Monday, 28 November 2016

Hidup Cuma Sekali, Mesti Sukses Dong



Hidup Cuma sekali, mesti sukses dong!” begitulah Pam Stenzel menegaskan prinsip hidup dan perjuangannya. Suatu permusan yang genius. Sebuah cara mengetuk pintu otak yang ciamik, rancak bana, anggun, sekaligus berwibawa. Ketukannya masuk ke belahan kiri, meluncur ke belahan kanan otak, lalu menukik menuju hati.
Hidup Cuma sekali. Ya, hidup Cuma sekali walau kita berkali-kali mandi, berkali-kali makan dan minum, berkali-kali tidur dan bangun, berkali-kali jatuh cinta atau patah hati, berkali-kali gnti baju-kaos-sepatu-sandal-telepon-motor-mobil-rumah,berkali-kali ujian, berkali-kalibaca buku, berkali-kali menulis karangan, berkali-kali jalan-jalan ke mana-mana, berkali-kali kena tipu atau justru menipu, berkali-kali dipukul atau memukul, berkali-kali sehat atau sakit, berkali-kali tertawa atau menangis, dan berkali-kali dalam bermacam-macam hal, tapi hidup cuma SATU kali saja.
Pesona “Hidup Cuma Sekali, Mesti Sukes Dong” yakni ungkapan yang sekali itu adalah hidup. Kata “hidup” mengingatkan pada sebuah kisah dari pam stenzel, seorang anak yang lahir dari hasil perkosaan di Negeri Uwak Sam. Ia pernah memberikan kesaksian yang membuat hidup setiap orang yang mendengarkannya akan menjadi lebih hidup.
Dalam kesaksian yag beredar dalam format VCD di peralihan millennium yang lalu, I berkata: “ayah biologisku adalah seorang pemerkosa. Aku bahkan tak tahu apa kebangsaanku. Tapi aku tetap manusia dan punya nilai. Nilai hidupku tak kurang sedikit pun dibandingkan dengan orang lain krena cara aku dikandung. Dan aku tak layak dihukum mati akibat kejahatan ayah ku. Aku sudah bosan dengan gelak tawa orang-orang. Di Minneapolis mereka berkata, ‘Anak selalu diinginkan dan direncanakan. Dirimu adalah kesalahan. ‘aku tak percaya itu. Aku percaya setiap anak diinginkan seseorang dan Tuhan mengasihininya. Au belum bertemu ibu kandungku. Kuharap suatu hari nanti bisa. Jika tak bisa dibumi, mungkin disurga. Itu doaku sejak umur 4 tahun. Dan jika nanti kami bertemu, akan kugenggam tangannya dan berkata, betapa aku sangat mencintainya karena ia sangat mencintai aku. Ia cukup mencintaiku untuk memberiku hidup dan juga hadiah paling istimewa yang pernah diberikan kepadaku: keluargaku. Aku tak tahu akan seperti apa diriku hari ini jika ibu memutuskan untuk menggugurkanku. Aku amat bersyukur ia mencintaiku dan memberikanku keluargaku.
Pam Stenzel menengaskan bahwa yang paling bernilai dalam hidup adalah hidup itu sendiri. Hidup itu lebih penting dari kekayaan, dai popularitas, dari fasilitas, dari kegagalan,dari masalah, bahkan dari kesuksesan sekalipun. Banyak masalah masih mungkin di atasi kalau ada hidup. Kegagalan bisa diterjang kalau ada hidup. Daftarkan saja semua hal yang diinginkan, diangankan, dan diperbincangkan manusia dalam sejarah: pencarian hidup, perjalanan hidup, kekayaan hidup, fasilitas hidup, kebahagian hidup, keberhasilan hidup, kenikmatan hidup, dan sebagainya. Lalu coba bayangkan apa jadinya jika dalam semua hal yang diinginkan manusia itu ia kehilangan hidupnya sendiri. Masihkah ada nilainya semua itu? Apa arti kekayaan, nama besar, fasilitas hebat, dan keberhasilan spektakuler, jika orangnya sendiri sudah mati?
