A. Guru Sebagai Jabatan Profesional
.
Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki orang yang menjabat
sebagai guru harus bekerja profesional. Bekerja dengan profesional berarti
harus berbuat dengan keahlian. Sementara itu, keahlian hanya dapat diperoleh
melalui pendidikan khusus, dan guru merupakan orang yang mengikuti pendidikah
keahlian melalui lembaga kependidikan. Karena itu, guru dituntut memiliki
keahlian mendidik yang profesional
guru
adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari
proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK). Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional, marilah kita
tinjau ciri-ciri pokok dari pekerjaan profesional :
(a)
Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang
hanya diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga
kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya. Seorang dokter,
psikolog, saintis, ekonom, dan berbagai profesi lainnya dihasilkan dari
lembaga-lembaga pendidikan yang relevan dengan profesi tersebut,
(b)
Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang
spesifik sesuai dengan jenis profesinya,
(c)
Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latarbelakang
pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi
latarbelakang pendidikan akademik sesuai profesinya, semakin tinggi pula
tingkat keahliannya. Dari ketiga ciri perkerjaan profesional yang disebutkan di
atas, lalu apa ciri-ciri guru yang profesional dan apa saja yang harus dibekali
oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menghasilkan calon-calon guru
yang profesional
Ada
tujuh komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya
sebagai guru yang profesional, yaitu :
a. Guru sebagai sumber belajar
Peran
guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran
dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi
pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar
bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi
pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai
sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak
dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang
dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas
rata-rata siswa lainnya.Guru harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran,
misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa,
mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di
bahas.
b. Guru sebagai fasilitator
Sebagai
fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan
siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai
fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu
memahami bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing
media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok
digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai
ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan
salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan
merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada
gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut
untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan
sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan
tehnolgi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan
teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa
menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat, sebagai
fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi
secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat
meningkatkan motivasi belajar mereka.
c. Guru Sebagai pengelola
Sebagai
pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan
iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui
pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk
terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat
fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan
fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan
fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan
tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan
waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru
berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi.
Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif.
Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan
belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu
lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung
jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah
direncanakan. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan
menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang
melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing,
mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
d. Guru sebagai demonstrator
Peran
guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada
siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami
setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator.
Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat
terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat
diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan
bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati
oleh setiap siswa.
e. Guru sebagai pembimbing
Sebagai
seorang pembimbing , Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi “ini” atau
jadi “itu”. Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas
guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing,
ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memahami anak didik yang
sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaa belajarnya,
memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam
merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun
merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan
baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa
yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.
f. Guru sebagai motivator
Dalam
proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat
penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh
kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar.
Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut
kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang
patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai
berikut :
1. Memperjelas tujuan yang ingin
dicapai,
2. membangkitkan minat siswa,
3. Menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan,
4. Memberi pujian yang wajar terhadap
keberhasilan siswa,
5. Memberikan penilaian yang positif,
6. Memberi komentar tentang hasil
pekerjaan siswa, dan
7. Menciptakan persaingan dan
kerjasama.
g. Guru sebagai evaluator
Sebagai
evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan
terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga
dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran.
Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan
penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang
diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka
layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum
bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering
guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan “tes”, artinya guru telah
melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat,
sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu
pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi
dengan pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan
keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara
tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa
untuk mengisi soalsoal yang biasa keluar dalam tes.
Oleh
karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal
ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya
evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata. Untuk menghasilkan
guru-guru yang profesional merupakan suatu tugas berat yang harus diemban oleh
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai lembaga yang perperan
dalam mempersiapkan tenaga guru, dalam hal ini dilakukan oleh tenaga-tenaga
ahli (dosen) yang profesional juga.
Guru
sebagai jabatan profesional meliputi guru sebagai sumber belajar, fasilitator,
pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan sebagai evaluator. Guru
yang profesional memiliki kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan
sosial.
