Kesalehan Sosial Rosulullah Saw bersabda, kehidupan ini bagaikan kebun tempat bercocok tanam. Siapa menanam duri tak akan mengetam anggur. Siapa yang menabur angin dia akan menuai badai. Apapun yang kita lakukan di dunia ini tidak sedikitpun yang terlewatkan oleh Raqib dan Atid Allah swt. Setiap kegiatan atau aktvitas manusia diatas muka bumi ini tersimpan dalam kitab lauh mahfuzh.
Manusia hidup dengan dua kapasitas
utama yang bersifat jasmani dan rohani. Yang keduanya tak terpisahkan dan
rekaman jejaknya tak akan hilang. Masa lalu merupkan suatu hal yang tak akan
mungkin dapat diubah yang menyimpan seluruh data prilaku kita, dan itulah yang
disebut dengan history yang menjelma menjadi pohon kehidupan. Justru dilain
pihak masa depan menyimpan sejuta potensi dan kemungkinan, yang dimana manusia
sebagai mahluk yang dikarunia akal dan pikiran harus mampu membuat dan
melaksanakan langkah-langkah yang dapat membuat masa depannya menjadi lebih
baik.
Manusia sebagai mahluk yang
diciptakan secara lebih sempurna oleh Allah dari mahluk-mahluk lainnya di
anugrahi kepala untuk berpikir, hati memiliki kekuatan untuk berkehendak, dan
tangan untuk menjadikan pikiran dan kehendaknya dalam karya nyata. Namun yang
paling utama dimiliki oleh seorang manusia untuk memaknai kehidupan ini yaitu
sebuah kebebasan (freedom). Tidak mungkin seseorang akan meraih suatu kebaikan
dan keikhlasan tanpa memiiki sebuah kebebasan untuk memilih. Seiring dengan
adanya kebebasan manusia untuk memilih maka muncullah sebuah pertanggungjawaban
atas kebebasan untuk memilih tersebut.
Tidak ada paksaan bagi siapapun
dalam memilih agama yang dianut. Tuhan telah mngutus Rasul-Nya untuk membimbing
umat manusia agar manusia tersebut bisa membedakan antara yang benar dan yang
salah. Tetapi Tuhan tetap memberikan kemerdekaan bagi manusia untuk memilih
jalan hidupnya, karena dengan kemerdekaan itulah kehidupan menjadi bermakna.
Tindakan moral mensyaratkan lima elemen pokok.
Pertama, kemerdekaan, yang dengannya kita memiliki kebebasan memlih jalan
hidup. Kedua, keabadian jiwa, bahwa apapun yang kita lakukan di dunia ini pasti
akan berkelanjutan pada kehidupan setelah mati (akhirat). Ketiga, hari
pengadilan (yaumul jaza’), pasti aka nada pengadilan yang nantinya akan
menuntut pertanggung jawaban terhadap kemerdekaan dan kehidupan yang kita
jalani saat ini. Keempat, mesti ada hakim yang Maha Adil, yang sangat jauh
berbeda dengan pengadilan di dunia. Kelima, setelah semua proses tersebut
kemudian akan muncul istila reward dan punishment terhadap apa yang telah kita
lakukan selama masih hidup di dunia.
Bagi mereka yang tidak memiliki
pegangan dan tujuan dalam menjalani kehidupan ini maka sangatlah tidak penting
kemana kaki melangkah dan dimana akan berhenti. Berbeda halnya dengan mereka
yang beriman, karena setiap tarikan nafas dan langkah di dunia ini adalah
sebuah tahapan pulang bertemu dengan sang pencipta. Dari Allah kembali ke
Allah.
Sesungguhnya manusia berada dalam
kerugian. Manuia selalu merugi, kecuali mereka yang kehidupannya diisi dengan
iman yang mendatangkan amal saleh. Untuk menjaga iman yang mendatangkan amal
saleh tersebut diperlukan adanya seorang teman dan lingkungan yang sejatinya
selalu mengingatkan dan mengajak kepada kebenaran. Yang dimana itu semua bisa
bertahan jika kita bisa bersikap konsisten.
Manusia adalah mahluk sosial yang
tidak akan mampu untuk hidup sendiri tanpa didampingi oleh sesamanya. Dalam
menjalani kehidupan ini antara satu sama lainnya saling megisi, namun disisi
lain ada juga yang saling menjatuhkan. Jadi setiap pribadi adalah juga bagian
dari yang lain. Dan kehidupan seseorang selalu menjadi bagian dari yang lain,
bukan sebuah atom yang berputar lepas dan bebas sendirian.
Manusia hidup dalam waktu, sebagaimana ikan hidup di
dalam lautan. Karena itu abstrak yang kita tidak mampu mengukur panjangnya,
kapan waktu bermula dan berakhir, manusia menciptakan sekat-sekat, seakan waktu
dipenggal-penggal menjadi potongan yang terukur. Oleh karena itu buatlah
penggalan-penggalan waktumu layaknya sebuah sawah yang kemudian kau sebarkan
biji tanaman sebanyak-banykanya agar lingkunganmu menjadi rindang dan
mendatangkan buah.
Kita sebagai manusia yang beriman dituntut untuk
membuat penggalan waktu dan kehidupan yang kita jalani saat ini bermakna bagi
diri sendiri dan lingkungan. Di dalam Alqur’an pun sudah jelas dan rasional
terdapat penjelasan mengenai waktu ini. Sungguh manusia selalu dibuntuti dengan
kerugian akan kehilangan modal waktu, yang dimana jika waktu yang dimiliki
berlalu sia-sia tanpa melakukan suatu hal yang baik, maka waktu tersebut takkan
kembali lagi dan tak bisa ditemukan lagi. Oleh sebab isilah waktu yang datang
menemuimu dengan iman dan amal kebajikan, jika tidak sungguh kamu akan bangkrut
dan merugi.
Manusia diperintahkan untuk saling mmperingati dan
saling mengajak untuk melakukan hal-hal yang baik, karena sifat manusia yang
pada dasarnya sering lupa dan memandang murah terhadap waktu. Karena memang
sulit bagi seorang manusia untuk bersikap konsisten dalam berbuat amal saleh
dan selalu menegakkan kebenaran. Pada setiap pergantian tahun tanyakanlah pada
diri sendiri, amal kebaikan apa yang telah kita lakukan? Apa maknanya bagi
keluarga dan teman-temanku? Pertanyan-pertanyaan seperti ini sangat penting
untuk ditanyakan pada diri sendiri agar kita mampu mengubah diri sendiri
menjadi orang yang lebih baik dari tahun sebelumnya (intropeksi diri).
puasa sebagai ritual keagamaan, tidak dilihat
sebagai tujuan tetapi merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada Tuhan, yang
mengandung aspek latihan spiritual yang memiliki sasaran diluar dirinya.
Maksudnya adalah secara sederhana saja kita bisa memahami bahwa fungsi jalan
adalah untuk dilalui dalam rangka menuju suatu titik tujuan. Jadi puasa
merupakan salah satu jalan yang harus kita lalui dalam rangka untuk menemui
satu titik tujuan yaitu Allah swt, karena puasa merupakan salah satu
perintahnya yang harus ditaati.
Dalam ibadah puasa terdapat tiga pesan yang melekat.
Pertama, penghayatan akan adanya Tuhan. Penghayatan akan adanya Tuhan ini
terletak pada saat kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak makan dan minum
atau perbuatan-perbuatan lain yang bisa menyebabkan puasa menjadi batal, karena
Tuhan hadir disetiap hembusan nafas kita.
Kedua, dengan kesanggupan menunda kenikmatan jasmani
yang bersifat sesaat, sesungguhnya kita tengah melakukan suatu bentuk investasi
kenikmatan yang jauh lebih agung dan sejati dimasa depan. Dalam bentuknya yang
sederhana adalah seperti pada kenikmatan ketika tiba waktunya untuk berbuka
puasa.
Ketiga, selain mengajarkan untuk berpandangan hidup
ke masa depan (future oriented), puasa juga mengajarkan kepada kita agar lebih
peka terhadap lingkungan sosial. Yaitu dalam bentuk diperintahkannya kita oleh
Tuhan untuk mengeluarkan zakat di penghujung bulan ramadhan secara simbolik
mencerminkan akan adanya sasaran sosial yang hendak diraih dengan melakukan
ibadah puasa tersebut dalam rangka mempersempit jurang pemisah antara yang kaya
dan yang miskin, yang lemah dan yang kuat.
Dari ritualisme ke emansipatoris
Tidaklah tepat jika ritual keagamaan terjatuh
menjadi kegiatan rutin dan menjadikan ibadah sebagai tujuan akhir, yang
menyebabkan agama menjadi paham ritualisme yang tidak lagi mengemban paham
profetik (kenabian). Yang paling utama adalah hendaknya praktik keberagamaan
yang dilakukan seseorang pada akhirnya mampu mengarahkan dan memberi motivasi
untuk meningkatkan pengabdian sosial serta mengangkat harkat hidup masyarakat.
Dalam ibadah puasa sudah sangat jelas terdapat pesan
bahwa salah satu hikmah yang hendak diraih adalah terbinanya kepribadian yang
senantiasa sanggup menahan diri dari godaan kenimatan materi yang sejatinya
adalah bersifat sementara, demi meraih sebuah kenikmatan ruhani yang jauh lebih
tinggi dan mulia. Sedang dari sisi sosial ibadah sosial mengajarkan agar kita
mampu menahan diri dari godaan dunia, yang kiranya mampu menyeret kita kepada
gaya hidup yang egoistik dan hedonistik.
Ibadah puasa diyakini tidaka hanya bentuk ibadah
yang diperuntukkan bagi kehidupan setelah mati (akhirat) semata melainkan juga
menghendaki kesalehan di dunia. Ia juga memiliki pesan dan kekuatan
emansipatoris bagi mereka yang tertindas jika pesan yang terkandung didalam
puasa terebut dihayati dan di aplikasikan secara seksama.
Puasa dan etos modernisasi
Jika proses pembangunan rasional berencana untuk
menyejahterakan rakyat dan mengajaknya untuk melihat jauh ke depan merupakan
makna dari modernisasi, maka antara puasa dengan modernisasi tidakla berbeda.
Sebagaimana puasa, sebuah modernisasi akan mngalami kegagalan jika para
pelakunya tidak mampu untuk menahan diri dari segala bentuk godaan yng
menawarkan kenikmataan sesaat dengan mengorbankan kenikmatan yang jauh lebih
abadi pada hari esok.
Setali tiga uang dengan puasa, modernisasi juga akan
inilai kurang berhasil kalau dalm praktinya tidak mampu mewujudkan kepedulian
sosial secara nyata, sebagaiman diperintahkan untuk membayar zakat di pengujung
bulan ramadhan dalam rangka memperbaiki naib para fakir miskin.
Menyuburkan kualita insane
Sesungguhnya berpuasa merupakan suatu proses
menumbuhkan dan memperkuat kualitas insane kita, dalam rangka meraih hidup yang
sukses dan lebih tinggi kualitasnya. Secara psikologis bulan ramadhan adalah
bulan interupsi atas rutinitas hidup. Interupsi tersebut berupa
penjungkirbalikan jadwal kehidupan, terutama dengan pemenuhan nafsu, seperti
makan minum dan sebagainya.
Dengan datangnya bulan ramadhan, rutinitas tersebut
dihentikan untuk sementara, dan perlu dilakukannya interupsi untuk dievluasi.
Di dalam bulan ramadhan kita diajak untuk merenung dan menggali makna dibalik
kehidupan yang sedang kita jalani saat ini.
Alqur’an surat al-baqarah ayat 183 menjelaskan
mengenai perintah berpuasa yang artinya : “wahai orang-orang yang beriman,
telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan atas
umat-umat sebelum kamu, agar kamu menjadi manusia yang bertakwa”. Dalam ayat
ini kita diperintahkan untuk bersikap tawakkal yaitu mengapresiasi dan
mengiternalisasi nilai-nilai moral ilahi yang lebih mulia dalam rangka
memelihara keluhuran martabat manusia.
Perintah berpuasa adalah tidak dimaksudkan sebagai
sikap penyiksaan diri, islam melarang puasa bagi orang yang memang tidak mampu
untuk melaksanakannya. Seperti jika dalam keadaan sakit atau tengah dalam
melakukan suatu tugas yang cukup besar dan membutuhkan makan dan minum.
Pribadi masyarakat yang mampu menahan diri dari
godaan kenikmatan sesaat, dan senantiasa melihat sukses yang jauh lebih besar
dihari depan, adalah kunci keberhasilan negara-negara maju seperti Jepang dan
Korea. Mari kita berpuasa dan menahan diri untuk kebahagiaan yang lebih agung
di hari depan untuk diri kita, cucu kita, dan bangsa kita. Memulainya dengan
puasa-puasa sunat ang senantiasa di perintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan Rasulullah
Muhammad saw, terdapat tiga perbedan atau kategori orang yang berpuasa.
Pertama, mereka yang menahan diri dari makan dan minum, dan hal-hal lain yang
dapat membatalkan puasa dimulai dari waktu imsak hingga tib waktu berbuka.
Kedua, yang derajatnya lebih tinggi adalah mereka yang mampu menahan diri dari
perkataan, pikiran, dan prilaku yang tercela. Ketiga, setelh beberapa hal
tersebut diatas dilalui, maka mereka yang hatinya senantiasa terpaut dengan
Tuhan yang Mahakasih dan Mahasuci.
Antara kategori pertama dengan kategori kedua lebih
cocok dikenakan pada puasanya anak-anak. Kemudian mereka yang mampu meraih
kategori yang ketiga tersebut yang barangkali layak mereguk karunia idul fitri,
yaitu prestasi spiritual ketika seseorang berhasil menumbuhkan dan menyegarkan
kembali dirinya dari berbagai macam bentuk dosa yang telah dilakukannya selama
ini.
Berbagai
bentuk ibadah dalam islam ialah memiliki tujuan dan pesan yang sama, yaitu agar
manusia terbebas dari godaan kekuasaan yang ditawarkan, berupa jabatan,
keluarga, harta, dan sebagainya. Menurut Alqur’an hal-hal yang bersifat duniawi
tersebut seringkali menjadikan seseorang selalu memuja dan mementingkan egonya
sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain dalam rangka pemenuhannya.
Melalui ibadah terlebih pada ibadah puasa kita diajak untuk menata kembali hati
yang selama ini sering di jajah untuk selalu mengejar hal-hal yang bersifat
duniawi semata dengan mengorbankan kepentingan orang. Dengan menaklukkan hawa
nafsu, kemudian ruhani kita akan
senantiasa terhubung dengan sang Maha Pencipta sehingga rasa kemanusiaan
kita yang paling hakiki akan terpelihara dari sifat-sifat egoism yang
seringkali menjajah diri kita.
Jadi ibadah puasa yang kita jalani semata-mata
karena Allah mampu menguliti topeng-topeng yang selama ini tanpa disadari telah
melekat pada diri kita dan menutupi wajah kita yang asli. Topeng-topeng
tersebut berupa jabatan, label, kedudukan, profesi, yang kesemuanya itu
memiliki ego di dalamnya.
Hari kemenangan spiritual
Jiwa kita akan senantiasa tetap suci jika kita
selalu mendekat dan bergabung dengan sang Maha Mulia dan Maha Damai.
Demikianlah, berbagai bentuk puasa di dalam islam pada dasarnya merupakan
sarana untuk memelihara kesucian hati dan keagungan ruhani kita sehingga dengan
begitu bisa mengarahkan prilaku jasmani dan pengetahuan kita kea rah yang suci
dan agung pula.
Hari kemenangan yaitu hari raya idul fitri merupakan
pesta bagi umat muslim yang telah mampu menjaga dan memelihara kesucian ruhani
sehingga bisa melaksanakan dan meneruskan tugas-tugas kemanusiaan dengan lebih
segar dan tangguh pada masa-masa selanjutnya.
Dalam Alqur’an di sebut bahwa manusia diiptakan
untuk beribadah kepada Tuhan, ini tidak berarti bahwa ibadah tersebut merupakan
tujuan akhir dari penciptaan manusia. Tujuan ibadah yang sesungguhnya adalah
semata-mata untuk meraih ridhaNya.
Hikmah jerih payah dalam melaksanakan sitiap bentuk
ibadah di dalam islam pada akhirnya ialah akan berdampak manusia yang menjalani
ibadah itu sendiri, karena salah satu cirri yang mencolok dalam konsep
peribatan dalam islam adalah orientasi praksis yang bersifat kemanusiaan.
Misalnya seperti pada perintah shalat, puasa, mengeluatkan zakat, berbuat baik,
menghindari kemaksiatan, dan lain sebagainya. Yang pada intinya setiap ibadah
yang diperintahkan oleh Tuhan tidak semata-mata berorientasi pada akhirat saja
melainkan juga berorientasi pada kepentingan dunia terutama dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang amat
luhur.
Jadi rangkaian ibadah yang diperintakan Tuhan kepada
kita dapat dipahami sebagai sebuah kurikulum atau landasan yang memang di buat
oleh tuhan yang Mahakasih, jika kita seabagai umat manusia mampu memahami dan
merespon perintah Tuhan tersebut, maka kita jualah yang akan beruntung.
Mempertegas komitmen kemnusiaan
Tujuan puasa adalah untuk menjaga kesucian manusia,
dan idul fitri merupakan pesta atas kemenangan umat islam setelah sebulan penuh
melaksanakan ibadah puasa. Lalu kemenangan dan kejayaan yang telah diraih oleh
umat islam tersebut di tujukan untuk berbagi kasih saying dengan sesama.
Tanpa adanya cinta dan kasih sayang antara sesama
manusia lalu apalah artinya sebuah jabatan, harta, kedudukan, keluarga, dan
teknologi. Sebab jika sudah tidak ada lagi rasa cinta di dalam hati kita
makayang akan kita jumpai adalah kjahatan terjadi dimana-mana, seperti fitnah
dibalas dengan fitnah, senjata dilawan dengan senjata, dan kedengkian dibalas
dengan kedengkian.
Makna yang sesungguhnya dari idul fitri adalah
sebuah bentuk kelahiran baru seorang manusia bagaikan bayi yang tak berdosa,
bagaikan bunga teratai yang tumbuh di tengah-tengah air yang kotor berlumpur.
Lagi-lagi dijelaskan bahwa ajaran agama begitu suci dan agung yang kemudian
jika dijalani, dipahami, dan dihayati dengan hati yang suci akan membuahkan
nilai-nilai yang suci dan agung pula. Dan kita sebagai manusia (hamba Allah
swt) senantiasa menyebarkan kasih dan sayang terhadap sesama.
Misi-misi agung yang terdapat dalam agama yang kita
jalani kadangkala sering terhalang oleh sikap-sikap ideologis para pemeluknya
ketika nilai-nalai agung agama tersebut telah terlembagakan. Disini kita sulit
untuk mengetahui apakah seseorang memperjuangkan nilai luhur agama ataukah
malah memperjuangkan ideologi para pemelukunya yang memang pada dasarnya
dibangun atas ajaran-ajaran kegamaan.
Salah satu pesan yang terdapat dalam perayaan hari
raya idul fitri adalah agar manusia bisa melihat dirinya yang pada dasarnya ia
adalah mahluk yang diciptakan oleh Tuhan yang tidak luput dari dosa. Dimana noda-noda
atau dosa-dosa tersebut merupakan suatu hal yang pasti akan mengiringi perjalan
hidup kita didunia ini, oleh karena
itulah kita melaksanakan latihan-latihan keagamaan seperti ibadah puasa dan
kegiatan-kegiatan ibadah lainnyya yang bertujuan untuk mengintropeksi diri
sangatlah. Perjuangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan merupakan sebuah
pekerjaan panjang, sepanjang nafas kita masih berhembus dan eksistensi agama.
Lalu bentuk ibadah lain yang diperintahkan Tuhan
kepada manusia ialah haji, yang dimana ibadaha haji ini juga merupakan salah
satu dari rukun islam sebagaimana puasa dan zakat tadi. Nilai sesungguhnya dari
ibadah haji adalah bukan semata-mata untuk memanjatkan doa saja, karena
sesungguhnya orang-orang yang beriman yakin bahwa dimanapun dan kapanpun kita
memanjatkan doa Tuhan pasti mendengarkan, meskipun kita melakukannya dengan
berbisik-bisik maupun dengan suara yang lantang. Terlebih dalam hal
berkomunikasi dengan Tuhan kita tidak membutuhkan ongkos.
Disamping menetapkan niat dalam hati, rangkaian
ibadah haji selalu diawali dengan melepas pakaian yang kita kenakan sehari-hari
kemudian menggantinya dengan pakaian ihram. Disini kita dapat mengetahui makna
dari mengganti pakaian yang kita kenakan sehari-hari dengan pakaian ihram,
adalah karena pakaian yang kita kenakan sehari-hari sering diidentikkan dengan
status sosial yang kita sandang. Yang dimana pakaian kita tersebut mampu
menjadikan seseorang lupa bahwa apa yang sedang di amanahkan kepadanya tersebut
bersifat sementara dan menganggap deratnya lebih tinggi dari yang orang lain.
sejatinya pakaian yang kita kenakan merupakan tempelan yang setiap saat bisa
lepas atau dilepas. Yang membedakan derjatnya di hadapan Allah adalah kadar
iman yang ia miliki di dalam dirinya. Oleh karena itu setiap muslim
melaksanakan ibadah haji dengan meninggalkan rumah dan status sosial yang ia
miliki agar terbebas dari sift individual, dan semuanya adalah sama di mata
Allah swt.
Ketika memulai ibadah haji setiap orang harus
melepaskan diri dari sifat egoisme dan berbagai kesadaran palsu yang ia miliki,
kemudian berusaha untuk menumbuhkan pada dirinya kesadaran baru. Merek datang
dari tempat yang berbeda, status sosial yang berbeda, suku yang berbeda, dan
tentunya dari kebudayaan yang berbeda pula, namun mereka memiliki persamaan
yaitu datang ke rumah Allah dengan niat dan status yang sama. Semuanya sama di
mata Allah kecuali yang membedakan mereka adalah kualitas ketakwaan dan
keimanan yang mereka miliki.
Ibadaha haji secara psikologis merupakan sebuah
upacara kematian (menghilangkan semua kesadaran palsu dan sifat-sifat negatif
yang ditimbulkan oleh prestasi duniawi yang telah kita raih dan cenderung
merendahkan harkat dan martabat manusia) dalam rangka menemukan kualitas dan
makna hidup yang sejati.
Rangkaian ibadah haji selanjutnya ialah membaca
talbiyah, yaitu pernyataan kehadiran memenuhi panggilan Tuhan. Suasana bathin
diisi dengan kesadaran bahwa kita harus mendekatkan diri dengan sang
Mahapencipta, dan meninggalkan segala urusan duniawi agar kita semakin dekat
dengan Tuhan. Pada saat ini pikiran, ucapan dan bahkan segala tindakan hanya
diarahkan kepadaNya.
Berbagai bentuk nafsu egoistik dihilangkan agar
seeorang mampu melakukan mikraj, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan
sedekat-dekatnya dalam rangka membangun pribadi yang tangguh yaitu sebuh
pribadi yang darinya terpancar sifat-sifat ilahi.
Proses mendekatkan diri dengan Tuhan ini secara
simbolik diperagakan dalam thawaf. Ketika sudah tidak ada lagi jarak antara
manusia dengan Tuhan, seorang muslim mencurahkan segala isi hatinya untuk
bersyukur, memohon ampunan, dan kekuatan untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
Makna dan hikmah thawaf yang sebenarnya adalah sebagaimana kita menjalani
siklus kehidupan hari demi hari.
Sebagaimana dengan thawaf di Mekah, hendaknya kita
mampu mengambil jarak dari aktivitas yang membelenggu. Sehingga hati nurani
kita memiliki ketajaman untuk membedakan manakah tindakan yang bermakna dan
manakah yang justru dapat menjerumuskan kita kearah yang sesat.
Kemudian makna yang terdapat dari proses wuquf
(berdiam diri secara khusyuk) di Arafah, yang dimana merupakan puncak dari
rangkaian ibadah haji adalah bagaimana kita merenungkan seperti apa eksistensi
dan posisi kita di hadapan Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini. Dengan
melaksanakan wuquf ini setiap orang diharapkan mampu mendapatkan makna dalam
kehidupannya sehingga menjdi pribadi baru yang jauh lebih baik dari sebelunya,
dan mungkin inilah yang dinamakan dengan haji yang mabrur.
Sesungguhnya di dalam ibadah jahi terdapat begitu
banyak pesan sosial yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satunya ialah agar kita mampu menundukkan nafsu yang seringkali menjajah
manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga mampu meraih makna dan
kebagahagiaan hidup yang sejati.
Pesan lain yang terdapat dalam ibadah haji adalah
agar seorang muslim mampu melakukan sebuah pengorbanan. Oleh karen itulah hri
raya idul adha disebut dengan hari raya kurban. Yang dimana terdapat petunjuk
yang kuat bahwa masyarakat dilanda krisis semangat pengorbanan. Karena yang
banyak kita jumpai adalah semangat untuk mengambil hak orang lain bukan
semangat untuk memberi.
Seperti yang telah kita semua tahu bahwa figur utama
dalam sejarah haji adalah nabi Ibrahim a.s. nabi Ibrahim memberikan sebuah
contoh pengorbanan melalui membunuh lebih tepatnya adalah merusak berhala-berhala
yang ia yakini bahwa berhala tersebut tidak pantas untuk diakui sebagai tuhan
meskipun orang-orang disekitarnya tidak berfikir seperti apa yang ia fikirkan.
Dan pengorbanannya yang lain yaitu ketika ia mengorbanka anaknya karen perintah
Tuhan yang Mahaagung. Ia memperlihatkan bahwa jangan sampai cinta terhadap
anaknya menutupi hatinya untuk mencintai Tuhan dan sesama manusia.
Pada saat sekarang ini banyak kita jumpai karena
berlebihan dalam mencintai anaknya seseorang mampu untuk berbuat tidak adil
lebih-lebih apabila ia adalah seorang penguasa, membuat rasa keadilan dan
kemanusiaannya menjadi tumpul. Begitu banyak kita jumpai orang yang memegang
kekuasaan baik kekuasaan tersebut besar ataupun kecil merampas hak milik orang
lain karena didorong rasa cinta terhadap anaknya secara berlebihan. Mungkin
saja pesan yang terkandung dalam pengorbanan nabi Ibrahim untuk menyembelih
anaknya adalah pembebasan dari prilaku korup dan serakah seperti yang
dikemukakan tadi.
Kita sudah lelah dihadapkan pada permasalahan
korupsi yang belakangan kita ketahui tidak ada ujung pangkalnya. Moral sebagian
aparat negri ini sepertinya sudah tidak sehat, dan tidak ada lagi rasa malu
untuk melakukan hal-hal yang bisa merugikan Negara seperti korupsi yang sudah
mendarah daging.
Jika kondisi seperti ini berlansung lama, maka akan
menyebabkan masyarakat umum tidak lagi menaruh rasa hormat kepada penegak hukum,
kemudian ikut-ikutan melakukan korupsi dan merusak etika sosial. Dan juga
menyebabkan banyak pelajar yang terlibat kasus tawuran anatar sekolah. Mereka
berfikir bahwa tindakan yang dilakukan tersebut tidaklah sebanding dengan
kejahatan yang dilakukan oleh para pejabat dan anak-anak orang kaya yang selalu
berhura-hura sambil menikmati obat-obatan terlarang dan minuman keras. Padahal
tugas utama seorang pelajar ialah belajar dan belajar.
Negara sering dirugikan oleh para pelaku korupsi dan
para pembobol bank seperti kasus Eddy Tansil, BLBI, bank Century, hambalang dan
sebagainya. Di dalam agama peristiwa bobolnya bank pemerintah dan lembaga
pemasyarakatan oleh Eddy Tansi dal Tansil-tansil lain menunjukkan hilangnya
sikap amanat dlm mental para pejabat.
Kata amanat sendiri masih seakar dengan kata iman,
yang berarti memercayakan diri dan menaruh keselamatannya kepada Tuhan. Dengan
penyerahan total terhadap Tuhan tersebut, maka manusia akan merasa aman karena
yakin bahwa Tuhan selalu memegang amanat.
Jadi orang yang beriman adalah mereka yang hidupnya
merasa aman karena dekat dengan Tuhan. Orang yang beriman sejatinya selalu bisa
dipercaya untuk menerima amanat yang diberikan oleh orang lain. dalam kehidupan
bernegara, sikap amanat yang ditunjukkan oleh aparat pemerintah sangatlah
penting, karena sesungguhnya sikap amanat merupakan kunci untuk memperoleh
dukungan rakyat.
Pemerintah harus mampu menemukan Eddy Tansil dan
mengusut kasus tersebut secara tuntas, karena jika tidak maka masyarakat akan
sulit untuk percaya kepada para penegak hukum dinegara ini seperti yang sudah
dijelaskan tadi. Juga dapat memberikan dampak psikologi yang sangat besar bagi
masyarakat dan anank-anak, tidak bisa diungkiri bahwa permasalahan-permasalahan
lain pun akan timbul.
Karena hilangnya sikap amanat tersebut, maka
masyarakat akan bersikap pesimis untuk bisa memperoleh keamanan dan kepastian
hukum. Sikap anarkis timbul dimana-mana seperti di jalan raya, para pengemudi
sudah tidak lagi memedulikan antrean. Para pengemudi tersebut meyakini bahwa
dengan taat dan tertib terhadap peraturan tidak bisa menjamin mereka akan
memperoleh hak mereka.
Di Negara ini banyak ditemukan orang-orang yang
sukses secara instan. Justru orang yang sukses dengan kerja keras dan memulai
segalanya dari nol sulit untuk ditemukan. Banyak generasi penerus bangsa yang
menegeluh, karena meskipun mereka telah manamatkan study mereka di luar negri
dan bahkan banyak pula yang meraih gelar doktor, namun mereka mengaku bahwa
sulit untuk mengembangkan karir di negri ini. Dan mereka mengatakan bahwa
terlalu banyak tukang sulap di tanah air ini, yang diamana perkataan tersebut
secara tidak sengaja menyinggung para aparat pemerintah yang tidak pernah
bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah Eddy Tansil tersebut. lalu timbullah
persepsi bahwa Eddy Tansil memang ahli sulap ataukan aparat pemerinta yang
memang mudah untuk dikibuli.
Bercermin dari beberapa permasalahan korupsi tadi,
maka kita dapat mengetahui satu hal bahwa tindakan korupsi cenderung dilakukan
oleh orang yang miskindaan kekurangan gaji.
Jika benar bahwa bangsa kita sedang dilanda krisis
moral terutama jika kalangan remaja sugah terjangkit krisis moral
tersebut maka itu merupakan mimpi buruk bagi masa depan bangsa kita. Berbagai
berita mengenai pembunuhan, perampokan, pelecehan seksual, dan korupsi akan
menjadi makanan sehari-hari kita.
Krisis-krisis yang telah disebutkan tadi ialah
berkaitan dengan semakin berkurangnya sikap amanat, yang seharusnya dimiliki
oleh seorang pemimin. Sikap amanat ini akan tumbuh dan kuat jika disertai
dengan kepstian hukum dan sanksi tegas bagi yang melanggarnya.
Oleh karena itu marilah kita melaksanakan tugas yang
sedang kita emban dengan sikap amanat, sabagaimana sikap amanat para pemimpin
yang kepemimpinannya bisa kita contoh seperti kepemimpinan Rasulullah saw,
khulafaurrrasyidin dan banyak sekali contoh-contoh lainnya.
No comments:
Post a Comment