 Pam Stenzel juga mengingatkan akan adanya kehidupan sesudah kematian tubuh. Dan penting sekali untuk memastikan bahwa setelah kematian tubuh akan ada kehidupan di surga (atau ke neraka) yang bersifat kekal. Sebab apa gunanya kita memperoleh semua hal hebat di dunia ini, kalau dalam kekekalan kita justru tidak hidup, tidak masuk surga. Buat apa memiliki kehidupan yang mengangumkan orang banyak selama 70-80 tahun, namun menderita dalam kekekalan yang bukan hanya 1.000 tahun, tetapi 1.000 kali 1.000 kali 1.000 kali dan seterusnya. Artinya, Meski kita menjalani kehidpan yang terbatas waktunya di bumi ini, kita perlu menjaga perspektif pada kehidupan yang tanpa batas waktu setelah kematian tubuh nanti.
Hidup Cuma sekali, mesti sukses dong! Setuju, kan? Bila ingin sukses pakailah tiga jurus jitu. Tiga jurus jitu itu disingkat MYT: Mimpi-Yakin-Tekun.

B.     Tiga Jurus Sukses: Mimpi-Yakin-Tekun.
Bila ingin sukses pakailah tiga jurus jitu yakni mimpi, yakin dan tekun.
Jurus pertama, mimpi. Belajarlah untuk bermimpi. Ini pelajaran fundamental paling penting. Hanya manusia yang dapat bermimpi. Kambing tak bermimpi, anjing tak bermimpi, kucing tak bermimpi. Intinya, flora dan fauna tak bisa bermimpi, meskipun binatang juga bisa tidur seperti manusia, tetapi mereka tidak mampu bermimpi. Daftar impian atau buku impian atau apa pun yang merekam mimpi manusia, sangatlah penting. Mau disebut cita-cita, tujuan, sasaran, target, outcome, atau apa pun. Intinya sama, kalau mau sukses bermimpilah, bercita-citalah yang besar. Keluarlah dari penjara kenyataan, dan berkelanalah di dunia bidadari. Impikan kesmpatan menyenangkan orang tua dan keluarga besar dengan prestasi anda; impikan membangun organisasi yang member banyak peluang kerja; impikan menjalani kehidupan yang memberikan dampak kepada masyarakat luas; impikan menjadi manusia dengan karakter mulia yang menginspirasi orang banyak.
Dari tiga jurus sukses: mimpi, yakin, dan tekun, yang lebih diteknkan adalah impian dan bukan keinginan. Mimpi berbeda dengan keinginan, mimpi terkait dengan pikiran bawah sadar, sementara keinginan bertalian dengan keputusan dan pilihan sadar. Dalam mimpi ada penerimaan diri, ada arahan dari dalam, jadi inside out. Berbeda dengan keinginan yang umumnya outside in, dari luar ke dalam, dipicu oleh keinginan mata, keinginan daging, dan keangkuhan hidup.
Seperti sebuah kisah yang terkenal yakni kisah Nabi Yusuf. Di usia 17-an tahun, nabi yusuf bin yakub merupakan anak kesayangan ayahnya. Ia sering dihadiahi barang-barang dan jubah yang indah, yang membuat iri anak-anak yakub lainnya. Sikap pilih kasih sang ayah membuat yusuf dibenci saudara-saudaranya. Ia makin dibenci lagi ketika dua kali bermimpi bahwa secara simbolis seluruh keluarganya datang menyembah dia. Ayahnya bahkan menegur dia, namun menyimpan cerita mimpi yang tak galib itu dalam hatinya.