Guru profesional dibekali melalui
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dan melalui pembinaan secara
kontinyu melalui lembaga-lembaga profesi dan dinas terkait. Untuk menghasilkan
dan mempertahankan keprofesionalisme guru ditempuh dengan melalui pendekatan
manajemen mutu terpadu atau
B. Tantangan Guru Dalam Pembelajaran
Menjadi
guru itu gampang-gampang susah. Gampang kalau guru hanya memindahkan materi
pelajaran yang ada di buku ke otak siswa. Tetapi, akan lebih sulit bila menjadi
guru yang dapat memotivasi siswa agar lebih aktif belajar dimana pun ia berada.
Artinya, siswa tersebut mampu menerima informasi dari berbagai lini menjadikan
informasi tersebut sebagai bahan pelajaran. Tantangan para guru sebenarnya
adalah bagaimana memberikan motivasi kepada para siswanya agar mereka tidak
terpaku pada buku-buku teks pelajaran yang ada disekolah saja. Tapi diharapkan
para siswa tersebut mampu menemukan cara terbaik untuk belajar dari diri dan
lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran
bukanlah ilmu tetapi seni. Seni bagaimana kita mengelola kemampuan berpikir
kita, menggunakan akal kita, mempergunakan sumberdaya yang kita miliki agar
memberikan manfaat tidak hanya bagi diri kita sendiri tapi juga lingkungan
kita. jadi pembelajaran itu bersifat spesifik, dan masing-masing guru tidak
bisa disamaratakan. Guru yang baik adalah guru yang mengetahui seni mendidik
dan mengajar. Guru yang hanya terpaku pada buku teks pelajaran semata bukanlah
guru yang baik. Guru yang baik adalah yang mengetahui perbedaan masing-masing potensi
yang dimiliki oleh para siswanya.
Para
siswa memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Disinilah letak seni
mengajar itu. Guru yang mengerti akan kemampuan siswanya, tidak akan memberikan
pendekatan yang sama bagi para siswanya. Perbedaan perlakuan tersebut misal,
siswa yang cerdas tidak bisa disamakan pendekatan pembelajarannya dengan siswa
yang kurang cerdas. Demikian pula terhadap siswa yang aktif, pendiam, periang,
penurut, nakal, tentu memerlukan pendekatan yang tidak sama.
Hal
ini perlu dilakukan agar semua potensi yang dimiliki oleh siswa dapat
berkembang secara maksimal.guru yang mampu melakukan hal tersebut dipastikan
akan menghasilkan siswa yang berprestasi. Karena itu, para guru harus dibekali
kemampuan untuk mengetahui latar belakang dan potensi yang ada para siswanya.
Pendekatan terhadap siswa tidak bisa dilakukan secara sepintas lalu, tapi harus
dilakukan secara kuntinu dan simultan. Sebab, setiap saat para siswa itu bisa
berubah. Dan perubahan itu harus diketahui oleh para guru untuk menyesuaikan
pendekatan yang harus dilakukan.
Cara
memberikan pengetahuan kepada para siswa adalah dengan memberikan pengetahuan
tentang cara menemukan pengetahuan tersebut, serta dimana tempat untuk
memperoleh pengetahuan tersebut. Buku merupakan salah satu tempat untuk
memperoleh pengetahuan. Karena itu, buku harus disediakan secara dengan jumlah
yang cukup. Setelah harus diajarkan bagaimana cara menggunakan buku tersebut
agar memberikan manfaat yang maksimal bagi para siswa.
Banyak
guru-guru kita yang lalai dengan kedua hal tersebut. Buku mungkin lumrah bagi
para guru. Tapi bagaimana menggunakan buku tersebut secara baik mungkin tak
banyak diberikan oleh para guru. Mereka terpaku pada bagaimana memindahkan
angka dan huruf yang ada di dalam buku ke otak siswa. Tidak salah memang, tapi
dengan cara ini tidak bisa memaksimalkan pengetahuan yang di dapat oleh para
siswa. Eksplorasi kemampuan siswa agar mereka mampu menjadikan pengetahuan yang
mereka miliki sebagai jembatan yang menghubungkan mereka dengan dunia luar
merupakan tantangan terbesar yang dihadapi para guru. Banyak siswa yang
sebenarnya memiliki potensi secara fisik dan jasmani, tapi karena guu tak mampu
mengeksplor kemampuan tersebut akhirnya tenggelam dengan sendirinya. Kalau hal
ini terjadi, sungguh sangat disayangkan.
Karenanya, peningkatan mutu guru
tidak hanya sebatas pada peningkatan pengetahuan guru, tapi lebih dari itu
adalah memberikan pengalaman bagaimana para guru mengetahui seni belajar dan
mengajar. Kalau hal ini bisa dilakukan, akan lebih banyak lagi para siswa kita
yang memiliki prestasi disegala bidang.
Buku
“Profesi Kependidikan; problema, solusi, dan reformasi pendidikan di Indonesia”
karangan Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd., mencoba menawarkan sejumlah
kegiatan bagi guru sehingga dapat dianggap sebagai sebuah profesionalitas.
Dimana salah satu isi dari salah satu bab di buku tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut
a. Kegiatan Guru dalam Pembelajaran
Banyak
sekali kegiatan yang dapat dipilih guru dalam menyampaikan pembelajaran. Sayangnya,
tidak ada rumus sederhana untuk mencocokkan kegiatan dengan sasaran. Ada yang
dianggap baik untuk seorang pengajar atau sekelompok siswa, bisa saja tidak
memuaskan dalam situasi lain. Karenanya, Uno mengatakan perlu adanya persiapan
landasan bagi pengambilan putusan secara memuaskan tentang metode pengajaran
dan kegiatan belajar yang efektif. Beberapa pola pembelajaran efektif tersebut,
kata dia, dapat dilakukan dengan pengembangan metode-metode mengajar dan
kegiatan belajaran yang sudah umum dilakukan, misalkan metode ceramah,
berbicara dengan formal, menulis di papan tulis, memperagakan, menggunakan
bahan pandang dengar, mempersiapkan lembar kerja siswa, menulis laporan
praktikum, dan barangkali menonton film serta menggunakan bahan pandang dengar
yang lain.
Metode-metode tersebut tidak dapat
digunakan dengan sembarangan ketika merencakan program pengajaran. Ada beberapa
alasan dikemukan Uno.
Pertama,
dari
pengetahuan tentang gaya belajar, baik metode kelompok maupun metode mandiri
harus digunakan. Ada siswa dapat belajara mandiri, tetapi ada juga sejumlah
siswa lebih senang belajar dalam suasana dan situasi pengajaran yang beraturan
dan terpimpin.
Kedua,
kondisi
adan asas belajar menyebabkan kita tangggap akan perlunya memilih metode yang
memberi peluang untuk peran serta yang aktif dari pihak siswa dalam segala
kegiatan belajar.
Ketiga,
jika
kita siap menggunakan teknologi pengajaran yang baru (TV, komputer, dan
lain-lain), penakaran biasanya diberikan pada penyajia kelompok atau pada
kegiatan belajar mandiri. Kedua jenis penyajian ini tidak memberikan kesempatan
interaksi antarguru-siswa secara tatap muka.
Keempat,
ada
persoalan dalam keefesienan menggunakan waktu guru dan siswa, sarana, serta
peralatan. Untuk tujuan tertentu mungkin lebih efesien apabila guru menyajika
informasi kepada seluruh kelas secara serempak (dengan jumlah siswa berapa
saja) daripada menguasai siswa mempelajari bahan secara mandiri.
Menurut
Uno, secara kesuluruhan, metode penyajian kelompok dan belajar mandiri paling
berhasil mencapai sasaran dalam ranah afektif dan psikomotor. Lebih jauh, ia
menjelaskan, cara terbaik dan efektif dalam mencapai sasaran afektif adalah
melalui kerja kelompok.
b. Kondisi dan Asas untuk Belajar
yang Berhasil
Pengajaran
yang efektif ditandai oleh berlangsungnya proses belajar. Ia menawarkan
beberapa kondisi dan asas belajar yang penting dan dianggap bermanfaat. Kondisi
dan asas tersebut yakni:
1) Persiapan sebelum mengajar;
2) Sasaran belajar;
3) Susunan bahan ajar;
4) Perbedaan individu;
5) Motivasi;
6) Sumber pengajaran;
7) Keikutsertaan;
8) Balikan;
9) Penguatan;
10) Latihan pengulangan;
11) Urutan kegiatan;
12) Penerapan;
13) Sikap mengajar;
14) Penyajian di depan kelas.
c .Metode penyajian
Selain
itu, Uno juga memaparkan sejumlah metode penyajian dalam pembelajaran.
Menurutnya, ada metode penyajian keunggulan. Metode-metode tersebut dibaginya
menjadi:
1. Ceramah atau format penyajian
lainnya yang telah dikenal dan diterima secara konvensional, baik dari kalangan
pengajar maupun siswa. Metode ini merupakan metode utama dan kebanyakan
digunakan oleh pengajar;
2. Pada umumnya diperlukan upaya dan
pemikiran, minimal untuk merencanakan penyajian ceramah, karena pengajar sudah
mengenal dan menggunakan metode penyajian model ini;
3. Ada beberapa pengajar yang merasa
bahwa untuk mempertahankan status mereka atau menambah wibawa di mata siswa,
mereka berbicara di depan kelas;
4. Dari segi tujuan pembelajaran, waktu
dapat dihemat karena dalam jangak waktu tertentu lebih banyak informasi dapat
disajikan;
5. Sejumlah besar siswa dapat dilayani
dalam waktu yang sama, yang jadi pembatas hanyalah ukuran ruangan;
6. Jika diperlukan, penyajian dapat
diubah dengan penyajian bahan ajar tertentu atau menambahkan bahan baru
sebelum, bahkan ketika pengajar menyajikan bahan ajar; dan
7. Cara ini layak diterapkan sebagai
metode komunikasi apabila informasi yang akan disampaikan mengharuskan sering
terjadinya perubahan dan pemutakhiran.
Kendati
ada sejumlah keunggulan metode penyajian, Uno juga tidak memustahilkan adanya
kelemahan pada metode tersebut. Jika keunggulan metode penyajian disebutkannya
ada 8 poin, kelemahannya pun ada 8 poin, yakni:
1. Siswa dibatasi keikutsertaannya,
mereka hanya menonton, mendengar, mencatat, dan hanya sedikit atau sama sekali
tidak kesempatan bertukat pendapat dengan pengajar;
2. Adanya keharusan bagi pengajar untuk
menyajika bahan ajarnya dengan cara menarik, bergairah, dan penuh tantangan,
agar siswa tetap tertuju pada penyajian pengajar;
3. Ketika guru memberikan ceramah atau
memperagakan sesuatu kepada siswa, diandaikan siswa memperoleh pengertian yang
sama, tingkat pemahaman yang sam, dan pada waktu yang sama pula;
4. Apabila dizinkan bertanya,
pengajaran akan berhenti dan beberapa siswa terpaksa menunggu sampai pertanyaan
itu terjawab sebelum dapat mengikuti penyajian selanjutnya;
5. Pengajar sulit mendapat balikan dari
siswa sehubungan kesalahan dan kesulitan yang dihadapi siswa selama penyajian;
6. Terdapat bukti bahwa bahan penyajian
lisan saja tanpa disertai keikutsertaan siswa secara terencana, hanya dapat
diingat dalam jangka waktu pendek; dan
7. Penyajian bukanlah metode yang dapat
diterapkan untuk mengajarkan keterampilan psikomotor dan sasaran dalam ranah
afektif hanya terpengaruh sedikit sekali.
d.
Belajar mandiri
Akhir-akhir
ini terdapat kecenderungan yang dilakukan pengajar mengurangi waktu dalam
menyajikan bahan ajarnya. Pengajar mulai mencoba membiarkan siswa belajar
mandiri atau berkelompok. Menurut Uno, belajar mandiri sekarang ini memperoleh
perhatian terbanyak dalam rancangan pengajaran.
Ada sejumlah ciri program secara
mandiri yang dipaparkan Uno dalam buku ini.
1. Kegiatan untuk siswa dikembangkan
secara cermat dan rinci sehingga pengjaran dapat berlangsung dengan baik manakala
bahan disusun menjadi langkah-langkah yang terpisah dan kecil.
2. Kegiatan dan sumber pengajaran
dipilih dengan hati-hati dan memerhatikan sasaran pengjaran yang
dipersyaratkan.
3. Penguasaan siswa terhadap setiap
langkah harus diperiksa sebelum ia melanjutkan ke langkah berikutnya.
4. Siswa kemudian harus segera menerima
kepastian (balikan) tentang kebenaran jawaban atau upaya lainnya.
5. Apabila muncul kesulitan, siswa
mungkin mempelajari lagi atau meminta bantuan pengajar.
Ada
beberapa keunggulan menurut Uno dalam belajar mandiri pada siswa. Di antara
keungggulan-keunggulan itu disebutkan bahwa program mandiri sengaja dirancang
dengan cermat sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak asas belajar. Pola ini
juga disebutkan dapat memberi kesempatan, baik kepada siswa yang lamban maupun
yang cepat untuk menyelesaikan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan
masing-masing. Keunggulan lainnya belajar mandiri dikatakan Uno dapat
menyebabkan perhatian tercurah lebih banyak kepada siswa perseorangan dan memberi
kesempatan yang lebih luas untuk melangsungkan interaksi antarsiswa.
Di
samping keunggulan, juga disebutkan beberapa kelemahan pada belajar mandiri.
Kelemahan-kelemahan itu di antaranya memungkinkan kurang terjadi interaksi
antara pengajar dengan siswa dan antara sesama siswa. Apabila dipakai jalur
dengan langkah tetap, kemungkinan belajar mandiri akan membosankan dan tidak
menarik. Kelemahan lainnya terdapat pada metode yang sering menuntut kerja sama
dan perancanaan tim yang rinci di antara staf pengajar yang terlibat.
e. Media Pandang
Media
pandang dengan lembar petunjuk dapat dipakai apabila siswa memerlukan
pengajaran atau petunjuk untuk menjalankan suatu perlengkapan, melaksanakan
suatu proses, atau menyelesaikan suatu kegiatan dengan cermat. Semua bahan ini
sering disebut alat bantu kerja. Media pandang ini dapat ditempatkan di bengkel
kerja, laboratorium, atau toko, atau dipersiapkan untuk dapat diambil dan
dipelajari kapan saja, kapan diperlukan.
f. Sistem Pengajaran Perseorangan
(PSI)
Sistem
pengajaran perseorangan atau disebut juga Personalization System of
Instruction (PSI) adalah sebuah pendekatan yang dapat diterapkan pada suatu
pelajaran yang lengkap. Pendekatan umumnya berdasarkan pada sebuah buku ajar
dengan satuan pelajaran yang terdiri atas bacaan, pertanyaan, dan soal. Setelah
mempelajari setiap bagian bahan dan menjalankan seperangkat pertanyaan yang
berkaitan atau menyelesaikan berbagai kegiatan, siswa melaporkan kepada
pengawas atau tutor bahwa siap untuk diuji tentang bagian tertentu dari bahan
ajar.
Suatu
pendekatan sistem lengkap lainnya untuk belajar mandiri adalah metode AT (Audio
Tutorial). Model ini menggunakan media suara. Pendekatan ini dirancang oleh
Botaniwan Samuel N. Postlethwait. Prosesnya meliputi tidak komponen utama,
yaitu (a) pertemuan kelompok besar (kelas); (b) kegiatan belajar mandiri di
laboratorium yang sesuai dengan pelajaran dimaksud; (c) pertemuan diskusi
kelompok, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, melaporkan
sesuatu, dan ikut dalam bentuk interaksi lainnya.
Dari sekian banyak model
pembelajaran yang ditawarkan Uno pada bab 5 buku ini, kelihatannya pendekatan
yang terakhir (pendekatan PSI dan AT) lebih memiliki peluang hasil belajar
pembelajaran yang diharapkan dibanding pendekatan-pendekatan lainnya.
