PEMBAHASAN
Para ahli ekonomi menyepakati penting dan sentralnya
uang dalam perekonomian. Sehingga kini terjadi perkembangan analisis dalam
bidang tersebut, yang mana analisis ini lebih banyak ditekankan pada
perkembangan teori-teori peermintaan uang.
Teori-teori yang berkembang dewasa ini berakar dari
pemikiran ekonomi klasik yang menyatakan bahwa fungsi uang hanya sebagai alat
tukar. Sementara itu perekonomian berproduksi pada tingkat di mana seluruh faktor
produksi yang ada telah digunakan sepenuhnya (full employment).
Karena perekonomian berada pada posisi full employment, sedangkan uang hanya
sebagai alat tukar, maka perubahan jumlah uang beredar tidak akan mempengaruhi
tingkat output perekonomian. Perubahan
jumlah uang yang beredar hanya akan mempengaruhi tingkat harga umum. Jika
jumlah uang beredar ditambah, tingkat harga umum akan naik, atau terjadi
inflasi. Begitu juga seballiknya. Tidak ada keterkaitan antara sektor riil
dengan sektor moneter. Inilah yang disebut dengan netralitas uang.
Adapun krisis ekonomi yang melanda perekonomian
barat yang menjalar ke penjuru dunia mendorong adanya tinjauan kritis terhadap
kebenaran netralitas uang. Alasannya
adalah depresi tersebut dimulai dengan terguncangnya sektor moneter
perekonomian mereka. Fakta tersebut menunjukkan pandangan tentang netralitas
uang tidak dapat lagi dipertahankan sehingga terjadi penyempurnaan terhadap
teori klasik tersebut.
Sumbangan Keynes terhadap perkembangan teori moneter
modern adalah pandangannya tentang uang sebagai alat penyimpan nilai. Pandangan
tersebut menyebabkan perlunya analisis tentang pasar uang. Yang pada akhirnya
nanti akan berdampak pada adanya hubungan antara sektor rill dan sektor moneter
dalam perekonomian suatu negara.
Pengertian teori
moneter
Teori
moneter adalah berbagai pemikiran dan konsep tentang berbagai variabel moneter,
seperti uang, tingkat bungan, jumlah uang beredar, dan sejenisnya. Disamping
itu, pembicaraan dalam teori moneter juga tidak dapat dilepaskan dari variabel
ekonomi
lainnya
seperti inflasi, pendapatan nasional maupun nilai tukar Pada dasarnya nilai
uang dapat diukur berdasarkan harga barang yang ada di sebuah negara. Dengan
pemahaman ini, nilai uang dapat dibedakan menjadi :· Internal Value of Money,
menunjukkan jumlah komoditi yang dapat dibeli/diperoleh dengan sejumlah uang
tertentu à menunjukkan daya beli uang (Purchasing Power)· External Value of
Money, menunjukkan nilai suatu mata uang bila diukur dengan mata uang dari
negara lain à Exchange Rate, misalnya Rp 9.200,- = US $ 1
A.
Teori
moneter klasik
Teori-moneter klasik yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah teori kuantitas uang dan teori Cambridge.
1. Teori kuantitas uang
Teori
kuantitas uang dikembangkan oleh irving Fisher pada awal abad ke-20. Teori ini
berpandangan bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan berada pada
tingkat kesempatan kerja penuh (full employment). Sebagai alat tukar, maka
uang akan berputar atau berpindah-pindah
tangan dari satu pihak ke pihak yang lain selama periode tertentu. Berapa kali
uang berputar dalam satu tahun disebut sebagai velocitas uang beredar (money
velocity). Jika velositas uang sama dengan 12, maka uang akan berputar sebanyak
12 kali dalam setahun.
Berdasarkan
pemikiran tersebut, dapat kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar dikalikan dengan velositasnya akan sama dengan jumlah produksi dikalikan dengan harga jualnya. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam rumus:
MV = PT
dimana:
M = jumlah uang yang beredar.
V
= velositas uang yang diasumsikan konstan pada jangka pendek.
P = harga barang dan jasa
T = jumlah output yang dtransaksikan.
Karena
output yang dihasilkan (T) adalah output
pada kesempatan kerja penuh dan velositas uang diasumsikan tidak berubah, maka dalam jangka pendek jika M pada
ruas kiri berubah, maka P pada ruas kanan juga berubah. Konsekuensinya adalah
perubahan P karena perubahan M mempunyai hubungan searah dab proporsional. Hubungan yang proporsional antara jumlah
uang dengan harga dapat dicontohkan
sebagai berikut: apabila V dan T
masing-masing tetap pada nilai 4 dan 100, maka dengan jumlah uang
beredar (M)=25, harga (P) = 1,
MV = PT
25x4 = 1x100
Jika M naik dua kali, maka P juga
naik dua kali sehingga persamaannya akan menjadi
MV = PT
50x4 = 2x100.
Inilah
yang menyebabkan para ekonom klasik mengatakan bahwa gejala inflasi semata-mata
merupakan gejala moneter. Artinya perubahan indeks harga umum hanya diakibatkan
oleh perubahan jumlah uang yang beredar. Dan jika ingin mengendalikan inflasi,
maka yang harus dikendalikan adalah jumlan uang beredar.
Adapun karena velositas
uang dianggap konstan, maka permintaan uang riil dalam jangka pendek ditentukan
oleh volume transaksi atau tingkat produksi perekonomian. Hubungan permintaan
uang riil dengan tingkat produksi adalah proporsional. Jika permintaan uang
riil akan berubah jika transaksi berubah. Yang mana transaksi pada era modern
ini dapat ditafsirkan sebagai PDB riil. Sehingga dengan demikian pertumbuhan
ekonomi dengan permintaan uang riil memiliki hubungan searah. karena pertumbuhan
ekonomi akan meningkatkan pertambahan uang riil.
Kelemahan-kelemahan
dari Teori Kuantitas ini adalah
a. Dalam kenyataannya, perubahan jumlah
uang yang beredar, tidak selalu langsung berakibat pada perubahan penggunaan uang
tersebut
b. Teori ini telah mengabaikan pengaruh
tingkat bunga terhadap perubahan permintaan uang. Teori ini mengangap bahwa
permintaan lebih disebabkan karena pendapatan, karena motivasinya adalah untuk
transaksi, jadi tidak ada hubungannya dengan tngkat bunga.
c. Dalam masyarakat modern, velocity uang
tidaklah stabil, karena ada banyak alternatif yang bisa masyarakat pilih dari
kelebihan uang yang dia miliki. Alternatif- alternatif tersebut daintaranya
adalah :
§ Untuk menambah kas
§ Untuk menambah tabungannya
§ Untuk menambah
pembelian barang dan jasa
§ Untuk menambah pembelian surat-surat
berharga
Penjelasan dari teori
kuantitas dapat disimpulkan:
a. Tambahan Jumlah Uang yang Beredar akan
dibelanjakan seluruhnya tanpa terpikir untuk ditabung sebagian
b. Velocity dan Jumlah komoditi dianggap
tetap dan perubahannya hanya dipengaruhi oleh faktor di luar moneter
c. Jumlah Uang yang Beredar tidak akan
mempengaruhi sektor riil, sektor ini hanya dipengaruhui oleh teknologi dan
sumber daya Manusia
d. Tingkat harga akan selalu berubah secara
proporsional mengikuti perubahan Jumlah Uang yang beredar
2. Model Cambridge
Model Cambridge adalah
model permintaan uang yang dikembangkan oleh para ekonom Cambridge, khususnya
Marshall dan Pigou. Mereka mengakui fungsi
uang sebagai alat tukar, tetapi juga mengakui uang berfungsi sebagai alat
penyimpan kekayaan. Karena itu manusia memiliki dua pilihan dalam menyimpan asetnya,
yaitu uang tunai dan surat-surat berharga atau barang.
Para teoritisi model Cambridge
berpandangan bahwa permintaan uang selain dipengaruhi oleh tingkat volume
transaksi (PDB riil), juga dipengaruhi oleh tingkat kekayaan seseorang atau
masyarakat, tingkat bunga, dan ekspektasi masyarakat tentang masa depan. Karena
mereka berpendapat nilai aset dihitung dalam nilai nominal, maka mereka percaya
bahwa permintaan terhadap uang karena faktor
kekayaan berhubungan proporsional dengan pendapatan nominal. Sehingga mereka
juga percaya bahwa permintaan uang memiliki hubungan proporsional dengan
pendapatan nominal:
M =
kPY di mana M = permintaan
uang, P = harga, dan Y = tingkat output riil (PDB riil). Dan k dalam jangka
pendek dianggap konstan.
Kedua persamaan
tersebut sepintas terlihat mirip. Hal ini bermakna bahwa para ekonom Cambridge
sependapat dengan Fisher tentang fungsi uang sebagai alat tukar. Letak
perbedaannya adalah Fisher sama sekali mengabaikan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan, sehingga tidaka ada
alternatif selain menyimpan uang dalam bentuk kas. Sebaliknya Cambridge tidak
menutup kemungkinan bahwa masyarakat mengaloksikan kekayaannya dalam bentuk
surat-surat berharga. Pendapat bahwa k dalam jangka pendek adalah konstan
dihasilkan dari penyusunan asumsi bahwa dalam jangka pendek jumlah kekayaan,
volume transaksi, dan produksi riil mempunyai hubungan proposional.
3. Efektivitas kebijakan moneter
Dari sudut pandang para
ekonom klasik, gejala inflasi semata-mata merupakan gejala moneter.
B.
Teori
moneter Keynesian
Sebagai seorang ekonom yang besar dalam
lingkungan para Cambridge, Keynes terpengaruh dengan pandangan ilmu ekonomi
masa itu. Keynes sependapat dengan
fungsi uang sebagai alat tukar dan penyimpan kekayaan yang dipengaruhi
terutama oleh tingkat bunga dan tingkat pengembalian yang diharapkan. Tetapi Keynes
melangkah lebih jauh dengan menekankan sangat pentingnya peranan tingkat bunga
dalam mempengaruhi perilaku masyarakat memilih memegang uang tunai atau
surat-surat berharga. Penekanan faktor tingkat bunga terhadap keinginan
memegang uang inilah yang memungkinkan anallisis permintaan uang sebagai alat
untuk memperoleh keuntungan yang disebut liquidity
preference atau spekulasi.
1.
Permintaan
uang sebagai alat transaksi
Keynes membedakan permintaan uang
untuk transaksi menjadi dua yaitu transaksi rutin (transaction motive demand for money) dan transaksi yang tak dapat
diduga sebelumnya (precontionary motive).
Akan tetapi tidak ada perbedaan yang prinsipil mengenai keduanya sehingga dapat
dikatakan bahwa motif transaksi klasik sama dengan transaksi Keynes.
2.
Permintaan
uang untuk spekulasi
Dalam
hal ini kita harus memahami beberapa konsep yaitu
1)
Nilai
waktu dari uang (time value of money)
Sebagai sumberdaya langka, alokasi uang
harus diusahakan seefisien mungkin. Dasar pertimbangannya adalah biaya ekonomi
dibandingkan dengan manfaatnya. Bila seseorang menabung di bank, maka biaya
ekonominya adalah produktifitas uang yang dikorbankan bila uang itu digunakan
sendiri. Contoh produktifitas A =10%/tahun, maka setiap unit uang yang ada di
tangannya akan bertambah 10% pertahun.
Sehingga
keputusan seseorang untuk menabung di bank sangat di pengaruhi oleh
produktifitas yang dikorbankan.
2)
Nilai
sekarang dari uang (present value)
Yang dimaksud dengan present value adalah
berapa nilai uang sekarang dari uang yang akan diterima di masa mendatang.
Sebagai makhluk rasional, kita tidak menginginkan nilai riil uang yang
dialokasikan mengalami penurunan. Sehingga dalam hal ini kita juga perlu
memperhitungkan produktifitas kita. Contohnya si A yang memiliki tingkat
produktifitas uang 30%/tahun, maka uang yang nilainya 39 juta tahun mendatang
akan memiliki nilai yang sama dengan 30 juta yang diterima sekarang. Sehingga
apabila bank menawarkan bunga 15%/tahun, maka ia akan lebih memilih untuk
memegang uang tunai dari pada menyimpannya di bank.
3)
Penentu
harga obligasi konsol (konsol band)
Umumnya obligasi memberikan penghasilan
berupa aliran penghasilan bunga (coupon) yang dibayar dalam satu periode
tertentu. Contohnya Budi memiliki obligasi konsol dengan nilai
per lembarRp 10.000,00 dan tingkat bunga obligasi adalah 10%, maka setiap tahun
sampai waktu tak terbatas Budi akan memperoleh penghasilan sebesar
Rp 1.000,00 dari setiap lembar obligasi yang dimilikinya.
4)
Permintaan
uang untuk spekulasi
Permintaan uang untuk spekulasi berhubungan
erat dengan tingkat suku bunga di masa mendatang. Perkiraan suku bunga
mendatang sangat ditentukan oleh persepsi seseorang tentang tingkat suku bunga
normal. Misalkan Budi berpandangan tingkat suku bunga normal adalah 6%/tahun.
Jika tingkat bunga8%, maka menurutnya di masa mendatang tingkat suku bunga akan
turun dan harga jual obligasi akan turun.sehingga Budi akan lebih memilin untuk
menyimpan uangnya dalam bentuk obligasi. Tetapi bila tingkat bunga saat ini 3%
maka ia kan lebih memilih untuk memegang uangnya dalam bentuk uang tunai,
karena ia memperkirakan di masa mendatang bunga akan naik dan harga obligasi
akan turun.
3.
Permintaan
uang total
Permintaan uang total adalah
permintaan uang untuk transaksi ditambah dengan permintaan uang untuk
spekulasi.
MD=
MT + MSP
=
MT (Y) + MSP (i)
Dari persamaan di atas dapat
dinyatakan bahwa permintaan uang dalam perekonomian ditentukan oleh pendapatan
nasional (Y) dan tingkat bunga (i). tingkat pendapatan nasional akan menentukan
permintaan untuk transaksi, sedangkan tingkat bunga menentukan permintaan uang untuk
spekulasi.
4.
Efektifitas
kebijakan moneter Keynes
Keynes memandang adanya hubungan
berlawanan arah antara tingkat bunga dengan tingkat investasi. Jika tingkat
bunga semakin meningkat, maka tingkat investasi menurun. Sebaliknya jika
tingkat bunga menurun, maka tingkat investasi meningkat. Dasar pemikiran ini
yang memungkinkan kebijakan moneter akan mempengaruhi tingkat output. Jika
tingkat bunga dapat diturunkan, maka jumlah investasi akan lebih besar yang
akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan bila ingin menurunkan tingkat suku
bunga maka hal yang akan dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, karena
penambahan ini akan meningkatkan investasi, dan akhirnya mendorong pertumbuhan
ekonomi negara.
C.
Gabungan
Teori moneter klasik Dan Keynesian: model IS-LM
Sintesis
Klasik-Keynesian atau disebut juga sintesis Neo Klasik-Keynesian memadukan
pemikiran Keynes dan Klasik menjadi satu sintesisi baru. Pandangan kaum Klasik bahwa
uang berfungsi sebagai alat tukar dan
pasar senantiasa berada dalam keadaan keseimbangan, digabungkan dengan
pandangan Keynes tentang uang sebagai alat tukar dan alat penyimpan nilai.
Penggabungan ini memungkinkan dibuatnya hubungan antara sektor riil dengan
sektor moneter.
Diagram
tersebut bermakna bahwa ada hubungan antara keseimbangan di sektor riil (pasar
barang dan jasa) dengan keseimbangan di sektor moneter (pasar uang dan
modal). Perubahan keseimbangan pasar
uang dan modal akan berpengaruh terhadap keseimbangan pasar barang dan
jasa. Kaitan antara keseimbangan sektor
riil dengan sektor moneter terjadi pada permintaan investasi dan permintaan
uang. Di mana permintaan investasi sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga,
sehingga pergerakan tingkat suku bunga di sektor moneter akan mempengaruhi
pasar barang dan jasa. Perubahan di sektor rill, yaitu pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Jika pendapatan nasional
meningkat maka permintaan uang untuk transaksi juga meningkat. Selanjutnya akan
mempengaruhi tingkat suku bunga dan keseimbangan sektor moneter.
Perekonomian
dikatakan berada dalam keseimbangan jika pasar barang/jasa dan pasar
uang/modal berada dalam keseimbangan
secara simultan. Pada saat itu tingkat bunga keseimbangan memungkinkan
permintaan uang sama dengan penawaran uang,
sehingga pasar uang/modal berada dalam keseimbangan. Di sektor barang
dan jasa pada tingkat bunga tersebut,
produksi telah sama dengan pengeluaran agregat, sehingga pasar barang/jasa
berada dalam keseimbangan.
1.
Keseimbangan
pasar barang dan jasa.
Keseimbangan
pasar barang dan jasa tercapai bila pengeluaran agregat sama dengan total
produksi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
AE
= Y
Di mana : Y = total
produksi
AE = pengeluaran agregat.
Kita
misalkan di perekonomiantertutup yangh terdiri dari dua sektor yaitu sektor
rumah tangga dan perusahaan. Sehingga pengeluaran agregatnya terdiri dari
konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan.
Atau secara matematis akan terlihat seperti berikut ini:
AE = C + I,
sementara itu, jumlah output yang diproduksi sebagian besar dikonsumsi dan
sebagian lagi ditabung, sehingga dapat dinyatakan:
Y = C + S
Berdasarkan
pernyataan-pernyataan tersebut di atas, maka:
AE
= Y
C+I
=
C+S
I
= S,
Ini
berarti bahwa pasar barang dan jasa berada dalam keseimbangan apabila investasi
sama dengan tabungan.
2.
Keseimbangan
pasar uang (kurva LM)
Pasar
uang dikatakan berada dalam keseimbangan apabila jumlah permintaan uang sama
dengan jumlah penawaran uang. Karena permintaan uang untuk transaksi ditentukan
oleh tingkat pendapatan nasional, sementara harga uang merupakan gambaran
kelangkaan uang yang merupakan hasil interaksi permintaan dan penawaran uang.
3.
Keseimbangan
perekonomian
Perekonomian
dikatakan berada dalam keseimbangan bila pasar barang/jasa maupun pasar uang
telah berada dalam keseimbangan.
Perbedaan Teori Moneter Klasik dan Teori Moneter Keynes
KLASIK
|
|
KEYNES
|
|
DAFRAR
PUSTAKA
Nopirin,Ph.D,Ekonomi Moneter
buku 1 edisi ke -4,Yogyakarta;BPFE-Yogyakarta,1996
Nopirin,Ph.D,Ekonomi Moneter
buku 11 edisi ke -1,Yogyakarta;BPFE-Yogyakarta,2000
No comments:
Post a Comment