Yang terjadi kemudian adalah ia dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak dan dibawa ke Mesir. Di kota itu yusuf dijual kepada pegawai istana firaun, kepala pengawal raja bernama potifar. Di rumah majikannya, yusuf menunjukkan kecakapannya dalam soal memimpin dan memanajemen segala sesuatu, sehingga ia menjadi kepercayaan tuannya . kariernya tampak cemerlang. Sayang cerita tak berakhir disini.
Menolak selingkuh dengan istri majikannya, yusuf kena fitnah sehingga masuk ke penjara. Di sana ia bertemu juru minuman dan juru roti raja yang dihukum karena melakukan kesalahan yang membuat firaun muka. Kedua orang hukuman raja tersebut bermimpi dan yusuf bisa menerangkan arti mmpi mereka. Juru minuman akan dikembalikan ke posisinya yang terhormat, sedangkan juru roti akan mati digantung. Sungguh, itulah yang terjadi kemudian.
Setelah beberapa waktu, firaun bermimpi dan menjadi susah hatinya karena tak ada yang bisa menerangkan makna impiannya. Saat itulah juru minuman raja mengingat yusuf yang masih dipenjara. Yusuf pun dipanggil dan menjelaskan arti mimpi tersebut secara memuaskan.
Terpesona oleh hikmat yang diperoleh yusuf dari Allah, maka firaun berkata: “Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau. Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku daripadamu.
Di bawah kepemimpinan Yusuf bin Yakub, tanah Mesir menjadi tempat tujuan ketika bahaya kelaparan melanda seluruh bumi. Dan ke sana pulalah saudara-saudara yusuf yang mereka tidak kenali lagi persis seperti mimpi yusuf di masa mudanya. Impian menjadi kenyataan dengan cara yang sungguh tak teramalkan oleh manusia.
Kisah nabi Yusuf mengajarkan banyak hal. Imannya kepada Allah tak terbantahkan. Namun yang paling menarik adalah rangkaian peristiwa yang bergerak mulai dari mimpi di masa mudanya. Mimpinya bukan keinginannya . mimpi itu tidak dibuatnya, ia “menemukan” mimpi itu dalam dirinya, ia “diberi” mimpi itu dari langit.
Ia tidak tahu soal “how-to”. Dan ia tidak meraih sukses dengan segera. Namun ia yakin dan percaya pada penyelenggaraan ilahi atas dirinya. Setelah mimpinya yang luar biasa, kehidupannya justru gonjang-ganjing dan jauh dari kemapanan status-quo. Ia didera derita, difitnah, bahkan sampai dipenjara, yang ternyata semua itu merupakan bagian dari sekolah pembentukan karakternya. Ketika ia dianggap “siap”, maka sebuah tanggung jawab besar dibebankan ke pundaknya yang telah kekar.
Jadi, bagi siapa saja yang telah “menemukan” atau “diberi” mimpi yang luar biasa dari sang khalik, bersiap-siaplah menerima tempaan, gemblengan, dan berbagai peristiwa yang tak terduga. Sebab untuk setiap hasil selalu ada proses; untuk setiap mimpi harus ada harga; dan mereka yang mengajarkan hal yang berbeda pastilah pendusta belaka.
Dream big, berpikir besar. Itulah ramuan klasik warisan tokoh-tokoh dunia. Karena hidup hanya sekali, bermimpilah yang besar. Gantungkanlah cita-citanya setinggi bintang di langit. Kalau pada zaman baheula anak-anak indonesia yang bermimpi besar menyusun cita-cita menjadi dokter atau insinyur, maka di zaman sekarang mestinya impian anak-anak itu jauh lebih maju.
Misalnya, menjadi dokter yang punya rumah sakit di seluruh ibu kota provinsi. Atau menjadi insinyur yang membangun jembatan jawa-sumatra sekaligus pemilik tambang-tambang emas, tembaga, batu bara, dan sebangainya. Atau menjadi penemu sistem pemberantasan korupsi yang efektif menciptakan budaya kerja baru dalam kurun waktu satu dekade. Menjadi penemu sistem pendidikan nasional yang bebas gangguan kepentingan politik sesaat juga sebuah impian besar yang perlu digagas anak-anak muda negeri ini. Atau menemukan cara cerdas untuk memberantas tuntas makelar kasus bidang hukum yang telah lama menganiaya rasa keadilan masyarakat sampai babak belur tak karuan hari-hari ini.
Dream big, berpikir besar. Itu anjuran yang sangat masuk akal. Sebab, otak kita harus digunakan untuk berpikir, dan berpikir kecil atau berpikir besar keduanya memanfaatkan otak yang sama. Jadi, mengapa ragu memilih berpikir besar.
Masalahnya, kalau anjuran berpikir besar ini terus menerus dikumandangkan, maka pertanyaannya apakah persoalan ini begitu sulit dilakukan hingga dari zaman ke zaman ada saja sekelompok orang yang diuntungkan hanya dengan menjual, berceramah, dan berseminar soal konsep berpikir dan bermimpi besar.
Ternyata benar. Ya, benar. Berpikir besar itu sulit karena kita hidup dalam lingkungan di mana banyak orang yang tidak melakukannya. Lihat orang tua kita. Pikiran besar macam apa yang dicontohkannya? Lihat pengajar di sekolah kita. Mimpi besar apa yang diteladankannya? Lihat rohaniawan dan ulama di sekitar kita, iman besar macam apa yang hidup dalam diri mereka? Lihat tetangga kiri dan kanan. Lihat kawan-kawan sepergaulan. Lihat isi media cetak dan tayangan media elektronik yang setiap hari mengepung kita. Lihat apa yang ditawarkan oleh content provider dari berbagai program telpon seluler, Internet, dan sebagainya.
Bagaimana? Apakah kita banyak menemukan orang –orang yang berpikir besar, yang punya cita-cita dan ambisi besar, yang hidupnya didedikasikan untuk merealisasikan sesuatu yang besar? Apakah kita mudah menemukan tayangan dan berita media yang berbicara tentang visi besar, atau lebih sering menampilkan keributan dan silang pendapat dari otak-otak kecil dengan bahasa–bahasa primitif yang menghina akal sehat.
   Dream big, berpikir besar. Hal ini sulit kalau kita tidak membangun keyakinan, tidak menumbuhkan believe di wilayah subconscious level (pikiran bawah sadar). Bagaimana kita bisa memikirkan hal yang besar kalau kita tidak bisa meyakini bahwa hal itu mungkin dicapai dengan usaha yang gigih. Berpikir besar akan jadi persoalan jika gudang memori dan keyakinan kita telah dipenuhi oleh program-program pikiran yang cetek, dangkal, bahkan negatif, hasil dari “indoktrinasi” orangtua, pengajar, dan lingkungan yang membesarkan kita.
Berpikir besar memerlukan energi ekstra luar biasa, kalau para pemimpin di lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif memberikan contoh-contoh yang tak senonoh dengan saling menggerogoti satu sama lain.
Dream big, berpikir besar. Bagaimana pun sulitnya, kebiasaan berpikir besar tetap bisa dibangun ulang-dalam usia berapa pun dan kondisi bagaimana pun-kalau kita menggunakan kemampuan manusiawi kita, yakni kebebasan memilih dan kecerdasan untuk belajar kembali (re-learning). Ya, belajar kembali. Selalu ada harapan bagi siapa saja yang percaya pada kekuatan pembelajaran. Sebab hakikat pembelajaran adalah mind programming, pemograman pikiran sadar maupun bawah sadar. Dan bila kita telah paham bahwa program masa silam itu keliru, maka yang perlu dilakukan adalah belajar kembali, melakukan re programming pikiran, termasuk dan terutama pada subconscious level (yang memang tidak bisa cepat).
Lalu, apa tanda bahwa proses re-learning alias re-programming itu sudah berhasil kita lakukan? Mungkn ini, kita menjadi bersemangat untuk berpikir besar; kita menjadi yakin bahwa selalu ada harapan untuk meningkatkan kualitas hidup; kita percaya bahwa ada peluang bagi indonesia untuk bangkit dalam jangka menengah dan panjang; dan kita melihat tindakan-tindakan praktis yang perlu dilakukan untuk memulai; kita sadar kita bisa memulai segala sesuatunya dari yang kecil, yang biasa, tetapi bertekad bulat melakukannya sampai berhasil, sampai bisa, sampai titik darah penghabisan; kita menjadi berani melakukan apapun yang diperlukan walau tanpa pemberitaan media, tanpa puji dan puja, karena kita berharap terutama pada yang Mahakuasa saja.
Jadi, resep sukses kali ini bertumpu pada empat kata kunci: Dream big (berpikir besar), Believe (bangun keyakinan, perasaan), Learning (kehendak untuk melakukan re-programming), dan Action (bertindak selaras, mulai dari yang kecil).
Jurus kedua: yakin. Yakin atas apa? Yakin atas kemungkinan membuat impian itu bisa menjadi nyata. Tak ada kekuatan di jagat raya ini yang mampu menyaingi kekuatan keyakinan alias kepercayaan. Jika impian bertalian dengan mind power, maka keyakinan berkaitan dengan heart power. Dan kedua hal ini merupakan inti dari man power. Kekuatan hati, kekuatan yang mampu melahirkan keikhlasan.
Keyakinan terpenting adalah restu Ilahi. Kita perlu yakin bahwa Tuhanlah yang membuat segala sesuatu menjadi mungkin. Karena itu jauhilah segala bentuk impian yang hanya memuaskan hawa nafsu sendiri. Bangunlah impian yang menyenangkan langit, membuat surge bergembira, mempunyai dampak sampai kekekalan.
Jurus ketiga, jurus terakhir: tekun. Ketekunan adalah tanda yang paling nyata bahwa seseorang memiliki mimpi dan keyakinan. Karena itu bertekunlah dalam setiap usaha merealisasikan impian yang sudah diyakini itu tadi. Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah umpan balik untuk pembelajaran. Pelajari umban balik, ambil hikmahnya, lalu maju lagi, coba lagi jangan pernah menyerah. Terapkan itu dalam masa-masa paling sulit, masa-masa pengujian dan pengemblengan diri. Sesungguhnya, ketekunan adalah body power, kekuatan tubuh. Ia melengkapi mind power, dan heart power. Dengan ketekunan semuanya menjadi three-in-one.
Selain tiga jurus sukses yang harus digunakan untuk mencapai kesuksesan yang kita inginkan. Terdapat juga konsep sukses yang dahsyat dan resep cespleng yang menarik. Konsep sukses tersebut bernama konsep bes-ebes-ebes yakni Feel I am the best; prepare for the best; do the best; expect for the best; and learn from the best.

C.     Best ebes ebes
Bes ebes ebes! Semuanya serba the best, never settle for less, always do the best, until better get the best. Itulah ciri utama orang-orang sukses yang paling hebat. Orang sukses amat sangat yakin bahwa mereka adalah yang terbaik dalam bidang yang mereka kerjakan; baik dalam arti potensial (akan menjadi) maupun kartajaya, sang pakar pemasaran Indonesia yang berkiprah di kancah dunia; Ary Ginanjar Agustian, sang pakar ESQ yang merambah pasar ASEAN; Andrie Wongso, sang motivator no satu Indonesia; Jansen Sinamo, yang menabalkan eksistensinya sebagai guru etos indonesia, dan sebagainya.
Jadi, Best yang pertama adalah feel I am the best . orang yang mau sukses harus bisa merasa bahwa dirinya adalah yang terbaik. Sikap gede rasa ini perlu dan bahkan amat vital. Namun tentu saja orang sukses tidak Cuma mengandalkan perasaan sebagai yang terbaik. Jika sukses itu ibarat sebuah rumah megah, maka feel I am the best ini adalah atapnya yang menjulang ke langit. Dan namanya rumah, tidak hanya perlu atas yang indah saja, tetapi juga tiang-tiang penopang yang kokoh.
Rumah yang megah, memerlukan sejumlah tiang penopang. Demikian juga orang-orang sukses yang membangun perasaan yakin dirinya tiang yang terbaik, menopang perasaan yang subjektif itu dengan sedikitnya empat tiang utama.
Tiang rumah yang pertama: prepare for the best. Ini menyangkut soal standar diri. Orang sukses menetapkan standar yang tinggi, mengharapkan yang terbaik. Ia tidak suka persiapan seadanya. Ia sering menolak melakukan tugas tanpa persiapan sama sekali. Baginya persiapan itu merupakan bagian tak terhindarkan dari kesuksesan itu sendiri. Siapa yang suka meremehkan persiapan akan gagal total. Itulah sikap orang sukses, mempersiapkan yang terbaik.
Tiang rumah yang kedua: do the best. Persiapan yang baik memungkinkan orang melakukan benar-benar yang terbaik. Ia tidak kekurangan ini dan itu; tidak lupa ini dan lupa itu; sebab memang sudah melakukan persiapan. Dengan demikian, ketika panggung-panggung kehidupan, ia tampil maksimal. Hal-hal yang terbaik dari dirinya, termasuk kearifan yang muncul dari pergulatan menaklukan kesulitan dan tantangan hidup di masa silam, tampil prima dan berseri di panggung kehidupan yang nyata; bukan yang maya; bukan yang rekayasa pencitraan semata.
Tidak berhenti sampai di pelaksanaan, orang-orang sukses juga mengharapkan hal-hal terbaik datang memasuki kehidupannya. Inilah tiang penopang rumah yang ketiga: expect the best. Persiapan yang baik dan totalitas dalam melakukan tugas dan pekerjaan menimbulkan harapan bahwa mereka benar-benar berhak-earned the right-memperoleh yang terbaik. Orang sukses tidak suka memikirkan hasil yang “lumayan” atau “sedang-sedang saja”. Harapkan yang terbaik; harapkan yang terbaik; harapkan yang terbaik. Bukankah maling, copet, dan perampok saja mengharapkan hasil-hasil terbaik dari siasat dan strateginya? Lalu mengapa banyak orang yang melakukan pekerjaan halal dan terpuji mau cepat puas dengan hasil yang ala kadarnya? Begitu kira-kira pikiran orang sukses.
Bahwa dalam kenyataannya apa yang mereka kerjakan tidak memberikan hasil seperti yang mereka inginkan, itu juga realitas hidup orang sukses. Dan menghadapi situasi-situasi yang tidak sesuai dengan keinginannya itu, mereka menyesuaikan diri, melakukan refleksi, dan beradaptasi. Kegagalan-kegagalan mendorong mereka melakukan pencarian lebih lanjut, mencari guru-guru yang tepat. Inilah tiang penopang rumah yang keempat: learn from the best. Ya. Belajar dari yang terbaik.
Tentang hal yang terakhir ini seorang kawan yang cerdas menyindir dengan santun. Katanya “belajar dari yang terbaik” itu cocok untuk pemula. Bagi orang yang sudah mahir dan bijak, belajar itu bisa “dari siapa saja”. Bahkan orang-orang yang paling hebat pun bisa belajar dari orang-orang yang gagal total. Maksudnya, menjadi jelas bahwa selalu ada cara lain di luar cara sukses, yaitu cara pasti meraih kegagalan.
Mau sukses? Feel I am the best; prepare for the best; do the best; expect for the best; and learn from the best.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer