Monday, 28 November 2016

AGAR HIDUP BAHAGIA PENUH MAKNA




Kesalehan Sosial Rosulullah Saw bersabda, kehidupan ini bagaikan kebun tempat bercocok tanam. Siapa menanam duri tak akan mengetam anggur. Siapa yang menabur angin dia akan menuai badai. Apapun yang kita lakukan di dunia ini tidak sedikitpun yang terlewatkan oleh Raqib dan Atid Allah swt. Setiap kegiatan atau aktvitas manusia diatas muka bumi ini tersimpan dalam kitab lauh mahfuzh.
            Manusia hidup dengan dua kapasitas utama yang bersifat jasmani dan rohani. Yang keduanya tak terpisahkan dan rekaman jejaknya tak akan hilang. Masa lalu merupkan suatu hal yang tak akan mungkin dapat diubah yang menyimpan seluruh data prilaku kita, dan itulah yang disebut dengan history yang menjelma menjadi pohon kehidupan. Justru dilain pihak masa depan menyimpan sejuta potensi dan kemungkinan, yang dimana manusia sebagai mahluk yang dikarunia akal dan pikiran harus mampu membuat dan melaksanakan langkah-langkah yang dapat membuat masa depannya menjadi lebih baik.
            Manusia sebagai mahluk yang diciptakan secara lebih sempurna oleh Allah dari mahluk-mahluk lainnya di anugrahi kepala untuk berpikir, hati memiliki kekuatan untuk berkehendak, dan tangan untuk menjadikan pikiran dan kehendaknya dalam karya nyata. Namun yang paling utama dimiliki oleh seorang manusia untuk memaknai kehidupan ini yaitu sebuah kebebasan (freedom). Tidak mungkin seseorang akan meraih suatu kebaikan dan keikhlasan tanpa memiiki sebuah kebebasan untuk memilih. Seiring dengan adanya kebebasan manusia untuk memilih maka muncullah sebuah pertanggungjawaban atas kebebasan untuk memilih tersebut.
            Tidak ada paksaan bagi siapapun dalam memilih agama yang dianut. Tuhan telah mngutus Rasul-Nya untuk membimbing umat manusia agar manusia tersebut bisa membedakan antara yang benar dan yang salah. Tetapi Tuhan tetap memberikan kemerdekaan bagi manusia untuk memilih jalan hidupnya, karena dengan kemerdekaan itulah kehidupan menjadi bermakna.
             Tindakan moral mensyaratkan lima elemen pokok. Pertama, kemerdekaan, yang dengannya kita memiliki kebebasan memlih jalan hidup. Kedua, keabadian jiwa, bahwa apapun yang kita lakukan di dunia ini pasti akan berkelanjutan pada kehidupan setelah mati (akhirat). Ketiga, hari pengadilan (yaumul jaza’), pasti aka nada pengadilan yang nantinya akan menuntut pertanggung jawaban terhadap kemerdekaan dan kehidupan yang kita jalani saat ini. Keempat, mesti ada hakim yang Maha Adil, yang sangat jauh berbeda dengan pengadilan di dunia. Kelima, setelah semua proses tersebut kemudian akan muncul istila reward dan punishment terhadap apa yang telah kita lakukan selama masih hidup di dunia.
            Bagi mereka yang tidak memiliki pegangan dan tujuan dalam menjalani kehidupan ini maka sangatlah tidak penting kemana kaki melangkah dan dimana akan berhenti. Berbeda halnya dengan mereka yang beriman, karena setiap tarikan nafas dan langkah di dunia ini adalah sebuah tahapan pulang bertemu dengan sang pencipta. Dari Allah kembali ke Allah.
            Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Manuia selalu merugi, kecuali mereka yang kehidupannya diisi dengan iman yang mendatangkan amal saleh. Untuk menjaga iman yang mendatangkan amal saleh tersebut diperlukan adanya seorang teman dan lingkungan yang sejatinya selalu mengingatkan dan mengajak kepada kebenaran. Yang dimana itu semua bisa bertahan jika kita bisa bersikap konsisten.
            Manusia adalah mahluk sosial yang tidak akan mampu untuk hidup sendiri tanpa didampingi oleh sesamanya. Dalam menjalani kehidupan ini antara satu sama lainnya saling megisi, namun disisi lain ada juga yang saling menjatuhkan. Jadi setiap pribadi adalah juga bagian dari yang lain. Dan kehidupan seseorang selalu menjadi bagian dari yang lain, bukan sebuah atom yang berputar lepas dan bebas sendirian.
Manusia hidup dalam waktu, sebagaimana ikan hidup di dalam lautan. Karena itu abstrak yang kita tidak mampu mengukur panjangnya, kapan waktu bermula dan berakhir, manusia menciptakan sekat-sekat, seakan waktu dipenggal-penggal menjadi potongan yang terukur. Oleh karena itu buatlah penggalan-penggalan waktumu layaknya sebuah sawah yang kemudian kau sebarkan biji tanaman sebanyak-banykanya agar lingkunganmu menjadi rindang dan mendatangkan buah.
Kita sebagai manusia yang beriman dituntut untuk membuat penggalan waktu dan kehidupan yang kita jalani saat ini bermakna bagi diri sendiri dan lingkungan. Di dalam Alqur’an pun sudah jelas dan rasional terdapat penjelasan mengenai waktu ini. Sungguh manusia selalu dibuntuti dengan kerugian akan kehilangan modal waktu, yang dimana jika waktu yang dimiliki berlalu sia-sia tanpa melakukan suatu hal yang baik, maka waktu tersebut takkan kembali lagi dan tak bisa ditemukan lagi. Oleh sebab isilah waktu yang datang menemuimu dengan iman dan amal kebajikan, jika tidak sungguh kamu akan bangkrut dan merugi.
Manusia diperintahkan untuk saling mmperingati dan saling mengajak untuk melakukan hal-hal yang baik, karena sifat manusia yang pada dasarnya sering lupa dan memandang murah terhadap waktu. Karena memang sulit bagi seorang manusia untuk bersikap konsisten dalam berbuat amal saleh dan selalu menegakkan kebenaran. Pada setiap pergantian tahun tanyakanlah pada diri sendiri, amal kebaikan apa yang telah kita lakukan? Apa maknanya bagi keluarga dan teman-temanku? Pertanyan-pertanyaan seperti ini sangat penting untuk ditanyakan pada diri sendiri agar kita mampu mengubah diri sendiri menjadi orang yang lebih baik dari tahun sebelumnya (intropeksi diri).



puasa sebagai ritual keagamaan, tidak dilihat sebagai tujuan tetapi merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada Tuhan, yang mengandung aspek latihan spiritual yang memiliki sasaran diluar dirinya. Maksudnya adalah secara sederhana saja kita bisa memahami bahwa fungsi jalan adalah untuk dilalui dalam rangka menuju suatu titik tujuan. Jadi puasa merupakan salah satu jalan yang harus kita lalui dalam rangka untuk menemui satu titik tujuan yaitu Allah swt, karena puasa merupakan salah satu perintahnya yang harus ditaati.
Dalam ibadah puasa terdapat tiga pesan yang melekat. Pertama, penghayatan akan adanya Tuhan. Penghayatan akan adanya Tuhan ini terletak pada saat kita berusaha untuk menahan diri untuk tidak makan dan minum atau perbuatan-perbuatan lain yang bisa menyebabkan puasa menjadi batal, karena Tuhan hadir disetiap hembusan nafas kita.
Kedua, dengan kesanggupan menunda kenikmatan jasmani yang bersifat sesaat, sesungguhnya kita tengah melakukan suatu bentuk investasi kenikmatan yang jauh lebih agung dan sejati dimasa depan. Dalam bentuknya yang sederhana adalah seperti pada kenikmatan ketika tiba waktunya untuk berbuka puasa.
Ketiga, selain mengajarkan untuk berpandangan hidup ke masa depan (future oriented), puasa juga mengajarkan kepada kita agar lebih peka terhadap lingkungan sosial. Yaitu dalam bentuk diperintahkannya kita oleh Tuhan untuk mengeluarkan zakat di penghujung bulan ramadhan secara simbolik mencerminkan akan adanya sasaran sosial yang hendak diraih dengan melakukan ibadah puasa tersebut dalam rangka mempersempit jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, yang lemah dan yang kuat.
Dari ritualisme ke emansipatoris
Tidaklah tepat jika ritual keagamaan terjatuh menjadi kegiatan rutin dan menjadikan ibadah sebagai tujuan akhir, yang menyebabkan agama menjadi paham ritualisme yang tidak lagi mengemban paham profetik (kenabian). Yang paling utama adalah hendaknya praktik keberagamaan yang dilakukan seseorang pada akhirnya mampu mengarahkan dan memberi motivasi untuk meningkatkan pengabdian sosial serta mengangkat harkat hidup masyarakat.
Dalam ibadah puasa sudah sangat jelas terdapat pesan bahwa salah satu hikmah yang hendak diraih adalah terbinanya kepribadian yang senantiasa sanggup menahan diri dari godaan kenimatan materi yang sejatinya adalah bersifat sementara, demi meraih sebuah kenikmatan ruhani yang jauh lebih tinggi dan mulia. Sedang dari sisi sosial ibadah sosial mengajarkan agar kita mampu menahan diri dari godaan dunia, yang kiranya mampu menyeret kita kepada gaya hidup yang egoistik dan hedonistik.
Ibadah puasa diyakini tidaka hanya bentuk ibadah yang diperuntukkan bagi kehidupan setelah mati (akhirat) semata melainkan juga menghendaki kesalehan di dunia. Ia juga memiliki pesan dan kekuatan emansipatoris bagi mereka yang tertindas jika pesan yang terkandung didalam puasa terebut dihayati dan di aplikasikan secara seksama.
Puasa dan etos modernisasi
Jika proses pembangunan rasional berencana untuk menyejahterakan rakyat dan mengajaknya untuk melihat jauh ke depan merupakan makna dari modernisasi, maka antara puasa dengan modernisasi tidakla berbeda. Sebagaimana puasa, sebuah modernisasi akan mngalami kegagalan jika para pelakunya tidak mampu untuk menahan diri dari segala bentuk godaan yng menawarkan kenikmataan sesaat dengan mengorbankan kenikmatan yang jauh lebih abadi pada hari esok.
Setali tiga uang dengan puasa, modernisasi juga akan inilai kurang berhasil kalau dalm praktinya tidak mampu mewujudkan kepedulian sosial secara nyata, sebagaiman diperintahkan untuk membayar zakat di pengujung bulan ramadhan dalam rangka memperbaiki naib para fakir miskin.
Menyuburkan kualita insane
Sesungguhnya berpuasa merupakan suatu proses menumbuhkan dan memperkuat kualitas insane kita, dalam rangka meraih hidup yang sukses dan lebih tinggi kualitasnya. Secara psikologis bulan ramadhan adalah bulan interupsi atas rutinitas hidup. Interupsi tersebut berupa penjungkirbalikan jadwal kehidupan, terutama dengan pemenuhan nafsu, seperti makan minum dan sebagainya.
Dengan datangnya bulan ramadhan, rutinitas tersebut dihentikan untuk sementara, dan perlu dilakukannya interupsi untuk dievluasi. Di dalam bulan ramadhan kita diajak untuk merenung dan menggali makna dibalik kehidupan yang sedang kita jalani saat ini.
Alqur’an surat al-baqarah ayat 183 menjelaskan mengenai perintah berpuasa yang artinya : “wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu menjadi manusia yang bertakwa”. Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk bersikap tawakkal yaitu mengapresiasi dan mengiternalisasi nilai-nilai moral ilahi yang lebih mulia dalam rangka memelihara keluhuran martabat manusia.
Perintah berpuasa adalah tidak dimaksudkan sebagai sikap penyiksaan diri, islam melarang puasa bagi orang yang memang tidak mampu untuk melaksanakannya. Seperti jika dalam keadaan sakit atau tengah dalam melakukan suatu tugas yang cukup besar dan membutuhkan makan dan minum.
Pribadi masyarakat yang mampu menahan diri dari godaan kenikmatan sesaat, dan senantiasa melihat sukses yang jauh lebih besar dihari depan, adalah kunci keberhasilan negara-negara maju seperti Jepang dan Korea. Mari kita berpuasa dan menahan diri untuk kebahagiaan yang lebih agung di hari depan untuk diri kita, cucu kita, dan bangsa kita. Memulainya dengan puasa-puasa sunat ang senantiasa di perintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan Rasulullah Muhammad saw, terdapat tiga perbedan atau kategori orang yang berpuasa. Pertama, mereka yang menahan diri dari makan dan minum, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa dimulai dari waktu imsak hingga tib waktu berbuka. Kedua, yang derajatnya lebih tinggi adalah mereka yang mampu menahan diri dari perkataan, pikiran, dan prilaku yang tercela. Ketiga, setelh beberapa hal tersebut diatas dilalui, maka mereka yang hatinya senantiasa terpaut dengan Tuhan yang Mahakasih dan Mahasuci.
Antara kategori pertama dengan kategori kedua lebih cocok dikenakan pada puasanya anak-anak. Kemudian mereka yang mampu meraih kategori yang ketiga tersebut yang barangkali layak mereguk karunia idul fitri, yaitu prestasi spiritual ketika seseorang berhasil menumbuhkan dan menyegarkan kembali dirinya dari berbagai macam bentuk dosa yang telah dilakukannya selama ini.
 Berbagai bentuk ibadah dalam islam ialah memiliki tujuan dan pesan yang sama, yaitu agar manusia terbebas dari godaan kekuasaan yang ditawarkan, berupa jabatan, keluarga, harta, dan sebagainya. Menurut Alqur’an hal-hal yang bersifat duniawi tersebut seringkali menjadikan seseorang selalu memuja dan mementingkan egonya sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain dalam rangka pemenuhannya. Melalui ibadah terlebih pada ibadah puasa kita diajak untuk menata kembali hati yang selama ini sering di jajah untuk selalu mengejar hal-hal yang bersifat duniawi semata dengan mengorbankan kepentingan orang. Dengan menaklukkan hawa nafsu, kemudian ruhani kita akan  senantiasa terhubung dengan sang Maha Pencipta sehingga rasa kemanusiaan kita yang paling hakiki akan terpelihara dari sifat-sifat egoism yang seringkali menjajah diri kita.
Jadi ibadah puasa yang kita jalani semata-mata karena Allah mampu menguliti topeng-topeng yang selama ini tanpa disadari telah melekat pada diri kita dan menutupi wajah kita yang asli. Topeng-topeng tersebut berupa jabatan, label, kedudukan, profesi, yang kesemuanya itu memiliki ego di dalamnya.
Hari kemenangan spiritual
Jiwa kita akan senantiasa tetap suci jika kita selalu mendekat dan bergabung dengan sang Maha Mulia dan Maha Damai. Demikianlah, berbagai bentuk puasa di dalam islam pada dasarnya merupakan sarana untuk memelihara kesucian hati dan keagungan ruhani kita sehingga dengan begitu bisa mengarahkan prilaku jasmani dan pengetahuan kita kea rah yang suci dan agung pula.
Hari kemenangan yaitu hari raya idul fitri merupakan pesta bagi umat muslim yang telah mampu menjaga dan memelihara kesucian ruhani sehingga bisa melaksanakan dan meneruskan tugas-tugas kemanusiaan dengan lebih segar dan tangguh pada masa-masa selanjutnya.
Dalam Alqur’an di sebut bahwa manusia diiptakan untuk beribadah kepada Tuhan, ini tidak berarti bahwa ibadah tersebut merupakan tujuan akhir dari penciptaan manusia. Tujuan ibadah yang sesungguhnya adalah semata-mata untuk meraih ridhaNya.
Hikmah jerih payah dalam melaksanakan sitiap bentuk ibadah di dalam islam pada akhirnya ialah akan berdampak manusia yang menjalani ibadah itu sendiri, karena salah satu cirri yang mencolok dalam konsep peribatan dalam islam adalah orientasi praksis yang bersifat kemanusiaan. Misalnya seperti pada perintah shalat, puasa, mengeluatkan zakat, berbuat baik, menghindari kemaksiatan, dan lain sebagainya. Yang pada intinya setiap ibadah yang diperintahkan oleh Tuhan tidak semata-mata berorientasi pada akhirat saja melainkan juga berorientasi pada kepentingan dunia terutama dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang amat luhur.
Jadi rangkaian ibadah yang diperintakan Tuhan kepada kita dapat dipahami sebagai sebuah kurikulum atau landasan yang memang di buat oleh tuhan yang Mahakasih, jika kita seabagai umat manusia mampu memahami dan merespon perintah Tuhan tersebut, maka kita jualah yang akan beruntung.
Mempertegas komitmen kemnusiaan
Tujuan puasa adalah untuk menjaga kesucian manusia, dan idul fitri merupakan pesta atas kemenangan umat islam setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa. Lalu kemenangan dan kejayaan yang telah diraih oleh umat islam tersebut di tujukan untuk berbagi kasih saying dengan sesama.
Tanpa adanya cinta dan kasih sayang antara sesama manusia lalu apalah artinya sebuah jabatan, harta, kedudukan, keluarga, dan teknologi. Sebab jika sudah tidak ada lagi rasa cinta di dalam hati kita makayang akan kita jumpai adalah kjahatan terjadi dimana-mana, seperti fitnah dibalas dengan fitnah, senjata dilawan dengan senjata, dan kedengkian dibalas dengan kedengkian.
Makna yang sesungguhnya dari idul fitri adalah sebuah bentuk kelahiran baru seorang manusia bagaikan bayi yang tak berdosa, bagaikan bunga teratai yang tumbuh di tengah-tengah air yang kotor berlumpur. Lagi-lagi dijelaskan bahwa ajaran agama begitu suci dan agung yang kemudian jika dijalani, dipahami, dan dihayati dengan hati yang suci akan membuahkan nilai-nilai yang suci dan agung pula. Dan kita sebagai manusia (hamba Allah swt) senantiasa menyebarkan kasih dan sayang terhadap sesama.
Misi-misi agung yang terdapat dalam agama yang kita jalani kadangkala sering terhalang oleh sikap-sikap ideologis para pemeluknya ketika nilai-nalai agung agama tersebut telah terlembagakan. Disini kita sulit untuk mengetahui apakah seseorang memperjuangkan nilai luhur agama ataukah malah memperjuangkan ideologi para pemelukunya yang memang pada dasarnya dibangun atas ajaran-ajaran kegamaan.
Salah satu pesan yang terdapat dalam perayaan hari raya idul fitri adalah agar manusia bisa melihat dirinya yang pada dasarnya ia adalah mahluk yang diciptakan oleh Tuhan yang tidak luput dari dosa. Dimana noda-noda atau dosa-dosa tersebut merupakan suatu hal yang pasti akan mengiringi perjalan hidup  kita didunia ini, oleh karena itulah kita melaksanakan latihan-latihan keagamaan seperti ibadah puasa dan kegiatan-kegiatan ibadah lainnyya yang bertujuan untuk mengintropeksi diri sangatlah. Perjuangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan merupakan sebuah pekerjaan panjang, sepanjang nafas kita masih berhembus dan eksistensi agama.
Lalu bentuk ibadah lain yang diperintahkan Tuhan kepada manusia ialah haji, yang dimana ibadaha haji ini juga merupakan salah satu dari rukun islam sebagaimana puasa dan zakat tadi. Nilai sesungguhnya dari ibadah haji adalah bukan semata-mata untuk memanjatkan doa saja, karena sesungguhnya orang-orang yang beriman yakin bahwa dimanapun dan kapanpun kita memanjatkan doa Tuhan pasti mendengarkan, meskipun kita melakukannya dengan berbisik-bisik maupun dengan suara yang lantang. Terlebih dalam hal berkomunikasi dengan Tuhan kita tidak membutuhkan ongkos.
Disamping menetapkan niat dalam hati, rangkaian ibadah haji selalu diawali dengan melepas pakaian yang kita kenakan sehari-hari kemudian menggantinya dengan pakaian ihram. Disini kita dapat mengetahui makna dari mengganti pakaian yang kita kenakan sehari-hari dengan pakaian ihram, adalah karena pakaian yang kita kenakan sehari-hari sering diidentikkan dengan status sosial yang kita sandang. Yang dimana pakaian kita tersebut mampu menjadikan seseorang lupa bahwa apa yang sedang di amanahkan kepadanya tersebut bersifat sementara dan menganggap deratnya lebih tinggi dari yang orang lain. sejatinya pakaian yang kita kenakan merupakan tempelan yang setiap saat bisa lepas atau dilepas. Yang membedakan derjatnya di hadapan Allah adalah kadar iman yang ia miliki di dalam dirinya. Oleh karena itu setiap muslim melaksanakan ibadah haji dengan meninggalkan rumah dan status sosial yang ia miliki agar terbebas dari sift individual, dan semuanya adalah sama di mata Allah swt.
Ketika memulai ibadah haji setiap orang harus melepaskan diri dari sifat egoisme dan berbagai kesadaran palsu yang ia miliki, kemudian berusaha untuk menumbuhkan pada dirinya kesadaran baru. Merek datang dari tempat yang berbeda, status sosial yang berbeda, suku yang berbeda, dan tentunya dari kebudayaan yang berbeda pula, namun mereka memiliki persamaan yaitu datang ke rumah Allah dengan niat dan status yang sama. Semuanya sama di mata Allah kecuali yang membedakan mereka adalah kualitas ketakwaan dan keimanan yang mereka miliki.
Ibadaha haji secara psikologis merupakan sebuah upacara kematian (menghilangkan semua kesadaran palsu dan sifat-sifat negatif yang ditimbulkan oleh prestasi duniawi yang telah kita raih dan cenderung merendahkan harkat dan martabat manusia) dalam rangka menemukan kualitas dan makna hidup yang sejati.
Rangkaian ibadah haji selanjutnya ialah membaca talbiyah, yaitu pernyataan kehadiran memenuhi panggilan Tuhan. Suasana bathin diisi dengan kesadaran bahwa kita harus mendekatkan diri dengan sang Mahapencipta, dan meninggalkan segala urusan duniawi agar kita semakin dekat dengan Tuhan. Pada saat ini pikiran, ucapan dan bahkan segala tindakan hanya diarahkan kepadaNya.
Berbagai bentuk nafsu egoistik dihilangkan agar seeorang mampu melakukan mikraj, mendekatkan diri kepada Tuhan dengan sedekat-dekatnya dalam rangka membangun pribadi yang tangguh yaitu sebuh pribadi yang darinya terpancar sifat-sifat ilahi.
Proses mendekatkan diri dengan Tuhan ini secara simbolik diperagakan dalam thawaf. Ketika sudah tidak ada lagi jarak antara manusia dengan Tuhan, seorang muslim mencurahkan segala isi hatinya untuk bersyukur, memohon ampunan, dan kekuatan untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Makna dan hikmah thawaf yang sebenarnya adalah sebagaimana kita menjalani siklus kehidupan hari demi hari.
Sebagaimana dengan thawaf di Mekah, hendaknya kita mampu mengambil jarak dari aktivitas yang membelenggu. Sehingga hati nurani kita memiliki ketajaman untuk membedakan manakah tindakan yang bermakna dan manakah yang justru dapat menjerumuskan kita kearah yang sesat.
Kemudian makna yang terdapat dari proses wuquf (berdiam diri secara khusyuk) di Arafah, yang dimana merupakan puncak dari rangkaian ibadah haji adalah bagaimana kita merenungkan seperti apa eksistensi dan posisi kita di hadapan Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini. Dengan melaksanakan wuquf ini setiap orang diharapkan mampu mendapatkan makna dalam kehidupannya sehingga menjdi pribadi baru yang jauh lebih baik dari sebelunya, dan mungkin inilah yang dinamakan dengan haji yang mabrur.
Sesungguhnya di dalam ibadah jahi terdapat begitu banyak pesan sosial yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya ialah agar kita mampu menundukkan nafsu yang seringkali menjajah manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga mampu meraih makna dan kebagahagiaan hidup yang sejati.
Pesan lain yang terdapat dalam ibadah haji adalah agar seorang muslim mampu melakukan sebuah pengorbanan. Oleh karen itulah hri raya idul adha disebut dengan hari raya kurban. Yang dimana terdapat petunjuk yang kuat bahwa masyarakat dilanda krisis semangat pengorbanan. Karena yang banyak kita jumpai adalah semangat untuk mengambil hak orang lain bukan semangat untuk memberi.
Seperti yang telah kita semua tahu bahwa figur utama dalam sejarah haji adalah nabi Ibrahim a.s. nabi Ibrahim memberikan sebuah contoh pengorbanan melalui membunuh lebih tepatnya adalah merusak berhala-berhala yang ia yakini bahwa berhala tersebut tidak pantas untuk diakui sebagai tuhan meskipun orang-orang disekitarnya tidak berfikir seperti apa yang ia fikirkan. Dan pengorbanannya yang lain yaitu ketika ia mengorbanka anaknya karen perintah Tuhan yang Mahaagung. Ia memperlihatkan bahwa jangan sampai cinta terhadap anaknya menutupi hatinya untuk mencintai Tuhan dan sesama manusia.
Pada saat sekarang ini banyak kita jumpai karena berlebihan dalam mencintai anaknya seseorang mampu untuk berbuat tidak adil lebih-lebih apabila ia adalah seorang penguasa, membuat rasa keadilan dan kemanusiaannya menjadi tumpul. Begitu banyak kita jumpai orang yang memegang kekuasaan baik kekuasaan tersebut besar ataupun kecil merampas hak milik orang lain karena didorong rasa cinta terhadap anaknya secara berlebihan. Mungkin saja pesan yang terkandung dalam pengorbanan nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya adalah pembebasan dari prilaku korup dan serakah seperti yang dikemukakan tadi.
Kita sudah lelah dihadapkan pada permasalahan korupsi yang belakangan kita ketahui tidak ada ujung pangkalnya. Moral sebagian aparat negri ini sepertinya sudah tidak sehat, dan tidak ada lagi rasa malu untuk melakukan hal-hal yang bisa merugikan Negara seperti korupsi yang sudah mendarah daging.
Jika kondisi seperti ini berlansung lama, maka akan menyebabkan masyarakat umum tidak lagi menaruh rasa hormat kepada penegak hukum, kemudian ikut-ikutan melakukan korupsi dan merusak etika sosial. Dan juga menyebabkan banyak pelajar yang terlibat kasus tawuran anatar sekolah. Mereka berfikir bahwa tindakan yang dilakukan tersebut tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan oleh para pejabat dan anak-anak orang kaya yang selalu berhura-hura sambil menikmati obat-obatan terlarang dan minuman keras. Padahal tugas utama seorang pelajar ialah belajar dan belajar.
Negara sering dirugikan oleh para pelaku korupsi dan para pembobol bank seperti kasus Eddy Tansil, BLBI, bank Century, hambalang dan sebagainya. Di dalam agama peristiwa bobolnya bank pemerintah dan lembaga pemasyarakatan oleh Eddy Tansi dal Tansil-tansil lain menunjukkan hilangnya sikap amanat dlm mental para pejabat.
Kata amanat sendiri masih seakar dengan kata iman, yang berarti memercayakan diri dan menaruh keselamatannya kepada Tuhan. Dengan penyerahan total terhadap Tuhan tersebut, maka manusia akan merasa aman karena yakin bahwa Tuhan selalu memegang amanat.
Jadi orang yang beriman adalah mereka yang hidupnya merasa aman karena dekat dengan Tuhan. Orang yang beriman sejatinya selalu bisa dipercaya untuk menerima amanat yang diberikan oleh orang lain. dalam kehidupan bernegara, sikap amanat yang ditunjukkan oleh aparat pemerintah sangatlah penting, karena sesungguhnya sikap amanat merupakan kunci untuk memperoleh dukungan rakyat.
Pemerintah harus mampu menemukan Eddy Tansil dan mengusut kasus tersebut secara tuntas, karena jika tidak maka masyarakat akan sulit untuk percaya kepada para penegak hukum dinegara ini seperti yang sudah dijelaskan tadi. Juga dapat memberikan dampak psikologi yang sangat besar bagi masyarakat dan anank-anak, tidak bisa diungkiri bahwa permasalahan-permasalahan lain pun akan timbul.
Karena hilangnya sikap amanat tersebut, maka masyarakat akan bersikap pesimis untuk bisa memperoleh keamanan dan kepastian hukum. Sikap anarkis timbul dimana-mana seperti di jalan raya, para pengemudi sudah tidak lagi memedulikan antrean. Para pengemudi tersebut meyakini bahwa dengan taat dan tertib terhadap peraturan tidak bisa menjamin mereka akan memperoleh hak mereka.
Di Negara ini banyak ditemukan orang-orang yang sukses secara instan. Justru orang yang sukses dengan kerja keras dan memulai segalanya dari nol sulit untuk ditemukan. Banyak generasi penerus bangsa yang menegeluh, karena meskipun mereka telah manamatkan study mereka di luar negri dan bahkan banyak pula yang meraih gelar doktor, namun mereka mengaku bahwa sulit untuk mengembangkan karir di negri ini. Dan mereka mengatakan bahwa terlalu banyak tukang sulap di tanah air ini, yang diamana perkataan tersebut secara tidak sengaja menyinggung para aparat pemerintah yang tidak pernah bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah Eddy Tansil tersebut. lalu timbullah persepsi bahwa Eddy Tansil memang ahli sulap ataukan aparat pemerinta yang memang mudah untuk dikibuli.
Bercermin dari beberapa permasalahan korupsi tadi, maka kita dapat mengetahui satu hal bahwa tindakan korupsi cenderung dilakukan oleh orang yang miskindaan kekurangan gaji.
Jika benar bahwa bangsa kita sedang dilanda krisis moral terutama jika   kalangan remaja sugah terjangkit krisis moral tersebut maka itu merupakan mimpi buruk bagi masa depan bangsa kita. Berbagai berita mengenai pembunuhan, perampokan, pelecehan seksual, dan korupsi akan menjadi makanan sehari-hari kita.
Krisis-krisis yang telah disebutkan tadi ialah berkaitan dengan semakin berkurangnya sikap amanat, yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimin. Sikap amanat ini akan tumbuh dan kuat jika disertai dengan kepstian hukum dan sanksi tegas bagi yang melanggarnya.
Oleh karena itu marilah kita melaksanakan tugas yang sedang kita emban dengan sikap amanat, sabagaimana sikap amanat para pemimpin yang kepemimpinannya bisa kita contoh seperti kepemimpinan Rasulullah saw, khulafaurrrasyidin dan banyak sekali contoh-contoh lainnya.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer