Sejarah menyebutkan bahwa sebelum
Islam dan diluar Islam, riba telah disebut sebut sebagai hal terlarang sejak
kekaisaran Yunani, Romawi maupun Inggris juga pemikir seperti Aristoteles
maupun Plato mencela sistem ini. Bahkan Yahudi pun mengharamkan riba diantara
mereka, walaupun halal diluar mereka. Siapa saja termasuk Keynes,pemikir
ekonomi modern,pada akhirnya sepakat bahwa bunga adalah hal yang mengurangi
produktifitas manusia. Akan tetapi praktek yang menjurus riba telah dilakukan
pada Arab Jahiliyah (sebelum kerasulan Muhammad saw), tetapi riba jahiliyah ini
menetapkan bunga setelah tenggang waktu yang disepakati telah berakhir . Bagi
mereka ini riba dipadankan dengan pengertian "tambahan". Dibandingkan
dengan riba jahiliyah maka riba modern jauh lebih berat karena riba modern,
besarnya bunga telah ditetapkan bahkan sebelum peminjam mendapatkan
pinjamannya. Suatu bentuk transaksi yang tidak dijumpai dimasyarakat jahiliyah
sekalipun.
Di
Indonesia sebenarnya tatanan ekonomi Islam telah demikian baiknya sebelum
penjajah berdatangan di negara kita dan juga dinegara Islam lainnya. Islam
mengatur segala segi kehidupan.
Bunga
(interest) merupakan produk ekonomi
barat yang diharamkan dalam Islam secara keras. Larangan terhadap zina
sekalipun tidak sekeras ancaman terhadap riba. Bunga dalam bank konvensional
tentu tidak sama dengan bagi hasil keuntungan dalam bank syari'ah. Bunga bank
menetapkan hasil didepan sedangkan bagi hasil dalam bank syari'ah menetapkan
prosentasi pembagian hasil diantara nasabah dan bank. Keuntungan adalah
merupakan hasil kerja. Pendapat para ulama tentang bunga bank secara umum
terbagi tiga yaitu pertama syubhat, kedua tidak sama dengan riba dan ketiga
riba. Pendapat terakhir merupakan pendapat 3/4 dari seluruh ulama. Jadi tak ada
satu ulama pun yang menghalalkan bunga bank.
Sistem
bank syari'ah bukanlah salah satu alternatif, namun merupakan satu satunya alternatif yang direkomendasikan Islam, bukan sunnat
tetapi wajib. Penerapan dari prinsip ini dikembalikan kepada kedalaman akidah
(tauhid) dari masing masing individu. Jadi usaha individu merubah paradigma
dalam memahami konsep harta merupakan proses terpenting.
QS 2:276 menganggap orang yang tetap
dalam riba sebagai kaffar yang artinya jauh lebih berat dari kafir sedangkan QS
2: 278 merupakan perintah (absolut) bahwa meninggalkan riba wajib hukumnya jika
kita beriman. Demikian juga QS 2:279 menyebutkan bilamana kita tetap dalam riba
maka Allah dan Rasulnya akan memerangi kita.
IV. Pengawasan dan Pengendalian Bank Syariah di Indonesia.
Bank Indonesia sebagai bank sentral
pada saat ini sedang melakukan dorongan gencar akan berdirinya beberapa bank
syari'ah. Ini disebabkan perkembangan bank syari'ah ini di Indonesia terlambat
dibanding negara mayoritas muslim bahkan dengan negara non muslim sekalipun.
Bank syari'ah pertama telah berdiri sejak 1963 di Mesir di kota Mit Ghamr. Pada
akhir 1997 dilaporkan telah ada 144 lembaga keuangan Islam beroperasi di 25
negara dengan asset total sebesar 165 milyar dolar US. Sejarah berdirinya bank
syari'ah di Indonesia dijiwai oleh seminar yang diadakan MUI tahun 1991 di
Bogor yang isinya "merekomendasikan pemerintah untuk berdirinya bank
syari'ah". Secara formal UU 7/1992 memungkinkan pengembangan bank bagi
hasil di Indonesia. Bandingkan dengan Filipina yang telah memiliki The
Phillipine Amanah Bank pada tahun 1973. Saat ini Indonesia baru memiliki 1 bank
umum dan 78 Bank Perkreditan Rakyat. Dibeberapa negara nama bank Islam agak
disembunyikan tetapi digunakan nama bank syari'ah.
Kalau selama ini political will pemerintah dirasakan kurang, saat ini Bank Indonesia
mulai mereformasi regulasi bank syari'ahnya.
Bank
Indonesia memiliki Tim Pengembangan Bank Syari'ah , sistem moneter syari'ah,
sistem kliring syari'ah dan sistem akuntansi syari'ah. Empat program yang
dilakukan Bank Indonesia dalam mengembangkan bank syari'ah:
1. Sosialisasi bank syari'ah kepada
bankir.
2. Sosialisasi bank syari'ah kepada
ulama dan masyarakat.
3. Regulasi yang menguntungkan bank
syari'ah.
4. Regulasi konversi bank
konvensional menjadi bank syari'ah.
No comments:
Post a Comment