A.
METODOLOGI
AUDIT
Metodologi
audit mengacu pada cara pengukuran indikator kinerja berdasar nilai uang
(ekonomi, evetifitas, dan efisiensi), risiko dan penilaian risiko audir, metode
penetuan sampel, dan faktor-faktor yang dipertimbangakan dalam penentuan sampel.
Penjabaran setiap komponen tersebut akan diklakukan pada sub bab ini.
a. Indikator Kinerja Berdasar Nilai Uang (Value of Money)
Nilai uang (value for money) merupakan inti pengukuran kinerja
pada unit-unit kerja pemerintah. Pengembangan indikator kinerja
sebaiknya memusatkan perhatian pada pertanyaan mengenai ekonomi, efisiensi dan
efektivitas program dan kegiatan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
konsep value for money atau yang dikenal dengan
3E.
Ekonomi adalah hubungan antara
pasar dan masukan (cost of input). Dengan kata lain,
ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas
tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi
(hemat/tepat guna) sering disebut kehematan yang mencakup
juga penaelolaan secara hati-hati atau cermat (prudency) dan tidak ada
pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis apabila dapat
menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu. Dengan demikian,
pada hakikatnya ada pengertian yang serupa antara efisiensi dengan
ekonomi, karena keduanya menghendaki penghapusan atau penurunan biaya (cost reduction). Terjadinya peningkatan
biaya mestinya terkait dengan
peningkatan manfaat yang lebih besar.
Pengukuran ekonomi mempertimbangkan masukan yang dipergunakan.
Ekonomi merupakan ukuran relatif. Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran
ekonomi adalah sebagai berikut.
1)
Apakah biaya organisasi
lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
2)
Apakah biaya organisasi
lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat
diperbandingkan?
3)
Apakah organisasi telah
menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?
Efisiensi
berhubungan erat dengan konsep produktivitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output
yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien
apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan
penggunaan sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya (spending well).
Indikator
efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit organisasi dan keluaran yang dihasilkan.
Indikator tersebut memberikan informasi tentang konversi masukan menjadi
keluaran (yaitu efisiensi dari proses internal).
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi
suatu organisasi.
Rasio
efisiensi tidak hanya dinyatakan dalam bentuk absolut, tetapi dalam bentuk relatif. Unit A adalah lebih
efisien dibanding unit B, unit A lebih efisien tahun ini dibanding tahun lalu, dan seterusnya. Karena
efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan
masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara berikut.
1.
Meningkatkan output pada
tingkat input yang sama.
2.
Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.
3.
Menurunkan input pada
tingkatan output yang sama.
4.
Menurunkan
input dalam
proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan
output.
Efisiensi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu a) efisiensi alokasi, dan b) efisiensi
teknis atau manajerial. Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber daya input
pada tingkat kapasitas optimal.
Efisiensi teknis (manajerial) terkait dengan
kemampuan mendayagunakan sumber daya input pada tingkat output
tertentu.
Efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna).
Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran
dengan tujuan atau sasaran yang hams dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan
dan sasaran akhir kebijakan (spending
wesely).
Indikator efektivitas menggambarkan
jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output)
program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin
efektif proses kerja suatu unit organisasi. Efektivitas
adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuarmya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai
tujuan maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal
terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan
tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan
telah mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Hubungan dari ketiga
indicator kinerja keunagntersebu dapat secara singkat digambarkan pada gambar
berikut ini:
b. Komponen Risiko Audit
Risiko audit
merupakan risiko yang mungkin terjdi yang di karenankan kegegalan auditor untuk
memberikan opini/rekomendasi yang tepat karena kegagalan mengidentifikasi
keslahan yang cukup material. Secara garis besar risiko audit dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu: risiko bawaan, risiko pengendalian, risiko deteksi.
Risiko bawaan
mengacu pada risiko yang melakat pada proses aktivitas orgranisasi dan tidak
berkaiatan dengan pengendalian internal organisasi.Risiko detaksi mengacu pada
kegagalan auditor untuk mendetekasi keberadaan salah saji. Risiko pengendalian merupan risiko yang
timbul karena adanya kegagalan sitem pengandalian interen organisasi untuk
mendetaksi dan mencagah kesalahan penyajian/pengungkapan. Untuk melakuan
penilain risikopengendaliansebaiknya auditor melakukan:
1.
Mengetahui prosedur untuk memeperoleh pemahaman
mengenanai pengensdalian iternal yang diterapkan pada organisasi.
2.
Menidentifikasi kesalahan dalam penyajian yang
potensial
3.
Menidantifikasi pengendalian yang diperlukan
yang memungkinkan untuk mendetaksi dan memperbaiaki kesalahan penyajian.
4.
Melakukan uji pengendalian untuk mengetahui
efektivitas pengandalian
5.
Mengevaluasi bukti yang ada untuk melakuan
penilaian.
Secara ringkas
risiko audit disajikan dalam gambar berikut ini:
c. Metoda Penetuan Sampel
Dalam pelaksanaan pengujian audit auditor dapat
menggunakan metode statistik maupeit nonstatistik untuk pemilihan sampel yang
harus diuji, atau bahkan menggunakan kedua-duanya. Kedua metode tersebut
memerlukan pertimbangan (judgement)
auditor dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil-hasilnya. Perbedaan
utama antara kedua metode tersebut bahwa dalam penentuan sampel secara statitik
digunakan hukum probabilitas untuk pengendalian risiko sampel. Namun demikian,
kedua metode penentuan sampel tersebut dapat memberikan bukti yang memadai
sesuai dengan standar pekerjaan lapangan yang ketiga. Pemilihan di antara kedua
metode tersebut terutama didasarkan pada pertimbangan biaya dan manfaat. Metode
pemilihan sampel nonstatistik lebih murah daripada metode statistik, namun
manfaat metode statistik jauh lebih besar daripada metode nonstatistik. Penggunaan metode statistik akan bermanfaat
bagi auditor dalam:
1. Perancangan
suatu sampel yang efisien,
2. Pengukuran
cukup tidaknya bukti yang telah diperoleh,
3. Pengevaluasian
hasil sampel.
Namun
demikian, dalam penentuan sampel secara statistik diperlukan biaya untuk
pelatihan staf auditor, perancangan, dan penerapannya yang jumlahnya relatif
besar. Pada metode penentuan sampel nonstatistik, penentuan besaran sampel dan
evaluasi hasil-hasilnya didasarkan kriteria yang subyektif dan pengalaman
auditor yang bersangkutan, sehingga kemungkinan penggunaan sampel terlalu
banyak, atau sebaliknya terlalu sedikit yang tidak disadari oleh auditor. Namun
demikian penggunaan metode nonstatistik akan seefektif metode statistik bila
penggunaannya dirancang secara baik, walaupun statistik mempunyai keuntungan
yang tidak dimiliki pada metode nonstaistik yaitu bahwa auditor dapat
mengkuantifikasi dan mengendalikan risiko sampel. Metode penentuan sampel
manapun yang digunakan, tidak akan mempengaruhi prosedur audit yang harus
diterapkan pada suatu sampel, begitu juga kompetensi bukti yang diperoleh
tentang masing-masing unsur sampel atau tanggapan yang tepat oleh auditor atas
kesarahan bukti yang ditemukan.
Auditor dapat
menggunakan metode penentuan sampel untuk memperoleh informasi tentang
berbagai karakteristik dari suatu populasi. Namun demikian, sebagian besar
sampel audit digunakan untuk meramalkan: (1) suatu tingkat penyimpangan; (2)
suatu jumlah rupiah. Jika teknik statistik digunakan maka masing-masing
dinamakan Attribute Sampling dan Variable Sampling. Attribute sampling
digunakan untuk pengujian pengendalian dengan tujuan untuk meramalkan tingkat
penyimpangan antara pelaksanaan dengan pengendalian yang sudah ditetapkan.
Sedangkan variable sampling digunakan untuk pengujian subtantif dengan tujuan
untuk meramalkan total jumlah rupiah suatu populasi atau jumlah rupiah kesalahan
dalam suatu populasi.
d. Pertimbangan Penentuan Sampel
Pertimbangan penentuan jumalah sampel dan
pemeilihan sampel berkaiatan dengan kecukupan bukti yagn akan diperoleh dan di
pergunakan auditor dalam membrikan pertimbangan berupa opini atau rekomendasi
terhadapa temuan audit. Masalah peertimbangan penentuan sampel jumlah bukti
yang dianggap cukup untuk mendukung suatu pernyataan pendapat atau rekomnedasi
yang diberikan, tergantung pada kebijaksanaan atau pertimbangan auditor yang
bersangkutan berdasarkan kemahiran profesionalnya (profesional judgement). Dalam menentukan sampel yang akan
digunakan auditor harus mempertimbangkan
faktor-faktor sebagai berikut:
·
Faktor
materialitas dan risiko.
·
Faktor
ekonomis atau efisiensi.
·
Banyaknya
dan karakteristik populasi.
Faktor
materialitas dan risiko. Secara
umum auditor akan cenderung menetukan sampel audit berdasarkan materialitas
suatu kejadian ekonomi dalam suatu kegiatan. Semakin material suatu kejadian
akan menjadi pertimbangan dalam menejukan sampel udit dan besaran jumlah dari
sampel itu sendiri.
Sama halnya dengan materialitas, risiko
merupakan faktor pertimbangan utama dalam penetuan sampel audit dan
pertimbangan besarnya jumlah sampel tersebut . Kejadian ekonomi yang risiko
kesalahannya besar (kemungkinan terjadinya penyimpangan besar) memeiliki
peluang untuk dijadikan sampel audit lebih besar dibandingkan dengan kejadian
ekonomi yang risikonya kecil (kemungkinan terjadinya penyimpangan kecil). Di
samping risiko yang melekat pada masing-masing akun ada risiko lain yang harus
diperhatikan oleh auditor dalam menentukan sampel audit adalah risiko
pengendalian. Risiko pengendalian sangat dipengaruhi oleh sistem pengendalian
yang diterapkan organisasi. Semakin lemah atau jeleknya sistem pengendalian
maka risiko kemungkinan terjadinya penyimpangan adalah tinggi sehingga harus
dijadikan pertimbabgan dalam pemilihansampel.
Faktor
ekonomis atau efisiensi. Auditor
dalam melaksanakan tugasnya dibatasi oleh waktu dan biaya. Oleh karena itu,
dalam menetukan sampel yang harus diambil dan diuji harus memepertimabangakan
faktor waktu yang ada sehinga sampel yang di peroleh merupakan sampel yang
represntatif dan memepunyai kemungkinan untuk diuji untuk memeberikan pendapat
atau rekomendasi.
Banyaknya
dan karakteristik populasi.
Banyaknya dan karekteristik populasi mengacu pada banyaknya kejadian ekonomi
dan keberagaman jenis kejadian ekonomi yang terjadi. Suatu kegiatan/kejadaian
ekonomi yang terjadi secara rutin dan homogen mempunyai kencederungan
penyimpangan lebih kecil karena merupakan rutinitas dibandingkan dengan
kejadian ekomi insedental denagn variasi kegitan dan pembiayaan yang lebih
heterogen yagn mempunyai penyimpangan lebih besar karena banyaknya jenis dan
karakter pengangaran yang beragam.
B.
PERENCANAAN
AUDIT
Dalam pelaksanaan
audit yang baru pertama kali diperiksa, perencanaan audit identik dengan
perencanaan pada audit
lainnya. Perencanaan audit umumnya bertujuan dalam merencanakan hal-hal
berikut:
a.
Jumlah
staf auditor yang diperlukan, agar diperoleh pemanfaatan yang optimal dari kecakapan staf auditor sehingga terhindarkan ketidakefisienan audit.
b.
Jumlah
waktu yang dibutuhkan, guna menjamin ketepatan waktu kerja.
c.
Program audit yang dibuat,
agar diperoleh ketepatan penentuan prosedur-prosedur
audit sehingga terhindar dan pelaksanaan prosedur yang sebenarnya tidak
diperlukan.
d.
Bentuk
dan isi laporan hasil audit, untuk menentukan garis besar (outline) laporan yang bersifat sementara atas
area audit.
Perencanaan audit
operasional perlu disusun secara matang untuk menunjang kesuksesan audit
operasional. Perencanaan audit yang baik merupakan faktor penting untuk dapat
diperolehnya bukti audit (evidence) yang cukup dan kompeten guna
mendukung isi laporan audit.
Rencana audit pada
umumnya berisi uraian mengenai area yang akan diaudit, jangka waktu
pelaksanaan audit, personel yang dibutuhkan, dan sumber daya lain yang diperlukan untuk
pelaksanaan audit. Proses perencanaan audit pada umumnya meliputi tahap-tahap
sebagai berikut.
a.
Pemahaman atas Peraturan Pemerintah
yang berlaku
Peraturan pemerintah mengatur hak dan
kewajiban bendahara intesai pemerintah. Peraturan-peraturan pemerintah yang
berlau menjabarkan kewajiban pelakasanan tatakelola keungan dan tatakelola
organisasi yang harus dijalankan setiap personale organisasi yang terkait.
Dalam konteks audit atas laporan keuangan instansi pemerintah auditor perlu:
1)
Melakukan reviu atas
sistem akuntansi dan pengendalian internal dan memberikan rekomendasi perbaikan
atas kelemahankelemahannya;
2)
melakukan pengujian
dan koreksi atas kesalahan pencatatan akuntansi sehingga menghasilkan laporan
keuangan dengan informasi yang lebih dapat diandalkan.
b. Penilaian Risiko Audit
Karena kegiatan audit dilaksanakan
melalui berbagai pengujian yang mengandung risiko kesalahan, makapenilaian
risiko pengendalian (control risk), risiko bawaan (inherent risk), dan risiko deteksi (detection
risk) perlu
dilakukan agar auditor memiliki keyakinan memadai dalam menarik kesimpulan dan mmeberikan rekomendasi
dengan tepat.
C.
PELAKSANAAN
AUDIT
Pelaksanaan
proses audit didasarkan pada program kerja audit, menggunakan prosedur dan
teknik audit, dan dituangkan kedalam kertas kerja audit. Proses audit dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Tahap Survai Pendahuluan
Survei pendahuluan bertujuan untuk mengumpulkan informasi umum mengenai
seluk-beluk proses kegiatan unit kerja yang di audit, penelaahan peraturan,
serta menganalisis informasi yang diperoleh, sehingga bisa dikenali
masalah-masalah yang perlu dikembangkan pada tahap audit pendahuluan (temuan
sementara).
Langkah Kerja
1) Lakukan pembicaraan pendahuluan dengan Pimpinan Unit Kerja untuk membahas tentang
ruang lingkup, periode dan kegiatan yang akan dilakukan audit operasional
2) Dapatkan
informasi umum dari unit kerja yang meliputi :
·
Struktur
Organisasi, antara lain : tugas/fungsi, program/kegiatan, struktur
delegasi wewenang, jaringan komunikasi,
struktur informasi, dan uraian tugas.
·
Peraturan
perundang-undangan, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang ada.
·
Data/informasi
apa saja yang telah dimiliki sebagai dasar pelaksanaan kegiatan.
·
Informasi tentang pelaksanaan tindak lanjut
hasil audit yang lalu
3) Lakukan
identifikasi terhadap masalah-masalah
(temuan sementara) yang perlu dikembangkan pada tahap
selanjutnya
Membuat simpulan atas hasil survai pendahuluan,
dan tuangkan hasilnya dalam kertas kerja audit
No comments:
Post a Comment