabi Yusuf. Di usia 17-an tahun, nabi yusuf bin yakub merupakan
anak kesayangan ayahnya. Ia sering dihadiahi barang-barang dan jubah yang
indah, yang membuat iri anak-anak yakub lainnya. Sikap pilih kasih sang ayah
membuat yusuf dibenci saudara-saudaranya. Ia makin dibenci lagi ketika dua kali
bermimpi bahwa secara simbolis seluruh keluarganya datang menyembah dia.
Ayahnya bahkan menegur dia, namun menyimpan cerita mimpi yang tak galib itu
dalam hatinya.
Yang terjadi kemudian adalah ia
dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak dan dibawa ke Mesir. Di kota itu
yusuf dijual kepada pegawai istana firaun, kepala pengawal raja bernama
potifar. Di rumah majikannya, yusuf menunjukkan kecakapannya dalam soal
memimpin dan memanajemen segala sesuatu, sehingga ia menjadi kepercayaan
tuannya . kariernya tampak cemerlang. Sayang cerita tak berakhir disini.
Menolak selingkuh dengan istri
majikannya, yusuf kena fitnah sehingga masuk ke penjara. Di sana ia bertemu
juru minuman dan juru roti raja yang dihukum karena melakukan kesalahan yang
membuat firaun muka. Kedua orang hukuman raja tersebut bermimpi dan yusuf bisa
menerangkan arti mmpi mereka. Juru minuman akan dikembalikan ke posisinya yang
terhormat, sedangkan juru roti akan mati digantung. Sungguh, itulah yang
terjadi kemudian.
Setelah beberapa waktu, firaun
bermimpi dan menjadi susah hatinya karena tak ada yang bisa menerangkan makna
impiannya. Saat itulah juru minuman raja mengingat yusuf yang masih dipenjara.
Yusuf pun dipanggil dan menjelaskan arti mimpi tersebut secara memuaskan.
Terpesona oleh hikmat yang
diperoleh yusuf dari Allah, maka firaun berkata: “Oleh karena Allah telah
memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal
budi dan bijaksana seperti engkau. Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku dan
kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku
daripadamu.
Di bawah kepemimpinan Yusuf bin
Yakub, tanah Mesir menjadi tempat tujuan ketika bahaya kelaparan melanda
seluruh bumi. Dan ke sana pulalah saudara-saudara yusuf yang mereka tidak
kenali lagi persis seperti mimpi yusuf di masa mudanya. Impian menjadi kenyataan
dengan cara yang sungguh tak teramalkan oleh manusia.
Kisah nabi Yusuf mengajarkan banyak
hal. Imannya kepada Allah tak terbantahkan. Namun yang paling menarik adalah
rangkaian peristiwa yang bergerak mulai dari mimpi di masa mudanya. Mimpinya
bukan keinginannya . mimpi itu tidak dibuatnya, ia “menemukan” mimpi itu dalam
dirinya, ia “diberi” mimpi itu dari langit.
Ia tidak tahu soal “how-to”. Dan ia
tidak meraih sukses dengan segera. Namun ia yakin dan percaya pada
penyelenggaraan ilahi atas dirinya. Setelah mimpinya yang luar biasa,
kehidupannya justru gonjang-ganjing dan jauh dari kemapanan status-quo. Ia didera derita, difitnah,
bahkan sampai dipenjara, yang ternyata semua itu merupakan bagian dari sekolah
pembentukan karakternya. Ketika ia dianggap “siap”, maka sebuah tanggung jawab
besar dibebankan ke pundaknya yang telah kekar.
Jadi, bagi siapa saja yang telah
“menemukan” atau “diberi” mimpi yang luar biasa dari sang khalik,
bersiap-siaplah menerima tempaan, gemblengan, dan berbagai peristiwa yang tak
terduga. Sebab untuk setiap hasil selalu ada proses; untuk setiap mimpi harus
ada harga; dan mereka yang mengajarkan hal yang berbeda pastilah pendusta
belaka.
Dream big, berpikir
besar. Itulah ramuan klasik warisan tokoh-tokoh dunia. Karena hidup hanya
sekali, bermimpilah yang besar. Gantungkanlah cita-citanya setinggi bintang di
langit. Kalau pada zaman baheula anak-anak indonesia yang bermimpi besar
menyusun cita-cita menjadi dokter atau insinyur, maka di zaman sekarang
mestinya impian anak-anak itu jauh lebih maju.
Misalnya, menjadi
dokter yang punya rumah sakit di seluruh ibu kota provinsi. Atau menjadi
insinyur yang membangun jembatan jawa-sumatra sekaligus pemilik tambang-tambang
emas, tembaga, batu bara, dan sebangainya. Atau menjadi penemu sistem
pemberantasan korupsi yang efektif menciptakan budaya kerja baru dalam kurun
waktu satu dekade. Menjadi penemu sistem pendidikan nasional yang bebas
gangguan kepentingan politik sesaat juga sebuah impian besar yang perlu digagas
anak-anak muda negeri ini. Atau menemukan cara cerdas untuk memberantas tuntas
makelar kasus bidang hukum yang telah lama menganiaya rasa keadilan masyarakat
sampai babak belur tak karuan hari-hari ini.
Dream big, berpikir
besar. Itu anjuran yang sangat masuk akal. Sebab, otak kita harus digunakan
untuk berpikir, dan berpikir kecil atau berpikir besar keduanya memanfaatkan
otak yang sama. Jadi, mengapa ragu memilih berpikir besar.
Masalahnya, kalau
anjuran berpikir besar ini terus menerus dikumandangkan, maka pertanyaannya
apakah persoalan ini begitu sulit dilakukan hingga dari zaman ke zaman ada saja
sekelompok orang yang diuntungkan hanya dengan menjual, berceramah, dan
berseminar soal konsep berpikir dan bermimpi besar.
Ternyata benar. Ya,
benar. Berpikir besar itu sulit karena kita hidup dalam lingkungan di mana
banyak orang yang tidak melakukannya. Lihat orang tua kita. Pikiran besar macam
apa yang dicontohkannya? Lihat pengajar di sekolah kita. Mimpi besar apa yang
diteladankannya? Lihat rohaniawan dan ulama di sekitar kita, iman besar macam
apa yang hidup dalam diri mereka? Lihat tetangga kiri dan kanan. Lihat
kawan-kawan sepergaulan. Lihat isi media cetak dan tayangan media elektronik
yang setiap hari mengepung kita. Lihat apa yang ditawarkan oleh content
provider dari berbagai program telpon seluler, Internet, dan sebagainya.
Bagaimana? Apakah
kita banyak menemukan orang –orang yang berpikir besar, yang punya cita-cita
dan ambisi besar, yang hidupnya didedikasikan untuk merealisasikan sesuatu yang
besar? Apakah kita mudah menemukan tayangan dan berita media yang berbicara
tentang visi besar, atau lebih sering menampilkan keributan dan silang pendapat
dari otak-otak kecil dengan bahasa–bahasa primitif yang menghina akal sehat.
Dream
big, berpikir besar. Hal ini sulit kalau kita tidak membangun keyakinan, tidak
menumbuhkan believe di wilayah subconscious level (pikiran bawah sadar).
Bagaimana kita bisa memikirkan hal yang besar kalau kita tidak bisa meyakini
bahwa hal itu mungkin dicapai dengan usaha yang gigih. Berpikir besar akan jadi
persoalan jika gudang memori dan keyakinan kita telah dipenuhi oleh
program-program pikiran yang cetek, dangkal, bahkan negatif, hasil dari
“indoktrinasi” orangtua, pengajar, dan lingkungan yang membesarkan kita.
Berpikir besar memerlukan
energi ekstra luar biasa, kalau para pemimpin di lembaga eksekutif, yudikatif,
dan legislatif memberikan contoh-contoh yang tak senonoh dengan saling
menggerogoti satu sama lain.
Dream big, berpikir
besar. Bagaimana pun sulitnya, kebiasaan berpikir besar tetap bisa dibangun
ulang-dalam usia berapa pun dan kondisi bagaimana pun-kalau kita menggunakan
kemampuan manusiawi kita, yakni kebebasan memilih dan kecerdasan untuk belajar
kembali (re-learning). Ya, belajar kembali. Selalu ada harapan bagi siapa saja
yang percaya pada kekuatan pembelajaran. Sebab hakikat pembelajaran adalah mind
programming, pemograman pikiran sadar maupun bawah sadar. Dan bila kita telah
paham bahwa program masa silam itu keliru, maka yang perlu dilakukan adalah
belajar kembali, melakukan re programming pikiran, termasuk dan terutama pada subconscious
level (yang memang tidak bisa cepat).
Lalu, apa tanda
bahwa proses re-learning alias re-programming itu sudah berhasil kita lakukan?
Mungkn ini, kita menjadi bersemangat untuk berpikir besar; kita menjadi yakin
bahwa selalu ada harapan untuk meningkatkan kualitas hidup; kita percaya bahwa
ada peluang bagi indonesia untuk bangkit dalam jangka menengah dan panjang; dan
kita melihat tindakan-tindakan praktis yang perlu dilakukan untuk memulai; kita
sadar kita bisa memulai segala sesuatunya dari yang kecil, yang biasa, tetapi
bertekad bulat melakukannya sampai berhasil, sampai bisa, sampai titik darah
penghabisan; kita menjadi berani melakukan apapun yang diperlukan walau tanpa
pemberitaan media, tanpa puji dan puja, karena kita berharap terutama pada yang
Mahakuasa saja.
Jadi, resep sukses
kali ini bertumpu pada empat kata kunci: Dream big (berpikir besar), Believe
(bangun keyakinan, perasaan), Learning (kehendak untuk melakukan re-programming),
dan Action (bertindak selaras, mulai dari yang kecil).
Jurus kedua: yakin. Yakin atas apa?
Yakin atas kemungkinan membuat impian itu bisa menjadi nyata. Tak ada kekuatan
di jagat raya ini yang mampu menyaingi kekuatan keyakinan alias kepercayaan. Jika
impian bertalian dengan mind power, maka keyakinan berkaitan dengan heart
power. Dan kedua hal ini merupakan inti dari man power. Kekuatan hati, kekuatan
yang mampu melahirkan keikhlasan.
Keyakinan terpenting adalah restu
Ilahi. Kita perlu yakin bahwa Tuhanlah yang membuat segala sesuatu menjadi
mungkin. Karena itu jauhilah segala bentuk impian yang hanya memuaskan hawa
nafsu sendiri. Bangunlah impian yang menyenangkan langit, membuat surge
bergembira, mempunyai dampak sampai kekekalan.
Jurus ketiga, jurus terakhir:
tekun. Ketekunan adalah tanda yang paling nyata bahwa seseorang memiliki mimpi
dan keyakinan. Karena itu bertekunlah dalam setiap usaha merealisasikan impian
yang sudah diyakini itu tadi. Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada
hanyalah umpan balik untuk pembelajaran. Pelajari umban balik, ambil hikmahnya,
lalu maju lagi, coba lagi jangan pernah menyerah. Terapkan itu dalam masa-masa
paling sulit, masa-masa pengujian dan pengemblengan diri. Sesungguhnya,
ketekunan adalah body power, kekuatan
tubuh. Ia melengkapi mind power, dan heart power. Dengan ketekunan semuanya
menjadi three-in-one.
Selain tiga jurus sukses yang harus
digunakan untuk mencapai kesuksesan yang kita inginkan. Terdapat juga konsep
sukses yang dahsyat dan resep cespleng yang menarik. Konsep sukses tersebut
bernama konsep bes-ebes-ebes yakni Feel I am the best; prepare for the best; do
the best; expect for the best; and learn from the best.
C.
Best ebes ebes
Bes
ebes ebes! Semuanya serba the best, never settle for less, always do the best,
until better get the best. Itulah ciri utama orang-orang sukses yang paling
hebat. Orang sukses amat sangat yakin bahwa mereka adalah yang terbaik dalam
bidang yang mereka kerjakan; baik dalam arti potensial (akan menjadi) maupun
kartajaya, sang pakar pemasaran Indonesia yang berkiprah di kancah dunia; Ary
Ginanjar Agustian, sang pakar ESQ yang merambah pasar ASEAN; Andrie Wongso,
sang motivator no satu Indonesia; Jansen Sinamo, yang menabalkan eksistensinya
sebagai guru etos indonesia, dan sebagainya.
Jadi,
Best yang pertama adalah feel I am
the best . orang yang mau sukses harus bisa merasa bahwa dirinya adalah yang
terbaik. Sikap gede rasa ini perlu dan bahkan amat vital. Namun tentu saja
orang sukses tidak Cuma mengandalkan perasaan sebagai yang terbaik. Jika sukses
itu ibarat sebuah rumah megah, maka feel I am the best ini adalah atapnya yang
menjulang ke langit. Dan namanya rumah, tidak hanya perlu atas yang indah saja,
tetapi juga tiang-tiang penopang yang kokoh.
Rumah
yang megah, memerlukan sejumlah tiang penopang. Demikian juga orang-orang
sukses yang membangun perasaan yakin dirinya tiang yang terbaik, menopang
perasaan yang subjektif itu dengan sedikitnya empat tiang utama.
Tiang
rumah yang pertama: prepare for the best. Ini menyangkut soal standar diri. Orang
sukses menetapkan standar yang tinggi, mengharapkan yang terbaik. Ia tidak suka
persiapan seadanya. Ia sering menolak melakukan tugas tanpa persiapan sama
sekali. Baginya persiapan itu merupakan bagian tak terhindarkan dari kesuksesan
itu sendiri. Siapa yang suka meremehkan persiapan akan gagal total. Itulah
sikap orang sukses, mempersiapkan yang terbaik.
Tiang
rumah yang kedua: do the best. Persiapan yang baik memungkinkan orang melakukan
benar-benar yang terbaik. Ia tidak kekurangan ini dan itu; tidak lupa ini dan
lupa itu; sebab memang sudah melakukan persiapan. Dengan demikian, ketika
panggung-panggung kehidupan, ia tampil maksimal. Hal-hal yang terbaik dari
dirinya, termasuk kearifan yang muncul dari pergulatan menaklukan kesulitan dan
tantangan hidup di masa silam, tampil prima dan berseri di panggung kehidupan
yang nyata; bukan yang maya; bukan yang rekayasa pencitraan semata.
Tidak
berhenti sampai di pelaksanaan, orang-orang sukses juga mengharapkan hal-hal
terbaik datang memasuki kehidupannya. Inilah tiang penopang rumah yang ketiga:
expect the best. Persiapan yang baik dan totalitas dalam melakukan tugas dan
pekerjaan menimbulkan harapan bahwa mereka benar-benar berhak-earned the
right-memperoleh yang terbaik. Orang sukses tidak suka memikirkan hasil yang
“lumayan” atau “sedang-sedang saja”. Harapkan yang terbaik; harapkan yang
terbaik; harapkan yang terbaik. Bukankah maling, copet, dan perampok saja
mengharapkan hasil-hasil terbaik dari siasat dan strateginya? Lalu mengapa
banyak orang yang melakukan pekerjaan halal dan terpuji mau cepat puas dengan
hasil yang ala kadarnya? Begitu kira-kira pikiran orang sukses.
Bahwa
dalam kenyataannya apa yang mereka kerjakan tidak memberikan hasil seperti yang
mereka inginkan, itu juga realitas hidup orang sukses. Dan menghadapi
situasi-situasi yang tidak sesuai dengan keinginannya itu, mereka menyesuaikan
diri, melakukan refleksi, dan beradaptasi. Kegagalan-kegagalan mendorong mereka
melakukan pencarian lebih lanjut, mencari guru-guru yang tepat. Inilah tiang
penopang rumah yang keempat: learn from the best. Ya. Belajar dari yang
terbaik.
Tentang
hal yang terakhir ini seorang kawan yang cerdas menyindir dengan santun.
Katanya “belajar dari yang terbaik” itu cocok untuk pemula. Bagi orang yang
sudah mahir dan bijak, belajar itu bisa “dari siapa saja”. Bahkan orang-orang
yang paling hebat pun bisa belajar dari orang-orang yang gagal total.
Maksudnya, menjadi jelas bahwa selalu ada cara lain di luar cara sukses, yaitu
cara pasti meraih kegagalan.
Mau
sukses? Feel I am the best; prepare for the best; do the best; expect for the
best; and learn from the best.
No comments:
Post a Comment