C. Kompetensi Profesionalisme Guru
Sebelum lebih
jauh membahas tentang kompetensi guru,terlebih dahulu dibahas tentang hakekat
kompetensi seseorang serta pengertian kompetensi dari para ahli .
Menurut Littrel kompetensi adalah
kekuatan mental dan fisik untuk melakukan tugas atau ketrampilan yang
dipelajari melalui latihan dan praktik .
Menurut Stephen J.Kenezevich,kompetensi
adalah kemampuan-kemampian untuk mencapai tujuan organisasi .sedangkan menurut
Spenser,kemampuan adalah karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang
berhubungan dengan kinerja efektif dan/atau superior dalam suatu pekerjaan atau
situasi.
Pengertian
dasar kompetensi adalah kemampuan dan kecakapan seseorang yang menguasai
kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntunan bidang kerja yang
bersangkutan. Kompetensi guru merupakan gambaran hakekat kualilitatif dan
prilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti.perilaku
disini merujuk bukan hanya pada perilaku nyata ,tetepi juga meliputi hal-hal yang
tidak tampak.dengan demikian kompetensi guru merupakan kapasitas internal yang
dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya.tugas profesional guru bisa
diukur dari seberapa jauh guru mendorong proses pelaksanaan pemblajaran yang
efektif dan efisien.
Menurut grasser
ada empat hal yang harus dikuasai guru ,yakni (a) menguasai bahan pelajaran,(b)
kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa,(c) kemampuan melaksanakan proses
pengajaran ,serta (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa
Guru merupakan pendidik formal sekolah
yang bertugas memblajarkan siswa-siswanya sehingga memperoleh berbagai
pengetahuan ,keterampilan,nilai,dan sikap yang semakin sempurna kedewasaan atau
pribadinya .
karena
itulah,guru terikat dengan berbagai syarat ,yang diantaranya guru disyaratkan
untuk memiliki sepuluh kemampuan dasar,yaitu
1) Menguasai
bahan,
2) Mengelola
program belajar mengajar,
3) Mengelola
kelas,
4) Menguasai media
atau sumber belajar,
5) Menguasai
landasan pendidikan,
6) Mengelola
interaksi belajar mengajar,
7) Menilai
prestasi siswa,
8) Mengenal fungsi
dan program bimbingan penyuluhan,
9) Mengenal dan
menyelenggarakan adminitrasi sekolah,
10) Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan
pengajaran
Adapun macam-macam kompetensi yang
harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain:
1. Kompetensi
profesional,artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi
yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep
teoritis mampu memilih metode dalam proses blajar mengajar.
2. Kompetesi
personal,artiya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber
intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang
pantas diteladani,mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh
Ki Hajar Dewantoro,yaitu” ing ngarso sung tulodo,Ing madya mangun
karsa,tutwuri handayani”
3. Kompetensi
sosial,artinya guru harus mampu menunjukan atau berinteraksi sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah,bahkan
dengan masyarakat luas
4. Kompetensi
untuk melakukan pelajaran yang sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan
nilai-nilai sosial dari nilai material
Dalam kegiatan
profesinya guru harus memiliki kemampuan untuk merencanakan program pemblajaran
dan kemampuan untuk melaksanakan pemblajaran .kemampuan ini diperoleh melalui
latihan yang berkesinambungan,baik pada masa pendidikan prajabatan maupun pada
masa pendidikan pada masa jabatan .
DAFTAR PUSTAKA
Buchari
Alma.(2009) Guru Profesional Menguasai Metode dan Trampil Mengajar. Bandung:Penerbit ALFABETA.
Mulyasa,(2002).Kurikulum
Berbasis Kompetensi; Konsep, Teori,dan Implementasi. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Udin
Syarifudin saud.(2009). Pengembangan Profesi Guru.Bandung:Penerbit ALFABETA.
Zainal
Aqib dan elham rahmanto. (2007). Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV YRAMA WIDYA
Undang-Undang
No 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen serta Standar Nasional Pendidikan . Jakarta: CV Tamita Utama
No comments:
Post a Comment